You are on page 1of 13

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

Subjek Pajak Pertambahan Nilai................................................................................................4

A. Pengusaha........................................................................................................................4

B. Pengusaha Kena Pajak....................................................................................................5

C. Bukan Pengusaha Kena Pajak...........................................................................................6

D. Pengusaha Kecil................................................................................................................6

E. Joint Operation...................................................................................................................7

Proses Pencabutan PKP..............................................................................................................8

Kewajiban Pengusaha Kena Pajak.............................................................................................9

Fungsi Pengukuhan PKP..........................................................................................................11

Sanksi Yang Berhubungan Dengan Pengukuhan Sebagai PKP...............................................11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kami dalam
penyelesaian makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pajak
Pertambahan Nilai”. Subjek Pajak adalah tema yang diperintahkan dosen untuk kami angkat
dalam makalah ini. PPN & PPnBM adalah pajak yang memiliki Subjek Pajak & Objek Pajak
yang sama.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan karena memang tidak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami akan
dengan senang hati menerima kritik dan saran sebagai bahan perbaikan untuk
penyempurnaan makalah ini.Pada akhirnya, kami menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi publik pada umumnya dan bagi kami sendiri pada khususnya.

Tangerang Selatan, 28 Maret 2011

Tim Penyusun

2
PENDAHULUAN

Dalam subjek Pajak Pertambahan Nilai yang dibahas adalah siapa yang melakukan
penyerahan BKP dan atau JKP. Ada dua jenis subjek pajak yaitu Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan Bukan Pengusaha Kena Pajak.Yang menjadi subjek pajak PPN diatur dalam UU
Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah pada pasal 3a dan 4. Pada pasal 4 dijelaskan bahwa Pajak Pertambahan Nilai
dikenakan atas 6 golongan yaitu yang pertama dikenakan atas penyerahan barang kena pajak
di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha, yang kedua dikenakan atas impor barang
kena pajak, yang ketiga atas penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah
pabean oleh pengusaha, yang keempat dikenakan atas pemanfaatan barang kena pajak tidak
berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang kelima pemanfaatan jasa
kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, kemudian yang terhakir
dikenakan atas ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Mengenai tata cara dan kewajiban melaporkan usaha dan memungut ,menyetor dan
melaporkan pajak yang terutang atas pajak pertambahan nilai yang dikenakan diatur lagi
dalam pasal 3a. Pasal tersebut menerangkan bahwa bagi pengusaha yang melakukan
penyerahan barang atau jasa di daerah pabean dan pengusaha kena pajak yang melakukan
ekspor barang kena pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha
kena pajak dan wajib memungut, menyetor, melapor pajak pertambahan nilai dan pajak
pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang.
Kemudian bagi Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud
dari luar daerah pabean dan atau memanfaatkan jasa kena pajak dari luar daerah pabean wajib
memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak pertambahan nilai yang terutang yang
perhitungannya diatur dalam PMK. Bagi pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak wajib memungut, menyetor, melapor pajak pertambahan nilai
dan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang. Secara
garis besar subjek pajak PPN dapat dibedakan menjadi dua yaitu Pengusaha kena pajak dan
pengusaha kecil.

3
Subjek Pajak Pertambahan Nilai

A. Pengusaha
Dalam pasal 1 angka 14 UU PPN :
“Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha
jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.”
Pengertian orang pribadi dirasa cukup jelas, sedangkan pengertian badan dalam pasal 1 angka
13 UU PPN adalah “sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”

Untuk memperjelas ruang lingkup dari arti pengusaha maka perhatikan ilustrasi ini:
Dika seorang mahasiswa mendapatkan kiriman DVD Player dari saudaranya yang berada di
Singapura. Berdasarkan pasal 1 ayat 9 Dika mengimpor DVD Player, tetapi berdasarkan
pasal 1 ayat 14 Dika bukan seorang pengusaha di bidang impor karena kegiatan yang
dilakukan tidak berhubungan dengan pekerjaan atau usahanya.
Arry, Seorang pengusaha di bidang jual beli barang elektronik. Ia mengimpor televisi
secara berkala dari Cina. Berdasarkan uraian tersebut Arry bisa dikatakan seorang pengusaha
karena ia melakukan impor berkaitan dengan pegerjaan atau kegiatan usahanya.
Dengan demikian, Pengusaha Kena Pajak bisa terdiri dari Orang Pribadi atau Badan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan Bentuk Usaha Tetap.

