Professional Documents
Culture Documents
Exceptie (Belanda), exception (Inggris) secara umum berarti pengecualian. Akan tetapi, dalam
konteks Hukum Acara bermakna tangkisa atau bantahan (objection). Tangkisan atau bantahan
yang diajukan dalam bentuk eksepsi :
1. Ditujukan kepada hal – hal yang menyangkut syarat – syarat atau formalitas gugatan,
yaitu jika gugatan yang diajukan, mengandung cacat atau pelanggaran formil yang
mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima
(inadmissible);
2. Dengan demikian, keberatan yang diajukan dalam bentuk eksepsi, tidak ditujukan dan
tidak menyinggung bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten principale). Bantahan
atau tangkisan terhadap materi pokok perkara, diajukan sebagai bagian tersendiri
mengikuti eksepsi.
Tujuan pokok pengajuan eksepsi, yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa
lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara. Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi
bertujuan agar :
1. Menjatuhkan putusan negatif1, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijk verklaard) ;
Cara pengajuan eksepsi, diatur dala beberapa Pasal yang terdiri dari Pasal 125 ayat (2) HIR
dan Pasal 136 HIR. Cara pengajuan, berkenaan dengan ketentuan kapan eksepsi disampaikan
dalam proses pemeriksaan. Berdasarkan Pasal – Pasal di atas, terdapat perbedaan cara
mengenai saat pengajuan eksepsi, dikaitkan dengan jenis eksepsi yang bersangkutan.
Bentuk dan saat pengajuan eksepsi kompetensi relative diatur dalam Pasal 125 ayat (2)
dan Pasal 133 HIR. Bertitik tolak dari kedua Pasal tersebut, dapat dijelaskan hal – hal
berikut : (i) Dapat diajukan baik dalam bentuk lisan maupun tertulis. (ii) Saat pengajuan
eksepsi kompetensi relative memperhatikan ketentua pasal 125 ayat (2) dan Pasal 133
HIR, pengajuan eksepsi ini harus disampaikan : a. Pada sidang pertama, dan b.
Bersamaan pada saat mengajukan jawaban pertama terhadap materi pokok perkara.
Apabila pada sidang pertama belum diajukan jawaban, tidak gugur hak mengajukan
eksepsi kompetensi relative. Misalnya, pada hari sidang pertama, pihak Penggugat atau
Tergugat tidak hadir baik berdasarkan alasan yang sah atau tidak. Berdasarkan
peristiwa itu, sidang dimundurkan. Maka patokan sidang pertama untuk mengajukan
eksepsi, adalah pada sidang berikutnya pada saat Tergugat mengajukan jawaban
pertama. Atau para pihak hadir pada sidang pertama, tetapi Tergugat meminta sidang
diundur untuk menyusun jawaban. Dalam hal ini, tetap terbuka hak bagi Tergugat
mengajukan eksepsi kompetensi relative pada sidang yang akan datang, bersamaan
pada saat mengajukan jawaban pertama.
Page 2 of 7
“Eksepsi (tangkisan) yang dikemukakan oleh si Tergugat, kecuali tentang hal hakim
tidak berwenang, tidak boleh dikemukakan dan ditimbang sendiri – sendiri, melainkan
harus dibicarakan dan diputuskan bersama – sama dengan pokok perkara”.
Antara Pasal 136 HIR dengan Pasal 114 Rv, tidak terdapat perbedaan mengenai cara
pengajuan eksepsi kompetensi relative dengan eksepsi lain yang mesti diajukan pada
jawaban pertama, bersama – sama dengan jawaban terhadap pokok perkara.
Cara penyelesaian eksepsi kompetensi digantungkan pada jenis eksepsi yang diajukan.
Apabila Tergugat mengajukan eksepsi kompetensi absolute atau relative, Pasal 136 HIR
memerintahkan hakim : (i) Memeriksa dan memutus perkara lebih dahulu tentang
eksepsi tersebut. (ii) Pemeriksaan dan pemutusan tentang itu, diambil dan dijatuhkan
sebelum pemeriksaan pokok perkara.
3. Pengabulan eksepsi kompetensi dituangkan dalam bentuk Putusan Akhir (eind vonnis)
Apabila eksepsi kompetensi yang diajukan Tergugat beralasan dan dapat dibernarkan
oleh hakim, tindakan yang harus dilakukan PN adalah mengabulkan eksepsi.
Bersamaan dengan itu : (i) Menjatuhkan putusan, dan (ii) putusan itu berbentuk putusan
akhir yang berisi amar : a. Mengabulkan eksepsi Tergugat, serta b. Menyatakan PN
Page 3 of 7
tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. Putusan yang mengabulakan
eksepsi kompetensi bersifat Putusan Akhir.
