Professional Documents
Culture Documents
BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Nata diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin sebagai 'natare' yang berarti terapung-apung. Nata
dapat dibuat dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair
tebu, atau sari buah (nanas, melon, pisang, jeruk, jambu biji, strawberry dan
lain-lain). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut nata de coco. Di
Indonesia, nata de coco sering disebut sari air kelapa atau sari kelapa. Nata
de coco pertama kali berasal dari Filipina. Di Indonesia, nata de coco mulai
dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan pada tahun 1975. Namun
demikian, nata de coco mulai dikenal luas di pasaran pada tahun 1981
(Sutarminingsih, 2004).
Nata de coco merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang memiliki
kandungan serat tinggi dan kandungan kalori rendah sehingga cocok untuk
makanan diet dan baik untuk sistim pencernaan serta tidak mengandung
kolesterol sehingga mulai poluler di kalangan masyarakat yang memiliki
perhatian pada kesehatan. Nata de coco tidak hanya memiliki pasar domestik
tetapi juga pasar ekspor terutama Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan
negara-negara Timur Tengah. Di pasar domestik, permintaan nata de coco
biasanya meningkat tajam pada saat menjelang hari raya Natal, Lebaran,
Tahun Baru dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Begitu banyaknya
permintaan pada waktu-waktu tersebut, banyak rumah tangga yang secara
sporadis membuat nata de coco untuk memanfaatkan kesempatan tersebut.
Negara-negara penghasil nata de coco pesaing Indonesai adalah Filipina,
Malaysia dan Vietnam. Di pasar ekspor, Filipina merupakan saingan utama
produk nata de coco. Di Jepang, 90% nata de coco diimpor dari Filipina.
Orang Jepang percaya bahwa nata de coco dapat melindungi tubuh dari
kanker dan digunakan untuk makanan diet (DAAMAS, 2004).
Nata de coco merupakan salah satu andalan ekspor Lampung Selatan. Air
kelapa yang tidak terpakai dari petani kopra dimanfaatkan sebagai bahan
baku nata de coco dan minuman kemasan (plastik atau kaleng). Salah satu
perusahaan besarnya adalah PT Keong Nusantara Abadi. Perusahaan ini
menyerap lebih dari 1.800 karyawan, mendistribusikan kurang lebih 1.600
jerigen berkapasitas 20 liter ke petani-petani kopra dengan harga Rp 100 -
Rp 150 per liter. Setiap harinya, perusahaan ini mendapatkan 32.000 liter air
kelapa (yang berasal dari 96.000 butir kelapa).
Tabel 1.2.
Komposisi Vitamin Air Kelapa
No. Jenis Vitamin ug/ml
1. Asam nikotinat 0,01
2. Biotin 0,02
3. Asam pantotenat 0,52
4. Riboflavin 0,01
5. Asam fosfat 0,03
Sumber: Dolendo dan Pacita (1967); cit.: Khak (1999), Sutarminingsih
(2004).
Dari segi sosial, usaha nata de coco menyerap tenaga kerja lokal yang besar
baik perusahaan menengah, besar, kecil maupun rumah tangga. Usaha ini
hanya menggunakan teknologi yang sederhana tanpa perlu pengetahuan
yang spesifik. Sehingga, usaha ini dapat dilakukan dalam usaha skala kecil
maupun skala usaha rumah tangga terutama di daerah penghasil kelapa atau
kawasan industri pangan yang bahan bakunya dari daging buah kelapa
seperti industri minyak kelapa, industri geplak dan lain-lain (Sutardi, 2004).
Limbah usaha nata de coco adalah limbah cair yang asam baik bau maupun
rasa. Limbah ini tidak membahayakan. Pengolahan limbah dilakukan dengan
proses yang sederhana, yaitu dengan membuatkan bak penampungan di
dalam tanah. Bahkan, beberapa pengusaha menggunakan air limbah
tersebut untuk menyiram tanaman kelapa di perkebunan.
a. Profil Usaha
Terdapat tiga jenis perusahaan nata de coco yaitu: perusahaan yang hanya
menghasilkan nata de coco mentah (lembaran); perusahaan yang hanya
menghasilkan nata de coco kemasan (syrup); dan perusahaan yang
menghasilkan nata de coco mentah sekaligus mengolahnya menjadi nata de
coco kemasan. Gambar 2.1. menunjukkan jenis perusahaan nata de coco.
Perusahaan jenis I terdapat dua macam, yaitu usaha permanen dan sporadis
(discontinue). Permanen artinya perusahaan tersebut memproduksi
sepanjang waktu dan biasanya sudah memiliki pasar (pelanggan) tetap baik
dari lokal maupun luar daerah. Sedangkan sporadis artinya usaha tersebut
hanya pada waktu-waktu tertentu ketika permintaan lokal meningkat, seperti
waktu puasa, lebaran, tahun baru dan lain-lain. Usaha sporadis ini biasanya
dilakukan di tingkat rumah tangga. Di Lampung Selatan (daerah survey)
hanya ada beberapa perusahaan I yang permanen dan banyak sekali
perusahan I yang sporadis. Perusahaan jenis I biasanya merupakan usaha
keluarga dan sering tidak memiliki bentuk badan hukum, tetapi hanya
memiliki izin usaha. Pengusaha I mutlak membutuhkan air kelapa sebagai
bahan utama. Air kelapa tersebut didapat dari kebun mereka sendiri dan
juga dari petani kopra. Biasanya, mereka menitipkan jerigen (20 literan)
kepada petani dan kemudian mengambilnya. Tetapi ada juga petani yang
datang ke tempat usaha untuk menyetor air kelapa. Teknologi, bahan
tambahan dan peralatan yang digunakan cukup sederhana dan dapat didapat
dari pasar lokal. Tenaga kerja berasal dari lokal setempat dengan status
tenaga kerja tetap atau borongan.
