You are on page 1of 9

Setiap orang pasti menginginkan berada pada akhir kehidupan yang baik (husnul

khotimah), bukan pada yang buruk (su’ul khotimah). Namun sudah sering kita saksikan
ada beberapa orang yang mati dengan sangat tragis, sangat mengerikan yang mungkin
kita belum pernah melihat sebelumnya. Su’ul khotimah inilah yang patut kita waspadai
dan berusaha untuk tidak berada di ujung kehidupan semacam itu.

Saudaraku, perlu kiranya engkau tahu bahwa su’ul khotimah (mati dalam keadaan buruk)
memiliki sebab yang seharusnya setiap orang menjauhinya. Sebab utama adalah karena
berpaling dari agama Allah. Hal ini dapat berupa berpaling dari istiqomah, lemahnya
iman, rusaknya i’tiqod (keyakinan), dan terus menerus dalam maksiat.

Beberapa Kisah Akhir Hidup yang Begitu Jelek

Ada suatu kisah yang menunjukkan seseorang yang terlalu sibuk dengan dunia sehingga
lupa akan akhirat. Lihatlah bagaimanakah akhir hidupnya.

Ia seorang pedagang kain yang biasa menjual kain. Tatkala sakratul maut ia bukan
menyebut kalimat yang mulia “laa ilaha illallah”, namun yang ia sebut adalah, “Ini kain
baru, ini kain baru. Ini pas untukmu. Kain ini amat murah.” Akhirnya ia pun mati setelah
mengucapkan kalimat semacam itu. Padahal kalimat terbaik yang diucapkan saat sakratul
maut adalah kalimat laa ilaha illallah.

‫جّنَة‬
َ ‫ل ال‬
َ‫خ‬َ ‫ل َد‬
ُ ‫لا‬
ّ ‫ل ِإَلَه ِإ‬
َ ‫لِمِه‬
َ ‫خُر َك‬
ِ ‫نآ‬
َ ‫ن َكا‬
ْ ‫َم‬

“Barang siapa yang akhir perkataannya adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk
surga.” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul
Mashobih no. 1621)

Ada juga orang yang kesehariannya sibuk bermain catur. Ketika sakratul maut, ia
diperintahkan untuk menyebut kalimat “laa ilaha illallah”. Namun apa yang ia katakan
kala maut menjemput? Ia malah mengucapkan, “Skak!” Lalu ia pun menghembuskan
nafasnya yang terakhir. Mati bukan menyebut kalimat tahlil, namun menyebut kata
“skak”. Wallahul musta’an.

Ada pula orang yang kesehariannya biasa menegak arak (khomr). Ketika maut
menjemput, ia ingin ditalqinkan (dituntun baca kalimat tahlil, laa ilaha illallah). Namun
apa yang ia ucapkan? Ia malah berkata saat sakratul maut, “Mari tuangkan arak untukku,
minumlah!” Lantas ia pun mati dalam keadaan seperti itu. Laa haula quwwata illa billah
‘aliyyil ‘azhim.[1]

Pengaruh Teman Bergaul yang Buruk Semasa Hidup

Ulama tabi’in, Mujahid rahimahullah berkata, “Barangsiapa mati, maka akan datang di
hadapan dirinya orang yang satu majelis (setipe) dengannya. Jika ia biasa duduk di
majelis orang yang selalu menghabiskan waktu dalam kesia-siaan, maka itulah yang akan
menjadi teman dia tatkala sakratul maut. Sebaliknya jika di kehidupannya ia selalu duduk
bersama ahli dzikir (yang senantiasa mengingat Allah), maka itulah yang menjadi teman
yang akan menemaninya saat sakratul maut.”[2]

Bukti dari perkataan Mujahid di atas terdapat pada kisah Abu Tholib berikut ini.

