You are on page 1of 23

PENTINGNYA SOssSIALISASI POLITIK DALAM PENGEMBANGAN

BUDAYA POLITIK

PENDAHULUAN

Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem


politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial,
senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar,
seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga
mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain
dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat,
anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.

Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-
aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses
pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-
praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau
berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti
orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.

Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar
warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-
formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan
pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh
karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan,
perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim
politik dan lai-lain.

Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang
lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan,
proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat
negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial,
kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung
mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang
menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.

A. PENTINGNYA SOSIALISASI POLITIK DALAM PENGEMBANGAN


BUDAYA POLITIK

1. PENGERTIAN SOSIALISASI POLITIK Sosialisasi politik adalah cara-cara


belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi
kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam badan
masyarakat.
Almond dan Powell, sosialisasi politik sebagai proses dengan mana sikap-sikap dan
nilai-nilai politik ditanamkan kepada anak-anak sampai metreka dewasa dan orang-
orang dewasa direkrut ke dalam peranan-peranan tertentu.
Greenstein dalam karyanya “International Encyolopedia of The Social Sciences” 2
definisi sosialisasi politik:

a. Definisi sempit, sosialisasi politik adalah penanaman informasi politik yang


disengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional secara
formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini. b.Definisi luas, sosialisasi politik
merupakan semua usaha mempelajari politik baik formal maupun informal, disengaja
ataupun terencana pada setiap tahap siklus kehidupan dan termasuk didalamnya tidak
hanya secara eksplisit masalah belajar politik tetapi juga secara nominal belajat
bersikap non politik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian yang
bersangkutan.
Easton dan Denuis, sosialisasi politik yaitu suatu proses perkembangan seseorang
untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
Almond, sosialisasi politik adalah proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan
pola-pola tingkah laku.
Proses socialises dilakukan melalui berbagai tahap sejak dari awal masa kanak-kanak
sampai pada tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa. Sosialisasi beroperasi pada
2 tingkat:
a.Tingkat Komunitas
Sosialisasi dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu sarana bagi
suatu generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan
politik kepada generasi berikutnya.

b.Tingkat Individual Proses sosialisasi politik dapat dipahami sebagai proses warga
suatu Negara membentuk pandangan-pandangan politik mereka.
Dalam konsep Freud, individu dilihat sebagai objek sosilaisasi yang pasif sedangkan
Mead memandang individu sebagai aktor yang aktif, sehingga proses sosialisasi
politik merupakan proses yang beraspek ganda. Di satu pihak, ia merupakan suatu
proses tertutupnya pilihan-pilihan perilaku, artinya sejumlah kemungkinan terbuka
yang sangat luas ketika seorang anak lahir menjadi semakin sempit sepanjang proses
sosialisasi. Di lain pihak, proses sosialisasi bukan hanya merupakan proses penekanan

2. METODE SOSIALISASI POLITIK ( oleh Rush dan Althoff)

1. Imitasi

Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam


sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih
banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat
peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi.

2. Instruksi

Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam suatu
situasi yang intruktif sifatnya.

3. Motivasi

Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang cocok yang
dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal (trial and error).

Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari pengalaman, sementara motivasi
lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya.
Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri politik
pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung. Proses tidak
langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak bersifat
politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap pembentukan jati diri atau
kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung menunjuk pada proses-proses
pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi yang di dalam bentuk dan isinya
bersifat politik.

Proses sosialisasi politik tidak langsung meliputi metode belajar berikut:

1. Pengoperasian Interpersonal

Mengasumsikan bahwa anak mengalami proses sosialisasi politik secara


eksplisitdalam keadaan sudah memiliki sejumlah pengalaman dalam hubungna-
hubungan dan pemuasan-pemuasan interpersonal.

2. Magang

Metode belajat magang ini terjadi katrna perilau dan pengalaman-pengalaman yang
diperoleh di dalam situasi-situasi non politik memberikan keahlian-keahlian dan nilai-
nilai yang pada saatnya dipergunakan secara khusus di dalam konteks yang lebih
bersifat politik.

3. Generalisasi

Terjadi karena nilai-nilai social diperlakukan bagi bjek-objek politik yang lebih
spesifik dan dengan demikian membentuk sikap-sikap politik terentu.

Proses sosialisasi langsung terjadi melalui:

1) Imitasi

Merupakan mode sosiaisasi yang paling ekstensif dan banyak dialami anak sepanjang
perjalanan hidup mereka. Imitasi dapat dilakukan secara sadar dan secara tidak sadar.