Jenis perusahaan I memproduksi nata de coco dari air kelapa melalui proses
fermentasi. Tingkat keberhasilan proses fermentasi ini sangat tergantung
dari tingkat sterilisasi tempat dan peralatan-peralatan yang dipakai pada
proses fermentasi. Tingkat keberhasilan proses fermentasi berkisar antara
80%-97,5% tergantung dari sterilisasi tempat produksi. Selain itu, cuaca
juga merupakan faktor keberhasilan yang penting karena suhu kamar sangat
diperlukan dalam proses fermentasi. Gambar 2.2. menunjukkan diagram alir
proses pembuatan nata de coco lembaran oleh perusahaan jenis I.
Pemilihan lokasi usaha I tidak harus dekat dengan sumber air kelapa
mengingat sifat pengolahan air kelapa tidak harus air yang segar. Menurut
Woodrof (1970), komposisi kimia air kelapa adalah air, kalium, sejumlah
Tabel 2.1.
Komposisi Kimia Air Kelapa
Air kelapa harus ditampung dari berbagai sumber. Penampungan air kelapa
tersebut memberikan jaminan sediaan air kelapa yang memadai dan
terjadinya proses air kelapa menjadi basi. Proses pembasian air kelapa ini
memberikan dampak yang positif karena air kelapa secara alami
terkontaminasi oleh bakteri asam cuka dan fermentasi awal terjadi dan
berakibat turunnya pH air kelapa. Penurunan pH tersebut dari segi teknis
sangat menguntungkan karena pada proses pembuatan nata de coco justru
pH harus diturunkan sampai air kelapa hasil pendidihan mencapai 3-4,
dengan cara menambah asam cuka (Sutardi 2004). Proses pembasian ini
tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada kualitas air kelapa kecuali jika
fermentasi awal berlangsung lama (berlanjut) sehingga kadar gula air kelapa
makin menipis dan pada akhirnya air kelapa dapat busuk karena bakteri
pembusuk mengambil alih proses dekomposisi lanjut. Oleh sebab itu harus
dihindari pembasian air kelapa yang lama. Menurut Sutardi (2004) lama
penyimpanan air kelapa sebaiknya tidak lebih lama dari 4 hari.
Gambar 2.4. menunjukkan alur prosedur kredit LKM/UKM dan BMT. Setelah
syarat 1-10 dilengkapi oleh calon debitur maka diserahkan ke Dinas
Koperindag, Propinsi Lampung. Dokumen persyaratan tersebut akan dinilai
oleh tim verifikasi dan selanjutnya akan diikuti dengan kunjungan lapangan.
Apabila memenuhi syarat, maka tim verifikasi akan merekomendasikan
kepada Kepala Dinas. Persetujuan pemberian kredit selanjutnya ditentukan
oleh Kepala Dinas dengan mendengarkan masukan dari tim verifikasi. Cek
akan diberikan kepada debitur dengan membawa persyaratan asli. Cek dapat
dicairkan di Bank Lampung.
Tabel 2.2.
Kriteria Penilaian LKM/UKM dan BMT
IDENTITAS LKM/UKM & BMT :
Nama :
Jenis Usaha :
Alamat :
Desa/Kelurahan :
Kecamatan :
Kab/Kota :
Propinsi :
Telp/Fax :
No. UNSUR YANG DINILAI NILAI BOBOT SKOR
1 2 3 4 5=3X4
I KELEMBAGAAN (20%)
1. Usia Lembaga
a. 1 tahun
b. > 1 s/d 3 tahun
c. > 3 s/d 5 tahun
d. >5 tahun
2. Status Kepemilikan Tempat Usaha
a. Milik Sendiri
b. Sewa/Kontrak
II PELUANG USAHA (10%)
Peluang Usaha akan dilaksanakan
a. Optimis
b. Rasional
c. Pesimis
III RENCANA DAN PEMANFAATAN DANA
(10%)
Rencana Penggunaan Dana untuk
a. Modal Kerja
b. Investasi/barang modal
c. Asset
IV OPERASIONAL USAHA (20%)
1. Proses Produksi yang dijalankan
a. Mudah
b. Sukar/sulit
2. Kelengkapan Administrasi dan Kegiatan
Manajemen
a. Baik
b. Sedang
Tabel 2.3.
Contoh Perhitungan Bunga dan Angsuran
PT Bank Lampung
Jl. Wolter Monginsidi No. 187
Metode Hitung Bunga: SLIDING
Jangka Waktu : 24 bulan
Periode Pinjaman: 01/01/2004 s/d 01/01/2006
Nilai Pinjaman: 4000 Total Tagihan/Prd:2,087,100.00
Suku Bunga per tahun:10 Total Pokok/Prd: 0.00
Discount Factor : 0 Total Bunga/Prd: 0.00
Nomor Rekening: 380.05
Nomor Aksep:
PT. Bank Central ASIA (BCA) Tbk (selanjutnya disebut Bank BCA).
memberikan kredit secara umum, artinya tidak terdapat skema kredit khusus
bagi pengusaha komoditi nata de coco. Sehingga bila terdapat pengusaha
nata de coco yang ingin mengajukan kredit maka harus memenuhi kriteria
umum pengajuan kredit di Bank BCA. Kriteria yang diberikan oleh Bank BCA
adalah kelayakan usaha, jaminan dan kebutuhan usaha calon debitur.