، ‫شاٍم‬
َ ‫ن ِه‬َ ‫ل ْب‬
ِ ‫جْه‬
َ ‫عْنَدُه َأَبا‬
ِ ‫جَد‬ َ ‫ َفَو‬- ‫ صلى ال عليه وسلم‬- ‫ل‬ ِّ ‫ل ا‬ ُ ‫سو‬ُ ‫جاءَُه َر‬ َ ‫ب اْلَوَفاُة‬
ٍ ‫طاِل‬ َ ‫ت َأَبا‬
ْ ‫ضَر‬ َ ‫ح‬ َ ‫َلّما‬
ْ ‫ ُق‬، ‫عّم‬
‫ل‬ َ ‫ب » َيا‬ ٍ ‫طاِل‬َ ‫لِبى‬ َ - ‫ صلى ال عليه وسلم‬- ‫ل‬ ِّ ‫ل ا‬ُ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬َ ‫ َقا‬، ‫ن اْلُمِغيَرِة‬ ِ ‫ن َأِبى ُأَمّيَة ْب‬
َ ‫ل ْب‬
ِّ ‫عْبَد ا‬ َ ‫َو‬
،‫ب‬ٍ ‫طاِل‬َ ‫ن َأِبى ُأَمّيَة َيا َأَبا‬
ُ ‫ل ْب‬
ِّ ‫عْبُد ا‬
َ ‫ل َو‬
ٍ ‫جْه‬
َ ‫ل َأُبو‬
َ ‫ َفَقا‬. « ‫ل‬ ِّ ‫عْنَد ا‬
ِ ‫ك ِبَها‬ َ ‫شَهُد َل‬
ْ ‫ َكِلَمًة َأ‬، ‫ل‬
ُّ ‫ل ا‬ّ ‫ل ِإَلَه ِإ‬َ
ِ ‫ وََيُعوَدا‬، ‫عَلْيِه‬
‫ن‬ َ ‫ضَها‬ ُ ‫ َيْعِر‬- ‫ صلى ال عليه وسلم‬- ‫ل‬ ِّ ‫ل ا‬
ُ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬ ْ ‫ب َفَلْم َيَز‬
ِ ‫طِل‬ّ ‫عْبِد اْلُم‬
َ ‫ن ِمّلِة‬ْ‫ع‬َ ‫ب‬ ُ ‫غ‬ َ ‫أََتْر‬
ّ ‫ل ِإَلَه ِإ‬
‫ل‬ َ ‫ل‬
َ ‫ن َيُقو‬
ْ ‫ َوَأَبى َأ‬، ‫ب‬
ِ ‫عْبِد اْلُمطِّل‬
َ ‫عَلى ِمّلِة‬
َ ‫خَر َما َكّلَمُهْم ُهَو‬
ِ‫بآ‬
ٍ ‫طاِل‬
َ ‫ل َأُبو‬
َ ‫حّتى َقا‬
َ ، ‫ك اْلَمَقاَلِة‬
َ ‫ِبِتْل‬
ُّ ‫ا‬
‫ل‬

"Ketika menjelang wafatnya Abu Tholib, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam


mendatanginya dan ternyata sudah ada Abu Jahal bin Hisyam dan 'Abdullah bin Abu
Umayyah bin Al Mughirah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,
kepada Abu Tholib, "Wahai pamanku katakanlah laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang
dengannya aku akan menjadi saksi atasmu di sisi Allah". Maka berkata, Abu Jahal dan
'Abdullah bin Abu Umayyah, "Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan meninggalkan
agama 'Abdul Muthalib?". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terus menawarkan
kalimat syahadat kepada Abu Tholib dan bersamaan itu pula kedua orang itu mengulang
pertanyaannya yang berujung Abu Tholib pada akhir ucapannya tetap mengikuti agama
'Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.”(HR. Bukhari no.
1360 dan Muslim no. 24)

Akibat Maksiat dan Godaan Syaithon

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya dosa, maksiat dan syahwat adalah
sebab yang dapat menggelincirkan manusia saat kematiaanya, ditambah lagi dengan
godaan syaithon. Jika maksiat dan godaan syaithon terkumpul, ditambah lagi dengan
lemahnya iman, maka sungguh amat mudah berada dalam su’ul khotimah (akhir hidup
yang jelek).”[3]

Agar Selamat dari Su’ul Khotimah

Ibnu Katsir rahimahullah kembali melanjutkan penjelasannya:

“Su’ul khotimah (akhir hidup yang jelek)—semoga Allah melindungi kita darinya—
tidaklah terjadi pada orang yang secara lahir dan batin itu baik dalam bermuamalah
dengan Allah. Begitu pula tidak akan terjadi pada orang yang benar perkataan dan
perbuatannya. Keadaan semacam ini tidak pernah didengar bahwa orangnya mati dalam
keadaan su’ul khotimah sebagaimana kata ‘Abdul Haq Al Isybili. Su’ul khotimah akan
mudah terjadi pada orang yang rusak batinnya dilihat dari i’tiqod (keyakinannya) dan
rusak lahiriahnya yaitu pada amalnnya. Su’ul khotimah lebih mudah terjadi pada orang
yang terus menerus dalam dosa besar dan lebih menyukai maksiat. Akhirnya ia terus
menerus dalam keadaan berlumuran dosa semacam tadi sampai maut menjemput sebelum
ia bertaubat.”[4]

