You are on page 1of 14

c 

   c 





 c    







    
   







c 
 c 




BAB I
PENDAHULUAN

Istilah antipsikosis dan neuroleptik sama-sama digunakan untuk sekelompok

obat yang tidak hanya dipakai khusus untuk skizofrenia, juga efktif untuk beberapa jenis

psikosis dan gaduh gelisah.

Obat-obat antipsikosis telah digunakan secara klinis selama 50 tahun. Reserpine

dan chlorpromazine merupakan obat pertama yang digunakan untuk skizofrenia.

Istilah ³psikosis´ dapat merujuk pada beberapa jenis gangguan jiwa. Antipsikosis

adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi, dan pikiran yang biasa

digunakan dalam bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa. Sedangkan

psikofarmakologi adalah ilmu yang memepelajari kimiawi, mekanisme kerja, serta

farmakologik klinik dari psikotropik.

Sekitar 75% penderita skizofrenia mulai mengidap pada usia 16-25 tahun. Usia

remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh

stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena

dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Pada remaja perlu diperhatikan

kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan

kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai

musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap

hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal

orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal

aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang

tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan,
sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang

aneh dan inkoheren.

Gejala Skisofrenia

K Gejala Positif : Delusi (khayalan), halusinasi, perilaku aneh dan tak terorganisir,

bicara tidak teratur, ilusi, dan pencuriga.

K Gejala Negatif : Alogia (kehilangan kemampuan berpikir atau berbicara), avolition

(kehilangan motivasi), mengisolasi diri dari kehidupan social, tidak mampu

berkonsentrasi.

K Gejala Kognisi : Gangguan perhatian, gangguan ingatan, gangguan fungsi

melakukan pekerjaan tertentu


BAB II
PEMBAHASAN

A. TERAPI SKIZOFRENIA
1. Terapi psikososial
Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan
kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan
keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi
diri sendiri, latihan praktis dan komunikasi interpersonal. Terapi selanjutnya dapat
diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi menurunkan stress dan
mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas. Terapi
kelompokpun bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi ini juga efektif dalam menurunkan isolasi
sosial, meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
dengan skizofrenia. Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun
keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik,
terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan
penyembuhan..
2. Terapi psikomotor
Terapi psikomotorik ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan gerakan tubuh
sebagai salah satu cara untuk melakukan analisa berbagai gejala yang mendasari
suatu bentuk gangguan jiwa dan sekaligus sebagai terapi.
3. Terapi rekreasi
Terapi rekreasi ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan media reakresi
(bermain, berolahraga, berdarmawisata, menonton TV, dan sebagainnya) dengan
tujuan mengurangi keterganguan emosional dan memperbaiki prilaku melalui diskusi
tentang kegiatan reakresi yang telah dilakukan, sehingga perilaku yang baik diulang
dan yang buruk dihilangkan. Termasuk di dalamnya adalah terapi art yaitu suatu
bentuk terapi yang menggunakan media seni ( tari, lukisan, musik,pahat, dan lain-
lain) untuk mengekspresikan ketegangan-ketegangan pskis, keinginan yang
terhalang sehingga mendapatkan berbagai bentuk hasil seni dan menyalurkan
dorongan-dorongan yang terpendam dalam jiwa seseorang. Hasil seni yang dibuat
selain dapat dinikmati orang lain dan dirinya juga akan meningkatkan harga diri
seseorang.
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah suatu proses yang kompleks, meliputi berbagai disiplin dan
merupakan gabungan dari usaha medik, sosial, educational dan vaksional yang
terpadu untuk mempersiapkan , meningkatkan/mempertahankan dan membina
seseorang agar dapat mencapai kembali taraf kemampuan fungsional setinggi
mungkin.
5. Terapi somatik
Terapi ini adalah salah satu terapi yang cukup penting dan akan dibahas lebih
banyak pada bab ini. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita
skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan
perawatan terapi psikologis sebagaimana yang telah dijelaskn di atas

