You are on page 1of 12

Laporan Praktikum

TITRASI ASAM LEMAH DENGAN BASA KUAT


LABORATORIUM KIMIA SMA VIDATRA
Praktikum I Kelas XI IPA Semester II
2010/2011

Judul : “TITRASI ASAM LEMAH DENGAN BASA KUAT”


Praktikan : Indah Nur Fadillah
Nomor Absen : 13
Kelas : XI IPA 2
Tanggal : 18 Maret 2011

I. Tujuan
A. Melakukan titrasi asam basa untuk menentukan konsentrasi dan kadar suatu larutan
beserta grafiknya.
B. Mempelajari perubahan pH yang terjadi pada titrasi asam lemah oleh basa kuat.

II. Landasan Teori


Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan
reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang
melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi
asam basa).
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan
di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai
“titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa
larutan.
Prinsip Titrasi Asam basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut
sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.

Cara Mengetahui Titik Ekuivalen


Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian
membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik
tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada
saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perbahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang
tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator
disebut sebagai “titik akhir titrasi”.

Rumus Umum Titrasi


Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-
ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus
diatas dapat kita tulis sebagai:

NxV asam = NxV basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

nxMxV asam = nxVxM basa

keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
DAFTAR INDIKATOR ASAM BASA

III. Alat dan Bahan


A. Bahan :
 Padatan NaOH.
 Larutan cuka (CH3COOH)
 Indikator fenolftalein (PP)
 Indikator universal
 Aquades
B. Alat :
 Buret 50 ml
 Tiang buret
 Corong
 2 gelas ukur 100 ml
 Pipet volume 10 ml
 Erlenmeyer 250 ml
IV. Cara kerja:
Membuat larutan CH3COOH
1. Siapkan 10 ml larutan cuka dapur.
2. Kemudian encerkan dengan aquades hingga volume 100 ml di dalam gelas ukur.
3. Terbentuklah larutan 100 ml CH3COOH 0,1 M.

Membuat larutan NaOH


1. Siapkan 0,4 gr NaOH padatan (sesuai dengan perhitungan)
2. Masukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, lalu tambahkan aquades sampai 100 ml.
3. Kocok sampai terbentuk larutan homogen.
4. Terbentuklah larutan 100 ml NaOH 0,1M.

Melakukan titrasi asam basa


1. Siapkan alat yang diperlukan.
2. Bersihkan buret dan bilas dengan larutan NaOH sebanyak 3 kali.
3. Masukkan larutan NaOH ke dalam buret menggunakan corong sampai ke skala nol
buret.
4. Masukkan 10 ml larutan cuka encer yang telah dibuat ke dalam Erlenmeyer.
5. Tambahkan 3 tetes indikator fenolftalein.
6. Lakukan titrasi dengan meneteskan larutan NaOH dari buret secara perlahan.
7. Ukur pH titrat setiap penambahan 1ml NaOH menggunakan indikator universal, dengan
cara memberikan 1 tetes titrat ke atas kertas indikator universal.
8. Hentikan titrasi ketika larutan telah berubah warna menjadi merah muda, lalu catat
volume NaOH dalam buret.
9. Hitung selisih volume semula dengan volume akhir larutan NaOH dalam buret.
10. Ulangi percobaan 3 kali lagi, tetapi tanpa melakukan langkah no. 7.

V. Data Pengamatan
1. N 1 x V1 = N 2 x V2
n 1 x M 1 x V 1 = n2 x M 2 x V 2
1 x M1 x 10 = 1 x 0,1 x 8,7
10 x M1 = 0,87
M1 = 0,087 M
2. Pengenceran cuka
Mcuka x V1 = M2 x V2
0,087 x 500 = M2 x 20
43,5 : 20 = M2
2,175 M = M2
3. Kadar cuka
M = (% x ρ x 10) : Mr
2,175 = (% x 0,98 x 10) : 60
% = 130,5 : 9,8 V CH3COOH V NaOH
No.
% = 13,316 % (ml) (ml)
1 10 8,5
No. V NaOH pH 2 10 8,7
1 0 5 3 10 8,9
2 1 5 Rata-rata 10 8,7
3 2 5
4 3 5
5 4 6
6 5 6
7 6 6
8 7 7
9 8 7
10 9 8

VI. Pembahasan
N 1 x V1 = N 2 x V2
n 1 x M 1 x V 1 = n2 x M 2 x V 2
1 x M1 x 10 = 1 x 0,1 x 8,7
10 x M1 = 0,87
M1 = 0,087 M
Larutan NaOH yang diambil adalah 8,7 ml. Sehingga pada perhitungan ini menunjukkan
bahwa konsentrasi larutan CH3COOH adalah 0,087 M.

Mcuka x V1 = M2 x V2
0,087 x 500 = M2 x 20
43,5 : 20 = M2
2,175 M = M2

Kemudian cuka diencerkan dengan 500 ml akuades. Maka konsentrasi cuka setelah
diencerkan adalah 2,175 M.