Motivasi bank memberikan kredit adalah bahwa usaha tersebut layak untuk
dibiayai dan menguntungkan. Karena dana kredit berasal dari bank itu
sendiri dan bank bukan sebagai chanelling maka perhitungan finansial secara
cermat harus dilakukan. Pola kredit yang diberikan adalah individual bukan
kelompok, artinya debitur secara individual yang memiliki tanggung jawab
Tabel 2.4. menunjukkan persyaratan dan jenis kredit. Kredit investasi dan
kredit modal kerja memiliki tingkat bunga yang sama yaitu 14,5%, periode
angsuran bulanan dan tidak ada grace period (periode bebas cicilan). Untuk
kredit investasi, bank mensyaratkan tersedianya 30% dana sendiri nasabah.
Tidak demikian halnya dengan kredit modal kerja yang tanpa persyaratan
persentase dana sendiri. Bunga dikenakan secara menurun dan dihitung
harian berdasarkan oustanding pinjaman.
Tabel 2.4.
Persyaratan dan Jenis Kredit
No Persyaratan Kredit Kredit Investasi Kredit Modal Kerja
1. Bunga (% per tahun) 14,5% 14,5%
2. Grace period (bulan) - -
3. Jangka waktu kredit 3 tahun 1 tahun
4. Dana sendiri nasabah (% 30% -
plafon)
5. Periode angsuran bulanan bulanan
Sumber: Data Primer (kuesioner bank).
Sesuai dengan persyaratan kredit umum, kredit oleh pengusaha nata de coco
dituntut untuk memenuhi persyaratan jaminan berupa sertifikat
tanah/bangunan tempat usaha, tabungan deposito dan barang bergerak.
Dokumen persyaratan lainnya adalah NPWP, perijinan usaha dan identitas
diri. Pengikatan jaminan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Jika semua persyaratan telah dipenuhi, biasanya debitur harus
menunggu realisasi kredit selama 21-30 hari. Bank tidak menyediakan
konsultasi dalam pengelolaan keuangan debitur dan bantuan teknis yang
berkaitan dengan teknis usaha komoditi nata de coco. Tabel 2.5.
menunjukkan aspek dan faktor-faktor penting yang dinilai dalam analisis
aspek-aspek kelayakan usaha nata de coco.
Menurut pihak bank, usaha komoditi nata de coco memiliki prospek yang
sedang-sedang saja mengingat beberapa hal. Pertama, banyaknya pesaing
dalam suatu tempat. Terdapat persaingan antar pengusaha nata de cocoi
baik pengusaha yang permanen maupun tidak permanen (sporadis). Kedua,
sistim penjualan yang diterapkan oleh banyak pengusaha masih bersifat
tradisional dan lokal. Kebanyakan produsen hanya 'menerima order' dan
bukan 'mencari order' atau 'menjemput bola'. Dengan 'menerima order' saja
mereka kebingungan memenuhinya. Sifat ini yang menyebabkan pengusaha
Tabel 2.5.
Aspek Kelayakan Kredit
No Aspek Faktor
1. Sosial Ekonomi Kepatuhan perusahaan pada
peraturan pemerintah: ijin
usaha, amdal, dll
Pengalaman usaha
Sektor Ekonomi
Produk kelapa yang biasanya dijual oleh masyarakat adalah kopra, minyak
goreng, gula merah dan kelapa butiran. Padahal banyak sekali produk-
produk yang bisa diturunkan dari buah kelapa. Salah satunya adalah nata de
coco yang menggunakan bahan baku air kelapa. Kebutuhan kelapa dan
produksi kelapa nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari
sisi permintaan, kebutuhan kelapa setara konsumsi kopra pada tahun 1992
di dalam negeri sebesar 1,782 juta ton dan pada tahun 1996 meningkat
menjadi 1,913 juta. Dengan melihat trend kenaikan tersebut, tahun 2004
diprediksikan menjadi 2,175 juta. Peningkatan konsumsi tersebut
mengindikasikan peningkatan supply air kelapa yang bisa dimanfaatkan
dalam pembuatan nata de coco.
Pasar dan pemasaran merupakan aspek yang penting dalam usaha nata de
coco, selain aspek-aspek yang lain seperti pengelolaan, distribusi, lembaga
keuangan, pasokan bahan lain, sumberdaya manusia. Gambar 3.1.
menunjukkan keterkaitan antar aspek di dalam usaha nata de coco. Pasar
dalam usaha nata de coco terdiri dari pasar input dan pasar output. Pasar
input nata de coco meliputi pasar bahan baku, tenaga kerja dan modal.
Karakteristik pasar input nata de coco akan mempengaruhi pola produksi
nata de coco. Seperti pada umumnya pasokan bahan baku produk-produk
agribisnis, input nata de coco juga dipengaruhi oleh musim, meskipun tidak
terlalu besar penyimpangannya. Lembaga keuangan merupakan sumber
modal investasi dan modal kerja bagi usaha.
Pasar kedua adalah pasar output nata de coco. Setelah output dihasilkan
oleh perusahaan kemudian dipasarkan dengan tujuan akhir konsumen. Di
pasar domestik, jalur pemasaran ke konsumen dapat melalui pedagang
pengecer maupun pedagang besar. Sedangkan untuk pasar luar negeri, jalur
pemasaran ke konsumen melalui eksportir. Untuk usaha nata de coco skala
kecil (dengan kredit dibawah 500 juta) biasanya hanya melayani konsumen
domestik: lokal, luar daerah, luar pulau.
