You are on page 1of 18

2010

NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

I. CLEANING PRODUCTION
Cleaner production merupakan sebuah langkah pencegahan dan perlindungan lingkungan
terutama dari perusahaan-perusahaan industri yang ada. Cleaner production ini ditujukan untuk
meminimalisir sampah dan emisi serta memaksimalkan hasil produk dengan cara menganalisa aliran
material dan energi dari sebuah proses industri melalui langkah-langkah mengurangi sumber energi.
Peningkatan kualitas organisasi dan teknologi membantu menurunkan atau menyarankan pilihan yang
lebih baik dalam penggunaan energi dan material untuk menghindari waste, pemborosan air dan
panas, emisi gas dan gangguan suara.
Contoh dari pilihan cleaner production:
a. Dokumentasi konsumsi sebagai analisa dasar aliran material dan energi.
b. Menggunakan indikator dan pengendalian untuk mengidentifikasi perencanaan, pendidikan
dan pelatihan yang buruk.
c. Mengganti bahan baku dan material pelengkap terutama dengan material dan energi yang
renewable.
d. Meningkatkan usia pakai material pelengkap dan cairan proses dengan menghindari adanya
kontaminasi.
e. Meningkatkan pengendalian dan otomatisasi.
f. Menggunakan kembali sisa produksi (reuse).
g. Menggunakan proses dan teknologi baru yang rendah waste
.
Salah satu pencetus ide cleaner production pertama di eropa yaitu di Austria pada tahun 1992
oleh BMVIT (Bundesministerium fur Verkehr, Innovation und Technologie). Dua inisiatif yang diangkat
yaitu: “Persiapan” dan “Ecoprofit”. Konsep dari clean production awalnya dikembangkan dari Protokol
Kyoto, yang bertujuan untuk membantu negara-negara industri untuk menurunkan gas-gas rumah
hijau yang dihasilkannya. Hal ini termasuk mekanisme untuk membantu negara berkembang yang
belum memiliki sejarah memproduksi gas rumah hijau dalam jumlah besar agar terhindar dari
melakukan kesalahan yang sama di masa lampau. Konsep rumah hijau berkembang pada tingkat yang
lebih tinggi pada pertemuan yang digalang oleh United Nations Environment Program (UNEP) yang
diselenggarakan oleh Institute of Environmental Technology di Kaunas University of Technology,
Lithuania pada 18-20 Oktober 1999.
Pada 4 November 1999, divisi teknologi dari UNEP mulai mengimplementasikan proyek pada
perencanaan dan mekanisme untuk meningkatkan cleaner production di negara berkembang. Salah
satu tantangan yang ada yaitu untuk mengembangkan peralatan dan instrumen yang akan digunakan
dalam langkah peningkatan cleaner production secara bertahap. Kemudian UNEP juga mencetuskan ide
Life Cycle Assessment (LCA) yaitu suatu alat untuk mengevaluasi efek dari sebuah produk atau jasa
2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 2
NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

pada lingkungan selama periode pengunaannya, dimulai dari ekstraksi dan proses pembuatan bahan
baku hingga proses perakitan dan penjualan, penggunaan, perawatan, daur ulang serta
pembuangannya.
I.I Cleaner Production di Indonesia
Agensi Pengendalian Polusi Nasional Indonesia menyadari bahwa perlunya kesadaran dan
tekanan publik untuk menahan peningkatan polusi air dari pertumbuhan industri yang sangat pesat.
Pada 1993 agensi ini bekerja sama dengan para peneliti dari World Bank untuk mengumpulkan
informasi pada daftar polutan yang komprehensif pada 187 pabrik, dengan menggunakan permodelan
komputer yang diintegrasikan dengan informasi toksikologi tentang tiap bahan kimia yang dihasilkan
oleh tiap pabrik. Kemudian dihasilkan pengurutan peringkat perusahaan menjadi lima kategori yaitu:
a. Emas: luar biasa.
b. Hijau: sangat baik.
c. Biru: cukup baik.
d. Merah: standar lingkungan.
e. Hitam: paling buruk.
Pada juni 1995 pemerintah meluncurkan program untuk mengontrol, mengevaluasi, dan
menilai polusi yang dikenal dengan PROPER (Program for Pollution Control, Evaluation and Rating),
yang menghadiahi status hijau pada lima perusahaan. Dimana 115 perusahaan lain berperingkat merah
dan enam lagi berperingkat hitam. Nama-nama keseluruhan perusahaan ini tidak diumumkan pada
awalnya, namun dalam enam bulan jika mereka tidak melakukan langkah perbaikan maka nama-nama
tersebut akan diumumkan ke publik. Pengumuman ini memicu gelombang besar pelaporan tentang
polusi industri di kalangan pers Indonesia.

