You are on page 1of 10

Makalah Tafsir

TAFSIR SURAT AL-IKHLAS


(Bersihkan Jiwa dengan Surat Kemurnian)

Disusun
Oleh

WILDA RAHMAWATI
NIM. 290 919 432

JURUSAN TADRIS KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
SURIEN, 2010
BAB I
PENDAHULUAN

Inilah surat ke 112 dalam kitab suci Al-Qur’an menurut mushaf Usmani.
Meski ditempatkan di bagian akhir kitab, tetapi al-Ikhlas merupakan surah yang
diwahyukan di Mekkah, bahkan surah ini diturunkan di awal kenabian. Menurut,
Maulana Muhammad Ali, ada 60 Surah yang diwahyukan kepada Nabi selama 5
tahun pertama kenabiannya.
Al-Ikhlas merupakan surah ke-22 yang diturunkan kepada Nabi. Tetapi,
sebagian ulama berpendapat bahwa surah ini merupakan surah ke -19 yang
diwahyukan di tahun-tahun pertama kenabian.
Surah Al-Ikhlas disebut juga sebagai surah at-Tauhid, karena saat ini berisi
ajaran untuk memurnikan kepercayaan manusia kepada Tuhan. Surat ini juga
masyhur dengan sebutan surat “ash-Shamad” diambil dari ayat 2 surat ini, dan masih
banyak lagi sebutan bagi surat ini.

A. Riwayat Turunnya
Pada waktu itu sudah lebih dari 15 surat yang telah diwahyukan kepada Nabi.
Tetapi belum ada surat yang menjelaskan hakikat Allah kepada masyarakat musyrik
Mekkah. Maka orang-orang musyrik Mekkah bertanya-tanya kepada Nabi
Muhammad tentang sifat tuhan yang dipercayai Nabi. Sedangkan masyarakat
musyrik sendiri bangga dengan kepercayaan bahwa Tuhan itu memiliki banyak anak.
Dan anak-anak Tuhan itu adalah para malaikat.
Kepercayaan mereka tentang Tuhan itu direkam dalam QS. Ash-Shaffat (37):
149-151 sebagai berikut:
Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Mekah):
"Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan dan untuk mereka anak laki-
laki, atau Apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan
dan mereka menyaksikan(nya)? Ketahuilah bahwa Sesungguhnya mereka
dengan kebohongannya benar-benar berdusta. (QS. Ash-Shaffat: 149-151)
Memerhatikan pernyataan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, jelas turunnya surat
al-Ikhlas itu sebagai jawaban terhadap pertanyaan orang-orang musyrik Mekkah.