Permintaan
Produk nata de coco memiliki kandungan serat yang tinggi tetapi rendah
kalori sehingga sangat cocok untuk orang yang sedang menjalankan diet.
Produk nata de coco dapat dibagi menjadi dua yaitu nata de coco tawar
(bentuk lembaran dan kubus kecil-kecil: 1x1x1 cm3) dan nata de coco
kemasan siap konsumsi. Produk nata de coco tawar biasanya diminta oleh
produsen lain sebagai bahan baku pembuatan nata de coco kemasan siap
konsumsi. Produk ini populer sebagai hidangan penutup (dessert).
b. Penawaran
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk produksi nata de coco
mengingat Indonesia sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia. Jumlah
perusahaan baik perusahaan jenis I (penghasil nata de coco lembaran),
perusahaan jenis II (penghasil nata de coco kemasan saja), maupun
perusahaan jenis III (penghasil nata de coco lembaran dan kemasan
sekaligus) cukup banyak. Perusahaan yang dapat mencapai skala ekonomi
akan berproduksi secara kontinyu, sedang perusahaan yang tidak mencapai
skala ekonomi hanya berproduksi secara sporadis melayani limpahan
Tidak terdapat hambatan legal (legal barriers) khusus untuk perusahaan baik
pemerintah daerah maupun penguasaan input. Perusahaan formal hanya
perlu mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah. Bahkan banyak yang
informal karena merupakan usaha rumah tangga yang berproduksi secara
sporadis. Pasokan nata de coco tidak tergantung dari musim mengingat
pasokan kelapa yang bisa sepanjang tahun.
Tingkat persaingan usaha nata de coco sesuai dengan jenis yang dihasilkan
dalam bentuk lembaran atau kemasan. Di daerah survey, Lampung Selatan,
terdapat perusahaan nata de coco kemasan yang besar yaitu PT Keong
Nusantara Abadi dan PT Sari Segar Husada yang memiliki segmen pasar
domestik yang lebih luas bahkan pasar ekspor. Perusahaan-perusahaan kecil
dan menengah mengambil segmen pasar lokal, daerah sekitar dan beberapa
ke luar pulau. Persaingan terjadi lebih ketat pada input karena baik
perusahaan besar, menengah atau kecil mengambil input air kelapa dari
sumber yang relatif sama.
d. Harga
Baik nata de coco lembaran maupun kemasan (gelas) harga relatif stabil dan
terjangkau. Hal ini disebabkan oleh harga input utama air kelapa yang relatif
sama. Persaingan dalam mendapatkan input serta sifat input yang mudah
rusak merupakan faktor utama kestabilan harga air kelapa. Harga air kelapa
berkisar antara Rp 100 - Rp 150 per liter. Harga nata de coco lembaran
berkisar antara Rp 900 - Rp 1000 per lembaran (kurang lebih 1 kg). Nata de
coco kemasan bervariasi antar perusahaan. Sebagai contoh di daerah survey,
CV Nagamas Lampung Perkasa menjual Rp 10.000 per karton untuk lokal
dan Rp 11.000 per karton untuk luar daerah. Satu karton berisi 24 gelas.
Sedangkan, CV Tambak Sari menjual nata de coco dengan harga Rp 9.000
per karton untuk lokal.
e. Jalur Pemasaran
Produsen kecil nata de coco tawar relatif lebih banyak bermitra dengan
produsen menengah dan kecil nata de coco kemasan baik di daerah maupun
luar daerah. Sayangnya, hubungan menguntungkan ini tidak terdapat
kontrak sehingga kepastian keberlanjutan tidak terjamin. Produsen nata de
coco tawar memproduksi berdasarkan permintaan produsen nata de coco
kemasan. Menurut pengakuan salah satu produsen nata tawar di Bandar
Lampung, pasaran nata tawar mereka adalah 30% untuk produsen lokal
sedangkan 70% ke luar daerah (Pekanbaru) termasuk ke Jawa (Cianjur dan
Cibubur).
f. Kendala Pemasaran
Lokasi usaha untuk semua jenis usaha nata de coco tidak menuntut tempat
khusus dan tidak harus dekat dengan sumber inputnya. Usaha nata de coco
lembaran tidak harus dekat dengan sumber pasokan air kelapa mengingat air
kelapa yang digunakan tidak harus air kelapa segar. Air kelapa bisa
ditampung selama kurang lebih 5-6 hari sebelum memasuki proses produksi.
Begitu juga usaha nata de coco kemasan tidak harus dekat dengan sumber
nata de coco lembaran mengingat nata de coco lembaran dapat disimpan
dengan teknologi yang sederhana yaitu, mengganti air rendaman dan
perebusan.
Dalam proses pembuatan nata de coco, terdapat fasilitas dan peralatan yang
dibutuhkan. Usaha ini sangat membutuhkan fasilitas bangunan, sumber air
dan pembuangan limbah cair. Peralatan usaha nata de coco sangat
sederhana dan dapat ditemukan dengan mudah di sekitar lokasi usaha.
Berikut ini adalah fasilitas dan peralatan yang biasa digunakan:
Fasilitas :
Peralatan:
c. Bahan Baku
d. Tenaga Kerja
e. Teknologi
Teknologi produksi nata de coco adalah teknologi sederhana dan tepat guna.