M = (% x ρ x 10) : Mr
2,175 = (% x 0,98 x 10) : 60
% = 130,5 : 9,8
% = 13,316 %

Kemudian, kita mencari persentase cuka dalam larutan. Setelah dihitung, ternyata
persentase cuka dalam larutan adalah 13,316 %.

Dari data pengamatan, tercatat bahwa pH cuka sebelum dititrasi adalah 5 dengan
diukur menggunakan indicator universal. Setelah ditambahkan larutan NaOH sebanyak 1 ml,
pH-nya tetap 5. Setelah ditambahkan larutan NaOH sebanyak 2 ml, pH-nya tetap 5. Setelah
ditambahkan larutan NaOH sebanyak 3 ml, pH-nya tetap 5. Setelah ditambahkan larutan
NaOH sebanyak 4 ml, pH-nya berubah menjadi 6. Setelah ditambahkan larutan NaOH
sebanyak 5 ml, pH-nya tetap 6. Setelah ditambahkan larutan NaOH sebanyak 6 ml, pH-nya
tetap 6. Setelah ditambahkan larutan NaOH sebanyak 7 ml, pH-nya berubah menjadi 7.
Setelah ditambahkan larutan NaOH sebanyak 8, pH-nya tetap 7. Setelah ditambahkan
dengan larutan NaOH sebanyak 8 ml, larutan cuka berubah menjadi warna merah muda.
Hal itu menandakan bahwa larutan cuka tersebut telah menjadi netral.

Dari data pengamatan, tercatat bahwa pada percobaan pertama, volume larutan
NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi 10 ml larutan cuka adalah 8,5 ml. Pada percobaan
kedua, volume larutan yang dibutuhkan untuk mentitrasi 10 ml larutan cuka adalah 8,7 ml.
Pada percobaan ketiga, volume larutan yang dibutuhkan untuk mentitrasi 10 ml larutan
cuka adalah 8,9 ml. Dari ketiga percobaan tersebut, didapatlah rata-rata volume larutan
yang dibutuhkan untuk mentitrasi 10 ml larutan cuka. Rata-ratanya adalah 8,7 ml.

Dari percobaan di atas, dapat dibuat grafik sebagai berikut: (terdapat pada lampiran)

VII. Pertanyaan
1. Pada pH berapa titik ekuivalen terjadi? Jelaskan!
Jawab : Sekitar pH 7, karena pada percobaan titrasi asam lemah oleh basa kuat kita
anggap titik ekuivalen adalah ketika indikator fenolftalein mulai berwarna merah muda.

2. Berapa konsentrasi CH3COOH yang diperoleh? Jelaskan menggunakan perhitungan!


Jawab : N 1 x V1 = N 2 x V2
n1 x M1 x V1 = n2 x M2 x V2
1 x M1 x 10 = 1 x 0,1 x 8,7
10 M1 = 0,87
M1 = 0,087 M

3. Dapatkah indicator metil merah digunakan dalam titrasi asam basa pada percobaan di
atas? Mengapa?
Jawab : Tidak. Karena Indikator metal merah memiliki trayek pH 4,4 – 6,2. Indikator
metil merah akan menunjukkan perubahan warna jauh sebelum titik
ekuivalen tercapai, padahal titik ekuivalen diharapkan sedekat menugkin
dengan titik akhir titrasi.

4. Bagaimanakah bentuk grafik pada percobaan di atas?


Jawab :

pH larutan
CH3COOH
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
Volume NaOH 0,1 M
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
5. Berapa kadar cuka yang diperoleh jika diketahui massa jenisnya 0,98 gram/ml?
Jawab : Mcuka x V1 = M2 x V2
0,087 x 500 = M2 x 20
43,5 : 20 = M2
2,175 M = M2

M = (% x ρ x 10) : Mr
2,175 = (% x 0,98 x 10) : 60
% = 130,5 : 9,8
% = 13,316 %
Kadar cukanya 12,09 %
VIII. Kesimpulan
1. Titrasi asam lemah dengan basa kuat harus menggunakan indicator fenolftalein karena
indicator ini labih akurat dalam menentukan titik ekuivalen suatu titrasi asam lemah
dengan basa kuat.
2. Semakin banyak volume larutan basa kuat diteteskan ke larutan asam lemah yang telah
diberi indicator fenolftalein, maka akan menjadi semakin tinggi pH larutan asam lemah
tersebut.
3. Warna larutan asam lemah yang telah mencapai titik akhir titrasi oleh larutan basa kuat
akan menjadi merah muda.
4. Percobaan titrasi asam basa harus dilakukan lebih dari satu kali agar mendapatkan titik
akhir titrasi yang lebih akur.
Bontang, 21 Maret 2011
Praktikan,
( Indah Nur Fadillah )

You might also like