2) Sosialisasi Politik Antisipatoris


Dilakukan untuk mengantisipasi peranan-peranan politik yang diinginkan atau akan
diemban oleh actor. Orang yang berharap suatu ketika menjalani pekerjaan-pekerjaan
professional atau posisi social yang tinggi biasanya sejak dini sudah mulai mengoper
nilai-nilai dan pola-pola perilaku yang berkaitan dengan peranan-peranan tersebut.

3) Pendidikan Politik

Inisiatif mengoper orientasi-orientasi politik dilakukan oleh “socialiers” daripada oleh


individu yang disosialisasi. Pendidikan politik dapat dilakukan di keluarga, sekolah,
lembaga-lembaga politik atau pemerintah dan berbagai kelompok dan organisasi yang
tidak terhitung jumlahnya. Pendidikan politik sangat penting bagi kelestarian suatu
system politik. Di satu pihak, warga Negara memerukan informasi minimaltentang
hak-hak dan kewajiban yang mereka mliki untuk dapat memasuki arena kehidupan
politik. Di lain pihak, warga Negara juga harus memperoleh pengetahuan mengenai
seberapa jauh hak-hak mereka telah dipenuhi oleh pemerintah dan jika hal ini terjadi,
stabilitas politik pemerintahan dapat terpelihara.

4) Pengalaman Politik

Kebanyakan dari apa yang oleh seseorang diketahui dan diyakini sebagai politik pada
kenyataannya berasal dari pengamatan-pengamatan dan pengalamn-pengalamannya
didalam proses politik.

3. SARANA SOSIALISASI POLITIK

1. Keluarga

Merupakan agen sosialisasi pertama yang dialami seseorang. Keluarga memiliki


pengaruh besar terhadap anggota-anggotanya. Pengaruh yang paling jelas adalah
dalam hal pembentukan sikap terhadap wewenang kekuasaan. Bagi anak, keputusan
bersama yang dibuat di keluarga bersifat otoritatif, dalam arti keengganan untuk
mematuhinya dapat mendatangkan hukuman. Pengalaman berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan perasaan kompetensi politik si
anak, memberikannya kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik dan
membuatnya lebih mungkin berpartisipasi secara aktif dalam sistem politik sesudah
dewasa.
2. Sekolah

Sekolah memainkan peran sebagai agen sosialisasi politik melalui kurikulum


pengajaran formal, beraneka ragam kegiatan ritual sekolah dan kegiatan-kegiatan
guru.
Sekolah melalui kurikulumnya memberikan pandangan-pandangan yang kongkrit
tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Ia juga dapat
memegang peran penting dalam pembentukan sikap terhadap aturan permainan politik
yang tak tertulis. Sekolah pun dapat mempertebal kesetiaan terhadap system politik
dan memberikan symbol-simbol umum untuk menunjukkan tanggapan yang ekspresif
terhadap system tersebut.
Peranan sekolah dalam mewariskan nilai-nilai politik tidak hanya terjadi melalui
kurikulum sekolah. Sosialisasi juga dilakukan sekolah melalui berbagai upacara yang
diselenggarakan di kelas maupun di luar kelas dan berbagai kegiatan ekstra yang
diselenggarakan oleh OSIS.

3. Kelompok Pertemanan (Pergaulan)

Kelompok pertemanan mulai mengambil penting dalam proses sosialisasi politik


selama masa remaja dan berlangsung terus sepanjang usia dewasa. Takott Parson
menyatakan kelompok pertemanan tumbuh menjadi agen sosialisasi politik yang
sangat penting pada masa anak-anak berada di sekolah menengah atas. Selama
periode ini, orang tua dan guru-guru sekolah sebagai figur otoritas pemberi transmitter
proses belajar sosial, kehilangan pengaruhnya. Sebaliknya peranan kelompok-
kelompok klik, gang-gang remaja dan kelompok-kelompok remaja yang lain menjadi
semakin penting. Pengaruh sosialisasi yang penting dari kelompok pertemanan
bersumber di dalam factor-faktor yang membuat peranan keluarga menjadi sangat
penting dalam sosialisasi politik yaitu:

a. Akses yang sangat ekstensif dari kelompok-kelompok pertemanan terhadap anggota


mereka.

b. Hubungan-hubungan pribadi yang secara emosional berkembang di dalamnya.


Kelompok pertemanan mempengaruhi pembentukan orientasi politik individu melalui
beberapa cara yaitu:
a. Kelompok pertemanan adalah sumber sangat penting dari informasi dan sikap-sikpa
tentang dunia social dan politik. Kelompok pertemanan berfungsi sebagai
“communication channels”.

b. Kelompok pertemanan merupakn agen sosialisasi politik sangat penting karena ia


melengkapi anggota-anggotanya dengan konsepsi politik yang lebih khusus tentang
dunia politik.

c. Mensosialisasi individu dengan memotivasi atau menekan mereka untuk


menyesuaikan diri dengan sikap-sikap dan perilaku yang diterima oleh kelompok. Di
satu pihak, kelompok pertemanan menekan individu untuk menerima orientasi-
orientasi dan perilaku tertentu dengna cara mengancam memberikan hukuman kepada
mereka yang melakukan penyimpangan terhadap norma-norma keluarga, seperti
melecehkan atau tidak menaruh perhatian kepad amereka yang menyimpang.