Untuk usaha nata de coco lembaran atau kemasan bisa dilakukan tanpa
peralatan mekanis. Kalaupun menggunakan peralatan mekanis, peralatan
tersebut dapat dirancang sendiri. Sebagai contoh, pisau/mesin pemotong
nata lembaran menjadi kubus ukuran 1x1x1 cm3 dapat dirancang sendiri dan
dipesan di pasar lokal. Namun demikian, terdapat beberapa mesin seperti
mesin kemasan yang harus didatangkan dari luar daerah sebab memiliki
disain khusus.
f. Proses Produksi
Proses pembuatan nata de coco terdiri dari enam tahap, yaitu: penyaringan;
pemasakan dan pencampuran bahan pembantu; penempatan dalam nampan
dan pendinginan; inokulasi (penanaman/penebaran) bibit (starter);
pemeraman (fermentasi); panen dan pasca panen (pengolahan lanjut sampai
setengah jadi atau siap konsumsi).
Pertama Penyaringan. Air kelapa bisa dibasikan selama kurang lebih 4 hari.
Kemudian, air kelapa tersebut disaring dengan menggunakan penyaring
lembut untuk memisahkan air kelapa dengan material-material atau kotoran-
kotoran seperti: sabut, pecahan batok kelapa, cikal/buah kelapa dan lain-
lain. Kandungan air kelapa yang masih segar berkisar antara 400-500 ml per
butir. Buah kelapa yang berumur 4-5 bulan memiliki volume air yang
maksimum. Namun demikian, kualitas air kelapa yang paling baik adalah
ketika buah kelapa berumur kurang lebih 5 bulan dengan kandungan total
padatan maksimal 6 gram per 100 ml. Kandungan gula terlarut biasa diukur
dengan menggunakan hand refractometer (Sutardi 2004)
Ketujuh, Panen dan Pasca Penen. Setelah pemeraman selama 6-7 hari,
lapisan nata de coco akan memiliki ketebalan 0,8-1,5 cm berbentuk
lembaran-lembaran (slab) yang asam dalam bau, cita rasa dan pH-nya.
Lembaran-lembaran ini kemudian diangkat dan lendirnya dibuang melalui
pencucian.
h. Produksi Optimum
Apabila proses pembuatan nata de coco berjalan optimal maka dari 20 liter air
kelapa dapat dihasilkan 17-18 kg nata de coco tawar (rendemen 80-90 persen).
Kendala produksi utama yang dihadapi oleh produsen adalah cuaca yaitu
musim penghujan. Selain pada musim penghujan input air kelapa mengalami
penurunan supply, musim hujan juga akan mengganggu suhu udara yang
bisa sangat mempengaruhi proses fermentasi. Kestabilan suhu kamar 28º -
31ºC dibutuhkan dalam proses fermentasi.
Seperti sudah dikemukakan dalam Bab II, di Indonesia pada umumnya dan
daerah survey Kabupaten Lampung Selatan pada khususnya, terdapat tiga
macam usaha nata de coco, yaitu: pertama, perusahaan yang membuat nata
de coco lembaran saja (I); kedua, perusahaan yang membuat nata de coco
kemasan saja (II); dan ketiga, perusahaan yang membuat nata de coco
lembaran dan kemasan sekaligus (III). Dalam laporan pola pembiayaan ini
dipilih usaha jenis ketiga yaitu usaha yang menghasilkan nata de coco
lembaran dan kemasan. Kapasitas usahanya adalah 500 karton (12.000
kemasan gelas).
Terdapat beberapa alasan mengapa memilih jenis usaha yang ketiga (III).
Pertama, usaha jenis ketiga adalah memiliki produksi permanen, artinya
memproduksi secara kontinyu. Tidak seperti usaha jenis pertama (I) yang
relatif lebih banyak sporadis, artinya memproduksi nata de coco lembaran
pada saat-saat tertentu atau sangat tergantung dengan pesanan. Begitu juga
berbeda dengan jenis usaha kedua (II), dimana usahanya juga sangat
tergantung dari pasokan nata de coco lembaran. Kedua, usaha jenis pertama
(I) dapat mewakili usaha (I) dan (II) sekaligus. Apa yang dirasakan oleh
usaha-usaha (I) dan (II) pasti dirasakan oleh perusahaan (III), seperti:
musim penghujan, ketidakpastian pasokan air kelapa, pemasaran nata de
coco.
Ketiga, usaha jenis ketiga memiliki karakteristik integrasi vertikal dalam satu
perusahaan sehingga memiliki cakupan manajemen yang lebih luas.
Integrasi vertikal terjadi ketika keterpaduan sistim komoditas secara vertikal
yang membentuk suatu rangkaian pelaku-pelaku yang terlibat dalam sistim
komoditas tersebut, mulai dari produsen/penyedia input, distributor input,
pengolahan hasil, dan distribusi (Gumbira dan Intan 2001). Dalam usaha
jenis (III), terdapat kesatuan antar pelaku-pelaku dalam sistim komoditas
nata de coco. Perusahaan besar seperti PT Keong Nusantara Abadi yang
memproduksi 'Wong Coco' dan merambah pasar domestik maupun ekspor
juga memiliki sifat integrasi vertikal. Selanjutnya dalam pembahasan berikut
ini, yang dimaksud dengan perusahaan nata de coco adalah perusahaan jenis
III yang memproduksi nata de coco lembaran dan kemasan.
Tabel 5.1.
