You are on page 1of 12

Mata Kuliah : Pengembangan Program Diklat

Dosen : Dr. Sridadi Pudjo Suparto


Rina Sukawati, M.pd.

Di susun oleh :
Eka Galih P. (121507058)
Lukman Nul H. (1215071052)
Pinuji Prawita D. (1215071079)
Yuanita C. (1215086064)
A. Pokok-Pokok Pengelolaan Diklat dan Latbang

Pokok-pokok pengelolaan dan pengembangan pendidikan dan pelatihan seperti tercantum pada
subsistem diklat, meliputi: manajemen pendidikan dan pelatihan, peningkatan kualitas institusi diklat,
pengembangan program diklat dan pembinaan pengelolaan kediklatan.

1. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan

Institusi diklat memiliki tanggung jawab menyiapkan SDM pengelola dan pelaksana program
yang kompeten dan profesional dalam melaksanakan program KB. Dalam mengelola program
kediklatan, institusi diklat tersebut harus dapat memenuhi dan mengantisipasi kebutuhan
perkembangan program, kebutuhan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi pembelajaran,
khususnya dalam mewujudkan visi program KB yaitu “Keluarga Berkualitas tahun 2015”.

Proses pengelolaan diklat merupakan suatu siklus/tahap yang saling berkaitan dan
berkesinambungan, yang terdiri dari:

a. Tahap pertama: melakukan penjajakan atau identifikasi kebutuhan pelatihan (need


assessment) yang bertujuan untuk mencari kesenjangan antara kompetensi yang ada
dengan SDM yang dibutuhkan.
b. Tahap kedua: menyusun desain pelatihan yang dibutuhkan sesuai hasil analisa penjajakan
kebutuhan. Pada penyusunan desain pelatihan ditentukan tujuan program pelatihan,
kerangka model/metoda (orientasi, lokakarya, magang, on the job training, coaching, dll)
dan strategi pelatihan yang sesuai, pengorganisasian pelatihan dan pendanaan.
c. Tahap ketiga: membuat rancangan pembelajaran yang meliputi perkembangan kurikulum,
bahan, media, instrument evaluasi, dan metoda pembelajaran. Rancangan pembelajaran
dibuat sedemikian rupa sehingga menarik dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Pembelajaran berbasis kepada peserta dan kelompok (partisipatory/peer based
training)
 Mencari dan mengetahui hal-hal yang mutakhir dan sedang menjadi topik pembicaraan
(discovery)
 Belajar melalui eksperimen (experimental learning)
 Belajar berbasis website (website online learning)
d. Tahap keempat: menyelenggarakan pelatihan dimulai dari pemanggilan peserta yang
disesuaikan dengan prosedur berlaku dan melaksanakan proses pembelajaran dengan
menggunakan metoda dan media sesuai rancangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
 Fasilitator
 Suasana kelas sangat kondusif dan tidak kaku
 Siap dengan energizer
 Alokasi waktu disesuaikan dengan tujuan pengajaran
e. Tahap kelima: melakukan evaluasi pelatihan baik yang bersifat formatif maupun sumatif
terhadap peserta, fasilitator dan penyelenggaraan, serta evaluasi pasca pelatihan untuk
memantau tenaga yang sudah dilatih. Selain itu, evaluasi juga dilakukan untuk melihat
dampak diklat terhadap kinerja SDM yang sudah dilatih serta dampak kinerja SDM terhadap
kemajuan operasional program.

Proses pengelolaan diklat ini dilaksanakan dengan memperhatikan 5 (lima) elemen yang
berperan dalam mendorong terciptanya organisasi pembelajaran (learning organization) yaitu: proses
dan tipe belajar (learning); perkembangan organisasi (BKKBN atau lembaga yang menangani program KB
di kabupaten/kota); SDM pengelola dan pelaksana program termasuk tokoh masyarakat ; institusi
masyarakat pedesaan (IMP) serta keluarga sebagai klien; perkembangan pengetahuan dan teknologi
yang dimanfaatkan dan mendukung proses belajar. Model LO seperti ini mengacu kepada model yang
diperkenalkan oleh Marquardt.