4. Pekerjaan

Organisasi-organisasi formal maupun non formal yang dibentuk berdasarkan


lingkungan pekerjaan, seperti serikat buruh, klub social dan yang sejenisnya
merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang jelas.

5. Media Massa

Media massa seperti surat kabar, radio, majalah, televise dan internet memegang
peran penting dalam menularkan sikap-sikap dan nilai-nilai modern kepada bangsa-
bangsa baru merdeka. Selain memberikan infoprmasi tentang informasi-informasi
politik, media massa juga menyampaika nilai-nili utama yang dianut oleh
masyarakatnya.

6. Kontak-kontak Politik Langsung

Tidak peduli betapa positifnya pandangan terhadap system poltik yang telah
ditanamkan oleh eluarga atau sekolah, tetapi bila seseorang diabaikan oleh partainya,
ditipu oleh polisi, kelaparan tanpa ditolong, mengalami etidakadilan, atau teraniaya
oleh militer, maka pandangan terhadap dunia politik sangat mungkin berubah.
4. PERANAN PARTAI POLITIK DALAM SOSIALISASI BUDAYA POLITIK

A. PENGERTIAN PARTAI POLITIK

Di bawah mi disampaikan beberapa definisi mengenai partai politik:

Carl J. Fredirch, mendefinisikan partai politik adalah:

“Sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan pengawasan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya dan
berdasarkan pengawasan mi memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang
bersifat ideal maupun material” (a political party is a group of human beings stability
organized with the objective of giving to members of the party, trough such control
ideal and material benefits and advantages.

Raymond Garfield Gettel memberi batasan bahwa:

“Partai politik terdiri dan sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir,
yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memakai kekuasaan
memilih bertujuan mengawasi pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum
mereka” (a political party of a group of citizens, more or less organized who act s
political unit and who, by the use of their voting power and to control the government
and carry out their general polingles.

Menurut George B Huszr dan Thomas H. Stevenson, partai politik adalah:

“Sekelompok orang-orang yang terorganisir untuk ikut serta


mengendalikan pemerintahan, agar dapat melaksanakan programnya dalam jabatan”
(a political party is a group at people organized to sucure control ‘f government
morder to puts program in to effect and it member in offce).”
Sigmund Neumann dalam karangannya “Modern Political Parties” bahwa definisi
partai adalah:

“Organisasi dan aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai


pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan satu
golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda” (a
political party terniiculate organization of society as active political agent those who
are conserned with the control of the governmental power and who compete for
popular support with another group holding divergent view).’2
Suatu batasajauh lebih sederhana dan batasan yang dikemukakan oleh Neumann,
dikemukakan oleh RH. Soltau. Dalam hal mi Soultau menyatakan:

“Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir,
yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan
melaksanakan kebijakan umum mereka” (a political party is a group of citizen more
or less organized, who act as a political unit and who, bay the use of their voting
power, aim to control the government and carry out their general politicies). 13

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggota mempunyai orientasi nilai-nilai dan citacita yang
sama.

Menurut George B Huszr dan Thomas H. Stevenson, partai politik adalah:

“Sekelompok orang-orang yang terorganisir untuk ikut serta


mengendalikan pemerintahan, agar dapat melaksanakan programnya dalam jabatan”
(a political party is a group at people organized to sucure control ‘f government
morder to puts program in to effect and it member in offce).”
Sigmund Neumann dalam karangannya “Modern Political Parties” bahwa definisi
partai adalah:

“Organisasi dan aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai


pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan satu
golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda” (a
political party terniiculate organization of society as active political agent those who
are conserned with the control of the governmental power and who compete for
popular support with another group holding divergent view).’2
Suatu batasajauh lebih sederhana dan batasan yang dikemukakan oleh Neumann,
dikemukakan oleh RH. Soltau. Dalam hal mi Soultau menyatakan:
“Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir,
yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan
melaksanakan kebijakan umum mereka” (a political party is a group of citizen more
or less organized, who act as a political unit and who, bay the use of their voting
power, aim to control the government and carry out their general politicies). 13

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggota mempunyai orientasi nilai-nilai dan citacita yang
sama.