Asumsi Analisis Keuangan
Jumlah/
No Asumsi Satuan Keterangan
nilai
1 Periode proyek tahun 4 Periode proyek 4 tahun
Tingkat keberhasilan
2 fermentasi persen 95
3 Kapasitas Mesin/Peralatan
- Nata de coco lembaran kg 1.600 Tingkat keberhasilan 95%
500 karton (1 karton 24
- Nata de coco kemasan gelas 12.000 gelas)
5 Harga Nata de coco
Didapat dari memproduksi
a. Lembaran Rp/lembaran 1.000 sendiri
b. Kemasan gelas
- Pasar lokal Rp/karton 11.500
- Pasar luar daerah Rp/karton 12.500 Perbedaan biaya transportasi
6 Proporsi Penjualan
- Pasar Lokal 30%
- Pasar luar daerah 70%
Hari produksi dalam 1
7 tahun hari 313 Hari Minggu libur
8 Persyaratan Kredit
-Kredit Investasi
- Kredit 70%
- Dana sendiri 30%
-Kredit Modal Kerja
- Kredit 12% Di sesuaikan dengan siklus
usaha
dari produksi sampai
mendapatkan
pembayaran (kurang lebih
- Dana sendiri 88% 1,5 bulan)
9 Discount rate 14,50%
Sumber : Lampiran 1
Harga nata de coco kemasan adalah Rp 11.500 per karton di pasar lokal dan
Rp 12.500 per karton di pasar luar daerah. Output yang dijual di pasar lokal
30% dan di pasar luar daerah adalah 70% . Dengan asumsi bahwa setiap
hari Minggu tidak berproduksi, maka jumlah hari produksi adalah 313 hari
dalam setahun. Persyaratan kredit investasi adalah 70% kredit dan 30%
dana sendiri. Untuk kredit modal kerja tidak terdapat persyaratan mengenai
Biaya investasi usaha nata de coco adalah biaya tetap (fixed cost) yang
terdiri dari biaya perizinan usaha, biaya tanah dan bangunan, mesin dan
peralatan. Biaya perizinan hanya dibutuhkan satu kali. Biaya tanah dan
bangunan adalah biaya sewa yang dibayarkan pada awal periode. Dalam
analisis keuangan ini diasumsikan umur usaha adalah 4 tahun. Pada
kenyataannya setiap mesin/peralatan memiliki umur ekonomis masing-
masing. Sehingga, mesin/peralatan yang memiliki umur ekonomis di bawah
4 tahun harus diadakan kembali (reinvestasi). Sebagai contoh, setiap
saringan memiliki umur ekonomis 1 tahun, maka setiap tahun harus ada
investasi untuk saringan. Selama umur proyek berarti akan terdapat
reinvestasi sebanyak empat kali. Untuk mempermudah proses perhitungan,
peralatan yang umur ekonomisnya di bawah empat tahun diasumsikan
tersedia di awal periode perhitungan sejumlah tertentu sehingga dapat
mencukupi umur proyek. Sebaliknya, mesin/peralatan yang memiliki umur
ekonomis di atas umur proyek maka pada akhir proyek peralatan tersebut
masih memiliki nilai ekonomis (scrap value). Sebagai contoh hand
refractometer memiliki nilai ekonomis 10 tahun. Oleh karena itu, pada akhir
periode proyek hand refractometer memiliki nilai ekonomis sebesar
penyusutan dikalikan dengan sisa umur ekonomis. Beberapa barang investasi
Tabel 5.2 menunjukkan biaya investasi awal proyek (untuk rinciannya lihat
Lampiran 2). Biaya perizinan hanya dikeluarkan sekali pada awal usaha
sehingga tidak memiliki penyusutan. Biaya sewa tanah dan bangunan
sebesar Rp 16.000.000 untuk 4 tahun, sehingga nilai penyusutannya adalah
Rp 4.000.000. Biaya investasi peralatan dan mesin sebesar Rp 224.570.000.
Dengan memperhatikan umur ekonomis masing-masing peralatan/mesin,
maka nilai penyusutan peralatan/mesin secara total adalah Rp 22.508.000
per tahun selama periode usaha 4 tahun. Untuk mesin/peralatan yang
memiliki umur ekonomis lebih dari 4 tahun maka di akhir periode usaha
mesin/peralatan tersebut memiliki nilai sisa (scrap value) sebesar sisa umur
ekonomis dikalikan biaya penyusutan per tahun. Total nilai sisa
mesin/peralatan yang diterima pada akhir periode usaha adalah Rp
134.538.000. Total nilai sisa mesin/peralatan tersebut merupakan
penerimaan usaha di tahun ke 4.
Tabel 5.2.
Biaya Investasi Pengolahan Nata de coco
Penyusutan
No Jenis biaya Nilai (Rp)
(Rp)
1 Perijinan 3.300.000 0
Sewa tanah dan
2 bangunan 16.000.000 4.000.000
3 Mesin/Peralatan 224.570.000 22.508.000
Jumlah biaya investasi 243.870.000 26.508.000
Sumber : Lampiran 2
Tabel 5.3.
Biaya Operasional Nata de coco
No Jenis biaya
I BIAYA PRODUKSI
A Nata de coco lempengan
1 Bahan Baku dan Pembantu 578.600 181.101.800
2 Tenaga kerja 195.000 61.035.000
3 Listrik 10.000 3.130.000
4 Minyak Tanah 72.000 22.536.000
Sub jumlah 855.600 267.802.800
B Nata de coco kemasan
1 Bahan Baku dan Pembantu 454.075 142.125.475
2 Tenaga kerja 195.000 61.035.000
3 Listrik 10.000 3.130.000
4 Minyak Tanah 120.000 37.560.000
5 Kemasan 2.200.000 688.600.000
Sub jumlah 2.979.075 932.450.475
II Distribusi/Transportasi 190.000 59.470.000
Untuk dana modal kerja dari kredit bank di daerah survey tidak terdapat
persyaratan dana sendiri yang harus tersedia. Dari responden yang dijadikan
dasar perhitungan di sini didapatkan informasi bahwa kredit modal kerja
yang saat ini adalah sekitar 12% dan dana sendiri adalah 88% dari total
biaya operasional. Angka 12% disini sesuai dengan perbandingan antara
Tabel 5.4.