Elemen learning merupakan elemen inti yang terjadi pada individu, kelompok dan organisasi,
sedangkan elemen lainnya organisasi, SDM, pengetahuan dan teknologi dibutuhkan untuk
mengembangkan kelangsungan proses belajar dan menyempurnakan kualitas organisasi belajar.
Terjadinya organisasi belajar akan mendorong SDM pengelola dan pelaksana program KB untuk belajar,
berfikir kritis, serta membantu organisasi, belajar dari kesalahan dan keberhasilan sehingga dapat
mengadaptasi perubahan lingkungan secara efektif.

2. Peningkatan Kualitas Institusi Diklat

Kualitas institusi diklat ditentukan oleh kualitas dan profesionalisme SDM pengelola dan
pelaksana diklat. Sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran dan pengembangan
program diklat serta terjalinnya jejaring kerja dan forum komunikasi dengan mitra. Karena itu,
peningkatan kualitas institusi diklat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme SDM struktural maupun fungsional
b. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana pembelajaran sesuai perkembangan teknologi
terutama media pembelajaran, sarana dan alat bantu yang kondusif untuk proses untuk
proses pembelajaran
c. Mengembangkan jejaring kerja dan forum komunikasi yang inovatif sebagai wahana diklat
sesuai perkembangan program dan kebutuhan sasaran (stakeholders and users) baik untuk
diklat internasional maupun lokal. Jejaring kerja dan kemitraan dapat dijalin dengan
perguruan tinggi, LSM, lembaga diklat daerah dan lembaga pendidikan lain

3. Pengembangan Program Diklat

Program-program kediklatan perlu dikemas secara inovatif dan kreatif dengan memperhatikan
kebutuhan sasaran sesuai hasil need assessment, perkembangan program dengan menggunakan
teknologi yang memadai agar tercapai tujuan yang diharapkan serta mudah untuk dipasarkan.
Perkembangan program tersebut dilaksanakan dengan cara:

- Mengembangkan model organisasi belajar di lingkungan unit-unit kerja baik di pusat,


provinsi melalui fasilitasi dan pendampingan (stewardship)
- Mengembangkan program diklat yang berkaitan dengan perkembangan program KB dan
kependudukan serta program pembangunan lain yang ditugaskan oleh pemerintah serta
yang dibutuhkan daerah

a. Pengembangan program diklat yang dilaksanakan di pusat melalui:

1) Pengembangan panduan, kurikulum, dan bahan pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan
tuntutan perkembangan program. Misalnya program KB dan kependudukan, perspektif gender
dalam program KB dan KR, keterikatkan program KB dengan aspek pembangunan lainnya,
manajemen program KB paradigma baru.
2) Pengembangan modul standar yang dapat dikembangkan oleh institusi diklat daerah sesuai
kondisi wilayah.
3) Pengembangan prototipe media pembelajaran pembelajaran yang dapat dikembangkan di
daerah.
4) Pengembangan model dan jenis pelatihan sesuai hasil need assessment yang dilakukan minimal
enam bulan sebelum pelaksanaan pelatihan, diklat percontohan, pendidikan jarak jauh.
5) Jenis pelatihan yang diselenggarakan di pusat difokuskan kepada pelatihan kepemimpinan
(diklatpim) dan TOT serta pelatihan lain yang bertujuan menyiapkan kemandirian intsitusi diklat
provinsi serta kemitraan dengan sektor lain di pusat

b. Pengembangan program diklat yang dilaksanakan di institusi diklat daerah (provinsi) adalah
sebagai berikut:

1) Pengembangan program diklat yang mencerminkan spesifik daerah sesuai dengan hasil
need assessment yang telah dilakukan oleh institusi diklat di wilayah masing-masing dengan
melibat lembaga yang menangani Program Kependudukan/KB di kabupaten/kota. Model
pelatihannya dapat dalam bentuk orientasi, diklat percontohan, magang, laboratorium
diklat, pendidikan jarak jauh.
2) Pengembangan modul pembelajaran sesuai kebutuhan daerah. Pengembangan modul yang
telah disusun oleh pusat atau dikembangkan sendiri sesuai karakteristik daerah.
3) Pengembangan panduan, kurikulum, media dan bahan pembelajaran yang disesuaikan
dengan perkembangan program KB dan kependudukan di daerah masing-masing.
4) Pemasaran program pelatihan strategis yang berkaitan dengan program kependudukan.
KBKR serta program pelatihan strategis lainnya sesuai kebutuhan stakeholders di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota seperti strategic planning, strategic leadership dan learning
organization (LO), logical framework, pengembangan potensi diri, diklat dasar umum bagi
PKB, pembentukan karakter sejak dini (PKSD), pengarus utamaan gender dan lain-lain.
5) Jenis pelatihan yang dikembangkan di provinsi atau di kabupaten/kota (melalui fasilitas
institusi diklat provinsi) adalah sebagai berikut:
a) Diklat perjenjangan (Dilatpim tingkat III dan IV) dan manajemen seperti pelatihan
manajemen terpadu bagi pejabat kabupaten/kota yang menangani program
kependudukan dan KB.
b) Pelatihan teknis operasional meliputi pelatihan teknis medis (seperti pemasangan dan
pencabutan implant, insersi IUD, pencegahan infeksi, kontap dan lain-lain sesuai
kebutuhan) dan pelatihan teknis subtansif yang merupakan jabaran dari kebijakan
operasional seperti: UPPKS, pengutamaan gender, pembentukan karakter sejak dini,
BKB, KRR, KIP/konseling) dan pelatihan strategis lainnya.
c) Pelatihan fungsional yang bersifat kompetensi dasar dan kompetensi khusus sesuai
kebutuhan daerah (kabupaten dan kota) seperti pelatihan jenjang PKB, pelatihan
pimpro, pelatihan penulisan karya ilmiah bagi widyaiswara, dll.
d) Pelatihan inovatif yang dikembangkan dari jenis-jenis pelatihan yang pernah
diselenggarakan sebelumnya seperti Achievement Motivation Training (AMT).
e) Mengembangkan program operasional spesifik yang dapat digunakan sebagai
model/media pembelajaran bagi pelatihan internasional (OST-ITP BKKBN).

4. Membina Pengelolaan Diklat

Pembinaan dilakukan oleh institusi diklat pusat ke institusi diklat provinsi secara langsung.
Pembinaan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM, kualitas pengelolaan diklat provinsi
dan kualitas fasilitas kediklatan yang diselenggarakan di kabupaten/kota.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

a. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi dalam aspek teknis edukatif yang dilakukan secara
berkala dan berkesinambungan
b. Melakukan pembinaan kualitas proses pembelajaran, baik yang dilaksanakan di dalam
maupun di luar institusi diklat secara berjenjang dengan perencanaan yang matang
c. Melakukan pembinaan SDM terutama kepada pejabat struktural institusi diklat manajerial
kediklatan untuk meningkatkan kinerja serta motivasi kerja staf
d. Melakukan pembinaan terhadap tenaga fungsional widyaiswara dalam aspek kompetensi,
pengembangan karakter dan prestasi melalui berbagai forum dan kegiatan yang difokuskan
kepada hal-hal sebagai berikut:
1) Pengadaan jumlah widyaiswara di tingkat pusat minimal 15 orang dan maksmal 18
orang, sedangkan di provinsi masing-masing minimal 5 orang dan maksimal 7 orang
2) Pengangkatan widyaiswara disesuaikan dengan persyaratan administratif yang
dikeluarkan oleh LAN-RI (SK nomor 810.E/I/10/6/2001)
3) Kompetensi yang harus dimiliki para widyaiswara meliputi bidang-bidang:
a) Kompetensi dasar tentang bidang teknis kediklatan (manajemen kediklatan dan
teknologi pembelajaran)
b) Kompetensi teknis bidang Kependudukan KB-KR, gender, kepemimpinanan dan
manajemen, advokasi dan KIE, pemberdayaan keluarga/pengembangan masyarakat
c) Penilaian kegiatan widyaiswara secara berkala untuk memenuhi angka kredit sesuai
jenjang kepangkatan yang dilakukan oleh tim penilai angka kredit pusat
d) Pemanfaatan widayiswara dalam kegiatan internal maupun eksternal BKKBN dalam
rangka meningkatkan wawasan terhadap program KB dan kependudukan dan
program pembangunan serat bidang disiplin lainnya

B. Kajian Pelatihan dan Pengembangan

Konsep pengembangan Bidang Pelatihan dan Pengembangan sebagai upaya menghadapi


tantangan masa depan dikembangkan dengan konsep Strategic Capacity Building to Increase
Competitiveness of Training Institutions (Rony Adhikarya 2000). Konsep ini merupakan acuan untuk
meningkatkan kualitas dan daya saing institusi pelatihan maupun penelitian dan pengembangan.