4
B. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak (disingkat PKP) adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-undang ini. Demikian definisi PKP berdasarkan UU Nomor 42 Tahun
2009.
Dengan kata lain PKP adalah Pengusaha yang usahanya adalah memperdagangkan
barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Apabila Pengusaha tersebut memperdagangkan
atau melakukan penyerahan barang yang tidak kena pajak atau jasa yang tidak kena pajak,
maka Pengusaha tersebut adalah bukan Pengusaha Kena Pajak.
Yang dimaksud penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini adalah penyerahan Barang dan/atau Jasa sesuai pasal 4
UU PPN. Termasuk dalam kelompok PKP adalah pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf f UU PPN, serta bentuk kerjasama operasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 143 tahun 2000. Lebih
rinci lagi, penyerahan BKP dan/atau JKP dimaksud meliputi :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
b. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
dan
c. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengertian PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN itu kemudian
disempurnakan lagi di dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 tahun 2000, yaitu
termasuk di dalam pengertian PKP adalah Pengusaha yang sejak semula bermaksud mengadakan
penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP atau ekspor BKP.
Terdapat pengecualian untuk pengusaha kecil sesuai dengan pasal 3A ayat 1 UU PPN yang
berbunyi “Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang terutang.”
Sehingga kepada pengusaha kecil diberikan kebebasan memilih untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak atau tidak. Jika memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak,
maka wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 3A ayat 1 UU PPN.
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memenuhi kriteria sesuai dengan yang diatur dalam
KMK no.571/KMK.03/2003 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.

5
C. Bukan Pengusaha Kena Pajak
Subjek PPN yang bukan PKP adalah orang atau badan yang mengimpor BKP,
memanfaatkan jasa atau BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri. Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha dimaksud dalam
Pasal 4 huruf b (mengimpor Barang Kena Pajak), huruf d (memanfaatkan Barang Kena Pajak
tak berwujud), dan huruf e (memanfaatkan Jasa Kena Pajak) dalam UU PPN tidak berstatus
sebagai Pengusaha Kena Pajak.

D. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah),
sebagaimana diatur dalam PMK NOMOR 68/PMK.03/2010.
Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha
dalam rangka kegiatan usahanya. Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari
kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender.
Pengusaha kecil tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.
Namun, apabila pengusaha kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak maka pengusaha kecil tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.
Apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) maka Pengusaha
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Kewajiban
melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan paling lama
akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
brutonya melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

6
Apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban
perpajakan tidak dipenuhi pengusaha, Direktur Jenderal Pajak dapat mengukuhkan pengusaha
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan
surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha
dikukuhkan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut,
menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak yang dilakukannya. Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu
tahun buku tidak melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), Pengusaha Kena
Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.

E. Joint Operation
Pasal 2 ayat 2 PP 143/2000 secara tersirat menetapkan bahwa bentuk usaha Joint Operation
setelah 1 Januari 1995, perlakuan terhadap konsorsium, joint operation, dan joint venture ditegaskan
dalam Surat Edaran nomor S-349/PJ.321/1990 dan nomor S-263/PJ.42/1991 yang intinya bahwa
pengusaha dengan bentuk usaha semacam itu termasuk PKP.
Kutipannya :
a. Apabila dalam transaksi dengan pihak lain, secara nyata dilakukan atas nama JO, maka JO
harus dikukuhkan sebagai PKP. Untuk itu JO harus mendaftarkan diri sebagai PKP.
b. Apabila seluruh transaksi dengan pihak lain tersebut secara nyata dilakukan masing –
masing anggota JO, maka yang dikukuhkan sebagai PKP hanyalah anggota JO tersebut
saja.
c. Dalam hal JO menunjuk ‘leader’, maka apabila atas jasa yang diberikan oleh ‘leader’
kepada anggota diterima pembayaran, maka atas pembayaran itu terutang PPN.
d. Penyerahan JKP dari anggota JO atau konsorsium dalam kedudukannya sebagai
subkontraktor kepada konsorsium, merupakan penyerahan kena pajak.