B. MACAM – MACAM PARTAI POLITIK

Menurut Haryanto, parpol dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya secara
umum dapat dibagi mejadi dua kategori, yaitu:

1. Partai Massa,

dengan ciri utamanya adalah jumlah anggota atau pendukung yang banyak. Meskipun
demikian, parta jenis ini memiliki program walaupun program tersebut agak kabur
dan terlampau umum. Partai jenis ini cenderung menjadi lemah apabila golongan atau
kelompok yang tergabung dalam partai tersebut mempunyai keinginan untuk
melaksanakan kepentingan kelompoknya. Selanjutnya, jika kepentingan kelompok
tersebut tidak terakomodasi, kelompok ini akan mendirikan partai sendiri;

2. Partai Kader,

kebalikan dari partai massa, partai kader mengandalkan kader-kadernya untuk loyal.
Pendukung partai ini tidak sebanyak partai massa karena memang tidak
mementingkan jumlah, partai kader lebih mementingkan disiplin anggotanya dan
ketaatan dalam berorganisasi. Doktrin dan ideologi partai harus tetap terjamin
kemurniannya. Bagi anggota yang menyeleweng, akan dipecat keanggotaannya.
(Haryanto: dalam buku suntingan Toni Adrianus Pito, Efriza, dan Kemal Fasyah;
Mengenal Teori-Teori Politik. Cetakan I November 2005, Depok. Halaman 567-568)
Sedangkan tipologi berdasarkan tingkat komitmen partai terhadap ideologi dan
kepentingan, menurut Ichlasul Amal terdapat lima jenis partai politik, yakni:

1. Partai Proto,

adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat perkembangan seperti
dewasa ini. Ciri yang paling menonjol partai ini adalah pembedaan antara kelompok
anggota atau “ins” dengan non-anggota “outs”. Selebihnya partai ini belum
menunjukkan ciri sebagai partai politik dalam pengertian modern. Karena itu
sesungguhnya partai ini adalah faksi yang dibentuk berdasarkan pengelompokkan
ideologi masyarakat;

2. Partai Kader,

merupakan perkembangan lebih lanjut dari partai proto. Keanggotaan partai ini
terutama berasal dari golongan kelas menengah ke atas. Akibatnya, ideologi yang
dianut partai ini adalah konservatisme ekstrim atau maksimal reformis moderat;
3. Partai Massa, muncul saat terjadi perluasan hak pilih rakyat sehingga dianggap
sebagai respon politis dan organisasional bagi perluasan hak-hak pilih serta
pendorong bagi perluasan lebih lanjut hak-hak pilih tersebut. Partai massa berorientasi
pada pendukungnya yang luas, misalnya buruh, petani, dan kelompok agama, dan
memiliki ideologi cukup jelas untuk memobilisasi massa serta mengembangkan
organisasi yang cukup rapi untuk mencapai tujuan-tujuan ideologisnya;

4. Partai Diktatorial,

sebenarnya merupakan sub tipe dari parti massa, tetapi meliki ideologi yang lebih
kaku dan radikal. Pemimpin tertinggi partai melakukan kontrol yang sangat ketat
terhadap pengurus bawahan maupun anggota partai. Rekrutmen anggota partai
dilakukan secara lebih selektif daripada partai massa;

5. Partai Catch-all,

merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa. Istilah Catch-all pertama kali
di kemukakan oleh Otto Kirchheimer untuk memberikan tipologi pada kecenderungan
perubahan karakteristik. Catch-all dapat diartikan sebagai “menampung kelompok-
kelompok sosial sebanyak mungkin untuk dijadikan anggotanya”. Tujuan utama
partai ini adalah memenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program-program
dan keuntungan bagi anggotanya sebagai pengganti ideologi yang kaku
(Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir Partai Politik Edisi Revisi. Penerbit Tiara
Wacana, Yogyakarta, 1996)
Menurut Peter Schroder, tipologi berdasarkan struktur organisasinya terbagi menjadi
tiga macam yaitu;

1. Partai Para Pemuka Masyarakat, berupa gabungan yang tidak terlalu ketat, yang
pada umumnya tidak dipimpin secara sentral ataupun profesional, dan yang pada
kesempatan tertentu sebelum pemilihan anggota parlemen mendukung kandidat-
kandidat tertentu untuk memperoleh suatu mandat;

2. Partai Massa, sebagai jawaban terhadap tuntutan sosial dalam masyarakat


industrial, maka dibentuklah partai-partai yang besar dengan banyak anggota dengan
tujuan utama mengumpulkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat membuat
terobosan dan mempengaruhi pemerintah dan masyarakat, serta “mempertanyakan
kekuasaan”;

3. Partai Kader, partai ini muncul sebagai partai jenis baru dengan berdasar pada
Lenin. Mereka dapat dikenali berdasarkan organisasinya yang ketat, juga karena
mereka termasuk kader/kelompok orang terlatih yang personilnya terbatas. Mereka
berpegangan pada satu ideologi tertentu, dan terus menerus melakukan pembaharuan
melalui sebuah pembersihan yang berkseninambungan.