Pola Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan

Di era otonomi, peranan diklat BKKBN akan berubah dari paradigma lama sebagai pengelola dan
penyelenggara program-program pelatihan KB keada paradigma tenaga baru sebagai diklat mampu
memberikan kontribusi kepada peningkatan kualitas penyelenggarakan pemerintahan otonomi dalam
rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. (Pendekatan Sistem dalam Pengembangan
Program Diklat KB di Era Otonomi, 2004).

Perubahan paradigma tersebut membawa konsekuensi yang mengharuskan diklat mempunyai


pandangan yang komprehensif (multiplex) dan pro-aktif (antisipatif) dalam merespon kebutuhan
pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas dan diperlukan untuk menjamin terselenggaranya
pemerintahan otonomi yang efektif. Kebutuhan pembangunan sumber daya manusia non-pemerintah
yang dianggap dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas penyelenggaraan pembangunan
daerah. Diklat yang memiliki pandangan yang komprehensif dan pro aktif akan mampu melahirkan
program-program pelatihan yang diperlukan dan diinginkan oleh instansi atau organisasi manapun,
sehingga mampu bersaing dengan diklat-diklat lainnya.
Konsep dasar yang dikembangkan oleh Rony Adhikarya (WBKL, World Bank 2000),
dikombinasikan dengan Learning Organization dapat menjadi acuan dalam menyikapi institusi diklat
dengan kapasitas di atas. Konsep ini mengandung 4 elemen pokok yang saling berkaitan atau
mendukung satu sama lainnya (linked and synergy). Pada gambar 4.1, keempat elemen ini merupakan
prasyarat agar institusi pelatihan dapat bertahan dan diminati oleh pelanggan, antara lain:

a. Adanya program-program pelatihan yang berkelanjutan dan didukung oleh tersedianya


dana yang jelas (Training Programs “sustainability and financial viability”)
Program-program pelatihan yang berkelanjut dikembangkan meliputi berbagai topik, baik
untuk meningkatkan keterampilan maupun peningkatan pengetahuan yang disusun secara
berjenjang atau bertahap berdasarkan kompetensi yang saling melengkapi dan
berkelanjutan.
Sedangkan mandiri mengandung arti bahwa para peserta program-program pelatihan
tersebut harus membayar (fee-based program). Biaya yang dibebankan kepada peserta
bukan untuk mencari keuntungan, tapi diperlukan untuk membiayai kegiatan administrasi
dan pengelolaan program pelatihan seperti perencanaan, pemasaran, peningkatan kualitas
SDM serat biaya proses pembelajaran. Terminologi yang dipakai oleh suatu institusi
pelatihan dalm mengelola pembiayaan adalan financial viability (jaminan financial).
b. Program-program pelatihan yang dikembangkan sesuai dengan permintaan, kebutuhan dan
keinginan calo peserta (market demand and client needs and wants).
Dengan menyelenggarakan penjajakan kebutuhan (need assessment), maka dikembangkan
program-program pelatihan berdasarkan permintaan, kebutuhan dan keinginan kelompok-
kelompok calon peserta (audience segmentation). Dengan demikian diklat akan mempunyai
berbagai program pelatihan (differentiation) dan masing-masing akan berfokus pada topik-
topik tertentu sesuai pilihan calon peserta.
c. Memiliki kemampuan untuk bersaing dengan pesaing-pesaing baik tingkat lokal maupun
nasional (National Competitive & Local Market Place).
Diklat harus mempunyai informasi yang lengkap, betul, dan tepat waktu tentang menjadi
pesaingnya baik tentang fasilitas, teknologi yang dipakai, SDM, program-program pelatihan
terutama yang sama, biaya, pangsa pasar dan sebagainya. Informasi ini sangat diperlukan
dalam rangka comparative advantage (kemampuan untuk mengembangkan program dan
peningkatan kualitas SDM dan fasilitas lebih dulu dari pesaing-pesaingnya), sehingga baik
secara institusi maupun program lebih mampu bersaing dengan pesaing-pesaingnya.
d. Pemberdayaan SDM diklat dengan pendekatan organisasi belajar sehingga mampu
melaksanakan 3 elemen di atas.
Pelaksanaan ketiga elemen diatas harus didukung oleh SDM yang andal.
Oleh karena itu, diklat layak jual harus memberdayakan SDM pada setiap tingkatan mulai
dari pimpinan sampai staf. Pemberdayaan itu dilakukan dengan menggunakan pendekatan
Organisasi Pembelajaran (LO). Pendekatan ini mendorong setiap personil diklat untuk selalu
mampu mengembangkan diri melalui belajar terutama hal-hal yang berhubungan dengan
bidang Pengembangan SDM seperti kemempuan diri pribadi (personal mastery), berfikir
secara sistem yang selalu mengaitkan suatu program sebagai bagian dari sistem yang lebih
besar (system thinking), melihat reallitas dengan tepat karena menganalisa suatu masalah
atas dasar data informasi yang lengkap (mental model), bekerja dan belajar kelompok untuk
bersinergi dalam rangka peningkatan kinerja (team learning) dan untuk menyumbangkan
gagasan/pendapat/pikiran (shared vision) demi kelangsungan diklat baik melalui forum-
forum tertentu maupun cara-cara lain yang efektif.