Jika telah mengetahui hal ini dan tidak ingin kehidupan kita berakhir buruk sebagaimana
kisah-kisah yang telah kami utarakan di atas, maka sudah sepantasnya kita menyegerakan
taubat terhadap semua dosa yang kita perbuat, baik itu dosa kesyirikan, bid’ah, dosa besar
dan maksiat. Begitu pula segeralah kita kembali taat pada Allah dengan mengawali
segalanya dengan ilmu. Kita tidak tahu kapan nyawa kita diambil. Entah besok, entah
lusa, entah minggu depan, boleh jadi lebih cepat dari yang kita kira. Yang tua dan muda
sama saja, tidak ada yang tahu bahwa ia akan berumur panjang. Selagi masih diberi
kesempatan, selagi masih diberi nafas, teruslah bertaubat dan kembali taat pada-Nya.
Lakukan kewajiban, sempurnakan dengan amalan sunnah. Jauhi maksiat dan berbagai hal
yang makruh. Jangan sia-siakan waktu, teruslah isi dengan kebaikan.

Moga Allah mematikan kita dalam keadaan husnul khotimah dan menjauhkan kita dari
akhir hidup yang jelek, su’ul khotimah. Amin Yaa Mujibas Saailin.

SUUL KHOTIMAH
Sebahagian besar orang yang Soleh-soleh, sangat takut akan
Suul Khotimah. Maka ketahuilah sekarang, semuga Allah memberi engkau hidayah
bahawa Suul Khotimah itu ada dua tingkatan; masing-masing besar bahayanya.

Tapi ada yang lebih besar bahayanya diantara yang dua itu, iaitu, hati kita di waktu
sakaratulmaut atau di waktu payah menderita sakit dengan kepada sakaratulmaut dan
sudah zhohir huru-haranya, datang di hati keragu-raguan, atau ketidak percayaan sama
sekali terhadap Allah. Maka nyawanya dicabut dalam keadaan tidak beriman, tidak
percaya kepada Allah swt. atau dikuasai oleh keragu-raguan, naudzubillah.

Jadi yang menguasainya ialah keruwetan kufur yang menjadi tabir penghalang hatinya
antara dia dengan Allah swt. selama-lamanya.

Yang demikian itu akan menyebabkan dia terjatuh dari Allah selama-lamanya, dan azab
yang kekal terus menerus tidak bisa terpisah iaitu azab kekufuran, jauh dari Allah swt.

Tingkat yang ke dua : iaitu hatinya dikuasai oleh kecintaan terhadap soal-soal dunia yang
tidak ada hubungannya dengan akhirat atau satu keinginan dari soal-soal duniawi yang
selalu terbayang di hatinya, misalnya dia sedang membangun sebuah rumah, dan hatinya
masghul/berbimbang akan hal itu saja sehingga pada waktu sakaratulmaut, terbayang
saja rumah yang belum selesai itu ia tenggelam di dalamnya, hatinya penuh, sampai
tidak ada tempat untuk yang lain.

Bila kebetulan nyawanya di cabut dalam keadaan demikian, maka tidak ada tempat bagi
Allah swt dihatinya.

Jadi hatinya tenggelam dalam keadaan demikian, kepalanya di jungkir balik; kepalanya
kedunia dan kakinya ke Allah swt. Mukanya hanya melihat dunia sahaja, sedangkan
punggungnya dikasihkan kepada Allah swt. Kalau muka sudah berpaling daripada
Allah, datanglah tabir itu. Kalau tabir penghalang antara dia dengan Allah sudah turun,
ertinya sudah ada azab itu, seksa sudah ada tak dapat tiada. Sebab api yang menyala-
nyala itu, yang disebut dalam Al-Quran, hanya akan memakan orang-orang yang dihijab
itu.

Ada pun orang mukmin yang sihat hatinya, jadi tidak tertambat oleh hubbud-dunya, dan
menghadap kepada Allah swt. Iaitu yang disebut dalam firman Allah yang bermaksud:

"Pada hari itu, hari manusia meninggalkan dunia, tidak ada gunanya wang dan
anak-anak. Yang selamat hanyalah orang-orang yang menghadap Allah dengan hati
yang sihat". Ertinya sihat tidak ada penyakit hubbu-dunya.

Kepada orang itu, maka api neraka berkata:

"Boleh engkau lewat wahai orang mukmin, sebab nur yang afdhal di hatimu itu
sudah memadamkan nyala apiku". Ini diriwayatkan dalam hadis Ya'la bin Munabbih.

