You are on page 1of 39

` BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada dasarnya perjanjian kerja dibuat dengan motivasi yang menguntungkan semua
pihak baik perusahaan maupun karyawan. Perusahaan membutuhkan komitmen karyawan
untuk memberikan yang terbaik, dengan begitu perusahaan juga memberikan apa-apa yang
menjadi hak karyawan. Sehingga sebenarnya perselisihan yang terjadi antara perusahaan
dan karyawan seharusnya dapat dihindari. Pemahaman yang mendalam mengenai
perjanjian kerja mulai siapa saja yang terlibat sampai kesesuaian dengan ketentuan hukum
sangatlah penting untuk dipahami.

Makalah ini memberikan rambu-rambu bagaimana membuat perjanjian kerja yang


saling menguntungkan. Dalam makalah ini dijelaskan secara lengkap perihal perjanjian
kerja, cara membuat perjanjian kerja, kewajiban / hak pengusaha dan pekerja / buruh,
pemutusan hubungan kerja (PHK), peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.
Peraturan perundang-undangan Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang saat
ini berlaku, disamping berbagai peraturan pelaksanaan di bidang ketenagakerjaan yang
masih relevan. Dari makalah ini berbagai pihak, baik pengusaha dan buruh/pekerja mampu
membuat suatu perjanjian kerja yang berlandaskan undang-undang. Perjanjian kerja seperti
itu tentunya amat dibutuhkan dalam mencipatakan iklim kerja yang kondusif karena
masing-masing pihak telah mengetahui bahwa segala hak dan kewajibannya telah
dilindungi oleh hukum.

B. PENGERTIAN

Sebelum secara langsung membahas tentang perjanjian kerja terlebih dahulu akan
dikemukakan pengertian perjanjian kerja. Perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam bab
IX Undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003. Dalam angka 14 undang-undang tersebut
dijelaskan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat, hak dan kewajiban para pihak. Kemudian
dalam pasal 1 nomor 15 disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur

1
pekerjaan, upah dan perintah. Dalam KUH Perdata 1601 a. dijelaskan bahwa perjanjian
perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya
untuk dibawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu,
melakukan pekerjaan dengan menerima upah.1

Sesuai dengan kondisi dan sasaran yang akan dicapai dapat dibagi menjadi dalam 2
bentuk yaitu : pertama, pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus-
menerus dalam waktu tak tertentu ; kedua, pekerjaan yang menurut sifat jenis dan tuntunan
kegiatannya perlu diselesaikan dan dilakukan dalam waktu tertentu dan relatif pendek.
Untuk memulai suatu pekerjaan, pengusahaan dan pekerja membuat perjanjian kerja, yaitu
perjanjian pengikatan diri antara pekerja dan pengusaha bahwa pekerja menyatakan
kesediaan membayar upah dan hak-hak pekerjaan lainnya.

Dari definisi diatas dapat diambil inti bawa perjanjian kerja yang berdampak bagi
timbulnya hubungan kerja harus mempunyai 3 unsur, antara lain :

1. Adanya orang yang dipimpin dan memimpin : harus ada dua pihak yang berbeda
dalam kedudukannya , ada yang memerintah dan ada yang diperintah atau bisa
disebut dengan hubungan subordinasi.
2. Adanya penunaian kerja : penunaian kerja maksudnya melakukan pekerjaan akan
tetapi bukan persewaan kerja karena yang tersangkut dalam kerja adalah tenaga
mausia, sehingga upah sebagai kontraprestasi dipandang dari sudut ekonomis.
3. Adanya upah : ketentuan mengenai upah ini diatur dlam pasal 1 angka 30 UU
ketenagakerjaan tahun 2003. Disebutkan bahwa adalah hak pekerja yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi
kerja pada pekerja yang dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan
atau suatu peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan
keluarga atas suatu jasa yang telah atau akan dilakukan.

BAB II
PERMASALAHAN

1 Menurut UU 21/1954:”Perjanjian Perburuhan” diadakan antara majikan dan “serikat buruh”, “perjanjian
kerja” antara majikan dan buruh perseorangan

2
Pengusaha sebagai pihak yang kuat secara sosial ekonomi akan selalu
menekan pihak pekerja yang berada pada posisi yang lemah/rendah. Atas dasar itu,
pemerintah secara berangsur-angsur turut serta dalam menangani masalah
perburuhan melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang memberikan
kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban pengusaha maupun pekerja. Campur
tangan pemerintah dalam bidang perburuhan melalui peraturan perundang-
undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan telah membawa perubahan mendasar yakni menjadikan sifat
hukum perburuhan menjadi ganda yakni sifat privat dan sifat publik. Sifat privat
melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang ditandai dengan adanya
perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Sedangkan sifat publik dari
hukum perburuhan dapat dilihat dari adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi
pelanggar ketentuan di bidang perburuhan/ketenagakerjaan dan dapat dilihat dari
adanya ikut campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah
(upah minimum).
Hubungan kerja merupakan hubungan antara pekerja dengan pengusaha
yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa
hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan
demikian jelaslah bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja
antara pengusaha dan pekerja.
Saat ini masih banyak pekerja yang tidak mengerti akan hak dan
kewajibannya sehingga banyak pekerja yang merasa dirugikan oleh pengusaha yang
memaksakan kehendaknya pada pihak pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja
tersebut pada pekerjanya

