Professional Documents
Culture Documents
Perhatian
• Cedera kepala merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas setelah
trauma.
• Walaupun bisaanya tidak ada terapi spesifik untuk mengatasi primary brain
injury, beberapa secondary brain injury dapat dicegah atau diterapi.
Catatan : Primary brain injury merupakan kerusakan yang terjadi secara langsung
oleh trauma/gerakan mekanikal. Secondary brain injury terjadi setelah initial trauma.
• Hipoksemia dan hipotensi merupakan penyebab sistemik yang paling sering
menyebabakan secondary brain injury.
• Jangan mengasumsikan Penurunan Kesadaran pada penderita trauma kepala
terjadi karena intoksikasi alcohol. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh
hipoglikemi, hiperkarbi, hipotensi atau concomitant dengan intoksikasi obat.
• Fraktur tulang tengkorak meningkatkan kecenderungan adanya underlying
cedera otak (tabel 1).
• Lucid interval harus menjadi penanda untuk menyingkirkan adanya
hematoma ekstradural yang akut.
• Semua penderita dengan trauma mayor harus dianggap mengalami cedera
kepala atau fraktur cervical spine sampai terbukti tidak.
• Pemeriksa tidak dapat mengandalkan hasil pemeriksaan neurology sebelum
perfusi dan oksigenasi yang adekuat telah diberikan.
• Observasi penderita cedera kepala meliputi pemeriksaan neurology yang
berulang.
• Jangan menganggap hipotensi yang terjadi pada penderita trauma timbul
hanya akibat cedera kepala. Sumber perdarahan lain tetap harus dicari.
• Hipertensi dan bradikardi (Cushing reflex) menunjukkan adanya peningkatan
tekanan intracranial.
• Dilatasi pupil unilateral atau respon cahaya yang lemah mengindikasikan
adanya massa yang berkembang pada sisi yang sama dengan pupil yang
berdilatasi. Tanda ini terjadi pada tahap akhir keadaan peningkatan intracranial.
CT scan
• Indikasi emergent CT scan setelah cedera kepala
1. GCS ≤ 13 tanpa adanya intoksikasi alcohol atau fraktur tulang tengkorak.
2. GCS ≤ 14 dengan adanya fraktur tulang tengkorak
3. Pupil yang berdilatasi unilateral pada keadaan AMS
4. depressed skull fracture
5. Defisit neurologik fokal
6. pasien cedera kepala yang membutuhkan ventilasi
7. pasien cedera kepala yang membutuhkan anestesi general untuk operasi
lainnya.
Catatan: CT scan emergent masih controversial. Menurut ATLS, semua px
bahkan dengan cedera kepala ringan membutuhkan CT scan kepala, namun akan
sangat membutuhkan biaya yang besar.
Resusitasi
Prioritas resusitasi menurut ATLS, a.l :
• kontrol jalan nafas dan cervical spine
• pernafasan
Catatan : penyebab perburukan respirasi meliputi : (1) penyebab sentral seperti
obat-obatan dan brain stem injury, (2) penyebab perifer seperti obstruksi jalan
nafas, aspirasi darah/vomit, trauma dada, adult respiratory distress syndrome dan
edema pulmonary neurogenik.
• Sirkulasi
1. Pemeriksaan darah : darah lengkap, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi,
cross match ± kadar serum etanol.
Catatan : kadar alcohol darah < 2g/l menunjukkan bahwa penurunan
kesadaran yang terjadi adalah akibat cedera kepala bukan karena intoksikasi
alkohol. Namun tingginya kadar alkohol tidak dapat dikatakan sebagai
penyebab terjadinya keadaan AMS pada penderita cedera kepala tersebut.
2. lakukan pemeriksaan GDA pada semua penderita cedera kepala dengan
penurunan kesadaran untuk mengeksklusi adanya hipoglikemi.
• Pemeriksaan neurologik
• Indikasi Intubasi pada cedera kepala
1. Koma (GCS <8)
2. deteriorasi GCS yang cepat ≥ 2.
3. GCS ≤ 14 dengan adanya dilatasi pupil unilateral.
Catatan : dilatasi atau fixed pupil pada penderita trauma bisaanya disebabkan
oleh hematoma atau kerusakan otak, namun juga disebabkan oleh perluasan
trauma mata, cedera langsung pada nervus kranialis ketiga, bermacam-macam
obat, aneurisme intracranial, hipoksia, hipotensi, kejang dan perluasan aneurisme
intrakrnial.
4. distress respirasi secara klinis, RR > 30x/menit atau < 10x/menit,
abnormalitas pola pernafasan atau hipokemia yan gtidak terkoreksi dengan O2
100% yang diberikan melalui non-rebreather mask.
5. cedera penyerta pada maxillofacial
6. kejang berulang
7. concurrent edema pulmonal berat, cedera jantung atau abdominal bagian atas.
Catatan : hiperventilasi harus digunakan untuk mencapai PCO2 antara 30-35
mmHg jika ada indikasi peningkatan tekanan intrakrnial. Dalam keadaan bisaa,
PCO2 harus berada pada kisaran 34-40 mmHg. Cek ulang BGA 10-15 menit
setelah hiperventilasi.
• Indikasi penggunaan Mannitol pada cedera kepala :
1. pasien koma yang awalnya memiliki pupil yang normal dan reaktif namun
kemudian berkembang menjadi dilatasi disertai atau tanpa adanya
hemiparesis.
2. Dilatasi pupil bilateral dan nonreaktif tetapi tidak hipotensive.
Dosis Mannitol : 1g/kgBB, cth [5x BB (kg)] ml larutan mannitol 20% dalam
infus cepat selama 5 menit.
Perhatian sebelum menggunakan mannitol :
a. Pasang kateter urinary
b. Pastikan px tidak hipotensi
c. Pastikan px tidak menderita gagal ginjal kronis
Catatan : hiperventilasi dan IV mannitol akan membutuhkan waktu
selama 2jam, dan tidak boleh ada waktu yang terbuang dalam pembuatan
keputusan terapi definitive.