7
Proses Pencabutan PKP
- Direktur Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
- Keputusan akan diberikan dalam jangka waktu 2 bulan sejak permohonan diterima.
- Jika Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu 2 bulan, maka
permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan keputusan pencabutan akan diberikan
selambat-lambatnya 1 bulan setelah 2 bulan tersebut.
Contoh:
Toko komputer ”Flash” milik Santo selama tahun 2009 jumlah peredaran bruto atas
penyerahan BKP dan JKP seperti software dan hardware komputer mencapai Rp
300.000.000,00 sehingga masih tergolong pengusaha kecil. Pada tahun 2010, peredaran bruto
sampai bulan Agustus 2010 mencapai Rp 603.000.000,00. Oleh karena itu, Santo merupakan
PKP dan wajib lapor untuk dikukuhkan menjadi PKP paling lambat 31 September 2010.
Dalam hal Pengusaha tersebut tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan batas waktu
yang ditetapkan, maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya. Kewajiban untuk
memungut, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang oleh dimulai sejak saat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.
Santo dalam contoh sebelumnya baru melapor pada tanggal 13 november 2010. Atas
keterlambatan ini pengukuhan PKP berlaku mulai tanggal 1 Oktober 2010. Dalam hal
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara jabatan, maka saat pengukuhan
tetap pada awal bulan berikutnya setelah batas akhir bulan seharusnya kewajiban pelaporan
usaha dilakukan.
Contoh:
Pada bulan Juli 2010 kepala KPP memperoleh data bahwa CV. Makmur pada tahun
buku 2009 memperoleh peredaran bruto Rp 1 milyar. Namun, berdasarkan data di KPP CV.
Makmur ternyata belum dikukuhkan menjadi PKP. Setelah pemeriksaan, diketahui peredaran
bruto dari 1 Januari 2009 sampai dengan 16 Oktober 2009 adalah Rp 605.000.000,00. Atas
hal ini, maka CV. Makmur dikukuhkan secara jabatan sejak 1 Desember 2009 karena
seharusnya perusahaan ini melapor untuk dikukuhkan paling lambat tanggal 31 November
2009.

8
Y
/
>
O
B
1
M
D
H
A
S
U
G
N
T
J
0
6
P
R
L
I
C
E
K
.
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak diatur dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984 yang
menentukan bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a, huruf c, dan huruf f wajib; melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang
terutang.
Ketentuan dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984 membatasi hanya Pasal 4 huruf a,
c, dan f karena Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha dimaksud dalam Pasal 4 huruf b
(mengimpor Barang Kena Pajak), huruf d (memanfaatkan Barang Kena Pajak tak berwujud),
dan huruf e (memanfaatkan Jasa Kena Pajak) tidak berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.

9
Oleh karena itu bagi Pengusaha Kecil yang pada prinsipnya bukan Pengusaha Kena
Pajak (PKP) tidak dibebani kewajiban tersebut di atas. Tetapi, apabila Pengusaha Kecil ini
memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP, pilihan ini menjadi haknya. Sebagai
konsekuensinya, Pengusaha Kecil yang memilih dan telah dikukuhkan menjadi PKP
memiliki status sebagai PKP sepenuhnya. Sehingga wajib melaksanakan seluruh kewajiban
PKP sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3A ayat (1).
Meskipun tidak berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, orang pribadi atau Badan
yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean, di dalam Daerah Pabean wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang
terutang.
Dalam hal Wajib Pajak adalah Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, maka diwajibkan pula untuk
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Terhadap Wajib
Pajak ini, di samping Nomor Pokok Wajib Pajak, juga diberikan surat pengukuhan menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
Terhadap Pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan
atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara
jabatan, apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak
ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pengusaha yang telah wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak atau Pengusaha Kecil
yang memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak seperti tersebut diatas berkewajiban untuk :
- Melaporkan usahanya (mendaftarkan perusahaannya) untuk dikukuhkan menjadi PKP.
- Memungut PPN/PPnBM yang terutang.
- Menyetor PPN/PPnBM yang terutang (yang kurang dibayar)
- Melaporkan PPN/PPnBM yang terutang (menyampaikan SPT Masa PPN/PPn BM).

Apabila sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku, peredaran bruto (omzet)
Pengusaha telah melewati batasan Pengusaha Kecil, Pengusaha tersebut wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, selambat-lambatnya akhir bulan
berikutnya

10
Tata Cara Pelaporan Usaha untuk Pengukuhan PKP
- Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan
usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
- Pengusaha Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di
beberapa tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan
diri ke KPP di tempat kegiatan usaha
- Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan
tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
- Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan
suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui
batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir Masa Pajak berikutnya.

Fungsi Pengukuhan PKP


- Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.
- Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.
- Sarana dalam pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Barang
Mewah (PPnBM).

Sanksi Yang Berhubungan Dengan Pengukuhan Sebagai PKP


- Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2
(dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar tinggi 4 (empat) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

11
- Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar tinggi 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang


Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah).

http://www.dannydarussalam.com/dd15/berita-pajak/11360-aturan-pajak-baru-soal-
hubungan-istimewa.html

http://www.rumahpajak.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=17397&Itemid=1

http://www.scribd.com/doc/38863169/PER-43-2010-Kwjaran-Tranfer-Pricing-Dan-
Hubungan-Istimewa

13

You might also like