B. OBAT-OBAT ANTIPSIKOSIS
Sejak ditemukannya klorpromazin, suatu neuroleptik golongan fenotiazin pada
tahun 1950, pengobatan untuk psikosis terutama skrisofenia terus dikembangkan.
Istilah neuroleptik sebagai antipsikosis berkembang dari kenyataan bahwa obat
antipsikotik sering menimbulkan gejala saraf berupa gejala ekstrapiramidal. Dengan
dikembangkannya golongan baru yang hampir tidak menimbulkan gejala
ekstrapiramidal, istilah neuroleptik tidak dapat lagi dianggap sama dengan istilah
antipsikosis. Selanjutnya ditemukan generasi kedua antipsikosis yakni haloperidol, yang
penggunaannya cukup luas hingga selama 4 dekade.
Pada tahun 1990, klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama antipsikosis
golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal (EPS= a 
 ). Yang umum terjadi dengan obat
antipsikosis yang ditemukan lebih dahulu. Sejak penemuan clozapin, pengembangan
obat baru atipikal terus dilakukan. Hal ini terlihat dengan ditemukannya obat baru yaitu
risperidon, olanzapin, zotepin, ziprasidon, dan lainnya.
1. Antipsikosis Tipikal
• 
    
Prototip kelompok ini adalah klorpromazin (CPZ). Pembahasan terutama
mengenai CPZ karena obat ini masih tetap digunakan sebagai antipsikosis
karena ketersediaannya dan harganya murah.
Farmakodinamik:
Efek farmakologi CPZ dan antipsikosis lainnya meliputi efek pada SSP, sistem
otonom, dan sistem endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis menghambat
berbagai reseptor diantaranya dopamin, alpha adrenergik, muskarinik, histamin
H1, dan reseptor seretonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. CPZ misalnya
selain memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang
tinggi terhadap reseptor alpha adrenergik, sedangkan risperidon memiliki afinitas
yang tinggi terhadap reseptor seretonin 5HT2.
CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh terhadap rangsang dan
lingkungan. CPZ berefek antipsikosis terlepas dari efek sedasinya. Berbeda
dengan barbiturat, CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat
rangsangan listrik maupun oleh obat. Semua derivat fenotiazin mempengaruhi
ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek
ekstrapiramidal).
Farmakokinetik:
Kebanyakan antipsikosis diabsorpsi sempurna, sebagian diantaranya mengalami
metabolisme lintas pertama. Bioavailabilitas CPZ dan tioridazin berkisar antara
25-35%, sedangkan haloperidol mencapai 65%. Kebanyakan antipsikosis
bersifat larut lemak dan terikat kuat dengan protein plasma (92-99%), serta
memiliki volume distribusi besar (>7L/kg).
Indikasi:
Indikasi utama fenotiazin ialah skizofrenia, gangguan psikosis yang paling sering
ditemukan. Gejala psikotik yang dipengaruhi dengan baik oleh kelompok ini
adalah ketegangan, hiperaktivitas,  
   , halusinasi, delusi
akut, susah tidur, anoreksia, perhatian diri yang buruk, negativisme, dan kadang-
kadang mengatasi sifat menarik diri.
Efek Samping:
Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek samping
umumnya merupakan perluasan efek farmakodinamiknya. Gejala idiosinkrase
mungkin timbul berupa ikterus, dermatitis, dan leukopenia. Reaksi ini disertai
eosinofilia dalam darah perifer.
Sediaan :
CPZ tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan 100 mg. Juga tersedia dalam
bentuk larutan suntik 25 mg/ml. Prefenazin tersedia sebagai obat suntik dan
tablet 2,4, dan 8 mg. Tioridazin tersedia dalam bentuk tablet 50 dan 100 mg.
Flufenazin tersedia dalam bentuk tablet HCl 0,5 mg.
2. Antipsikosis tipikal lainnya
a. Haloperidol
Farmakodinamik :
Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi butirofenon
memperlihatkan bahan sifat fenotiazin. Pada orang normal, efek haloperidol
mirip fenotiazin ppiperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang
kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia.
Efek fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda seca kuantitatif karena
butirofenon selain menghambat efek dopamin juga meningkatkan efek 


ratenya.
Farmakokinetik :
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma
tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, mentap sampai 72 jam
dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat
ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi
melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melaui ginjal, kira-kira 40% obat
dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal.
Indikasi :
Indikasi utama haloperidol ialah psikosis. Selain itu juga merupakan obat
pilihan untuk mengobati sindrom  


 
, suatu kelainan
neurologik yang aneh yang ditandai dengan kejang otot hebat, menyeringai
(ÄÄ) dan  


 
  (koprolalia,
mengeluarkan kata-kata jorok).
Efek samping dan intoksikasi:
Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insiden yang tinggi,
terutama pada pasien usia muda. Pengobatan dengan haloperidol harus
dimulai dengan hati-hati. Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania
atau sebagai efek samping yang sebenarnya. Perubahan hematologik ringan
dan selintas dapat terjadi, tetapi hanya leukopenia dan agranulositosis yang
sering dilaporkan. Frekuensi kejadian ikterus akibat haloperidol rendah.
Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat
bukti bahwa obat ini tidak menimbulkan efek teratogenik.
Sediaan :
Tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg dan 1,5 mg. Selain itu dalam bentu sirup
5 mg/100 ml dan ampul 5 mg/ml.

