Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Oleh:
CHANDRA DARUSMAN S
NIM : 0431110015
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2010
2
ABSTRAK
CHANDRA DARUSMAN S, PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK GUNA
2010 USAHA KEPADA PT. BUMI FLORA DI
KECAMATAN BANDA ALAM KABUPATEN
ACEH TIMUR
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
(iv, 53), pp.,tabl.,bibl.,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kehidupan yang adil dan makmur dalam berbagai aspek kehidupan warga negara.
Untuk mencapai tujuan tersebut negara diberi kekuasaan (authority) yang dapat
termasuk bagaimana negara menguasai aset sumber daya alam yang ada. Dalam
hal ini termasuk pula tanah dan apa saja yang terkandung didalamnya.
dan negara. Selain sebagai tempat pemukiman, tanah juga merupakan sumber
yang sangat tinggi, tidak hanya bernilai ekonomis, tetapi juga menyangkut
masalah nilai-nilai sosial dan politik. Sehingga, bagi bangsa Indonesia tanah
mempunyai hubungan abadi dan bersifat magis religius, yang harus dijaga,
dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sebagai amanah Pasal 33 ayat (3) Undang-
1
Budiyanto, Dasar-dasar Ilmu Tata Negara, Erlangga, Jakarta, 2000, hal. 2
4
undang tersebut telah jelas diatur mengenai tanah dan hak-hak atas tanah, salah
satunya mengenai Hak Guna Usaha sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Peraturan Pemerintah ini mengatur subjek,
tanah yang dapat diberikan dengan status Hak Guna Usaha, terjadinya Hak Guna
Usaha, jangka waktu, kewajiban pemegang hak, pendaftaran dan juga peralihan
Pemberian Hak Guna Usaha atas tanah hanya dapat diberikan atas tanah
yang dikuasai oleh negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
yang berbunyi : ”Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam
proses tata cara perolehan Hak Guna Usaha diatur dalam Peraturan Menteri
Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
Usaha harus melampirkan izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan
tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah serta bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan
2
B.F. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah Indonesia, PT.
Tokok Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2005, hal. 79
5
kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik
Pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang dilakukan selama ini di Aceh
satunya adalah pemberian Hak Guna Usaha yang diberikan kepada PT. Bumi
Flora atas tanah masyarakat di Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur.
PT. Bumi Flora adalah sebuah perusahaan yang berdiri pada tahun 1987.
beberapa desa di kawasan Aceh Timur dengan menggunakan Hak Guna Usaha
dengan dasar hukum Sertifikat HGU No.98 yang dikeluarkan dan diterbitkan
1994 dengan luas lahan 3.875,42 Ha untuk selama 30 tahun dan lokasi terletak di
Desa Jambo Reuhat, Desa Alue Lhok dan Desa Simpang Damar, Kecamatan
PT. Bumi Flora meyakini bahwa tanah mereka tersebar di beberapa desa
Desa Jambo Reuhat dan Desa Seunuebok Bayu. Dusun-dusun yang dulunya
merupakan bagian dari desa Jambo Reuhat yang sekarang telah menjadi bagian
areal perluasan PT. Bumi Flora dapat dilihat dalam table berikut ini :
3
Laporan Hukum Konflik Pertanahan antara Petani Korban dengan PT. Bumi Flora,
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Banda Aceh, 21 Januari 2008.
6
TABEL 1
DAFTAR TANAH YANG MENJADI OBJEK HAK GUNA USAHA
ATAS NAMA PT. BUMI FLORA DI KECAMATAN BANDA ALAM
KABUPATEN ACEH TIMUR
Jumlah 2 18 16 7 703.938
Sumber diolah dari : Laporan Hukum Konflik Pertanahan antara Petani Korban dengan
PT. Bumi Flora, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,
Banda Aceh.
PT. Bumi Flora dalam proses mendapatkan Hak Guna Usaha atas tanah
sebagaimana yang termuat dalam tabel I di atas, tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, PT. Bumi Flora melakukan
7
pembukaan lahan dengan cara menguasai dan mengelola lahan masyarakat tanpa
melalui proses musyawarah dengan pemilik lahan serta ganti rugi yang diberikan
2. Penyimpangan apa sajakah yang terjadi dalam pemberian Hak Guna Usaha
3. Bagaimanakah akibat hukum yang timbul dari pemberian Hak Guna Usaha
mekanisme pemberian hak atas tanah khususnya tentang Hak Guna Usaha,
termasuk prosedur yang dilakukan oleh PT. Bumi Flora untuk memperoleh Hak
Guna Usaha atas areal tanah di Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur
serta proses penyelesaian sengketa pertanahan yang terjadi, dan hal ini
C. Metode Penelitian
perundang-undangan.
b. Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
c. Tanah negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan tidak
Alam Kabupaten Aceh Timur. Dipilihnya Kabupaten Aceh Timur sebagai lokasi
penelitian, karena daerah tersebut merupakan lokasi dari objek sengketa yang
sedang terjadi antara masyarakat dan PT. Bumi Flora. sehingga diperlukan
penelitian.