C. SISTEM KEPARTAIAN

Sistem kepartaian adalah “pola kompetisi terus-menerus dan bersifat stabil, yang
selalu tampak di setiap proses pemilu tiap negara.” Sistem kepartaian bergantung pada
jenis sistem politik yang ada di dalam suatu negara. Selain itu, ia juga bergantung
pada kemajemukan suku, agama, ekonomi, dan aliran politik yang ada. Semakin besar
derajat perbedaan kepentingan yang ada di negara tersebut, semakin besar pula jumlah
partai politik. Selain itu, sistem-sistem politik yang telah disebutkan, turut
mempengaruhi sistem kepartaian yang ada.
Sistem kepartaian belumlah menjadi seni politik yang mapan. Artinya, tata cara
melakukan klasifikasi sistem kepartaian belum disepakati oleh para peneliti ilmu
politik. Namun, yang paling mudah dan paling banyak dilakukan peneliti adalah
menurut jumlah partai yang berkompetisi dalam sistem politik.

Sistem partai di Negara manapun dalam suatu jangka waktu tertentu memiliki
persamaan – persamaan dan perbedaan – perbedaan sistem yaitu;

1. sistem partai pluralistis


2. sistem partai dominant

D. SYARAT – SYARAT PENDIRIAN PARTAI POLITIK

1. Partai politik harus didirikan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang

warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun.

2. Dalam pendirian dan pembentukan partai politik harus menyertakan

30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan.

3. Pendirian Partai Politik harus disertai dengan akta notaris. Dalam akta

notaris tersebut harus memuat Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran

Rumah Tangga (ART) serta kepengurusan partai politik tingkat pusat.

4. Anggaran Dasar (AD) partai politik memuat paling sedikit:

a. asas dan ciri partai politik;

b. visi dan misi partai politik

c. nama, lambang, dan tanda gambar partai politik;

d. tujuan dan fungsi partai politik;

e. organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;


f. kepengurusan partai politik;

g. peraturan dan keputusan partai politik;

h. pendidikan politik; dan

i. keuangan partai politik

4. Kepengurusan partai politik tingkat pusat disusun dengan

menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)

keterwakilan perempuan.

5. Kepengurusan partai politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota

disusun dengan memperhatikan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh

persen) keterwakilan perempuan yang diatur dalam AD dan ART partai

politik masing-masing.

E. TUJUAN PARTAI POLITIK

Tujuan umum Partai Politik adalah :

a. Mewujudkan cita-cita nasional Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;

b. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung


tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Tujuan khusus Partai Politik adalah memperjuangkan cita-cita para anggotanya


dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

F. FUNGSI PARTAI POLITIK

Adapun fungsi partai politik, menurut Sigmund Neumann (1981), ada 4 (empat)
yaitu :
1. fungsi agregasi.

Partai menggabungkan dan mengarahkan kehendak umum masyarakat yang kacau.


Sering kali masyarakat merasakan dampak negatif suatu kebijakan pemerintah,
misalnya kenaikan BBM di Indonesia 1 Oktober 2005 lalu yang demikian tinggi.
Namun ketidakpuasan mereka kadang diungkapkan dengan berbagai ekspresi yang
tidak jelas dan bersifat sporadis. Maka partai mengagregasikan berbagai reaksi dan
pendapat masyarakat itu menjadi suatu kehendak umum yang terfokus dan
terumuskan dengan baik.

2. fungsi edukasi.

Partai mendidik masyarakat agar memahami politik dan mempunyai kesadaran politik
berdasarkan ideologi partai. Tujuannya adalah mengikutsertakan masyarakat dalam
politik sedemikian sehingga partai mendapat dukungan masyarakat. Cara yang
ditempuh misalnya dengan memberi penerangan atau agitasi menyangkut kebijakan
negara serta menjelaskan arah mana yang diinginkan partai agar masyarakat turut
terlibat perjuangan politik partai.

3. fungsi artikulasi.

Partai merumuskan dan menyuarakan (mengartikulasikan) berbagai kepentingan


masyarakat menjadi suatu usulan kebijakan yang disampaikan kepada pemerintah
agar dijadikan suatu kebijakan umum (public policy). Fungsi ini sangat dipengaruhi
oleh jumlah kader suatu partai, karena fungsi ini mengharuskan partai terjun ke
masyarakat dalam segala tingkatan dan lapisan. Bila fungsi ini dilakukan ditambah
dengan fungsi edukasi, ia akan menjadi komunikasi dan sosialisasi politik yang sangat
efektif dari partai yang selanjutnya akan menjadi lem perekat antara partai dan massa.

4. fungsi rekrutmen.