II. PYROMETALLURGY DARI NIKEL


Perlakuan pyrometallurgy konsentrat nikel meliputi tiga unit operasi yaitu: roasting, smelting,
dan converting. Namun pada operasi modern tahapan proses roasting telah dieliminasi, dan konsentrat
nikel sulfida langsung diproses dalam smelter.

II.1 Roasting
Pada proses roasting konsentrat nikel sulfida dipanaskan dalam gas yang mengandung oksigen,
biasanya udara, pada temperatur 600-700 0C dimana oksigen mengoksidasi sulfida menjadi sulfur
dioksida dan bereaksi dengan logam membentuk oksida logam. Tahapan roasting dapat juga digunakan
untuk melakukan preheat charge untuk proses smelting. Hubungan termodinamika antara sulfida dan
oksida logam menyediakan dasar untuk memisahkan besi dari nikel, tembaga dan kobalt yang
terkandung di konsentrat. Sulfida besi, nikel, kobalt dan tembaga berada dalam stabilitas panas yang
2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 3
NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

sama pada temperatur smelting 1200-1300 0C, tapi dengan kehadiran oksigen, tiap sulfida bersifat
tidak stabil. Sehingga, jika konsentrat nikel di-roasting dengan kondisi kekurangan oksigen, besi akan
dioksidasi lebih dahulu karena afinitas oksigen dengan besi lebih besar dibandingkan nikel. Sehingga
derajat oksidasi charge dan derajat eliminasi sulfur dapat dikendalikan dengan mengatur pasokan
udara ke dalam roaster. Untuk mengoptimalkan proses roasting di furnace harus menyediakan kontak
yang bagus antara partikel sulfida dan gas pembawa oksigen. Sistem furnace juga harus dapat
menyediakan kendali ketat derajat penghilangan sulfur.

Gambar 1. Proses Ausmelting dari nickel

II.2 Smelting
Pada perlakuan bijih dan konsentrat nikel sulfida, fungsi dari proses smelting untuk
mengeliminasi gangue mineral dan kebanyakan sulfida dan konsentrat besi. Proses yang dilakukan
yaitu oksidasi, slagging, dan penghilangan besi. Jika kebanyakan besi dioksidasi dalam roaster dan
dihilangkan sebagai slag pada langkah smelting awal, matte yang kaya akan nikel dan rendah besi akan
dihasilkan. Proses smelting dilakukan dengan electric furnace. Energi yang dibutuhkan untuk smelting
didapat dari tenaga listrik sebagai alternatif untuk pengganti bahan bakar fosil. Konsentrat diproses
perlahan menjadi slag saat peleburan dan dipisahkan sebagai slag dan lapisan matte. Slag dari electric
furnace biasanya masih mengandung 0,12 % Ni yang di-tapping pada 1230 0C dan ditransfer ke pot slag
untuk dibuang. Matte yang dihasilkan biasa mengandung 24 % Ni + Cu, yang di-tapping pada 1130 0C
dan dikirim ke converter dimana akan ditiup dengan udara untuk menghasilkan matte yang
mengandung 74 % Ni + Cu.

II.3 Converting
2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 4
NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

Pada tahap converting, besi sulfida dihilangkan dari lelehan dengan proses oksidasi dan
slagging. Slag yang masih kaya akan nikel dan tembaga dikembalikan ke furnace untuk di-recovery.
Udara atau udara yang diperkaya dengan oksigen ditiup melalui lelehan matte untuk membentuk
oksida besi dan menghilangkan sulfur sebagai sulfur dioksida. Proses oksidasi sulfida besi bersifat
sangat eksotermik dan kebanyakan panas dihasilkan pada proses konversi dapat dimanfaatkan untuk
melelehkan tambahan umpan bijih atau konsentrat atau mendaur ulang material sisa. Karena hasil dari
converter ini berbanding lurus dengan jumlah oksigen yang ditiupkan melalui charge, kapasitasnya
dapat ditingkatkan dengan memperkaya udara dengan oksigen.

Gambar 2. Direct-Nickel Flash smelting

III. HYDROMETALLURGY DARI NIKEL


Nikel umumnya dimurnikan atau direduksi dengan menggunakan metode hidrometalurgi. Secara
harafiah hidrometalurgi dapat diartikan sebagai cara pengolahan logam dari batuan atau bijihnya
dengan menggunakan pelarut berair (aqueous solution). Hidrometalurgi memberikan beberapa
keuntungan:
1. Bijih tidak harus dipekatkan, melainkan hanya harus dihancurkan menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil.

