Professional Documents
Culture Documents
“KONTRAK”
DISUSUN OLEH:
1. Renhard purba (02071001031)
2. SRI ERNI ELIZABETH (02071001175)
3. NOVA HUTABARAT (02071001178)
4. DEVI C. MALAU (02071001078)
5. EMERENCIA RIANTY B. (02071001119)
6. MULAWARMAN TURNIP (02071001116)
7. JONATHAN PURBA (02071001117)
8. FERY ANCIS S. (02071001065)
9. SAOR SANDI TIKANA S. (02071001170)
10. JOHANSEN C. HUTABARAT (02071001141)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Era reformasi telah dimulai sejak tahun 1998 yang lalu. Latar belakang
lahirnya era reformasi adalah tidak berfungsinya roda pemerintahan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama di bidang politik, ekonomi, dan
hukum. Maka dengan adanya reformasi, penyelenggaran negara berkeinginan
untuk melakukan perubahan secara radikal (mendasar) dalam ketiga bidang
tersebut.
Dalam bidang hukum, diarahkan kepada pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baru dan penegakan hukum (law of enforcement).
Undang-Undang yang dibentuk dan dibuat dalam era reformasi ini, yang paling
dominan adalah Undang-Undang atau hukum yang bersifat sektoral, sedangkan
hukum yang bersifat dasar (basic law) kurang mendapat perhatian. Hal ini tampak
dari kurangnya pembahasan dari berbagai hukum dasar, seperti Hukum Perdata,
Hukum Dagang, Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Kontrak, dan
lainnya. Hukum kontrak kita masih menggunakan peraturan Pemerintah Kolonial
Belanda yang terdapat dalam buku III KUHPerdata. Buku III KUHPerdata
menganut sistem terbuka (open system) artinya bahwa para pihak bebas
mengadakan kontrak dengan siapapun, menentukan syarat-syaratnya,
pelaksanaannya, dan bentuk kontrak, baik berbentuk lisan maupun tertulis. Di
samping itu, diperkenankan untuk membuat kontrak baik yang telah dikenal
dalam KUHPerdata maupun di luar KUHPerdata.
Kontrak-kontrak yang telah diatur dalam KUH Perdata, seperti jual beli,
tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang,
pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang,
perjanjian untung-untungan, dan perdamaian. Di luar KUHPerdata, kini telah
berkembang berbagai kontrak baru, seperti leasing, beli sewa, franchise, subrogate
mother, production sharing, joint venture, dan lain-lain. Walaupun
kontrak-kontrak itu telah hidup dan berkembang dalam masyarakat, namun
peraturan yang berbentuk Undang-Undang belum ada. Yang ada hanya dalam
bentuk Peraturan Menteri.
Peraturan itu hanya terbatas peraturan yang menangani leasing, sedangkan
kontrak-kontrak yang lain belum mendapat pengaturan yang khusus. Akibat dari
tidak adanya kepastian hukum tentang kontrak tersebut maka akan menimbulkan
persoalan dalam dunia perdagangan, terutama ketidakpastian bagi para pihak yang
mengadakan kontrak. Dalam kenyataannya salah satu pihak sering kali membuat
kontrak dalam bentuk standar, sedangkan pihak lainnya akan menerima kontrak
tersebut karena kondisi sosial ekonomi mereka yang lemah. Untuk itu pada masa
mendatang diperlukan adanya Undang-Undang tentang kontrak yang bersifat
nasional, yang menggantikan peraturan yang lama. Undang-Undang tersebut juga
memberikan kedudukan yang seimbang kepada para pihak dalam memenuhi hak
dan kewajibannya.
Walaupun belum adanya Undang-Undang tentang kontrak yang khusus
dan bersifat nasional maka kajian teoritis maupun empirik dalam proporsal ini
adalah berpedoman dan bertitik tolak pada KUHPerdata, peraturan
perundang-undangan di luar KUH Prerdata, dan berbagai perjanjian internasional
lainnya.
B. PERMASALAHAN
C. TUJUAN
F. PERIHAL TERTENTU
Syarat ini penting untuk menghindari apa yang dalam praktek disebut
dengan istilah ”membeli kucing dalam karung”. Yang dimaksudkan dengan
perihal tertentu tidak lain adalah perihal yang merupakan objek dari suatu kontrak.