Kalau kebetulan dicabut nyawanya dalam keadaan tertarik oleh hubbu-dunya, dikuasai
oleh hubbu-dunya (hubbu-dunya itu cintakan dunia yang tidak ada hubungannya dengan
akhirat), ini sangat berbahaya sekali. Sebab, manusia itu matinya bagaimana hidupnya,
begitu hidupnya begitu pula matinya, juga begitu matinya begitu pula bangkitnya dari
kubur, jadi keadaannya berantai.

Apabila engkau bertanya: "Apa yang menyebabkan suul khotimah itu ?". Maka
jawabnya:
Ketahuilah bahawa sebab-sebabnya banyak, tidak bisa diperinci satu per satu tetapi bisa
ditunjukkan pokok-pokoknya saja.

Ada kalanya kerana mati dalam keragu-raguan dan dalam keadaan terhijab. Sebab-
sebabnya bisa disingkatkan menjadi dua sebab.

Seseorang bisa jadi Suul Khotimah, padahal dia itu seorang yang
warak zuhud dan solleh. Mengapa sampai demikian??
Kerana di dalam iktikadnya ada bidaah, bertentangan dengan iktikad yang yang
diiktikadkan oleh Rasulullah SAW, sahabat dan tabi'iinya. Ia memang rajin solatnya,
rajin membaca Al-Quran, sampai kata Rasulullah (tentang khawaridj itu) :"Membaca
Al-Quran lebih rajin dari kamu (para sahabat) dan solatnya lebih rajin daripada
kamu; sampai masing-masing jidadnya(dahinya) hitam , tapi mereka membaca Al-
Quran tidak sampai ke lubuk hatinya dan solatnya tidak diterima oleh Allah swt."
Oleh itu iktikad bida'ah di dalam hati adalah sangat berbahaya, seperti mengiktikadkan
apa-apa yang nantinya dapat menyesatkan dia kepada kepercayaan bahawa Allah seperti
makhluk
Misalnya : betul-betul duduk dalam Arash, padahal Allah itu Laisakamislihi syai'un.

Kelak apabila pintu hijab itu telah terbuka, maka dapatlah diketahui bahawa Allah itu
tidaklah sebagaimana yang kau lukis dalam hati, akhirnya nanti akan ingkar kepada
Allah. Nah di kala itu ia akan mati dalam Suul Khotimah. Kelak kalau orang sudah
sakaratulmaut dan terbuka hijab, baru menyedari bahawa urusan ini demikianlah
sebenarnya.

Kalau tidak sama dengan apa yang ditekadkan dalam hatinya, dia akan bingung. Nah,
dalam keadaan begitu dia matinya dalam Suul Khotimah, meskipun amal-amalnya baik,
nauzubillah. Maka yang paling penting itu adalah iktikad.

Tiap-tiap orang yang salah iktikad kerana pemikirannya sendiri atau kerana ikut-ikutan
pada orang lain, ia jatuh dalam bahaya ini. Kesholehan dan kezuhudan serta tingkah
laku yang baik, juga tidak mampu untuk menolak bahaya ini. Bahkan tidak ada yang
akan menyelamatlkan dirinya melainkan iktikad yang benar. Kerana itu perhatian leluhur
kita kepada yang baik-baik kerana didasari iktikad baik. Orang yang fikirannya
sederhana adalah lebih selamat. Sederhana, tidak berfikir secara mendalam, meskipun
bisa dikatakan orang kurang ilmunya, tapi ia lebih selamat daripada orang yang berlagak
mempunyai ilmu, tapi dasar iktiqadnya tidak benar.

Orang yang sederhana itu, ialah orang yang beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya,
kepada Akhirat, dan ini hanya garis besarnya saja. Nah inilah selamat.

Kalau kita tidak mempunyai waktu untuk memperdalam pengetahuan ilmu Tauhid, maka
usahakan dan perjuangkan agar dalam garis besarnya kita tetap yakin dan percaya; seperti
itu sudah selamat.
Cukup kalau didalam hatinya ia berkata :

"Ya saya beriman kepada Allah S.W.T., hakikatnya berserah diri kepada Allah,
dan iman kepada akhirat dan sebagainya, dalam garis besarnya saja". Terus dia
beribadah dan mencari rezeki yang halal dan mencari pengetahuan yang berguna bagi
masyarakat, sebetulnya itu lebih selamat bagai orang yang tidak sempat belajar secara
mendalam.

Tapi iman yang hanya secara garis besarnya saja harus kuat; seperti petani-petani
yang jauh dari kota dan orang-orang awam yang tidak berkecimpung dalam perdebatan
yang tidak menentu.
Rasulullah s.a.w. suka memperingatkan, pada suatu waktu ada orang-orang yang sedang
berdebat tentang takdir sampai berlangsung lama, melihat ini Rasulullah sampai merah
padam wajahnya, lalu berpidato : "Sesatnya orang-orang yang dulu itu kerana suka
berdebat, antara lain tentang qada dan qodar".