B. Keutamaan Surat Al-Ikhlas


Secara tradisional, orang Islam senantiasa mencari-cari keutamaan suatu
surat, sehingga banyak cerita tentang keutamaan surat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Surat al-Ikhlas pun tidak luput dari yang
demikian.
Anas r.a berkata, seorang laki-laki Anshar menjadi imam di mesjid Quba.
Setiap selesai membaca Fatihah, ia selalu membaca surat-surat lainnya. Lalu kawan-
kawannya berkomentar, “Mengapa Anda selalu membacanya? Tidakkah anda bosan?
“Sahabat itu menjawab, “Sungguh aku tak bisa meninggalkannya. Kalau kalian tidak
suka aku menjadi imam karena sering membaca al-Ikhlash, silahkan imam yang lain.
“Namun karena tidak ada orang yang paling baik bacaan al-Qur’annya selain dia,
akhirnya ia tetap jadi imam.
Surat al-Ikhlas bukanlah surat terpendek atau paling sedikit ayatnya. Ia hanya
mengandung 4 ayat. Ada beberapa surat yang ayatnya lebih sedikit dari al-Ikhlas.
Surat yang mengandung 3 ayat, yaitu al-Kautsar, al-‘Ashr, dan an-Nashr. Namun,
kandungan-kandungan surat al-Ikhlas memiliki bobot sepertiga al-Qur’an.1
Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab r.a, Rasulullah saw bersabda, “siapa yang
membaca Qulhuwallahu Ahad, seolah-olah ia membaca sepertiga al-Qur’an”. (HR.
An-Nasai).
Para ahli menyebutkan, yang dimaksud “sesungguhnya Allah swt. membagi
al-Qur’an menjadi tiga bagian”, pertama, Al-‘Aqaid (masalah-masalah yang
berkaitan dengan setauhidan dan ketuhanan, termasuk di dalamnya meluruskan
penyimpangan-penyimpangan konsep ketuhanan. Kedua, Asa-Syar’i (masalah-
masalah yang berkaitan dengan peribadatan dan hukum). Ketiga, al-Qashsash
(masalah-masalah yang berkaitan dengan kisah-kisah kehidupan para Rasul ataupun
orang-orang Saleh, bahkan riwayat orang-orang durhaka pun dibicarakan sebagai
bahan pelajaran hidup.
1
Achmad Chodjim, Bersihkan Iman dengan Surat Kemurnian, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2005), hal. 33.
Al-Ikhlas artinya kemurnian keesaan atau setauhidan Allah swt. Jadi, makna
hadits di atas adalah surat al-Ikhlas mewakili sepertiga pembicaraan al-Qur’an yaitu
setauhidan. Bukan bermakna satu kali baca al-Ikhlas sama dengan membaca seperti
al-Qur’an sehingga diartikan dengan tiga kali membaca al-Ikhlas sama dengan
menamatkan tiga puluh juz. Jelas ini pemahaman yang kurang tepat.2
Surat al-Ikhlas ini mengandung penitsbatan (penetapan) keesaan Allah, tidak
ada sekutu bagi-Nya dan Allah-lah yang dimaksudkan untuk menyelesaikan segala
keperluan, tidak beranak dan tidak diperanakkan serta tidak ada yang sebanding-
Nya.3

2
Aam Amiruddin, Tafsir al-Qur’an Kontemporer, (Bandung: Khazanah Inteltktual, 2004),
hal. 48-50.
3

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Penjelas al-Qur’anul Karim, (Semarang: Pustaka


Rizki Putra, 2002), hal. 1635-1638.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir Ayat Pertama Surat al-Ikhlas


1 Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang 





. Maha Esa.
“Katakanlah! (Hai utusan-Ku) “Dia adalah Allah, Maha Esa (ayat 1). Inilah
pokok pangkal aqidah, puncak dari kepercayaan. Mengakui bahwa yang dipertuan itu
Allah nama-Nya. Dan itu adalah nama dari satu saja, tidak ada Tuhan selain Dia. Dia
Maha Esa, mutlak Esa, tunggal, tidak bersekutu yang lain dengan Dia.
Pengakuan atas kesatuan, atau keesaan, atau tunggal-Nya. Tuhan dan nama-
Nya ialah Allah, kepercayaan itulah yang dinamai Tauhid. Berarti penyusun fikiran
yang suci murni, tulus ikhlas bahwa tidak mungkin Tuhan itu lebih dari satu. Tidak
ada yang menyamai-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, dan tidak ada pula teman
hidup-Nya. Karena mustahillah ia lebih dari satu. Karena kalau berbilang terbagilah
kekuasaan-Nya. Kekuasaan yang terbagi, artinya sama-sama kurang berkuasa.4
Karena itu, Dialah yang Maha Kuasa satu-satunya. Tidak ada yang bisa
berbuat untuk sesuatu dan pada sesuatu di alam ini. Inilah aqidah yang tertanam di
dalam hati dan sebagan penafsiran dari wujud itu sendiri.
Jika gambaran seperti ini telah tertanam di hati seseorang, yaitu
gambaran bahwa tidak ada yang dia lihat di dunia ini kecuali hakikat Allah,
maka dia akan melihat hakikat itu di semua wujud yang dilahirkannya. Ini
adalah suatu derajat pada saat hati seseorang akan melihat tangan Allah di
setiap sesuatu yang dilihatnya. Dan di balik itu ada derajat lagi yang pada saat
itu tidak ada sesuatu pun yang dilihat di dunia kecuali Allah, sebab tidak ada
lagi hakikat selain hakikat Allah.5
Prof. Dr. M. Quraiish Shihab dalam tafsir al-Qur’an al-Karim,
menyebutkan kata “Qul” yang berarti “katakanlah!” membuktikan bahwa