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 5


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

2. Pemakaian batubara dan kokas pada pemanggangan bijih dan sekaligus sebagai reduktor
dalam jumlah besar dapat dihilangkan.
3. Polusi atmosfer oleh hasil samping pirometalurgi sebagai belerang dioksida, arsenik(III)oksida,
dan debu tungku dapat dihindarkan.
4. Untuk bijih-bijih peringkat rendah (low grade), metode ini lebih efektif.
5. Suhu prosesnya relatif lebih rendah.
6. Reagen yang digunakan relatif murah dan mudah didapatkan.
7. Produk yang dihasilkan memilki struktur nanometer dengan kemurnian yang tinggi
Pada prinsipnya hidrometalurgi melewati beberapa proses yang dapat disederhanakan
tergantung pada logam yang ingin dimurnikan. Salah satu yang saat ini banyak mendapat perhatian
adalah logam mangan dikarenakan aplikasinya yang terus berkembang terutama sebagai material sel
katodik pada baterai isi ulang. Baterial ion litium konvensional telah lama dikenal dan diketahui
memiliki kapasitas penyimpanan energi yang cukup besar. Namum jika katodanya dilapisi lagi dengan
logam mangan oksida maka kapasitas penyimpanan energi baterai tersebut menjadi jauh lebih besar.
Secara garis besar, proses hidrometalurgi terdiri dari tiga tahapan yaitu:
1. Leaching atau pengikisan logam dari batuan dengan bantuan reduktan organik.
2. Pemekatan larutan hasil leaching dan pemurniannya.
3. Recovery yaitu pengambilan logam dari larutan hasil leaching.

Gambar 3. Ammonia leach pressure

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 6


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

IV. CLEANING PRODUCTION NIKEL

IV.1 Minimalisasi Limbah dalam Kominusi, Separasi & Konsentrasi


Untuk meminimalisasi emisi debu digunaan alat yang dapat menghilangkan partikel debu
dari emisi. Saah satu contohnya adalah ruang pengendapan atau settling chambers. Settling
chambers terdiri dari ruang besar pada pipa yang dapat mengurangi kecepatan gas, dengan
berurangnya ecepatan gas, partikel-partikel debu yang lebih besar akan mengendap, dan
berkumpul di dasar ruangan. Alat ini digunakan untuk menghiangkan partikuat besar lebih dari 60
µm dan berfungsi sebagai pembersih awal. Mesipun efisiensi dari pengumpulan debunya rendah,
alat ini umumnya murah untuk diinstal dan dioperasikan.

Gambar 4.Cyclone & Settling Chamber

Alat yang kedua adalah cyclone yang menggunakan gaya sentrifugal untuk memisahkan partikel debu
dari gas. Sama seperti settling chamber,alat ini juga digunakan untuk menghilangkan partikel debu
yang lebih besar. Alat ini memiliki instalasi rendah dan biaya operasi yang relatif kecil. Diameter
cyclone yang lebih kecil biasanya lebih efisien dan memberikan gaya sentrifugal hingga 2500 kali
gravitasi. Industri sering menggunakan sistem multi-siklon, yang terdiri dari serangkaian cyclone kecil
yang digunakan dalam satu unit.

Untuk menghilangkan partikel debu halus berukuran kurang dari 5 µm, , alat kontrol yang umumnya
digunakan meliputi pengendapan elektrostatik , kain saringan, dan kolektor basah / scrubber. Pada
pengendapan elektrostatik, gas yang mengandung partikulat dilewatkan melalui medan listrik yang
kuat hingga 50.000 volt antara dua elektroda dari polaritas berlawanan. Tegangan ini diterapkan ke
muatan negatif partikel debu, setelah itu, parteikel ditarik ke elektroda pengumpulan yang bermuatan
positif. Metode ini mampu menghilangkan partikel hingga 10 nm dalam diameternya, dan sampai
99,5% efisien.

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 7


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

Gambar 5. Elektrostatik presipitasi

Penambangan secara umum membutuhkan banyak konsumsi air, antara lain sebagai pereduksi debu
dan untuk mengolah limbah-limbah lain. Air yang digunakan, di beberapa perusahaan tambang diolah
kembali agar dapat digunakan dengan waste water management.