Dan baginda bersabda:

"Orang-orang yang asalnya benar, tapi kemudian sesat, itu dimulai kerana suka
berbantah-bantahan".

Berbantah-bantahan itu kadang-kadang memperebutkan hal-hal yang tidak ada gunanya.

Sabda Rasulullah s.a.w.:

"Sebahagian besar daripada penghuni syurga itu adalah orang-orang yang fikirannya
sederhana saja".

Tidak was-was, cukup dengan garis besarnya saja dari hal iktiqad. Ini diriwayatkan oleh
Imam Baihaqi dalam Sju-Abil Iman. Kerana itu maka leluhur kita suka melarang
orang bercakap yang sia-sia dan tidak penting; jangan suka mengkritik urusan
orang lain, urus saja, kaji saja, soal bagaimana supaya ibadah sah, supaya kamu
bisa mencari rezeki yang halal.

Boleh saja kamu menjadi tukang sepatu, jadi petani, atau jadi doktor, pokoknya
jangan mengkritik urusan sesuatu, kalau bukan ahlinya!!!. Leluhur kita suka
memberi nasihat demikian. Kerana kasihan, gunanya belum tentu, tapi bahayanya
sudah nampak. Garis besarnya adalah sebagaiman berikut:

Apa yang terdapat dalam Al-Quran saya percaya dan kalau ada ayat-ayat Al-Quran yang
saya tidak mengerti, saya serahkan kepada Allah swt dan apa yang dalam hadits saya
percaya.
Bagi orang-orang awam yang bukan ahli, garis besarnya, cukup demikian, pokoknya
kita jangan menyekutukan Tuhan dengan apa, pegang saja laisa kamislihi syai'un. Apa
yang terlintas di hati, sebetulnya hanya buatan hati saja, sebaik saja timbul waswas yang
dilakukan oleh syaitan, maka tolaklah itu. Bagaimana Allah itu ??? Wallahu a'lam.

Allah sendiri Yang Tahu, Adapun tentang diri kita sendiripun, kita tidak tahu, apalagi
zat Allah swt.
Kerana leluhur kita suka melarang, jangan main ta'wil-ta'wilan terus diselindungi dengan
Ayat Al-Quran, katanya agar dimengerti oleh fikiran yang sihat, akhirnya ketika
dicocokkan dengan undang-undang alam, padahal teori itu berubah.

Dulu ada orang yang suka mencocokkan ayat-ayat Al-Quran dengan teori-teori ilmu
fisika dan sebagainya, akhirnya teori-teorinya itu berubah. Orang yang berbuat demikian
itu sudah mati dan tafsirannya hanya menjadi sampah belaka.

Sebab sudah ternyata teorinya itu bisa berubah, sedangkan dia sudah mendasarkan
tafsirnya pada Al-Quran bagi teori-teori itu, lalu dibawanya mati, ini berbahaya sekali.

Kerana itu, kita jangan mencuba-cuba berani menafsirkan Al-Quran hanya atas dasar
pikiran raba-raba saja. Sebab ilmu pengetahuan , baik yang lama maupun yang moden,
dasarnya hanya pengalaman dan percubaan yang hanya merupakan perhitungan saja.

Oleh kerana itu, janganlah sekali-kali kita berani mendasarkan i'tikad yang hanya
didasarkan pada hasil perhitungan saja. Sebaiknya kita mengetahuinya secara global
saja, sebab hal itu ada yang melarang, agar pintunya jangan dibuka sama sekali. Kerana
ada orang yang mendapat ilham dari Allah dengan dibersihkan hatinya dan inkisyaf,
sebelum mati sudah inkisyaf, nanti setiap orang juga inkisyaf, meskipun bukan Wali.
Namun Aulia Allah pun tempo-tempo selagi hidup sudah inkisyaf.

Para Wali tahu akan adab kesopanan, mereka diam, kerana tidak ada bahawa
yang cukup menerangkannya, seandainya hal ini dibahas maka akan banyak sekali
bahaya-bahayanya. Tanjakan-tanjakannya sulit, akal lahir tidak mampu kalau
dipakai untuk menyusun/mengoreksi sifat dan Zat Allah swt. Dan didekatinya oleh
Arifin itu dengan rasa saja, tidak dengan akal lahir tapi dengan rasa batin. Dan
rasa batin itu belum ada bahasanya, hanya tempo-tempo beliau-beliau itu
mengadakan istilah untuk dipakai di antara beliau-beliau saja. Ini sebab yang
pertama.