Rincian Kebutuhan Dana
No Rincian Biaya Proyek Total Biaya
1 Dana investasi yang bersumber dari
a. Kredit 170.709.000
b. Dana sendiri 73.161.000
Jumlah dana investasi 243.870.000
Dana modal kerja yang bersumber
2 dari
a. Kredit 151.166.793
b. Dana sendiri 1.108.556.482
Jumlah dana modal kerja 1.259.723.275
Total dana proyek yang bersumber
3 dari
a. Kredit 321.875.793
b. Dana sendiri 1.181.717.482
Jumlah dana proyek 1.503.593.275
Sumber : Lampiran 4
Di daerah survey tidak terdapat skema khusus kredit bank untuk usaha
pengolahan nata de coco. Pengusaha mendapatkan kredit umum yang
ditawarkan bank. Untuk kredit investasi, secara umum, memiliki
persyaratan: suku bunga 14,5% per tahun dan efektif/menurun; tidak
terdapat grace period; jangka waktu kredit 3 tahun; persyaratan dana
sendiri sebesar 30% dari plafon; dan periode angsuran adalah bulanan.
Dengan menggunakan informasi tersebut dan kebutuhan dana investasi Rp
170.709.000 besarnya angsuran pokok, angsuran bunga, total angsuran,
saldo awal, saldo akhir setiap periode dapat dihitung. Hasil perhitungannya
ditampilkan dalam Tabel 5.5.
Tabel 5.6.
Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Modal Kerja
Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo
Tahun Kredit
Pokok Bunga Angsuran Awal Akhir
Tahun 0 151.166.793 151.166.793 151.166.793
Tahun 1
Januari 12.597.233 1.826.599 14.423.831 151.166.793 138.569.560
Februari 12.597.233 1.674.382 14.271.615 138.569.560 125.972.328
Maret 12.597.233 1.522.166 14.119.398 125.972.328 113.375.095
April 12.597.233 1.369.949 13.967.182 113.375.095 100.777.862
Mei 12.597.233 1.217.732 13.814.965 100.777.862 88.180.629
Juni 12.597.233 1.065.516 13.662.749 88.180.629 75.583.397
Juli 12.597.233 913.299 13.510.532 75.583.397 62.986.164
Agustus 12.597.233 761.083 13.358.316 62.986.164 50.388.931
September 12.597.233 608.866 13.206.099 50.388.931 37.791.698
Oktober 12.597.233 456.650 13.053.882 37.791.698 25.194.466
November 12.597.233 304.433 12.901.666 25.194.466 12.597.233
Desember 12.597.233 152.217 12.749.449 12.597.233 0
Sumber : Lampiran 5
Output dari usaha nata de coco dalam analisis keuangan ini adalah nata de
coco kemasan gelas. Dengan 1,6 ton nata de coco lembaran (±1600 nata de
coco lembaran) dan dengan kapasitas mesin/peralatan yang ada
(pergantian/shift 2 kali: pagi dan sore), dapat dihasilkan nata de coco
kemasan sebanyak 12.000 gelas (atau 500 karton dimana setiap karton
terdiri dari 24 nata de coco gelas). Karena adanya biaya transportasi maka
terdapat perbedaan antara harga di pasar lokal dan di pasar luar daerah.
Harga di pasar lokal adalah Rp 11.500 dan harga di pasar luar daerah adalah
Rp 12.500. Distribusi pemasaran nata de coco adalah 30% untuk pasar lokal
dan 70% untuk pasar luar daerah. Dengan demikian harga rata-rata
tertimbang nata de coco per karton adalah:
Dengan asumsi dalam setahun terdapat 313 hari produksi (hari minggu libur)
maka penerimaan dalam setahun adalah:
Tabel 5.7.
Profitabilitas Rencana Investasi
No Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4
1 Pendapatan 1.909.300.000 1.909.300.000 1.909.300.000 1.909.300.000
2 Pengeluaran
a. Biaya
operasional 1.259.723.275 1.259.723.275 1.259.723.275 1.259.723.275
b. Penyusutan 26.508.000 26.508.000 26.508.000 26.508.000
c. Angsuran
pokok 208.069.793 56.903.000 56.903.000 0
d. Bunga bank 32.844.018 12.720.191 4.469.256 0
Jumlah 1.527.145.086 1.355.854.466 1.347.603.531 1.286.231.275
Laba sebelum
pajak 382.154.914 553.445.534 561.696.469 623.068.725
e. Pajak 15% 57.323.237 83.016.830 84.254.470 93.460.309
h. Analisis Sensitivitas
Tabel 5.9.
Analisis Sensitivitas
Penerimaan Penerimaan
No Kriteria Kelayakan
Turun 3% Turun 4,5%
Net B/C ratio pada discount rate
1 14,5% 1,04 0,984
NPV pada discount rate 14,5%
2 (Rp) 59.036.925 (23.562.196)
3 IRR 16,37% 13,75%
4 PBP usaha (tahun) 0,83 0,92
5 PBP kredit (tahun) 0,92 0,92
Sumber : Lampiran 8 dan Lampiran 9A dan Lampiran9B
Tabel 5.10.