4
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu’ XXVIII, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hal. 301-302.
5

Syeikh Abdullah bin Muhammad Ad-Duwais, Koreksi Tafsir fi Zilalil Qur’an, (Jakarta:
Darul Qolam, 2004), hal. 421-422.
Nabi Muhammad saw. selalu menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya
dari ayat-ayat al-Qur’an yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Beliau tidak
mengubahnya walau hanya satu huruf. Secara tidak langsung, ini merupakan
penolakan terhadap anggapan sebagian orang kafir yang menuduh bahwa al-
Qur’an itu karangan Nabi saw bukan firman Allah SWT.6

B. Tafsir Ayat Kedua Surat al-Ikhlas


2 Allah adalah Tuhan yang bergantung  


 
. kepada-Nya segala sesuatu.
Artinya, bahwa segala sesuatu ini adalah Dia yang menciptakan, sebab itu
maka segala sesuatu itu kepada-Nyalah bergantung, ada atas kehendak-Nya.
Kata Abu Hurairah: Arti “Ash-Shamadu ialah segala sesuatu memerlukan dan
berkehendak kepada Allah, berlindung kepada-Nya, sedang Dia tidaklah berlindung
kepada sesuatu jua pun. 7
Ustad Muhammad Abduh dalam karyanya tafsir al-Qur’an al-Karim
menyatakan, kata ash-Shamad mengisyaratkan pengertian bahwa kepada Allah-lah
secara langsung bermuara setiap permohonan, tanpa harus ada perantara atau
pemberi syafaat. Penegasan Allaahussamad merupakan antitesis (perlawanan)
terhadap keyakinan kaum musyrikin dan penganut agama-agama lainnya yang
berkeyakinan bahwa Tuhan harus didekati melalui perantaraan orang-orang saleh.
Sesungguhnya kaum musyrikin yang memusuhi Islam percaya kepada
eksistensi Allah SWT. Namun, mereka tidak pernah langsung berdoa atau beribadah
kepadanya. Mereka membuat perantara yaitu dalam bentuk berhala atau orang-orang
shaleh yang telah meninggal. Saat mereka ditegur “mengapa kalian menyembah
berhala-berhala ini?” jawabnya, Kami tidak pernah, beribadah kepada berhala ini,
kami hanya menjadikannya perantara untuk menyampaikan permohonan kami
kepada Allah”.

6
Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 50.
7

Hamka, Op.cit. hal. 302.


“… dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami
kepada Allah dengan sedekat- dekatnya…" (QS. Az-Zumar 39: 3)
Al-Qur’an mengarahkan agar kita selalu memohon, berdoa dan beribadah
secara langsung kepada-Nya, tanpa perantara, karena ini merupakan refleksi dari
Allahussamad.

C. Tafsir Ayat Ketiga Surat Al-Ikhlas


3 Dia tiada beranak dan tidak pula 
 

 
. diperanakkan.