Sebab yang kedua bagi Suul Khotimah itu, kerana imannya saja yang lemah
dan lemah iman itu banyak sebab-sebabnya, sebahagian besar dari campur gaul. Kalau
orang bercampur gaul dengan orang-orang yang lemah imannya, apalagi bergaul dengan
orang -orang yang suka mengejek, maka akan makin lemah saja imannya. Dan juga dari
bacaan-bacaan; kalau orang sudah cenderung membaca apa-apa yang bisa melemahkan
iman, akhirnya orang itu jadi atheis, dan benar-benar kufur.

Kedua, sebab dari lemah iman itu ditambah oleh suatu istilah: hatinya dikuasai oleh
hubbud-dunya. Sudah imannya lemah, dikuasai pula oleh hubbud-dunya.
Mementingkan diri sendiri dalam soal-soal keduniawian itu ertinya hubbu-dunya. Kalau
iman sudah lemah, cinta kepada Allah juga jadi lemah, dan kuat cintanya kepada dunia
yang bererti mementingkan diri sendiri dalam soal-soal keduniawian.
Akhirnya kalau sudah dikuasai betul-betul hubbud dunya, tidak ada tempat untuk cinta
kepada Allah S.W.T.

Hanya itu saja yang terlintas dihati; Oh, cinta kepada Allah, Allah pencipta diriku.
Tapi pengakuan ini hanya merupakan hiasan bibir batin sahaja. Hal inilah yang
meyebabkan dia terus menerus melampiaskan syahwatnya, sehingga hatinya menghitam
dan membatu, bertumpuk-tumpuk kegelapan dosa itu dihatinya. Imamnya semakin
lama, semakin padam; akhirnya hilang sama sekali dan jadilah ia kufur, hal ini sudah
menjadi tabiat.

Firman Allah S.W.T.:

"Hati mereka itu sudah dicap, jadi mereka tidak bisa mengerti".

Dosa mereka merupakan kotoran yang tidak bisa dibersihkan dari hatinya. Kalau sudah
datang sakaratul maut, maka cinta mereka kepada Allah semakin lemah, sebab mereka
merasa berat dan sedih meninggalkan dunianya, kerana keduniawian sudah menguasai
diri mereka. Setiap orang yang meninggalkan kecintaannya tentu akan merasa sedih lalu
timbul dalam fikirannya :

"Kenapa Allah mencabut nyawaku ?"

Kemudian berubah hati murninya, sehingga dia membenci takdir Allah. Kenapa Allah
mematikan aku dan tidak memanjangkan umurku ? Kalau matinya dalam keadaan
demikian, maka ia mati dalam keadaan Suul Khotimah, naudzubillah.

Demikianlah keterangan singkat dari Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin.

http://www.angelfire.com/journal/suluk/ilmu3.html
Kematian, salah satu rahasia ilmu ghaib yang hanya diketahui oleh Allah ta’ala. Allah
telah menetapkan setiap jiwa pasti akan merasakannya. Kematian tidak pandang bulu.
Apabila sudah tiba saatnya, malaikat pencabut nyawa akan segera menunaikan tugasnya.
Dia tidak mau menerima pengunduran jadwal, barang sedetik sekalipun. Karena bukanlah
sifat malaikat seperti manusia, yang zalim dan jahil.

Manusia tenggelam dalam seribu satu kesenangan dunia, sementara ia lalai


mempersiapkan diri menyambut akhiratnya. Berbeda dengan para malaikat yang
senantiasa patuh dan mengerjakan perintah Tuhannya. Duhai, tidakkah manusia sadar.
Seandainya dia tahu apa isi neraka saat ini juga pasti dia akan menangis, menangis dan
menangis. SubhanAllah, adakah orang yang tidak merasa takut dari neraka. Sebuah
tempat penuh siksa. Sebuah negeri kengerian dan jeritan manusia-manusia durhaka.
Neraka ada di hadapan kita, dengan apakah kita akan membentengi diri darinya ? Apakah
dengan menumpuk kesalahan dan dosa, hari demi hari, malam demi malam, sehingga
membuat hati semakin menjadi hitam legam ? Apakah kita tidak ingat ketika itu kita
berbuat dosa, lalu sesudahnya kita melakukannya, kemudian sesudahnya kita
melakukannya ? Sampai kapan engkau jera ?