Keempat elemen dalam kontrak strategi pengembangan kapasitas institusi diklat untuk
peningkatan kualitas dan daya saing diklat BKKBN akan bersinergi dan menghasilkan: Ciri Institusi Diklat
Layak Jual berikut paket-paket pelatihannya.

Ciri Institusi Layak Jual, antara lain:

1. Kepemimpinan yang kondusif, pengelolaan yang profesional dan pemasaran yang terfokus
dapat melaksanakan fungsi-fungsi diklat secara optimal dan profesional.
Pimpinan diklat harus menerapkan pola kepemimpinan yang mampu menciptakan iklim
kerja di diklat yang kondusif dimana setiap personil diklat merasa diberi kesempatan untuk
berinisiatif dan berprestasi. Sifat pimpinan yang beranggapan bahwa pimpinan adalah boss
harus diubah menjadi sifat yang menganggap dirinya fasilitator (facilitation) dan pelayanan
(steward). Pimpinan memfasilitasi setiap personil diklat untuk meningkatkan kemampuan
dan kinerja utama melalui pembelajaran yang berkelanjutan sambil bekerja.
Pengelolaan yang profesional berkaitan 4 fungsi pokok kediklatan seperti yang disampaikan
Subagio dalam bukunya “Manajemen Pelatihan” yaitu fungsi manajemen, fungsi
administrasi, fungsi fasilitasi dalam proses pembelajaran dan fungsi teknologi pembelajaran
serta didukung oleh kompetensi SDM penyelenggara Diklat yang terstandar.
- Proses atau fungsi manajemen seperti perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling), pengelolaan personal
(staffing), dan sinkronisasi program diklat dengan fungsi-fungsi operasional (synchronizing).
- Proses atau fungsi desain diklat, yaitu menyiapkan bahan pembelajaran (tujuan, isi materi,
metode, media dan evaluasi) dan merancang serta menganalisis sumberdaya.
- Fungsi teknologi pembelajaran mulai dari identifikasi dampak suatu program, analisis
kebutuhan dan analisis persyaratan diklat seperti kompetensi, kegiatan, tugas dari SDM
serta dukungan untuk menyelesaikan tugas tersebut.
- Fungsi fasilitasi dan instruktur yang terdiri dari proses pembelajaran yang terstruktur,
fasilitasi, diskusi kelompok, menolong orang mengaplikasikan pembelajarannya setelah
pengalaman belajar dipenuhi.
Tugas manager institusi diklat adalah mengelola keempat fungsi tersebut secara optimal
sehingga proses kediklatan dapat berjalan dengan optimal dan profesional. Secara umum,
seorang manajer diklat tidak hanya dituntut melaksanakan fungsi manajemen yang standar
seperti yang diuraikan di atas, akan tetapi juga dituntut untuk dapat melakukan pengelolaan
dalam aspek penting lainnya, seperti:
a) Perencanaan strategis yang berkaitan dengan pengembangan struktur institusi diklat
dan pengembangan organisasi serta pengembangan kebijakan dan program operasional
diklat.
b) Pemasaran yang berkaitan dengan pandangan mengenai diklat dan pengembangan,
paket pembelajaran, program-program dan jasa pelayanan kepada sasaran atau
pelanggan di luar unit kerja diklat.
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh International Board of Standard for Training
tahun 2001, kompetensi standar yang harus dimiliki oleh seorag pemimpin institusi
diklat adalah sebagai berikut:
1) Dasar-dasar profesi:
 Komunikasi secara efektif baik dalam bentuk visual, oral maupun tulisan
 Memenuhi syarat secara legal dan etika
 Mempertahankan jejaring kerja dalam rangka advokasi dan dukungan terhadap
kegiatan pelatihan
 Selalu melakukan pembaharuan terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan
dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan kinerja
2) Perencanaan dan analisis
 Mengembangkan dan memonitor rencana strategis diklat
 Menggunakan analisa kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi
 Merencanakan dan mempromosikan perubahan dalam organisasi
3) Rancangan dan pengembangan
 Mengaplikasikan prinsip sistem rancangan pembelajaran dan pelaksanaan diklat
 Menggunakan teknologi untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan diklat
 Mengevaluasi diklat dan dampak terhadap kinerja
4) Administrasi
 Mengaplikasikan keterampilan kepemimpinan dalam melaksanakan fungsi diklat
 Mengaplikasikan keterampilan manajemen dalam melaksanakan fungsi diklat
 Mengaplikasikan keterampilan berbisnis (pemasaran) dalam pelaksanaan fungsi
diklat
 Melaksanakan pengelolaan pengetahuan (knowledge management) dalam
mencari solusi