Ini berarti partai melakukan upaya rekrutmen, baik rekrutmen politik dalam arti
mendudukan kader partai ke dalam parlemen yang menjalankan peran legislasi dan
koreksi maupun ke dalam lembaga-lembaga pemerintahan, maupun rekrutmen partai
dalam arti menarik individu masyarakat untuk menjadi kader baru ke dalam partai.
Rekrutmen politik dilakukan dengan jalan mengikuti pemilihan umum dalam segala
tahapannya hingga proses pembentukan kekuasaan. Karenanya, fungsi ini sering
disebut juga fungsi representasi.
Sedangkan menurut Roy Macridis, fungsi-fungsi partai sebagai berikut: (a)
Representatif (perwakilan), (b) Konvensi dan Agregasi, (c) Integrasi (partisipasi,
sosialisasi, mobilisasi), (d) Persuasi, (e) Represi, (f) Rekrutmen, (g) Pemilihan
pemimpin, (h) Pertimbangan-pertimbangan, (i) Perumusan kebijakan, serta (j) Kontrol
terhadap pemerintah. (Macridis : dalam buku karya Ichlasul Amal, Teori-teori
Mutakhir Partai Politik. Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1988).

G. HAK PARTAI POLITIK

1. Perlakuan sama adil, sederajat dari negara


2. Mengatur RTO secara mandiri
3. Ikut pemilu
4. Mencalonkan pres & wapres dll.

H. KEWAJIBAN PARTAI POLITIK

1. Mengamalkan Pancasila dan UUD 1945


2. Menjaga keutuhan NKRI
3. Menjunjung tinggi hukum, demokrasi, HAM
4. Menyukseskan PEMILU dan Pembangunan dll.

B. PERAN SERTA BUDAYA POLITIK PARTISIPAN

Partisipasi secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini
mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan
warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau
kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi
maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah
keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan
keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta
dalam pelaksanaan keputusan.

Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran
deliberative democracy atau demokrasi musawarah. Pemikiran demokrasi
musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya tingkat apatisme politik di
Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat pemilih (hanya berkisar 50 – 60 %).
Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam proses
politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang dengan
konsep deliberative democracy.

Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi (politik) lebih sering mengacu pada
dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat
oleh para pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin “Saya
mengharapkan partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi
penggunaan listrik di rumah masihng-masing”. Sebaliknya jarang kita mendengar
ungkapan yang menempatkan warga sebagai aktor utama pembuatan keputusan.

Dengan meilhat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau
pemerintahan bisa dilihat dalam spektrum:

• Rezim otoriter – warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan


keputusan politik
• Rezim patrimonial – warga diberitahu tentang keputusan politik yang telah
dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa mempengaruhinya.
• Rezim partisipatif – warga bisa mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh
para pemimpinnya.
• Rezim demokratis – warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan
politik.

1. PENYEBAB TIMBULNYA GERAKAN KEARAH PARTISIPASI POLITIK

Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah


partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai berikut :

a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin


banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak


berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan
perubahan dalam pola partisipasi politik.
c. Pengaruh kaum intelektual dan kemunikasi masa modern. Ide demokratisasi
partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan
modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

d. Konflik antar kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elite, maka
yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan
kaum aristokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih
rakyat.

e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan


kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang
timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta
dalam pembuatan keputusan politik.

2. JENIS – JENIS PARTISIPASI POLITIK

Partisipasi politik sangat terkait erat dengan seberapa jauh demokrasi diterapkan
dalam pemerintahan. Negara yang telah stabil demokrasinya, maka biasanya tingkat
partisipasi politik warganya sangat stabil, tidak fluktuatif. Negara yang otoriter kerap
memakai kekerasan untuk memberangus setiap prakarsa dan partisipasi warganya.
Karenanya, alih-alih bentuk dan kuantitas partisipasi meningkat, yang terjadi warga
tak punya keleluasaan untuk otonom dari jari-jemari kekuasaan dan tak ada partisipasi
sama sekali dalam pemerintahan yang otoriter. Negara yang sedang meniti proses
transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi galib disibukkan dengan frekuensi
partisipasi yang meningkat tajam, dengan jenis dan bentuk partisipasi yang sangat
banyak, mulai dari yang bersifat “konstitusional” hingga yang bersifat merusak sarana
umum.
Karena begitu luasnya cakupan tindakan warga negara biasa dalam menyuarakan
aspirasinya, maka tak heran bila bentuk-bentuk partisipasi politik ini sangat beragam.
Secara sederhana, jenis partisipasi politik terbagi menjadi dua: Pertama, partisipasi
secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik
secara pasti oleh semua warga. Kedua, partisipasi secara non-konvensional. Artinya,
prosedur dan waktu partisipasi ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat yang
melakukan partisipasi itu sendiri (PPIM, 2001).
Jenis partisipasi yang pertama, terutama pemilu dan kampanye. Keikutsertaan dan
ketidakikutsertaan dalam pemilu menunjukkan sejauhmana tingkat partisipasi
konvensional warganegara. Seseorang yang ikut mencoblos dalam pemilu, secara
sederhana, menunjukkan komitmen partisipasi warga. Tapi orang yang tidak
menggunakan hak memilihnya dalam pemilu bukan berarti ia tak punya kepedulian
terhadap masalah-masalah publik. Bisa jadi ia ingin mengatakan penolakan atau
ketidakpuasannya terhadap kinerja elite politik di pemerintahan maupun partai dengan
cara golput.
Partisipasi politik yang kedua biasanya terkait dengan aspirasi politik seseorang yang
merasa diabaikan oleh institusi demokrasi, dan karenanya, menyalurkannya melalui
protes sosial atau demonstrasi. Wujud dari protes sosial ini juga beragam, seperti
memboikot, mogok, petisi, dialog, turun ke jalan, bahkan sampai merusak fasilitas
umum.