9
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pihak PT. Bumi Flora serta
oleh PT. Bumi Flora serta pihak-pihak lain yang mempunyai keterlibatan
sampling, yaitu populasi dibagi dalam kelompok dan untuk setiap kelompok
Respondennya adalah:
Informannya adalah :
menelaah buku-buku teks, jurnal, surat kabar, majalah hukum atau pada situs-situs
dasar hukumnya.
praktek dan memaparkan hasil penelitian lapangan disertai dengan uraian dasar
hukum yang berlaku dan mengaitkannya dengan data kepustakaan, lalu diambil
D. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini dibagi dalam empat bab, dimana dalam sistem
ditujukan agar mengarah kepada hal-hal yang bersifat lebih khusus, dan
pembahasan skripsi ini tidak terlalu meluas agar tidak terjadi pembahasan yang
latar belakang dari permasalahan, ruang lingkup dan tujuan penelitian, metode
alasan penulis memilih judul ini sebagai judul dari skripsi penulis.
Bab Kedua, dalam bab ini penulis menjelaskan tentang tinjauan umum
bab kedua membahas pengertian Hak Guna Usaha, subjek Hak Guna Usaha, objek
Hak Guna Usaha, jangka waktu dan hapusnya Hak Guna Usaha. Selain itu, dalam
bab ini penulis juga menjelaskan mengenai kewenangan pemberian Hak Guna
Usaha atas tanah, termasuk mengenai syarat-syarat permohonan Hak Guna Usaha
12
serta tata cara pemberian Hak Guna Usaha sebagaimana diatur dalam peraturan
yang berlaku.
Bab Ketiga, pembahasan dalam bab ketiga ini merupakan kelanjutan dari
bab sebelumnya, dalam bab ini lebih ditekankan kepada pelaksanaan pemberian
Hak Guna Usaha kepada PT. Bumi Flora. Selanjutnya membahas mengenai
penyimpangan yang terjadi dalam proses pemberian Hak Guna Usaha kepada PT.
Bumi Flora. Pada bagian akhir bab ini membahas tentang akibat hukum dari
Bab Keempat, pada bab ini berisi kesimpulan yang penulis peroleh dari
BAB II
Pokok-Pokok Agraria Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha
adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam
jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian,
negara ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 (L.N. 1953,
No. 14, T.L.N. No. 362). Dalam Peraturan Permerintah tersebut tanah negara
dimaknai sebagai tanah yang dikuasai penuh oleh negara. Substansi dari
pengertian tanah negara ini adalah tanah-tanah memang bebas dari hak-hak yang
melekat diatas tanah tersebut, apakah hak barat maupun hak adat (vrij
ditegaskan bukan dikuasai penuh akan tetapi merupakan tanah yang dikuasai
tanah. negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat yang bertindak selaku badan
4
Hal ini telah dijelaskan dalam Penjelasan Umum II (2) UUPA yang secara jelas
meyatakan prinsip untuk mencapai apa yang ditentukan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang
Dasar tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa bangsa Indonesia ataupun Negara
bertindak sebagai pemilik tanah.
14
pemeliharaannya;
b. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas ( bagian dari )
dan perbuatan hukum yang mengenai buni, air dan ruang angkasa.”
disebutkan bahwa pengertian tanah negara adalah tanah yang tidak dilekati
dengan sesuatu hak atas tanah. Atas pemahaman konsep dan peraturan perundang-
undangan tentang pengertian tanah negara dapat ditarik kesimpulan dalam tataran
yuridis bahwa terdapat dua kategori tanah negara dilihat dari asal usulnya:
1. tanah negara yang berasal dari tanah yang benar-benar belum pernah ada hak
atas tanah yang melekatinya atau disebut sebagai tanah negara bebas;
2. tanah negara yang berasal dari tanah-tanah yang sebelumnya ada haknya,
karena sesuatu hal atau adanya perbuatan hukum tertentu menjadi tanah
negara. Tanah bekas hak barat, tanah dengan hak atas tanah tertentu yang
telah berakhir jangka waktunya, tanah yang dicabut haknya, tanah yang
yang diberikan oleh negara kepada subjek hukum tertentu dengan syarat yang
5
BF Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, PT.
Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta, hal. 79
15
tertentu pula untuk mengelola dan mengusahakan tanah negara dengan orientasi
Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum, dalam catatan Satjipto
Rahardjo7, mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau
subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas
barang yang menjadi sasaran dari pada hak.
b. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban.
Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.
c. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan
(commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan, yang
disebut sebagai isi dari pada hak
d. Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang disebut sebagai
objek dari hak,
e. Setiap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu
yang menjadi alasan melekatnya hak itu kepada pemiliknya.
Suatu hak hanya dimungkinkan diperoleh apabila orang atau badan yang
akan memiliki hak tersebut cakap secara hukum untuk menghaki objek yang
menjadi haknya. Pengertian yang termasuk pada hak meliputi, hak dalam arti
imunitas.
Adapun subjek yang dapat memegang Hak Guna Usaha telah diatur dalam
pasal 30 UUPA yang menjelaskan subjek hukum yang dapat menjadi pemegang
6
www.property.net, diakses pada tanggal 20 November 2008.