Berdasarkan Pasal 136 HIR, penyelesaian eksepsi lain di luar eksepsi kompetensi :
2. Dengan demikian, pertimbangan dan amar Putusan mengenai eksepsi dan pokok
perkara, dituangkan bersamaan secara keseluruhan dalam Putusan Akhir.
1. Eksepsi Prosesual
Eksepsi ini berdasarkan hukum acara, yaitu jenis eksepsi yang berkenaan dengan
syarat formil gugatan. Apabila gugatan yang diajukan mengandung cacat formil maka
gugatan yang diajukan tidak sah, dengan demikian harus dinyatakan tidak dapat
diterima (niet onvantkelijke verklaard). Secara garis besar, eksepsi prosesual dapat
dibagi menjadi 2 (dua) bagian :
Eksepsi kewenangan relative berkaitan langsung dengan Pasal 118 HIR dan Pasal
99 Rv. Berdasarkan ketentuan – ketentuan tersebut, telah digariskan cara
menentukan kewenangan relative PN berdasarkan patokan :
Apabila Tergugat terdiri dari debitu (principal) dan penjamin, kompetensi relative
mutlak berpatokan pada tempat tinggal debitur, tidak dibenarkan diajukan
kepada PN tempat tinggal penjamin.
Jika objek sengketa terdiri dari benda tidak bergerak, sengketa jatuh menjadi
kewenangan relative PN di tempat barang itu terletak.
Dalam hal objek sengketa benda tidak bergerak terdiri dari beberapa buah, dan
masing – masing terletak di daerah hukum PN yang berbeda, Penggugat
dibenarkan mengajukan gugatan kepada salah satu PN tersebut.
Para pihak boleh menyepakati salah satu PN yang diberi wewenang secara
relative untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di antara mereka. Dalam hal
demikian, terdapat 2 (dua) kompetensi relative yang dapat dimanfaatkan, yaitu :
Eksepsi prosesual di luar eksepsi kompetensi, terdiri dari berbagai bentuk atau jenis.
Yang terpenting dan yang paling sering diajukan dalam praktik, antara lain :
Page 5 of 7
b. Eksepsi Error In Persona
Tergugat dapat mengajukan eksepsi ini apabila gugatan mengandung cacat error in
persona. Bentuk atau jenis eksepsi yang dapat diajukan, meliputi peristiwa berikut :
Yang bertindak sebagai Penggugat, bukan orang yang berhak, sehingga orang
tersebut tidak mempunyai hak dan kapasitas untuk menggugat. Dalam kuasa
yang demikian, penggugat tidak memiliki persona standi in judicio di hadapan PN
atas perkara tersebut.
Alasan pengajuan eksepsi ini, yaitu apabila orang yang ditarik sebagai Tergugat
tidak lengkap atau orang yang bertindak sebagai Penggugat tidak lengkap
(gugatan kurang pihak).
Dari pendekatan doktrin, terdapat beberapa macam eksepsi hukum materiil. Dalam
uraian ini, akan dikemukakan sebagian di antaranya.
a. Eksepsi dilatoria
ii. Sifat atau keadaan premature melekat pada : (i) Batas waktu untuk menggugat
sesuai dengan jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian belum sampai,
atau (ii) Batas waktu untuk menggugat belum sampai, karena telah dibuat
penundaan pembayaran oleh kreditur atau berdasarkan kesepakatan antara
kreditur dan debitur.
b. Eksepsi peremptoria
Page 6 of 7
Eksepsi yang berisi sangkalan, yang dapat menyingkirkan gugatan karena masalah
yang digugat tidak dapat diperkarakan. Bentuk – bentuknya antara lain :
Eksepsi yang berisi sangkalan Tergugat (tertagih) bahwa uang yang dijanjikan
untuk dibayar kembali, tidak pernah diterima.
Eksepsi ini dapat diajukan dan diterapkan dalam perjanjian timbale balik dimana
masing – masing pihak dibebani kewajiban untuk memenuhi prestasi secara
timbale balik. Pada perjanjian seperti itu, seseorang tidak berhak menggugat
apabila dia sendiri tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya dalam
perjanjian.
Eksepsi ini merupakan tangkisan yang diajukan Tergugat terhadap gugatan yang
berisi bantahan yang menyatakan objek barang yang digugat bukan milik
Penggugat, tetapi milik orang lain atau milik Tergugat.
Sengketa yang digugat Penggugat, sama dengan perkara yang sedang diperiksa
oleh Pengadilan (namun belum ada putusan yang inkracht van gewisdje).
Page 7 of 7