1. Partisipasi Politik di Negara Demokrasi

Di negara demokrasi, partisipasi dapat ditunjukan di pelbagai kegiatan. Biasanya


dibagi – bagi jenis kegiatan berdasarkan intensitas melakukan kegiatan tersebut. Ada
kegiatan yang yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan
prakarsa sendiri besar sekali jumlahnya dibandingkan dengan jumlah orang yang
secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai
aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi pimpinan partai atau kelompok
kepentingan.
Di Negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat
yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Prilaku warga
Negara yang dapat dihitung itensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang
yang menggunakan hak pilihnya ( voter turnout ) disbanding dengan warga Negara
yang berhak memilih seluruhnya.
Di Amerika Serikat umumnya voter turnout lebih rendah dari Negara – Negara eropa
barat. Orang Amerika tidak terlalu bergairah untuk member suara dalam pemilihan
umum. Akan tetapi mereka lebih aktif mencari pemecahan berbagai masalah
masyarakat serta lingkungan melalui kegiatan lain, dan menggabungkan diri dengan
organisasi organisasi seperti organisasi politik, bisnis, profesi dan sebagainya.

2. Partisipasi Politik di Negara Otoriter


Di Negara otoriter seperti komunis, partisipasi masa diakui kewajarannya, karena
secara formal kekuasaan ada di tangan rakyat. Tetapi tujuan yang utama dari
partisipasi massa dalam masa pendek adalah untuk merombak masyarakat yang
terbelakang menjadi masyarakat modern dan produktif. Hal ini memerlukan
pengarahan yang ketat dari monopoli partai politik.
Terutama, persentase yang tinggi dalam pemilihan umum dinilai dapat memperkuat
keabsahan sebuah rezim di mata dunia. Karena itu, rezim otoriter selalu
mengusahakan agar persentase pemilih mencapai angka tinggi. Akan tetapi perlu
diingat bahwa umumnya system pemilihan di Negara otoriter berbeda dengan system
pemilihan di Negara Demokrasi, terutama karena hanya ada satu calon untuk setiap
kursi yang diperebutkan, dan para calon tersebut harus melampaui suatu proses
penyaringan yang ditentukan dan diselenggarakan oleh partai komunis.
Di luar pemilihan umum, partisipasi politik juga dapat di bina melalui organisasi –
organisasi yang mencakup golongan pemuda, golongan buruh, serta organisasi –
organisasi kebudayaan. Melalui pembinaan yang ketat potensi masayarakat dapat
dimanfaatkan secara terkontrol. Partisipasi yang bersifat community action terutama
di Uni soviet dan China sangat intensif dan luas. Melebihi kegiatan Negara demokrasi
di Barat. Tetapi ada unsur mobilisasi partisipasi di dalamnya karena bentuk dan
intensitas partisipasi ditentukan oleh partai.
Di Negara – Negara otoriter yang sudah mapan seperti China menghadapi dilema
bagaimana memperluas partisipasi tanpa kehilangan kontrol yang dianggap mutlak
diperlukan untuk tercapainya masyarakat yang diharapkan. Jika kontrol ini
dikendorkan untuk meningkatkan partisipasi, maka ada bahaya yang nantinya akan
menimbulkan konflik yang akan mengganggu stabilitas. Seperti yang dilakuakn oleh
China di tahun 1956/1957. Pada saat itu dicetuskannya gerakan “Kampanye Seratus
Bunga” yaitu dimana masyarakat diperbolehkan untuk menyampaikan kritik. Namun
pengendoran kontrol ini tidak berlangsung lama, karena ternyata tajamnya kritik yang
disuarakan dianggap mengganggu stabilitas nasional. Sesuda terjadi tragedy
Tiananmen Square pada tahun 1989, ketika itu ratusan mahasiswa kehilangan
nyawanya dalam bentrokan dengan aparat, dan akhirnya pemerintah memperketat
kontrol kembali.