Gambar 6. Waste Water

Sebelum tailing dikirim ke tailing dump, dilakukan treatment dengan menambahkan limestone. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi polutan berbahaya yang masuk ke tailing dump.

Gambar 7. Tailing Treatment

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 8


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

Fasilitas penyimpanan tailing merupakan salah satu di antara warisan atau peninggalan yang
paling jelas terlihat dari suatu operasi penambangan dan setelah penutupan dan rehabilitasi
diharapkan untuk stabil dan tidak memproduksi efek merusak pada lingkungan untuk selama-lamanya.
Fasilitas penyimpanan tailing yang dirancang dan dikelola dengan buruk akan mengakibatkan
peningkatan biaya penutupan, dampak lingkungan yang berlanjut, serta risiko terus-menerus terhadap
kesehatan dan keselamatan masyarakat. Fasilitas-fasilitas penyimpanan tailing perlu dirancang,
dibangun dan dioperasikan dengan standar-standar tertinggi, dengan mempertimbangkan kebutuhan
penutupan dan rehabilitasi nantinya. Rencana-rencana penutupan dan rehabilitasi semakin
mempengaruhi lokasi dari fasilitas-fasilitas penyimpanan tailing dan pemilihan metode pembuangan
tailing, sehingga dapat meminimalkan biaya penutupan, risiko masa depan terhadap lingkungan dan
warisan bagi generasi yang akan dating. Strategi-strategi optimal pengelolaan tailing sangat spesifik
lokasi. Karenanya, serangkaian pendekatan pengelolaan tailing diberikan di bagian ini. Terutama,
menyorot dan mendiskusikan aspek-aspek teknik utama dari penentuan tapak, rancangan
pembuangan, konstruksi dan penutupan. Lokasi fasilitas penyimpanan tailing, metode pembuangan,
pendekatan terhadap pengelolaan air dan tujuantujuan penutupan jangka panjang dari fasilitas
penyimpanan tailing perlu didefinisikan. Analisis keuangan dan teknis dari pilihan-pilihan harus
mengakomodasikan kekhawatiran masyarakat terhadap masalah lingkungan, estetika dan budaya.
Sebagaimana keputusan awal penempatan dan rancangan pembuangan, strategi pengelolaan,
penyimpanan dan penutupan tailing yang diajukan juga harus dikomunikasikan kepada lembaga
berwenang dan masyarakat.
Tailing biasanya dipompa sebagai lumpur dalam pipa saluran dan dibuang secara setengah
terbuka ke dalam suatu fasilitas penyimpanan tailing permukaan. Konsistensi lumpur (persentase
padatan berdasarkan beratnya) tergantung kepada jenis tailing, sebaran ukuran partikel dan gaya
berat spesifik, serta tingkat pengentalan di pabrik pengolahan. Metode-metode pembuangan tailing
dan fasilitas-fasilitas penyimpanan konvensional antara lain:
1. Pembuangan lumpur ke suatu penyimpanan lembah - tailing dibuang di hilir menuju dinding
bendungan penahan air di mana penuang/penguras (decant) untuk mengumpulkan air
supernatan berada, atau menuju hulu menjauh dari dinding bendungan dengan fasilitas
penuang terletak di akhir hulu.
2. Pembuangan lumpur ke suatu dinding bendungan lingkaran pada tanah yang relatif datar,
biasanya dengan fasilitas penuang terletak di tengah.
3. Pembuangan lumpur ke serangkaian sel dengan penimbunan tailing diputar antar sel untuk
memfasilitasi konsolidasi dan pengeringan.

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 9


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

4. Pembuangan kental sentral (CDT) pada tanah yang relatif datar, dengan air supernatan
yangdikumpulkan di belakang dinding bendungan keliling penahan air atau di saluran keliling
kedap air.
5. Penempatan tailing di dalam pit sebagai lumpur, sebagai tailing kental atau dikombinasikan
dengan limbah batuanpengurukan bawah tanah dari lubang-lubang galian yang telah habis
ditambang, dalam bentuk urukan hidraulik, urukan batuan atau urukan tailing pasta yang
bersemen.