b. Dibenzoksazepin
Derivat senyawa ini adalah loksapin.
Farmakodinamik:
Obat ini mewakili golongan antipsikosis yang baru dengan rumus kimia yang
berbeda dari fenotiazin, butirofenon, tioksanten, dan dihidroiodolon. Namun,
sebagian efek farmakologiknya sama. Loksapin memiliki efek antiemetik,
sedatif, antikolinergik dan antiadrenergik.
Farmakokinetik :
Diabsorbrsi baik per oral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1 jam
(IM) dan 2 jam (oral). Waktu paruh loksapin ialah 3,4 jam. Metabolit utamanya
(8 hidroksiloksapin) memiliki waktu paruh yang lebih lama (9 jam).
Indikasi :
Mengobati skizofrenia dan psikosis lainnya.
Efek samping :
Insidens reaksi ekstrapiramidal (selain diskinea tardif) terletak antara
fenotiazin alifatik dan fenotiazin piperazin. Seperti antipsikosis lainnya, dapat
menurunkan ambang bangkitan pasien, sehingga harus hati-hati digunakan
pada pasien dengan riwayat kejang.
Sediaan :
Lokzapin tersedia dalam bentuk tablet dan suntikan. Dosis pemeliharaan 20-
100 mg dalam 2 dosis. Dosis awal 20-50 mg perhari dalam 2 dosis.
3. Antisikosis Atipikal
- Klozapin
Merupakan antipsikotik atipikal pertama dengan potensial lemah. Deisebut
atipikal karena obat ini tidak menimbulkan efek ekstrapiramidal dan kadar
prolaktin serum pada manusia tidak ditingkatkan. Diskinesia kardif belum
pernah dilaporkan, walaupun pasien telah diobati hingga 10 tahun.
Dibandingkan dengan psikotropik lain, klozapin menimbulkan efek
dopaminergik lemah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin
pada sistem mesolimbik-mesokortikal otak; yang berhubungan dengan
fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi, yang berbeda dari dopamin
neuron di daerah nigrostiatal (daerah gerak) dan tuberoinfundibular
(daerah neuroendokrin).
Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan
skizofrenia baik yang positif (iritabilitas), maupun yang negatif (  



 
 