7
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 55
16
melakukan kewajiban dan mendapatkan haknya. Dengan kata lain, warga negara
membuat surat wasiat, dan lain sebagainya termasuk mengadakan suatu perbuatan
menjadi subjek hukum apabila perorangan tersebut mampu mendukung hak dan
orang yang dibawah perwalian dan orang yang dicabut hak-hak keperdataanya
harus dipenuhi agar seseorang warga negara dapat digolongkan sebagai subjek
hukum, 9 yaitu :
2) tidak berada dibawah pengampuan (curatele), dalam hal ini seseorang yang
dalam keadaan gila, mabuk, mempunyai sifat boros, dan mereka yang belum
dewasa.
8
Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, Badan Penerbit Iblam, Jakarta, 2005, hal. 24
9
CTS Cansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 2002, hal. 118
17
Badan hukum juga disebut sebagai pendukung hak dan kewajiban yang
badan hukum itu hanya dapat bergerak bila ia dibantu oleh subjek hukum orang.
Artinya, ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum tanpa didukung oleh pihak-
pihak lain. Selain itu, badan hukum tidak dapat dikenakan hukuman penjara
Untuk dapat menjadi subjek Hak Guna Usaha, badan hukum harus
2. berkedudukan di indonesia.
subjek hak guna usaha. Apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana di atas,
dalam jangka waktu satu tahun Hak Guna Usaha tersebut wajib dilepaskan atau
dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila tidak dialihkan, Hak
Guna Usaha tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.
10
Ibid, hal. 118
18
Objek tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah
negara. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, tanah negara adalah tanah
yang dikuasai langsung oleh negara dan belum atau tidak terdapat hak-hak lain di
Jika tanah yang diberikan Hak Guna Usaha tersebut merupakan tanah
negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha baru
Demikian juga bila di atas tanah tersebut terdapat hak-hak lain, maka pemberian
Hak Guna Usaha baru dapat dilakukan apabila pelepasan hak yang sebelumnya
telah selesai. Hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
atas tanah yang akan diberikan Hak Guna Usaha tersebut terdapat bangunan
dan/atau tanaman milik pihak lain yang keberadaannya sah secara hukum, maka
pemegang Hak Guna Usaha dibebankan untuk memberikan ganti kerugian kepada
Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di atasnya menyebutkan bahwa ganti rugi
yang layak itu disandarkan pada nilai nyata/sebenarnya dari tanah atau benda yang
19
bersangkutan. Ganti kerugian ini ditetapkan oleh Pemerintah atas usul Panitia
Dalam penetapan besarnya ganti rugi terdapat beberapa hal yang harus
dalam proses penetapan ganti kerugian, yaitu peran aktif masyarakat sebagai
pemegang hak atas tanah sebelum hak atas tanah tersebut dialihkan kepada pihak
tercapainya kesepakatan secara sukarela dan bebas dari tekanan pihak manapun
dan dalam berbagai bentuknya juga sangat diperlukan. 12 Hal ini dikarenakan
11
Maria Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Penerbit
Buku Kompas, Jakarta, 2008, ha.251.
12
Hal ini sebagaimana telah diatur secara jelas dalam Pasal 9 Keppres Nomor 55/1993
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
20
c) keterwakilan parapihak
e) jaminan bahwa tidak adanya tipuan, pemaksaan, atau kekerasan dalam proses
musyawarah.13
atas, namun apabila keputusan yang dihasilkan dilandasi adanya tekanan, maka
tidaklah dapat dikatakan telah dicapai kesepakatan karena tekanan itu merupakan
wujud dari pemaksaan kehendak dari satu pihak untuk menekan pihak lain agar
mengikuti kehendaknya. Dengan kata lain, kesepakatan itu terjadi dalam keadaan
tersebut.
parapemegang hak atas tanah tersebut sebelum dialihkan kepada pemegang hak
atas tanah yang baru dapat melakukan beberapa upaya penyelesaian sengketa,baik
13
Op.cit, hal. 272
21
Dalam rangka pemberian Hak Guna Usaha, tidak semua tanah dapat
menajdi objek Hak Guna Usaha. Adapun tanah-tanah yang dikecualikan sebagai
Dalam konteks luas tanah yang dapat diberikan status Hak Guna Usaha,
Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 menyebutkan bahwa
luas minimum tanah yang dapat diberikan status Hak Guna Usaha adalah lima
hektar. Sedangkan luas maksimum dari tanah yang dapat diberikan kepada
perorangan adalah dua puluhlima hektar. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal
5 ayat (3). Untuk luas tanah yang akan diberikan kepada badan hukum ditetapkan
di bidang usaha yang bersangkutan dengan mengingat luas tanah yang diperlukan
untuk melaksanakan usaha yang paling berdaya guna di bidang usaha yang
14
Sudharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Edisi Ketiga, Sinar Grafika,
Jakarta, 2001, hal. 24
15
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 112
22
(1) Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.
(2) untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat
diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.
(3) atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya
jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat
diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.
diketahui bahwa Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu antara 25 tahun
tersebut, Hak Guna Usaha tersebut dapat diperpanjang untuk masa 25 tahun
berikutnya.
dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Pasal
8 menyatakan bahwa:
sifat dan tujuan pemberian haknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam
pemegang hak
hapus demi hukum. Hapusnya Hak Guna Usaha ini bukan berarti tidak dapat
diperbaharui. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan
Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha
yang telah berkahir jangka waktunya atau hapus dapat diperpanjang kembali.