Gambar 8.Pembuangan tailing di dalam pit Gambar 9.Rehabilitasi tailing di dalam pit

IV.2 Polutan & Penanganan Proses Hidrometalurgi


Logam hasil pemurnian biasanya diaktivasi dengan asam tertentu terlebih dahulu sebelum
diambil dari larutannya. Cara ini menjamin didapatkannya logam dengan tingkat kemurnian yang lebih
tinggi. Seringkali dalam proses pemurnian nikel dihasilkan limbah yang membutuhkan perlakuan lebih
lanjut agar tidak mengakibatkan pencemaran di lingkungan sekitar. Seperti misalnya amonia dan
hidrogen sulfida yang merupakan limbah dari proses ammoniac leaching. Emisi hidrogen sulfida
dihasilkan pada proses acid leaching. Nikel karbonil dengan kadar racun yang tinggi merupakan
kontaminan pada proses carbonyl refining.
Reduktan organik adalah hal yang sangat penting dalam proses ini. Reduktan yang dipilih
diusahakan tidak berbahaya bagi lingkungan, baik reduktan itu sendiri maupun produk hasil
oksidasinya. Kebanyakan reduktan yang digunakan adalah kelompok monomer karbohidrat, turunan
aldehid dan keton karena punya gugus fungsi yang mudah teroksidasi.
Produksi limbah berbahaya yang dihasilkan selama proses produksi dapat dikontrol dengan
menggunakan berbagai metode misalnya dengan settling chamber, cyclone, dan scrubber. Limbah cair
digunakan sebagai slurry tailing di dalam kolam tailing yang bertindak sebagai reservoir untuk
penyimpanan dan daur ulang air bersih. Limbah padat dari bijih nikel juga seringkali masih
mengandung logam berharga seperti tembaga dan logam-logam mulia. Hal ini tentunya dapat
dimanfaatkan dengan lebih baik melalui proses recovery logam berharga tersebut.

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 10


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

Suhu selama proses leaching, konsentrasi reaktan, ukuran partikel sampel dan PH larutan
merupakan faktor-faktor yang paling menentukan keberhasilan proses hidrometalurgi. Apabila kita
mampu menemukan kombinasi yang tepat dari keempat faktor ini maka proses hidrometalurgi akan
semakin optimal. Kedepan diharapkan para ahli teknik kimia dapat menciptakan teknologi yang
mampu mengaplikasikan hidrometalurgi agar terpakai lebih luas dalam dunia industri.

IV.3 Kontrol Polusi SO2 pada Pyrometallurgy (Smelting)

Primary nickel dihasilkan dari duabijih yang berbeda , laterit dan sulfida. Bijih laterit biasanya
ditemukan di iklim tropis dimana pelapukan, dengan waktu, dan deposit ekstrak bijih di lapisan di
berbagai kedalaman di bawah permukaan. Bijih laterit umumnya digali menggunakan peralatan berat
dan disaring untuk menghilangkan batu. Bijih sulfida, sering ditemukan bersamaan dengan bijih
copper-bearing, yang ditambang dari bawah tanah. Berikut ini adalah deskripsi langkah-langkah
pengolahan yang digunakan untuk dua jenis bijih.

I V.3.1 Pemroresan bijih laterit


Bijih laterit memiliki persentase kandungan air yang tinggi, yang harus dihilangkan. Pengeringan
dilakukan untuk menghilangkan free moisture; ikatan kimia air akan hilang oleh reduction furnace, yang
juga akan mengurangi oksida nikel. Bijih laterit tidak memiliki fuel value yang signifikan, dan tanur
listrik diperlukan untuk memperoleh suhu tinggi yang diperlukan untuk mengakomodasi kandungan
magnesium tinggi dari bijih. Beberapa smelter laterit ditambahkan belerang ke tungku untuk
menghasilkan matte untuk diproses. Umumnya proses laterit nikel ini dijalankan pada tanur listrik
sehingga dapat mengurangi kadar besi yang cukup untuk menghasilkan produk feronikel.
Hydrometallurgical processes berdasarkan amonia atau leach asam sulfat juga digunakan. Ammonia
leach biasanya diterapkan pada bijih setelah the reduction roast step.

IV.3.2 Pemroresan bijih sulfida


Flash smelting adalah proses yang paling umum dalam teknologi modern, tetapi electric smelting
digunakan untuk bahan baku lebih yang lebih kompleks bila diperlukan peningkatan fleksibilitas. Kedua
proses menggunakan konsentrat kering. Electric smelting memerlukan langkah pemanggangan
(roasting step) sebelum peleburan untuk mengurangi kandungan sulfur dan volatile. Proses peleburan
nikel kuno, seperti blast atau reverberatory furnace, tidak lagi dapat diterapkan karena efisiensi energi
yang rendah dan masalah lingkungan. Dalam Flash smelting, bijih sulfida kering yang mengandung
kelembaban kurang dari 1% diumpankan ke tungku bersama dengan udara dipanaskan, udara yang
diperkaya oksigen (oksigen 30-40%), atau oksigen murni. Besi dan belerang yang teroksidasi. Panas