Efek yang bermanfaat
terlihat dalam 2 minggu, diikuti perbaikan bertahap pada minggu-minggu
berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien refrakter terhadap
obat standar. Namun karena klozapin memiliki resiko timbulnya
agranulositosis yang lebih tinggi dibandingkan antipsikosis lain, maka
penggunaannya dibatasi hanya pada pasien yang resistenb atau tidak
dapat mentoleransi antipsikosis lain. Pasien yang diberi klozapin perlu
dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu.
Efek samping dan intoksikasi:
Agranulositosis merupakan efek samping utama klozapin yang
ditimbulkan pada pengobatan dengan klozapin. Pada pasien yang
mendapat klozapin selama 4 minggu atau lebih, resiko terjadinya kira-kira
1,2 %. Gejala ini paling sering 6-18 minggu setelah pemberian obat.
Pengobatan dengan obat ini tidak boleh lebih dari 6 minggu kecuali bila
terlihat adanya perbaikan. Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain
hipertermia, takikardia, sedasi. pusing kepala, dan hipersalivasi. Gejala
takar lajak, meliputi kantuk, letargi, koma, disorientasi, delirium, takikardia,
depresi napas, aritmia, kejang, dan hipertermia.
Farmakokinetik:
Klozapin diabsorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral;
kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian
obat. Klozapin secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini
dimetabolisme hampir sempurna sebelum diekskresi lewat urin dan tinja,
dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam.
Sediaan:
Klozapin tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan 100 mg.
- Risperidon
Farmakodinamik:
Risperidon merupakan derivat dari benzisoksazol, memiliki afinitas yang
tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas mencegah
terhadap reseptor dopamin (D2), alpha-1 dan alpha-2 adrenergik dan
reseptor histamin. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan
terhadap reseptor serotonin dan dopamin.
Farmakokinetik:
Bioavailabilitas oral sekitar 70%, volume distribusi 1-2 L/kg. Di plasma,
risperidon terikat dengan albumin dan alpha-1 glikoprotein.
Indikasi:
Untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif. Di
samping itu, diindikasikan pula untuk gangguan bipolar, depresi dengan
ciri psikosis dan Tourette sindrom.
Efek samping:
Insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah, penimgkatan BB,
hiperlaktinemia, dan reaksi ekstrapiramidal terutama tardiv diskinesia.
Sediaan:
Dalam bentuk tablet 1 mg, 2 mg, dan 3 mg. Sirup dan injeksi 50 mg/ mL.
- Olanzapin
Farmakodinamik :
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin, struktur kimianya mirip
dengan klozapin. Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin
(D2, D3, D4, dan D5), reseptor serotonin (5HT2), muskarinik, histamin
(H1), dan reseptor alpha-1.
Farmakokinetik :
Olanzapin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral dengan kadar
plasma tercapai setelah 4-6 jam pemberian, metabolisme di hepar oleh
enzim CYP 2D6, dan ekskresi lewat urin.
Indikasi :
Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun positif skzofrenia
dan sebagai anti mania. Obat ini juga menunjukkan efektifitas pada pasien
depresi dengan gejala psikotis.
Efek samping :
Meskipun strukturnya mirip dengan klozapin, olanzapin tidak
menyebabkan agranulositosis seperti klozapin. Olanzapin dapat
diteloransi dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal terutama
tardiv diskenesia yang minimal. Efek samping yang sering dilaporkan
adalah peningkatan BB dan gangguan metabolik yaitu intoleransi glukosa,
hiperglikemia, dan hiperlipidemia.
Sediaan :
Olanzapin tersedia dalam bentuk tablet 5 mg, 10 mg,dan vial 10 mg.
- Quetiapin
Farmakodinamik :
Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2), serotonin
(5HT2), dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor serotonin 5HT1A
yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif
maupun negatif skizofrenia.
Farmakokinetik :
Absorbsinya cepat setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal
tercapai setelah 1-2 jam pemberian. Ikatan protein sekitar 83%.
Metabolismenya lewat hati oleh enzim CYP 3A4. Ekskresi sebagian besar
lewat urin, dan sebagian kecil lewat feses.
- Indikasi
Quetiapin diindikasikan untuk skizofrenia dengan gejala positif maupun
negatif. Obat ini dilaporkan juga meningkatkan kemampuan kognitif
pasien skizofrenia seperti perhatian, kemampuan berfikir, berbicara, dan
kemampuan mengingat mebaik. Masih diperlukan penelitian lanjutan
untuk membuktikan apakah manfaat klinisnya berarti. Di samping itu, obat
ini diibdikasikan pula untuk gangguan depresi dan mania.
Efek samping
Yang umum adalah sakit kepala, somnolen, dan dizziness. Seperti
antipsikosis atipikal umumnya, Quetiapin juga memiliki ES peningkatan
BB, gangguan metabolik dan hiperprolaktinemia, sedangkan ES samping
ektrapiramidalnya minimal.

- Ziprasidon
Farmakodinamik :
Obat ini dikembangkan dengan harapan memiliki spektrum skizofrenia
yang luas, baik gejala positif, negatif, maupun gejala afektif dengan ES
yang minimal terhadap prolaktin, metabolik, gangguan seksual, dan efek
anti kolinergik. Obat ini memperlihatkan afinitas terhadap reseptor
serotonin (5HT2A) dan dopamin (D2)
Farmakokinetik :
Absorbsinya cepat setelah pemberian oral. Metabolismenya di hati dan di
ekskresi sebagian kecil lewat urin dan sebagian besar lewat feses. Ikatan
protein plasmanya berkisar >99%.
Indikasi :
Untuk mengatasi gangguan keadaan akut (agitasi) dari skizofrenia dan
gangguan skizoafektif, terapi pemeliharaan terhadap skizofrenia,
skizoafektif kronik, serta gangguan bipolar.
Efek samping :
Mirip dengan antipsikosis lainnya. Yang perlu diperhatikan adalah adanya
studi yang menunjukkan Ziprasidon memiliki gangguan kardiovaskular
yakni perpanjangan interval QT yang lebih besar dibanding antipsikosi
lainnya. Pasien dengan gangguang elektrolit, sedang minum obat yang
memiliki efek perpanjangan interval QT, atau gangguan kardiovaskular
perlu berhati-hati dalm penggunaan obat ini.
Sediaan :
Tablet 20 mg, ampul 10 mg.
Daftar Pustaka

|
1. Gunawan, Sulistia Gan. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. FK-UI. Jakarta
2. Katzung, Betram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit Salemba
Medika. Jakarta.

You might also like