Hapusnya Hak Guna Usaha secara jelas telah diatur di dalam pasal 17
16
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan, Hak-Hak Atas
Tanah, Kencana, Jakarta, 2008 hal.158
24
berwenang memberikan hak atas tanah adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional
(BPN) yang merupakan pejabat pemerintah pusat yang meliputi Kepala Kantor
17
Ibid, hal. 172
25
Pertanahan Kabupaten/Kota, Kepala Kanwil BPN Propinsi dan Kepala BPN Pusat
pejabat.
Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tersebut, kewenangan pemberian Hak Guna Usaha
tidak dilimpahkan pada Kantor Kabupaten/Kota, tetapi pada kantor wilayah BPN
Propinsi dan BPN Pusat. Kewenangan pemberian Hak Guna Usaha atas tanah
oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi hanya terhadap pemberian Hak Guna
Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 hektar (dua ratus hektar),
BPN Nomor 3 tahun 1999 bahwa ”Kepala kantor wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Usaha atas
tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 ha (dua ratus hektar)”. Dengan demikian
pemberian Hak Guna Usaha di atas tanah yang luasnya lebih dari 200 ha
Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas tanah Negara dan Hak
1. untuk mengajukan permohonan Hak Guna Usaha atas tanah harus diajukan
secara tertulis dan pemohon harus warga negara Indonesia. Jika badan
26
1999, yaitu :
huruf c prosedur untuk mendapatkan izin lokasi tersebut diatur dalam pasal 6
Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 1999, disebutkan bahwa ”Izin Lokasi
adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang
diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai zin
pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
aspek penguasaan dan tehnis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta
18
CST. Kansil, Kitab Undang-Undang Hukum Agraria; Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 dan Peraturan Pelaksanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hal.837
19
B.F. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah Indonesia, PT.
Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2005, hal. 267.
28
penggunaan tanah serta kemampuan tanah20. Adapun tanah yang dapat ditunjuk
dalam izin lokasi adalah tanah yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang
penanaman modalnya dan Izin lokasi hanya dapat diberikan kepada perusahaan
yang berlaku.
Bila ditinjau jangka waktu pemberian izin lokasi, berdasarkan Pasal 5 ayat
2 tahun 1999, izin lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut :
lokasi. Dengan kata lain, Hak Guna Usaha atas tanah tidak dapat diberikan
yang dimohon, baik berupa hak perorangan atas tanah ataupun perubahan status
20
Hal ini sebagaimana di atur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 1999.
29
Tata cara pemberian Hak Guna Usaha secara jelas telah diatur dalam Pasal
Pasal 20 ayat (1) disebutkan bahwa : ”permohonan Hak Guna Usaha diajukan
kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah, dengan tembusan kepada Kepala
Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah tanah yang
tanah yang dimohon terletak dalam lebih dari satu daerah Kabupaten/Kotamadya,
atas permohonan yang diajukan oleh calon pemegang Hak Guna Usaha. Dalam
diterima atau ditolaknya permohonan calon pemegang hak tetap berada pada
Menteri dan akan disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan
cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada pihak yang berhak
30
BAB III
1. Riwayat Tanah
Berdasarkan hasil penelitian, tanah yang menjadi objek Hak Guna Usaha
atas nama PT. Bumi Flora sudah ditempati sebagai tempat tinggal oleh warga
sejak masa pendudukan Belanda 21. Pada awalnya desa yang ada di sekitar
tanah/lahan ini adalah Desa Jambo Reuhat, Desa Hagu dan Bukit Kawa. Pada saat
itu warga sudah beraktifitas sebagaimana saat ini. Disamping itu, sarana dan
prasarana umum dan social pun juga sudah tersedia, seperti meunasah yang dibuat
atas dasar swadaya warga dan jalan yang dibangun oleh Belanda serta telah
dimanfaatkan oleh warga desa sebagai sarana transportasi, baik untuk menuju
setempat. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1978 jumlah masyarakat desa
penduduk ini dikarenakan banyaknya orang-orang dari luar desa setempat yang
mulai berdomisili di desa ini. Sejalan dengan pertambahan penduduk sudah tentu
kebutuhan akan tanah juga akan meningkat. Warga bermufakat untuk menentukan
21
Abdul Aziz, Camat Banda Alam Kabupaten Aceh Timur, wawancara 26 Desember 2009
32
daerah tanah/lahan yang akan dibuka untuk jadikan sebagai tempat perluasan
Desa Jambo Reuhat dikelilingi oleh beberapa desa sebagai batasnya. Pada
awalnya, sebelum tanah/lahan warga dimanfaatkan oleh PT. Bumi Flora, sebelah
timur berbatas dengan Desa Alue Ramboet sampai dengan 7 KM dan di batas itu
masih ada tanda pembatas wilayah serta di Desa Alue Ramboet yang saat ini
dijadikan Kantor PT. Bumi Flora, sebelah barat berbatas dengan Desa Seneubok
Bayu, dan sebelah utara berbatas dengan desa Blang Rambong serta sebalah
selatan berbatas dengan Desa Jambo Campli. 23 Menurut Abdul Wahab, dusun-
dusun yang dulunya adalah bagian dari daerah Desa Jamboe Reuhat yang
sekarang telah menjadi areal perluasan perkebunan PT. Bumi Flora adalah dusun
Bukit Jati, Alue Kacang, Bukit Iliek, Alue Sunong, Jamboe Caplie dan Alue
Rambot.24
Menurut Idris, pada saat kondisi keamanan di Aceh mulai memburuk, pada
tahun 1990, warga yang menempati dusun-dusun tersebut pindah ke daerah yang
dianggap aman dan tersebar di beberapa desa yang berdekatan. Namun, pada saat
sampai dengan batas desa Blang Rambong. Jadi dengan demikian, desa Jamboe
Reuhat secara keseluruhan wilayahnya akan menjadi areal tanah Hak Guna Usaha
dari PT. Bumi Flora. Pada saat itu, PT. Bumi Flora melakukan upaya pembukaan
22
Abdul Wahab, Kepala Desa Jamboe Reuhat Kecamatan Banda Alam, wawancara
tanggal 2 juli 2008
23
Ibid
24
Opcit, hal ini juga disebutkan dalam Laporan Hukum Konflik Pertanahan antara Petani
Korban dengan PT. Bumi Flora, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Banda Aceh, 21
Januari 2008.