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 11


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

yang dihasilkan dari reaksi eksoterm adalah cukup untuk smelt concentrate, menghasilkan matte cair
(sampai dengan 45% nikel) dan cairan slag. Furnace matte masih mengandung besi dan belerang, dan
ini teroksidasi pada stepmengkonversi ke sulfur dioksida dan oksida besi dengan menyuntikkan udara
atau oksigen ke dalam bak mandi cair. Oksida membentuk terak, yang skimmed off. Terak diproses
dalam tanur listrik sebelum membuang untuk recover nikel. Proses gas didinginkan, dan partikulat
kemudian dikeluarkan oleh gas-cleaning.

IV.3.3 Waste Characteristics

a. Emisi Udara

Sulfur dioksida (SO2) merupakan polutan utama (udara) yang dipancarkan dalam peleburan, roasting,
dan mengkonversi dari bijih sulfida. (Sulfida nikel konsentrat mengandung nikel 6-20% dan sulfur
hingga 30%.) SO2 yang dirilis bisa setinggi 4 metrik ton (t) belerang dioksida per metrik ton nikel yang
diproduksi, sebelum kontrol. Tungku reverberatory dan tanur listrik menghasilkan konsentrasi SO2
sebesar 0,5-2,0%, sedangkan flash furnaces menghasilkan konsentrasi SO2 lebih dari 10%-keuntungan
yang berbeda untuk konversi belerang dioksida menjadi asam sulfat. Beban emisi partikulat untuk
langkah-langkah berbagai proses, 2,0-5,0 kilogram per metrik ton (kg / t) untuk multiple hearth roaster;
0,5-2,0 kg / t untuk fluid bed roaster; 0,2-1,0 kg / t untuk tanur listrik; 1.0 -2,0 kg / t untuk converter
Pierce-Smith, dan 0,4 kg / t untuk dryer upstream dari flash furnaces. Amonia dan hidrogen sulfida
adalah polutan yang berkaitan dengan ammonia leach process, Emisi hidrogen sulfida terkait dengan
acid leaching processes. Highly toxic nickel carbonyl adalah kontaminan yang diperhatikan dalam
proses pemurnian karbonil. Berbagai proses offgases mengandung partikel-partikel debu halus dan
kotoran volatilized. Fugitive emissions terjadi pada bukaan tungku, launders casting molds, dan ladle
yang membawa produk cair. Pengangkutan dan penanganan bijih dan konsentrat menghasilkan debu
windborne.

b. Limbah Cair

Pyrometallurgical processes, pengolahan bijih sulfida umumnya kering, dan limbah cair yang kurang
berguna, meskipun wet electrostatic precipitators (ESPs) sering digunakan untuk gas treatment, dan air
limbah yang dihasilkan bisa memiliki konsentrasi logam yang tinggi. Process bleed streams mungkin
mengandung antimoni, arsenik, atau merkuri. besar jumlah air yang digunakan untuk slag granulasi,
tetapi sebagian besar air ini harus didaur ulang, smelter ini memberikan kontribusi terak yang
merupakan silikat padat. Sludges yang membutuhkan pembuangan akan dihasilkan ketika proses
menetralisir limbah yang menghasilkan endapan.

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 12


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

c. Limbah padat

Smelter berkontribusi pada slag yang banyak silika. Pada slag dilakukan Proses granulasi, tetapi
sebagian besar seharusnya di recycle.

Gambar 10. Kesetimbangan slag

IV.3.4 Pencegahan dan Pengendalian Polusi Emisi SO2

Pencegahan terhadap polusi selalu dilakukan pada bagian ujung dari pipa-pipa fasilitas
pengendalian polusi. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha – usaha pencegahan yang representative
dalam penanganan polusi agar dapat menunjang proses produksi yang bersih (clean production). Selain
itu, penggunaan teknologi terbaru juga sangat mendukung pengurangan intensitas polusi secara
signifikan.
Gas buang (emisi) dari sulfur dioksida dapat dikontrol dengan langkah-langkah berikut ini.
1. Recovery asam sulfur
2. Recovery cairan sulfur dioksida ( pembuangan gas ke air, penyerapan zat – zat kimia dengan
ammonium bisulfate atau dimethyl aniline)
3. Recovery unsur sulfur dengan menggunakan zat – zat reduktant seperti hidrokarbon, karbon,
atau hydrogen sulfide.