Sebab-sebab su’ul khatimah

Saudaraku seiman mudah -mudahan Allah memberikan taufik kepada Anda- ketahuilah
bahwa su’ul khatimah tidak akan terjadi pada diri orang yang shalih secara lahir dan batin
di hadapan Allah. Terhadap orang-orang yang jujur dalam ucapan dan perbuatannya,
tidak pernah terdengar cerita bahwa mereka su’ul khotimah. Su’ul khotimah hanya terjadi
pada orang yang rusak batinnya, rusak keyakinannya, serta rusak amalan lahiriahnya;
yakni terhadap orang-orang yang nekat melakukan dosa-dosa besar dan berani melakukan
perbuatan-perbuatan maksiat. Kemungkinan semua dosa itu demikian mendominasi
dirinya sehingga ia meninggal saat melakukannya, sebelum sempat bertaubat dengan
sungguh-sungguh.

Perlu diketahui bahwa su’ul khotimah memiliki berbagai sebab yang banyak jumlahnya.
Di antaranya yang terpokok adalah sebagai berikut :

• Berbuat syirik kepada Allah ‘azza wa jalla. Pada hakikatnya syirik adalah
ketergantungan hati kepada selain Allah dalam bentuk rasa cinta, rasa takut,
pengharapan, do’a, tawakal, inabah (taubat) dan lain-lain.
• Berbuat bid’ah dalam melaksanakan agama. Bid’ah adalah menciptakan hal baru
yang tidak ada tuntunannya dari Allah dan Rasul-Nya. Penganut bid’ah tidak akan
mendapat taufik untuk memperoleh husnul khatimah, terutama penganut bid’ah
yang sudah mendapatkan peringatan dan nasehat atas kebid’ahannya. Semoga
Allah memelihara diri kita dari kehinaan itu.
• Terus menerus berbuat maksiat dengan menganggap remeh dan sepele perbuatan-
perbuatan maksiat tersebut, terutama dosa-dosa besar. Pelakunya akan
mendapatkan kehinaan di saat mati, disamping setan pun semakin memperhina
dirinya. Dua kehinaan akan ia dapatkan sekaligus dan ditambah lemahnya iman,
akhirnya ia mengalami su’ul khotimah.
• Melecehkan agama dan ahli agama dari kalangan ulama, da’i, dan orang-orang
shalih serta ringan tangan dan lidah dalam mencaci dan menyakiti mereka.
• Lalai terhadap Allah dan selalu merasa aman dari siksa Allah. Allah berfirman
yang artinya, “Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-
duga). Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang
merugi” (QS. Al A’raaf [7] : 99)
• Berbuat zalim. Kezaliman memang ladang kenikmatan namun berakibat
menakutkan. Orang-orang yang zalim adalah orang-orang yang paling layak
meninggal dalam keadaan su’ul khotimah. Allah berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim” (QS. Al An’aam [6] : 44)
• Berteman dengan orang-orang jahat. Allah berfirman yang artinya, “(Ingatlah)
hari ketika orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata,
“Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan yang lurus bersama Rasul.
Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan sebagai
teman akrabku” (QS. Al Furqaan [25] : 27-28)
• Bersikap ujub. Sikap ujub pada hakikatnya adalah sikap seseorang yang merasa
bangga dengan amal perbuatannya sendiri serta menganggap rendah perbuatan
orang lain, bahkan bersikap sombong di hadapan mereka. Ini adalah penyakit
yang dikhawatirkan menimpa orang-orang shalih sehingga menggugurkan amal
shalih mereka dan menjerumuskan mereka ke dalam su’ul khotimah.

Demikianlah beberapa hal yang bisa menyebabkan su’ul khotimah. Kesemuanya adalah
biang dari segala keburukan, bahkan akar dari semua kejahatan. Setiap orang yang
berakal hendaknya mewaspadai dan menghindarinya, demi menghindari su’ul khotimah.

Tanda-tanda husnul khotimah

Tanda-tanda husnul khotimah cukup banyak. Di sini kami menyebutkan sebagian di


antaranya saja :