Ciri-ciri kepemimpinan yang kondusif adalah memiliki sikap dan perilaku “leadership
dominant” bukan “coping dominant” atau “managing dominant”.

Perilaku kepemimpinan dengan coping dominant adalah pemecahan masalah bersifat


sementara (reaktif) dan simptomatis sehingga tidak ada unsur manajemen dan leadership di
dalamnya serta penanggulangan masalah dikendalikan oleh unsur luar.

Perilaku kepemimpinan yang managing dominant adalah pemecahan masalah yang bersifat
responsif namun terstruktur dan terdapat unsur manajemen di dalamnya. Walaupun
penanggulangan masalah masih dikendalikan oleh unsur luar seperti halnya pada
kepemimpinan dengan perilaku coping dominant.

2. Penyelenggaraan yang berorientasi kepada pelayanan non edukatif yang menyeluruh demi
terwujudnya kepuasan peserta
3. Penerapan metodologi dan teknologi pembelajaran yang tepat dan cara penyampaian yang
berorientasi kepada kesenangan (exited) peserta (rational, cultural, dan emotional)
4. Diterapkan learning organization sebagai upaya pengembangan kompetensi seluruh SDM
diklat mulai dari pemimpin sampai kepada staf.

Ciri-ciri Program Pelatihan yang Layak Jual

Program-program pelatihan Layak Jual memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sesuai degan permintaan (demand-driven) peserta.


Kesesuaian ini diperoleh dengan melakukan penjajakan kebutuhan. Hasil penjajakan kebutuhan
diolah dan dirancang menjadi program pelatihan yang dibutuhkan calon peserta.
2. Berorientasi kepada peserta (learned centered).
Pengelolaan dan penyelenggaraan program pelatihan mulai dari perencanaan, pemasaran dan
pelaksanaan proses pembelajaran difokuskan kepada pemenuhan kebutuhan peserta.
Pelayanan non-edukatif harus maksimal sehingga kombinasi aspek edukatif dan non edukatif
membuahkan kepuasan peserta secara utuh.
3. Materi program pelatihan yang tepat.
Materi pelatihan sesuai keinginan dan diperlakukan peserta (relevant). Materi tersebut baik
substantif maupun teknis (aplikatif) telah melalui proses uji coba yang cukup.
4. Penyelenggaraan proses pembelajaran yang profesional, penggunaan metoda dan media
dengan kualitas melebihi kualitas pesaing

You might also like