Gambar 11. Flowsheet Pengolahan sulfur dioksida

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 13


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

Gambar 12. Flowsheet Gas cleaning

Gambar 13. Flowsheet pengolahan sulfur dioksida dengan hidrokarbon

IV.3.5 Pemanfaatan Slag Nikel

a. Penggunaan Terak Nikel sebagai Agregat dan Campuran Semen untuk Beton Mutu Tinggi
Penggunaan limbah menjadi bahan dasar pembentukan beton, merupakan suatu jawaban terhadap
pembangunan yang berwawasan lingkungan. Terak nikel sebagai bahan konstruksi menjawab perihal
wawasan lingkungan tersebut, dimana disatu sisi agregat terak nikel yang merupakan produk limbah
padat dapat digunakan sebagai agregat dalam campuran beton, dilain sisi penggunaan limbah padat
tersebut dapat menggantikan atau mengurangi penggunaan batu alam, sehingga dari kedua sisi, aspek
wawasan lingkungan terpenuhi.
Di Indonesia terdapat 2 perusahaan penambangan dan pengelolaan nikel saat ini yaitu:
1. PT International Nickel Indonesia (PT INCO) sebuah perusahaan kerjasama antara Indonesia dan
Kanada berlokasi di Soroako, Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan.
2. PT Aneka Tambang sebuah perusahaan Badan Umum Milik Negara yang berlokasi di Pomala
Sulawesi Tenggara.

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 14


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

Hasil penelitian menunjukkan beton mutu tinggi dengan menggunakan terak nikel sebagai
agregat dan sebagai bahan pencampur semen mempunyai kekuatan tekan, tarik, modulus elastistisitas,
dan berat volume yang lebih tinggi, di samping susut yang relatif kecil dibandingkan dengan beton
normal batu alam sehingga beton terak nikel dapat digunakan sebagai bahan untuk beton normal terak
nikel. Sedangkan untuk beton berat dari terak nikel dapat digunakan sebagai bahan pipa pemberat
beton terak nikel.
Proses pembuatan nikel dan terjadinya terak nikel di perusahaan penambangan nikel PT INCO adalah
sebagai berikut:
1. Mining (penambangan)
2. Proses pengeringan di Rotary Dryer
3. Proses reduksi dan sulfidisasi di Reduction Kiln
4. Proses peleburan di tungku listrik: pada tahapan ini dihasilkan limbah terak nikel 2-3
juta ton per tahun.
5. Proses Pemurnian di Converter: dihasilkan limbah terak nikel sebanyak 3000 an ton per
minggu.
Sekitar 70% komposisi kimia terak nikel terdiri dari Silika 41,47%, Ferri Oksida 30,44% dan Alumina
2,58%. Dengan komposisi Silika yang cukup besar pada terak nikel, diharapkan proses hidrasi yang
terjadi antara pasta semen dan agregat akan membentuk interface yang lebih sempurna, sehingga
kehancuran beton tidak terjadi pada interface, atau kalaupun terjadi kehancuran pada interface
diperlukan energi yang cukup tinggi, dengan kata lain akan diperoleh kekuatan beton yang cukup
tinggi. Adapun pada pembentukan bongkahan terak nikel tersebut ada dua macam terak yang
terbentuk, yaitu: terak nikel yang berpori (specific gravity sekitar 2.835 t/m3) dan terak nikel padat
(specific gravity 3.215 – 3.858 t/m3), sehingga dalam penggunaannya, agregat terak nikel dapat
digunakan sebagai beton normal (γ = 2.400 kg/m3) dan beton berat (γ = 3.000 kg/m3). Proses hidrasi
semen: Pembentukam Calcium Silicate Hydrate (C3S2H3) dari Tricalcium Silicate dengan air:
2C3S + 6H → C3S2H3 + 3CH
2C2S + 4H → C3S2H3 + CH
C3S2H3 (Calsium Silicate Hydrate) merupakan senyawa yang memperkuat beton, sedangkan CH (kapur
mati) adalah senyawa yang porous yang memperlemah beton. Dengan adanya silica tambahan dari
terak nikel diharapkan CH (kapur mati) akan bereaksi kembali dengan Silika tersebut dan membentuk
(C3S2H3), yang mengurangi terbentuknya CH, sehingga dapat mempertinggi mutu beton.
Pada penelitian ini terak nikel dihaluskan dan dicampur dengan berbagai variasi persentase
bubuk terak nikel dan semen (Terak nikel sebagai substitusi parsial semen). Agregat terak nikel
memperbaiki interface dengan matriks pastanya, sehingga menaikkan kekuatan beton. Ini

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 15


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

membuktikan bahwa perbaikan agregat secara kimiawi akan membantu menaikkan kekuatan beton,
selain perbaikan secara fisik (mengasarkan permukaan agregat).

b. Penerapan Slag Nikel sebagai bahan perkerasan lentur jalan raya.