• Mengucapkan kalimat tauhid laa ilaaha illallaah saat meninggal. Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang akhir ucapan dari
hidupnya adalah laa ilaaha illallaah, pasti masuk surga” (HR. Abu Dawud dll,
dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil)
• Meninggal pada malam Jum’at atau pada hari Jum’at. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap muslim yang meninggal pada hari atau
malam Jum’at pasti akan Allah lindungi dari siksa kubur” (HR.Ahmad)
• Meninggal dengan dahi berkeringat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Orang mukmin itu meninggal dengan berkeringat di dahinya” (HR.
Ahmad, Tirmidzi dll. dishahihkan Al Albani)
• Meninggal karena wabah penyakit menular dengan penuh kesabaran dan
mengharapkan pahala dari Allah, seperti penyakit kolera, TBC dan lain
sebagainya
• Wanita yang meninggal saat nifas karena melahirkan anak. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang meninggal karena melahirkan
anaknya berarti mati syahid. Sang anak akan menarik-nariknya dengan riang
gembira menuju surga” (HR. Ahmad)
• Munculnya bau harum semerbak, yakni yang keluar dari tubuh jenazah setelah
meninggal dan dapat tercium oleh orang-orang di sekitarnya. Seringkali itu
didapatkan pada jasad orang-orang yang mati syahid, terutama syahid fi sabilillah.
• Mendapatkan pujian yang baik dari masyarakat sekitar setelah meninggalnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati jenazah. Beliau mendengar
orang-orang memujinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
“Pasti (masuk) surga” Beliau kemudian bersabda, “kalian -para sahabat- adalah
para saksi Allah di muka bumi ini” (HR. At Tirmidzi)
• Melihat sesuatu yang menggembirakan saat ruh diangkat. Misalnya, melihat
burung-burung putih yang indah atau taman-taman indah dan pemandangan yang
menakjubkan, namun tidak seorangpun di sekitarnya yang melihatnya. Kejadian
itu dialami sebagian orang-orang shalih. Mereka menggambarkan sendiri apa
yang mereka lihat pada saat sakaratul maut tersebut dalam keadaan sangat
berbahagia, sedangkan orang-orang di sekitar mereka tampak terkejut dan
tercengang saja.

Bagaimana kita menyambut kematian?

Saudara tercinta, sambutlah sang kematian dengan hal-hal berikut :


• Dengan iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari
Akhir, dan takdir baik maupun buruk.
• Dengan menjaga shalat lima waktu tepat pada waktunya di masjid secara
berjama’ah bersama kaum muslim dengan menjaga kekhusyu’an dan merenungi
maknanya. Namun, shalat wanita di rumahnya lebih baik daripada di masjid.
• Dengan mengeluarkan zakat yang diwajibkan sesuai dengan takaran dan cara-cara
yang disyari’atkan.
• Dengan melakukan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap
pahala.
• Dengan melakukan haji mabrur, karena pahala haji mabrur pasti surga. Demikian
juga umrah di bulan Ramadhan, karena pahalanya sama dengan haji bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
• Dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, yakni setelah melaksanakan yang
wajib. Baik itu shalat, zakat, puasa maupun haji. Allah menandaskan dalam
sebuah hadits qudsi, “Seorang hamba akan terus mendekatkan diri kepada-Ku
melalui ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku mencintai-Nya”
• Dengan segera bertobat secara ikhlas dari segala perbuatan maksiat dan
kemungkaran, kemudian menanamkan tekad untuk mengisi waktu dengan banyak
memohon ampunan, berdzikir, dan melakukan ketaatan.
• Dengan ikhlas kepada Allah dan meninggalkan riya dalam segala ibadah,
sebagaimana firman Allah yang artinya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
menjalankan agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah [98] : 5)
• Dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya.
• Hal itu hanya sempurna dengan mengikuti ajaran Nabi, sebagaimana yang Allah
firmankan yang artinya, “Katakanlah, ‘Jika kamu benar-benar mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah
Maha pengampun lagi Maha penyayang” (QS. Ali Imran [3] : 31)
• Dengan mencintai seseorang karena Allah dan membenci seseorang karena Allah,
berloyalitas karena Allah dan bermusuhan karena Allah. Konsekuensinya adalah
mencintai kaum mukmin meskipun saling berjauhan dan membenci orang kafir
meskipun dekat dengan mereka.
• Dengan rasa takut kepada Allah, dengan mengamalkan ajaran kitab-Nya, dengan
ridha terhadap rezeki-Nya meski sedikit, namun bersiap diri menghadapi Hari
Kemudian. Itulah hakikat dari takwa.
• Dengan bersabar menghadapi cobaan, bersyukur kala mendapatkan kenikmatan,
selalu mengingat Allah dalam suasana ramai atau dalam kesendirian, serta selalu
mengharapkan keutamaan dan karunia dari Allah. Dan lain-lain

(dicuplik dari Misteri Menjelang Ajal, Kisah-Kisah Su’ul Khatimah dan Husnul
Khatimah, penerjemah Al Ustadz Abu ‘Umar Basyir hafizhahullah). Semoga sholawat
dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada sanak keluarga beliau dan
para sahabat beliau

http://www.suaramedia.com/artikel/kumpulan-artikel/27223-inilah-sebab-sebab-suul-
khatimah.html

You might also like