33
dan pengolahan lahan untuk penanaman karet dan sawit seluas 500 ha.
Pembukaan lahan ini dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan warga desa
pengolahan lahan itu dilakukan tanpa sepengetahuan mereka dan tanpa melalui
sebelum PT. Bumi Flora berdiri. Mereka telah mengusahakan tanah tersebut
Banda Alam telah memanfaatkan dan mengelola areal tanah yang menjadi objek
Hak Guna Usaha atas nama PT. Bumi Flora sejak Indonesia merdeka. Dalam
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa PT. Bumi Flora adalah
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan yang berdiri pada tahun
25
Idris, Ketua Forum Perjuangan Rakyat untuk Tanah (FORJERAT); wawancara 3 Juli
2008
26
Idris, Ketua Forum Perjuangan Rakyat untuk Tanah (FORJERAT); wawancara 3 Juli
2008
34
legalitas bagi perusahaan.27 Hal ini dapat dilihat berdasarkan lahirnya Surat
dengan perihal Permohonan Areal Hutan untuk dikonversi menjadi Hak Guna
Usaha Perkebunan, atas Permohonan PT. Bumi Flora No. 29/BFN-V/1989 tanggal
pencadangan areal hutan di propinsi di Aceh seluas + 6.500 ha atas nama PT.
Bumi Flora sesuai dengan surat Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
Banda Alam Kabupaten Aceh Timur berkeyakinan mereka adalah pihak yang
berhak menguasai dan memanfaatkan areal tanah yang saat ini menjadi areal Hak
Guna Usaha atas nama PT. Bumi Flora. Sedangkan PT. Bumi Flora juga
27
Rozali Rohimun, Bagian Hubungan Masyarakat PT. Bumi Flora, wawancara, tanggal 4
Juli 2008
28
Laporan Hukum Konflik Pertanahan antara Petani Korban dengan PT. Bumi Flora,
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Banda Aceh, 21 Januari 2008, hal. 76
35
Pelepasan Kawasan Hutan untuk perkebunan PT. Bumi Flora ditindak lanjuti oleh
ternyata 80% adalah tanah garapan warga. Menurut Idris, atas luas tanah Hak
Guna Usaha yang dimiliki oleh PT. Bumi Flora seluas + 6.500 ha yang
dikeluarkan Dinas Perkebunan, diantara luas tanah tersebut termasuk tanah milik
areal perkebunan PT. Bumi Flora sehingga pada tanggal 4 Mei 1991
kesimpulan bahwa31:
29
Ibid, hal. 79
30
Idris, Ketua Forum Perjuangan Rakyat untuk Tanah (FORJERAT); wawancara, 3 Juli
2008.
31
Opcit, hal. 96
36
1). areal yang diajukan seluas lebih kurang 6.500 Ha hanya diluluskan untuk
PT. Bumi Flora seluas 3.300 Ha dengan alasan karena tanah tersebut tidak
tersangkut dengan pihak lain maupun dengan kepentingan umum,
2). pemberian Hak Guna Usaha yang dimohon itu hendaknya disertai dengan
syarat-syarat khusus sebagai berikut:
a. pemohon harus menjaga kesuburan dari tanah tersebut,
b. pemohon harus menunjukkan kesungguhan dalam usahanya,
3). melihat letak dan keadaan tanahnya, maka diusulkan untuk membayar uang
pemasukan kepada negara sebesar Rp. 10.000 untuk tiap Ha, sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tahun 1975.