Analisis Sensitivitas
Kenaikan Kenaikan Biaya
Biaya Operasional 7%
No Kriteria Kelayakan
Operasional
5%
Net B/C ratio pada discount rate
1 14,5% 1,028 0,980
2 NPV pada discount rate 14,5% (Rp) 42.576.906 (30.086.398)
3 IRR 15,85% 13,54%
4 PBP usaha (tahun) 0,85 0,93
5 PBP kredit (tahun) 0,92 0,92
Sumber : Lampiran 9C dan Lampiran 9D
Tabel 6.1.
Analisis Finansial dan Sosial-Ekonomi
Analisis Sosial-
Analisis Finansial
Aspek Ekonomi (Benefit-Cost
(Financial Analysis)
Analysis)
1. Tujuan analisis Mengindikasikan Mengindikasikan
keuntungan ekonomi kesejahteraan
individual perusahaan masyarakat secara
keseluruhan
2. Tujuan umum Meningkatkan Meningkatkan
keuntungan individual Kesejahteraan
perusahaan masyarakat
3. Konsep perbaikan Manfaat bersih individual Manfaat bersih
perusahaan masyarakat secara
keseluruhan
4. Perubahan manfaat Memasukkan semua Memasukkan semua
yang diterima oleh yang diterima oleh
individu perusahaan masyarakat
5. Perubahan biaya Memasukkan semua Memasukkan semua
biaya yang benar-benar biaya yang ditanggung
ditanggung oleh individu oleh masyarakat
perusahaan keseluruhan
6. Pajak penghasilan Dimasukkan sebagai Dikeluarkan/tidak
biaya dianggap sebagai
penerimaan jika output
yang dihasilkan hanya
mengganti output yang
sudah ada
7. Subsidi biaya produksi Dimasukkan sebagai Dikeluarkan/tidak
manfaat dianggap sebagai biaya
jika input yang
digunakan hanya
mengganti input yang
sudah ada
8. Biaya pemerintah Tidak dimasukkan dalam Dimasukkan dalam
Selain dari penjualan air kelapa, tambahan pendapatan juga dapat berasal
dari upah di perusahaan nata de coco. Dengan kata lain, rumah tangga telah
menerima manfaat dari keberadaan usaha nata de coco dari tidak hanya segi
pendapatan upah tetapi lebih fundamental lagi adalah peningkatan lapangan
pekerjaan di daerah. Di daerah survery, Lampung Selatan, perusahaan besar
seperti PT Keong Nusantara telah menyerap tenaga kerja sebanyak 1.800
orang dan 160 petani penyetor air kelapa. Perusahaan besar lain, PT Sari
Husada telah menyerap 200 tenaga kerja tetap dan 250 tenaga kerja kupas
borongan. Saat ini di daerah survey, terdapat 3 perusahaan menengah dan
besar, serta 270 perusahaan kecil formal dan non formal. Dari tiga
perusahaan kecil yang disurvey, rata-rata masing-masing perusahaan
memiliki 5 tenaga kerja tetap dan 10 tenaga kerja borongan yang semuanya
berasal dari lingkungan sekitar. Dengan demikian usaha nata de coco juga
telah memiliki kontribusi dalam menyejahterakan masyarakat sekitar melalui
penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan limbah industri kopra.
b. Dampak Lingkungan
Dalam proses produksi nata de coco lembaran terdapat limbah cair. Setelah
6-7 hari pemeraman (fermentasi), lapisan atau lembaran nata de coco yang
terbentuk akan mencapai ketebalan 0,8-1,5 cm. Lapisan ini bersifat asam
baik bau, cita rasa maupun pH-nya. Lembaran ini kemudian diangkat dan
lendirnya dibuang melalui proses pencucian. Setelah dicuci bersih nata de
coco direndam bisa dalam bentuk lembaran atau sudah dipotong kecil-kecil
(1x1x1) cm selama 2-3 hari. Air rendaman ini diganti setiap hari supaya bau
dan rasa asam hilang. Selanjutnya, nata de coco dicuci kembali dan direbus
untuk mengawetkan dan sekaligus menyempurnakan proses penghilangan
bau dan rasa asam. Limbah cair berasal dari proses pencucian, perendaman
dan perubahan ini. Dibutuhkan jumlah air yang cukup banyak untuk proses-
proses ini, sehingga juga dihasilkan limbah cair yang cukup banyak.
b. Saran
1. Dengan melihat prospek pasar domestik dan pasar ekspor yang cerah,
pemerintah dan pelaku usaha perlu untuk meningkatkan standar mutu
produk nata de coco yang memenuhi kriteria preferensi pasar dan
kesehatan. Pengalaman Philipina perlu untuk dicontoh.
2. Pengembangan pola kemitraan antara usaha besar, menengah dan
kecil maupun rumah tangga dalam pasokan input maupun pemasaran
output.
3. Secara finansial, usaha ini layak dibiayai oleh bank, meskipun
demikian bank perlu melakukan analisis kredit yang lebih
komprehensif dengan prinsip kehati-hatian. Disarankan bank
memberikan perhatian pada kemampuan membayar yang lebih besar.
Pemberian kredit investasi dan modal kerja pada tahun yang sama
kemungkinan akan dapat memberatkan nasabah dalam hal membayar
cicilan pokok dan bunganya. Kelonggaran waktu pelunasan kredit
modal kerja perlu disesuaikan dengan aliran kas usaha.