3. Partisipasi Politik di Negara Berkembang


Negara berkembang adalah negara – Negara baru yang ingin cepat mengadakan
pembangunan untuk mengejar ketertinggalannya dari Negara maju. Hal ini dilakukan
karena menurut mereka berhasil atau tidaknya pembangunan itu tergantung dari
partisipasi rakyat. Peran sertanya masyarakat dapat menolong penanganan masalah –
masalah yang timbul dari perbedaan etnis, budaya, status sosial, ekonomi, agama dan
sebagainya. Pembentukan identitas nasional dan loyalitas diharapkan dapat
menunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik.
Di beberapa Negara berkembang partisipasi bersifat otonom, artinya lahir dari diri
mereka sendiri, masih terbatas. Oleh karena itu jika hal ini terjadi di Negara- Negara
maju sering kali dianggap sebagai tanda adanya kepuasan terhadap pengelolaan
kehidupan politik. Tetapi jika hal itu terjadi di Negara berkembang, tidak selalu
demikian halnya. Di beberapa Negara yang rakyatnya apatis, pemerintah menghadapi
menghadapi masalah bagaimana caranya meningkatkan partisipasi itu, sebab jika
tidak partisipasi akan menghadapi jalan buntu, dapat menyebabkan dua hal yaitu
menimbulkan anomi atau justru menimbulkan revolusi.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi


Partisipasi Politik Masyarakat

1. Faktor Sosial Ekonomi


Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah
keluarga.

2. Faktor Politik

Arnstein S.R (1969) peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk
menentukan suatu produk akhir. Faktor politik meliputi :

a. Komunikasi Politik.

Komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik


baik secara aktual
maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik.
(Nimmo, 1993:8). Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi
antara dua pihak yang menerapkan etika (Surbakti, 1992:119)
.
b. Kesadaran Politik.

Kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap


lingkungan
masyarakat dan politik (Eko, 2000:14). Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai
tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan
atau pembangunan (Budiarjo, 1985:22).

c. Pengetahuan Masyarakat terhadap

Proses Pengambilan Keputusan. Pengetahuan masyarakat terhadap proses


pengambilan keputusan akan menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan
diambil (RamlanSurbakti 1992:196).

d. Kontrol Masyarakat terhadap Kebijakan Publik.

Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai


kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek kebijakan
tertentu (Arnstein, 1969:215). Kontrol untuk mencegah dan mengeliminir
penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan politik (Setiono,2002:65).
Arnstein1969:215), kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of
directing. Juga mengemukakan ekspresi politik,
memberikan aspirasi atau masukan (ide, gagasan) tanpa intimidasi yang merupakan
problem dan harapan rakyat (Widodo, 2000:192), untuk meningkatkan kesadaran
kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan pemetaan terhadap
persoalan aktual dan merumuskan
agenda tuntutan mengenai pembangunan (Cristina, 2001:71).

3. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan Faktor fisik individu sebagai sumber

kehidupan termasuk fasilitas serta ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan


adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi dan makhluk hidup,
yang berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok
beserta lembaga dan pranatanya (K. Manullang dan Gitting,1993:13).
4. Faktor Nilai Budaya

Gabriel Almond dan Sidney Verba (1999:25), Nilai budaya politik atau civic culture
merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika
politik maupun teknik (Soemitro 1999:27) atau peradapan masyarakat (Verba,
Sholozman, Bradi, 1995). Faktor
nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan politik.

3. BUDAYA POLITIK PARTISIPAN

adalah salah satu jenis budaya politik bangsa. Budaya politik partisipan dicirikan
dengan adanya orientasi yang tinggi terhadap semua objek politik, baik objek umum,
input, output serta pribadinya sendiri selaku warga negara.
Pelaksanaan budaya politik partisipan juga dapat diterapkan oleh seorang pelajar
dilingkungan sekolahnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.co.id/search?hl=id&q=hak+partai+politik&btnG=Telusuri&meta=

http://hukumham.info/images/O_ddi/pdf_syarat-syarat%20pendirian%20parpol.pdf

http://www.slideshare.net/supriono/partai-politik

http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/partai/uu_partai_babIII.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Partisipasi_politik

http://mediakita-kita.blogspot.com/2009/01/perilaku-dan-partisipasi-politik-di.html

http://www.google.co.id/search?q=budaya+politik+partisipan&hl=id&start=10&sa=N

http://fikifirmansyah.blogspot.com/tugasku/

http://www.google.co.id/search?hl=id&q=kata+pengantar&btnG=Telusuri&meta=

You might also like