Jadi suatu kontrak haruslah mempunyai objek tertentu. Beberapa persyaratan yang
ditentukan oleh undang-undang terhadap objek tertentu dari kontrak, khususnya
jika objek kontrak itu berupa barang, adalah sebagai berikut :
a. Barang yang merupakan objek kontrak tersebut haruslah barang yang dapat
diperdagangkan (vide Pasal 1332 KUHPerdata);
b. Pada saat kontrak dibuat, minimal barang tersebut sudah dapat ditentukan
jenisnya (vide Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata);
c. Jumlah barang tersebut boleh tidak tertentu, asal saja jumlah tersebut
kemudian dapat ditentukan atau dihitung (vide Pasal 1333 ayat (2)
KUHPerdata);
d. Barang tersebut dapat juga barang yang baru akan ada dikemudian hari (vide
Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata);
e. Tetapi tidak dapat dibuat kontrak terhadap barangyang masih dalam warisan
yang belum terbuka (vide Pasal 1334 yat (2) KUH Perdata);
G. KAUSA YANG HALAL
Syarat kausa (oorzaak) yang legal untuk suatu kontrak adalah sebab
mengapa kontrak tersebut dibuat. Sebab yang legal juga merupakan salah satu
syarat sahnya suatu kontrak (Pasal 1320 KUHPerdata).
1. Kausa Berbeda dengan Motif
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah kausa yang objektif. Sementara yang
subjektif, yakni yang lebih sering disebut dengan ”motif” tidak relevan bagi suatu
kontrak.
2. Syarat Kausa Sebagai Mekanisme Netralisasi
Yakni sarana untuk menetralisir terhadap prinsip hukum kontrak yang lain,
yaitu prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang terdapat dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang intinya menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai kekuatan yang sama dengan
undang-undang.
3. Kontrak Tanpa Causa yang Legal
Undang-undang menentukan bahwa suatu kontrak tidak memenuhi unsur
kausa yang legal jika :
a. Kontrak sama sekali tanpa kausa
b. Kontrak dibuat dengan kausa palsu
c. Kontrak dibuat dengan kausa terlarang, yang terdiri dari :
Kausa yang dilarang oleh perundang-undangan.
Kausa yang bertentangan dengan kesusilaan
Kausa yang bertentangan dengan ketertiban umum (vide Pasal 1335 jo
Pasal 1337 KUHPerdata)
4. Konsekuansi Yuridis Jika Kausa Yang Legal Tidak Terpenuhi
Apabila Konsekuensi yuridis tidak terpenuhi maka Konsekuensi Hukumnya
adalah bahwa kontrak yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum (asal
1335 KUHPerdata). Kontrak tanpa suatu causa yang halal batal demi hukum.
5. Contoh – contoh Kontrak Dengan Causa yang Tidak Legal
Berikut ini beberapa contoh yang sering terjadi dalam praktek, yaitu :
a. Kontrak yang mengandung unsur riba/lintah darat.
b. Kontrak yang mengandung unsur judi.
c. Kontrak jual beli dengan hak beli kembali.
d. Janji tidak menyaingi.
e. Larangan pemindahan barang.
f. Kontrak tanpa license.
g. Kontrak untuk bercerai
h. Kontrak pembebasan (exonoratie, exculpaatory)
i. Kontrak yang dilakukan dengan sogok menyogok.
j. Kontrak dengan syarat wajib.
KESIMPULAN
Dalam kebanyakan sistem hukum jenis kontrak tertentu harus dibuat
secara tertulis untuk dapat diterapkan. Apabila suatu penawaran sudah dibuat dan
diterima sesuai dengan peraturan yang diringkas diatas, maka sebuah kontrak
sudah diadakan. Secara umum hukum mengharuskan bahwa begitu suatu kontrak
dibuat, maka harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuannya. Serupa pula
halnya bahwa sebuah kontrak dapat dinyatakan tak dapat dilaksanakan tak dapat
dilaksanakan bilamana ada unsur paksaan/ancaman dalam panyusunan kontrak
tersebut.
Banyak kontrak dibuat tanpa formalitas atau kehati-hatian yang mendetail.
Kebanyakan orang membuat berates-ratus kontrak setahunnya. Tetapi kebanyakan
kontrak demikian tidak tertulis. Walaupun ada yang tertulis, kontraknya tidak
dapat menguraikan secara persis tentang apa arti dari setiap ketentuan kontraknya,
dan bagaimana ketentuan itu diwujudkan dalam setiap peristiwa yang mungkin
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir. 2001. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis).
Bandung: PT Citra Aditya Bakhti.
Salim, HS. 2006. Hukum Kontrak (Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak).
Jakarta: Sinar Grafika.
Head, John W. Pengantar Umum Hukum Ekonomi. Bandung: Elips