 
Ada dua kata dalam al-Qur’an yang sering digunakan menafsirkan atau
meniadakan sesuatu, yaitu kata lam (huruf berharkat fatihah disambung huruf mim
yang berharkat sukun) dan kata lan (huruf lam terharkat fatihah disambung huruf nun
yang berharkat sukun).
Kata lam pada ayat ini digunakan untuk menggambarkan bahwa saat itu telah
beredar keyakinan bahwa Tuhan itu bisa beranak. Singkatnya kata lam yang
digunakan pada ayat lam yalid walam yulad merupakan koreksi terhadap keyakinan
yang beredar saat itu. Seolah ayat ini mengatakan “keyakinan anda keliru,
sesungguhnya Allah tidak beranak dan tidak diperankan”.8
Mustahil dia beranak. Yang memerlukan anak hanyalah makhluk bernyawa
yang menghendaki keturunan yang akan melanjutkan hidupnya. Oleh sebab itu,
maka Allah swt. mustahil memerlukan anak. Sebab Allah hidup terus, tidak akan
pernah mati-mati, tidak berpemulaan dan akhirnya tidak berkesudahan.
Dan Dia, Allah itu, tidak pula diperankan. Tegasnya tidaklah Dia berbapa.
Karena kalau Dia berbapak, teranglah bahwa si anak kemudian lahir ke dunia dari
ayahnya, dan kemudian ayah itupun mati. Kemudian si anakpun menyambung
kuasa.9

8
Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 52-56.
9

Hamka, Op.cit, hal. 302.


Surat al-Ikhlas ini ditutup dengan ayat yang menafikan (meniadakan) segala
hal yang sama dengan Allah swt.10

D. Tafsir Ayat Keempat Surat al-Ikhlas


4 Dan tidak ada seorangpun yang  

. setara dengan Dia."
 


 
Yang Tuhan itu adalah mutlak kuasa-Nya, tiada berbagi, tiada separuh
seorang, tiada gandingan, tiada bandingan dan tiada tandingan.11
Artinya, bukan hanya dari segi beranak dan diperanakkannya, tapi Allah itu
berbeda engna makhluk dari segala dimensinya. Wallahu’alam.12

10
Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 56.
11

Hamka, Op.cithal. 303.


12

Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 56.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Al-Ikhlas artinya memurnikan keesan Allah swt. Surat ini terdiri atas empat
ayat, termasuk golongan surat Makkiyah diturunkan sebelum Rasulullah
SAW hijrah ke Madinah.
2. Turunnya surat al-Ikhlas merupakan jawaban terhadap pertanyaan orang-
orang Musyrik Mekkah tentang sifat Tuhan yang dipercayai Nabi.
3. Banyak keutamaan yang terdapat dalam surat al-Ikhlas, salah satunya yaitu
kandungan surat al-Ikhlas memiliki bobot sepertiga al-Qur’an.
4. Para ahli menyebutkan Allah SWT membagi al-Qur’an menjadi tiga bagian:
• Pertama Aqaid (masalah-masalah yang berkaitan dengan setauhidan
dan ketuhanan).
• Kedua Asy-Syara’i (masalah-masalah yang berkaitan dengan
peribadatan).
• Ketiga al-Qashash (masalah-masalah yang berkaitan dengan kisah-
kisah kehidupan para Rasul ataupun orang-orang shaleh)
5. Surat al-Ikhlas mengandung pengitsbatan (penetapan) keesaan Allah, tidak
ada sekutu bagin-Nya dan Allah-lah yang dimaksud untuk menyelesaikan
segala keperluan, tidak beranak dan tidak diperanakkan serta tidak ada yang
sebanding dengan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA

Ad-Duwais, Syaikh Abdullah bin Muhammad, 2003. Koreksi Tafsir fi Zilalil


Qur’an. Jakarta: Darul Qolam.

Amiruddin, Aam, 2004.3 Tafsir al-Qur’an Kontemporer. Bandung: Khazanah


Intelektual.

Ash-Shiddiiqy, Muhammad Hasbi, 2002. Tafsir Penjelas al-Qur’anul Karim.


Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Chodim, Achmad, 2005. Al-Ikhlash, Bersihkan Iman dengan Surat Kemurnian.


Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.

Hamka, 1985. Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXVIII. Jakarta: Pustaka Panjimas.

You might also like