4). ganti rugi tersebut hendaknya ditentukan untuk dibayar sekaligus dalam
waktu 6 (enam) bulan.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai ketua
merangkap anggota yaitu Djufri, S.H, Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Dinas
Perkebunan Prop. Daerah Istimewa Aceh sebagai anggota yaitu Ir. Zainoeddin
Andib, Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai anggota yaitu Ir. Nirwan Jailani, Pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai anggota
Abdullah M. Jam, BA, Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati Kepala Daerah Tk.II
Aceh Timur sebagai anggota Drs. T. Burhan Sabil dan Pejabat yang ditunjuk oleh
Kepala kantor Wilayah BPN Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Sekretaris
warga menunjukkan luas tanah yang telah mereka manfaatkan sejak sebelum
berdirinya PT. Bumi Flora. Dalam hal ini, sebagaimana disampaikan oleh Idris,
32
Hanafiah, Kepala Seksi Pengkajian Sengketa /Konflik Pertanahan BPN Provinsi NAD,
wawancara tanggal 11 November 2009.
37
masyarakat tidak ingin tanah yang telah mereka usahakan sebagai sumber
memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, PT. Bumi Flora tidak menyampaikan
kepada masyrakat bahwa tanah mereka akan dijadikan sebagai areal perkebunan
dengan status Hak guna Usaha atas nama PT. Bumi Flora. 33
Proses Pelepasan Kawasan Hutan oleh PT. Bumi Flora berlangsung dalam
jangka waktu tidak kurang dari lima tahun dengan melibatkan segenap aparat,
petugas, pejabat pemerintah maupun tokoh dan masyarakat setempat dari dusun
sampai dengan Menteri Kehutanan RI. Pada tahun 1993 lahir SK Menteri
Sebagian Kelompok Hutan Kr. Idi, Kr. Tuan yang terletak di Kabupaten Daerah
Tingkat II Aceh Timur Propinsi Daerah Istimewa Aceh seluas + 6.235 (enam ribu
33
Idris, Ketua Forum Perjuangan Rakyat untuk Tanah (FORJERAT); wawancara 3 Juli
2008
38
dua ratus tiga puluh lima) hektar untuk usaha budi daya perkebunan atas nama PT.
Bumi Flora, dan pada tahun 1994 PT. Bumi Flora mendapatkan Hak Guna Usaha
Nasional Kabupaten Aceh Timur tanggal 17 November 1994 dengan luas lahan
3.875,42 Ha.34
pelaksanaan pemberian Hak Guna Usaha kepada PT. Bumi Flora, terdapat
parapemegang hak atas tanah dan pihak perusahaan dalam upaya penetapan
2) dalam proses mendapatkan areal tanah dengan status Hak Guna Usaha untuk
3) Hak Guna Usaha atas nama PT. Bumi Flora tidak sesuai dengan izin lokasi.
pemberian Hak Guna Usaha kepada PT. Bumi Flora terdapat tindakan yang tidak
34
Ibid, hal. 80
39
pihak perusahaan, tidak adanya pemberian ganti kerugian secara layak kepada
terhadap tanaman atau benda-benda lain yang berada di atas areal tanah yang
dijadikan sebagai areal Hak Guna Usaha atas nama PT. Bumi Flora, dan tidak
sesuainya areal tanah yang menjadi objek Hak Guna Usaha dengan izin lokasi.
secara sepihak tanpa diadakan perundingan dengan warga, sehingga warga tidak
bersedia menerima ganti kerugian tersebut karena tidak ada pelibatan masyarakat
dalam penetapannya”.35
pemberian Hak Guna Usaha kepada PT. Bumi Flora terdapat tindakan yang tidak
sesuai dengan ketentuan hukum, yaitu adanya penetapan besarnya ganti kerugian
35
Muhammad, Sekretaris Umum Forum Perjuangan Tanah Untuk Rakyat (FORJERAT),
wawancara tanggal 3 Juli 2008.
40
secara sepihak oleh PT. Bumi Flora dan tidak diadakannya musyawarah dengan
pemilik lahan. Hal ini bertentangan dengan Pasal 9 Keppres Nomor 55/1993
Umum.
Ad.2. Tidak adanya pemberian ganti kerugian secara layak atas areal tanah/lahan
masyarakat yang terkena perluasan areal tanah perkebunan atas nama PT.
Bumi Flora.
Terhadap bidang tanah yang telah diterbitkan sertifikat Hak Guna Usaha
Nomor 98 atas nama PT. Bumi Flora, terdapat permasalahan yang muncul seiring
ganti kerugian tidak terlaksana denga baik. Bahkan, menurut Zakaria Umar, dalam
untuk dilakukan pemberian ganti kerugian harga tanah, uang yang dibayarkan saat
itu tidak didasarkan pada seberapa luas tanah dan tanaman di atasnya dan kepada
seluruh masyarakat yang lahannya menjadi objek Hak Guna Usaha PT. Bumi
Flora hanya dibayarkan biaya upah jerih payah tanaman sebesar Rp. 100.000,-
yang ditetapkan secara sepihak oleh PT. Bumi Flora tanpa melalui tahapan
pembayaran itu dilakukan secara bertahap. Pada saat pengambilan uang, setiap
warga di foto dengan tujuan sebagai bukti bahwa pembayaran ganti kerugian telah
41
dilakukan36. Adapun pihak yang hadir dalam pertemuan itu adalah sebagai berikut
kerugian tersebut, namun masyarakat tetap merasa dirugikan, sehingga inilah yang
Flora37. Seperti yang disampaikan oleh Muhammad AR, besarnya ganti rugi
tanah. Untuk luas tanah 1 Ha atau 2 Ha ataupun sampai dengan 6 Ha, harga tanah
sama yaitu sebesar Rp. 100.000. Namun ternyata uang yang sebesar Rp. 100.000
kembali dipotong sehingga yang diterima oleh warga hanya Rp.70.000, Sampai
Rp.80.000. 38
Banda Alam dan PT. Bumi Flora terjadi hanya karena ekses pembayaran Imbalan
Jerih Payah Tanaman (IJPT) yang tidak tuntas. Menurutnya, faktor pendukung
yang menyebabkan persoalan ini semakin melebar adalah faktor lapangan kerja
36
Zakaria Umar, warga Desa Jamboe Reuhat yang areal tanahnya menjadi salah satu
objek perluasan areal Hak Guna Usaha atas nama PT. Bumi Flora, wawancara tanggal 4 Juli 2008.