Pesatnya perkembangan Industri menunjukkan suatu kemajuan yang sangat berarti bagi
perkembangan perekonomian bangsa Indonesia, namun dampak yang mungkin timbul akibat aktivitas
industri tersebut adalah masalah limbah. Masalah ini mendapat perhatian serius dari pemerintah atau
badan lingkungan hidup nasional maupun internasional. Pemerintah terus-menerus berusaha
mengembangkan industri yang bersih lingkungan dan mengembangkan penelitian mengenai
penggunaan dan peningkatan daya guna limbah industri.
Slag (limbah) nikel adalah sisa dari proses Industri yaitu proses peleburan bijih nikel setelah
melalui proses pembakaran dan penyaringan. Jumlah deposit diperkirakan tidak akan habis selama 900
tahun dapat mengeluarkan limbah sebanyak 4,7 milyar ton sebagai akibat dari proses Industri tersebut.
Aspal Beton adalah jenis campuran yang memberikan alternatif penggunaan material slag nikel sebagai
bahan perkerasan jalan.
Material slag nikel mempunyai tingkat kekerasan dan kekuatan yang sangat baik dengan
memperhatikan Indeks Kepipihan, Indeks Kelonjongan, AIV dan ACV yang jauh lebih kecil dibanding
dengan bahan natural. Namun demikian slag nikel ini kurang mengandung material halus, sehingga
material lain akan sangat memberi arti penting untuk memperoleh gradasi yang diperlukan. Dari hasil
analisa diketahui bahwa campuran dari slag nikel, bahan natural dan semen memberikan nilai Stabilitas
Marshall diatas 1160 kg cukup baik digunakan sebagai perkerasan untuk lalu lintas berat dengan
memperhatikan sifat campuran yang tahan terhadap pengaruh perubahan suhu, air dan udara (Indeks
Perendaman diatas 79%). Kecepatan Deformasi dan Stabilitas Dinamis dari uji Wheel Tracking belum
dipakai sebagai parameter standar untuk menentukan keandalan suatu campuran.

V. Kontrol Polutan dari Nickel Refining (Carbonyl Reining)

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 16


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]


Gas racun nikel karbonil umumnya tersebar dari proses refining karena proses ini terpusat di
menara pembusukan (pembuangan). Bagaimanapun itu, tindakan pencegahan yang sangat sempurna
disepanjang proses refining ini diperlukan untuk mencegah terlepasnya nikel carbonil ini pada area
kerja. Pengawasan secara kontinuitas terhadap gas dengan adanya teknologi otomatis untuk proses
isolasi terhadap area pabrik apabila gas racun tersebut terdeteksi juga sangat diperlukan. Pakaian –
pakain yang safety terhadap pekerja juga harus digunakan agar melindungi pekerja terhadap adanya
kontak kulit mereka dengan cairan nikel karbonil.

VI. EHS Guidelines Untuk Smelting & Refining Bijih Nikel

Tingkat emisi untuk suatu desain dan operasi tiap proyek yang dilakukan telah ditetapkan
melalui proses Enviromental Assessment (EA) berdasarkan peraturan perundang-undangan Negara dan
Pollution Prevention and Abatement Handbook, yang diterapkan unutk kondisi local. Tingkat emisi yang
dipilih harus dijustifikasi oleh EA dan dapat diterima oleh World Bank Group. Guidelines berikut
menjelaskan tingkat emisi yang dapat diterima oleh World Bank Group dalam membuat keputusan
mengenai syarat bantuan World Bank Group. Berbagai penyimpangan yang terjadi dari level tersebut
diuraikan pada dokumen proyek World Bank Group. Tingkat emisi yang diberikan disini dapat dicapai
secara konsisten dengan sistem pengendalian polusi yang dirancang, dioperasikan dan dijaga dengan
baik. Guidelines dinyatakan sebagai konsentrasi untuk memudahkan pengawasan. pengenceran pada
emisi udara atau limbah air untuk mencapai tingkatan level emisi pada guidelines tidak dapat diterima.
Seluruh tingkatan maksimum harus dicapai sekurang-kurangnya 95% dari lamanya sebuah pabrik
beroperasi.

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 17


NICKEL [CLEANING PRODUCTION]

2010 |Daur ulang & pengolahan limbah 18

You might also like