37
Abdul Aziz, Camat Idi Rayeuk, wawancara tanggal 4 Juli 2008.
38
Muhammad AR, warga Desa Jamboe Reuhat yang areal tanahnya menjadi salah satu
objek perluasan areal Hak Guna Usaha atas nama PT. Bumi Flora, wawancara tanggal 3 Juli 2008.
42
dan ketersediaan lahan bagi masyarakat sebagai petani. Solusi yang ditawarkan
oleh Tim Fasilitasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan mengenai hal
ini adalah melibatkan pemerintah dalam proses penyelesaian persoalan agar pihak
pembayaran ganti kerugian sebagai tindak lanjut pembayaran ganti kerugian tahun
198939.
yang bersifat fisik (kehilangan tempat tinggal, bangunan, tanaman atau benda-
benda lain yang terkait dengan tanah), namun juga meliputi ganti kerugian
terhadap kerugian yang bersifat non fisik, misalnya hilangnya hilangnya bidang
Sehingga diperlukan adanya rincian mengenai bentuk ganti kerugian yang bersifat
Penetapan besarnya ganti kerugian untuk kerugian yang bersifat fisik harus
didasarkan pada nilai pengganti, yang ditetapkan melalui berbagai cara penilaian
Dengan demikian, tidak adanya pemberian ganti kerugian secara layak atas
areal tanah/lahan masyarakat yang terkena perluasan areal tanah perkebunan atas
nama PT. Bumi Flora merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan
39
Anggota tim Fasilitasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan, dalam Laporan
Tim Fasilitasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan Propinsi NAD, Banda Aceh, 2008.
40
Maria Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,
Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2008, ha.273.
43
hukum yang berlaku. Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (4) Peraturan Pemerintah
Nomor 40 tahun 1996 telah ditegaskan bahwa pemegang Hak Guna Usaha
Ad.3. Hak Guna Usaha atas nama PT. Bumi Flora Tidak Sesuai dengan Izin Lokasi
Salah satu ketentuan yang harus dipenuhi oleh setiap calon pemegang Hak
penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah. Sehubungan dengan ini, objek Hak Guna Usaha atas nama PT.
Bumi Flora tidak sesuai dengan izin lokasi yang ada. Hal ini terlihat dari tanah
Hak Guna Usaha yang dimiliki oleh PT. Bumi Flora seluas + 6.500 ha yang
dikeluarkan Dinas Perkebunan, termasuk tanah milik masyarakat seluas 3500 ha.
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan disebutkan bahwa
permohonan Hak Guna Usaha harus melampirkan izin lokasi atau surat izin
penunjukan penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah serta bukti pemilikan dan atau bukti perolehan
tanah berupa pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta
pelepasan bekas tanah milik adat atau surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
44
C. Akibat Hukum dari Pemberian Hak Guna Usaha kepada PT.Bumi Flora
Hak Guna Usaha yang dikelola oleh PT. Bumi Flora terdapat kesalahan prosedur
berikut:
a. masyarakat yang menyatakan bahwa tanah yang saat ini dikelola oleh PT.
a) untuk Dusun Alue Sentang, Pelita Jati, Alue Krueng, Alue Ramboet,
Alue Jeurimee, Jaya Alur dan Alue Rawang, bukti fisiknya adalah
b) untuk Dusun Jambo Capli dan Alue Seunong bukti fisik yang ada
adalah meunasah,
c) untuk dusun Dusun Bukit Jati bukti fisik yang ada adalah kuburan dan
Meunasah.
45
b. PT. Bumi Flora juga bersikukuh bahwa lahan tersebut adalah lahan yang
bukti dokumentatif yuridis berupa izin Hak Guna Usaha dan beberapa
Februari 1993, tentang pelepasan hak sebagian kelompok hutan Kr. Idi,
Kr. Tuan yang terletak di Kabupaten TK.II Aceh Timur, Propinsi Daerah
Istimewa Aceh seluas 6.235 Ha untuk usaha daya perkebunan atas nama
2) SK. Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor: 21/ HGU/ BPN/ 1994 tanggal
10 Mei 1994.
dan lokasi terletak di Desa Jambo Reuhat, Desa Alue Lhok dan Desa
41
Mardiati, Koordinator LBH Banda Aceh Pos Langsa, wawancara tanggal 3 Juli 2008
46
Kabupaten Aceh Timur tentang Hak Guna Usaha (HGU) No. 103 pada
Minyeuk/Alue Meudang.
6) Surat pernyataan yang ditanda tangani oleh Kepala Desa Alue Lhok,
Kepala Desa Alue Lhok, Hafidsyam sebagai pihak yang menerima uang
dan Ir. H. Bustami Ganie sebagai pihak yang menyerahkan uang pada
8) Surat pernyataan yang ditanda tangani oleh Kepala Desa Buket Kuta, M.
10) Surat pernyataan yang ditanda tangani oleh Kepala Desa Buket Kuta, M.
Desa Lhok Leumak, Usman Ali pada hari Rabu, 6 Januari 1990.
warga, ada diantaranya ditanggapi oleh pihak terkait, antara lain 42:
Kecamatan Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur oleh PT. Bumi Flora.
2. surat yang warga sampaikan pada tanggal 20 juni 1998 ditanggapi oleh
kepada warga agar hadir pada tanggal 5 Nopember 1998, Pukul 10.00
Wib bertempat di Ruang Asisten tata Praja Setwilda TK.II Aceh Timur.
menuntut agar tanah garapannya yang telah dimanfaatkan oleh PT. Bumi
Lhok, Desa Jambo Reuhat, Desa Lhok Leumak dan Desa uket Peulawi,
untuk hadir pada hari sabtu tanggal 12 Desember 1998, jam 0.8.00 WIB,
42
Muhammad Ali Daud, Pengurus Forum Perjuangan rakyat Untuk Tanah (FORJERAT),
wawancara tanggal 3 Juli 2008
49
5. pada hari Jumat tanggal 18 Desember 1998 Camat Idi Rayeuk membuat
HGU oleh PT. Bumi Flora di Kecamatan Idi Rayeuk, berdasarkan surat
sesuai, warga pernah melakukan beberapa upaya, seperti melakukan aksi unjuk
rasa, negosiasi dan menyampaikan surat ke beberapa instansi terkait. Selain itu,
warga juga dibantu oleh pihak-pihak lain. Namun, baik upaya warga maupun
pihak lain mengalami kegagalan. Kegagalan ini disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain karena kondisi keamanan daerah yang tidak kondusif, adanya ancaman
dan tekanan terhadap warga. Sehingga, pada tahun 2007 warga melaporkan
atas tanah sebenarnya dapat dilakukan secara preventif pada saat permohonan
pemberian hak di proses.44 Tindakan yang bersifat pencegahan ini akan lebih
43
Mustiqal Syahputra, Staff LBH Banda Aceh, wawancara, tanggal 3 Januari 2010.
44
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991,
hal.17
50
tersebut telah berkembang menjadi suatu kasus. Persengketaan di atas areal Hak
Guna Usaha pada hakikatnya tidak akan terjadi jika pemohon hak dan instansi
sebagaimana yang tercantum dalam aturan hukum, baik mengenai data fisik dan
data yuridis dari tanah yang bersangkutan. Data fisik yang dimaksud antara lain
menyangkut letak, batas dan luas tanah. Adapun data yuridis yang tidak dapat
dikesampingkan adalah status hak atas tanah, maknanya adalah ada atau tidaknya
hak atau kepentingan dari pihak lain yang berkaitan dengan tanah tersebut.
51
BAB IV
PENUTUP
identifikasi masalah yang diutarakan pada bab terdahulu, pada bab ini dapat
A. Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan pemberian Hak Guna Usaha kepada PT. Bumi Flora di
tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini dikarenakan
adanya penguasaan tanah oleh PT. Bumi Flora yang sebelumnya tanah
tersebut telah dikuasai dan digarap oleh masyarakat dalam jangka waktu
yang sangat lama. Penguasaan dan penggarapan tanah yang telah memakan
waktu yang sangat lama ini telah menghasilkan sistem dan tatanan sosial
publik seperti meunasah, sekolah dan mesjid yan berada dalam areal tanah
2. Penegasan hukum terhadap objek Hak Guna Usaha adalah tanah negara
menjadikan proses penerbitan sertifikat Hak Guna Usaha PT. Bumi Flora
menjadi cacat hukum, karena sebelum sertifikat Hak Guna Usaha tersebut
terdapat pemukiman dan tanah yang digarap oleh parapetani dan pekebun.
52
dengan status Hak Guna Usaha tidak melakukan pembayaran ganti kerugian
secara layak dan areal objek Hak Guna Usaha tidak sesuai dengan izin
lokasi.
B. Saran
Guna Usaha PT. Bumi Flora, yaitu Sertifikat HGU No. 98 yang diterbitkan
November 1994 dengan luas lahan 3.875 ha dengan masa berlaku selama 30
tahun dengan lokasi yang terletak di desa Jamboe Reuhat, desa Alue Lhok
dan desa Simpang Damar kecamatan Idi Rayeuk kabupaten Aceh Timur.
sehingga diketahui secara jelas batas-batas tanah areal Hak Guna Usaha PT.
2. Kepada PT. Bumi Flora agar melakukan upaya ganti kerugian secara layak
terhadap tanah dan benda di atasnya yang telah dimanfaatkan. Hal ini
dikarenakan ganti kerugian yang pernah dilakukan pada tahun 1989 tidak