Isi dari penyelenggaraan hubungan kerja tidak boleh bertentangan dengan


ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memaksa ataupun yang bertentangan
dengan tata susila yang berlaku dalam masyarakat, ataupun ketertiban umum. Bila

3
hal tersebut sampai terjadi maka perjanjian kerja tersebut dianggap tidak sah dan
batal.
Perjanjian kerja memegang peranan penting dan merupakan sarana untuk
mewujudkan hubungan kerja yang baik dalam praktek sehari-hari, maka perjanjian
kerja pada umumnya hanya berlaku bagi pekerja dan pengusaha yang mengadakan
perjanjian kerja. Dengan adanya perjanjian kerja, pengusaha harus mampu
memberikan pengarahan/penempatan kerja sehubungan dengan adanya kewajiban
mengusahakan pekerjaan atau menyediakan pekerjaan, yang tak lain untuk
mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Walaupun suatu perjanjian kerja
telah mengikat para pihak, namun dalam pelakasanaannya sering berjalan tidak
seperti apa yang diharapkan misalnya masalah jam masuk kerja, masalah upah,
sehingga menimbulkan perselisihan paham mengenai hubungan kerja dan akhirnya
terjadilah pemutusan hubungan kerja.
Perselisihan antara pengusaha dan buruh/pekerja kerap terjadi dalam dunia
ketenagakerjaan di tanah air. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih
banyaknya pihak yang belum mengerti tentang hak–hak dan kewajiban-kewajiban
yang mereka miliki dalam suatu perjanjian kerja yang notabennya adalah suatu
perikatan hukum. Di satu sisi pengusaha masih melihat pihak pekerja/buruh sebagai
pihak yang lemah tanpa posisi tawar. Sementara itu pihak buruh/pekerja sendiri
kurang mengetahui apa-apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Dengan kata lain,
pihak buruh/pekerja turut saja terhadap peraturan yang diberikan oleh pihak
pengusaha. Padahal dalam suatu hubungan kerja sama yang baik tidak ada pihak
yang lebih penting karena pengusaha dan buruh/pekerja masing-masing saling
membutuhkan.
Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah pembahasan
mengenai perjanjian kerja dan perburuhan agar perselisihan antara pihak pengusaha
dengan pekerja/buruh dapat dihindari.

BAB III
PEMBAHASAN

A. PERJANJIAN KERJA DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

4
1.Pengertian
a. Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama mempunyai manfaat yang besar bagi
pihak yang mengadakannya. Hal ini didasari dengan adanya i’tikad baik dari para pembuat
perjanjian agar dapat menciptakan suatu ketenangna kerja, jaminan kepastian hak dan
kewajiban para pihak. Sehingga, dengan adanya perjanjian kerja diharapkan produktivitas
meningkat sehingga pengusaha dapat mengembangkan usahanya dan lebih jauh lagi dapat
menciptakan lapangan kerja baru.

Dalam hal pengertian sebenarnya tak ada pengertian yang berbeda mengenai perjanjian
kerja. Hal ini dikarenakan undang-undang yang telah mengaturnya ( UU no. 21 tahun 1954
tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan, dan sekarang UU no. 13
tahuin 2003) telah memberikan pengertian yang jelas mengenai perjanjian kerja bersama.

Dalam pasal 1320 KUH Perdata telah disebutkan syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:

a. adanya kesepakatan
b. adanya kecakapan
c. adanya suatu hal tertentu
d. adanya sebab yang halal

Keempat hal inilah yang membuat perbedaan antara kesepakatan dan perjanjian karena
dalam kesepakatan kerja bersama hanya memenuhi unsur kesepakatan, berbeda dengan
perjanjian kerja bersama yang mencakup empat syarat sahnya perjanjian tersebut.

Perjanjian kerja menurut pasal 1601a KUH Perdata berbunyi: ”persetujuan perburuhan
adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di
bawah perintah pihak lai, si majikan, untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan
dengan menerima upah.” Namun menurut Iman Soepomo hal ini kurang lengkap karena
menurutnya pasal tersebut di atas hanya mengikat pekerja/buruh, bukan pengusahanya.

”Perumusan semacam itu sangat mungkin terpengaruh oleh pandangan dari zaman
ke zaman di mana masyarakat mana pun, yang memandang orang-orang yang melakukan

5
pekerjaan, terutama untuk orang lain, sebagai orang yang sangat rendah.....”2. Untuk
melengkapi rumusan pasal 1601 KUH Perdata maka Iman Soepomo menyatakan bahwa
perjanjian kerja adalah, ” Suatu Perjanjian yang diadakan oleh buruh dan majikan, di mana
si buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah
dan di mana majikan menyatakna kesanggupannya untu mempekerjakan buruh denga
membayar upah.”

Sedangkan menurut pasal 1 angka 14 UU No. 13 tahun 2003 menentukan:


”Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”

a. Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian kerja bersama atau PKB adalah kesepakatan atau perjanjian yang dicapai
melalui perundingan antara wakil serikat pekerja dan wakil pengusaha mengenai hak dan
kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha. Tujuan perumusan PKB
adalah melibatkan para pekerja melalui serikat pekerja dalam perundingan dengan
pengusaha untuk menentukan hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban
pengusaha. Dengan demikian, pengusaha dan pekerja dapat bersama-sama menjamin
kelangusungan produktifitas perusahaan, untuk kemudian meningkatkan kesejahteraan
pekerja dan keluarganya. Isi perjanjian PKB diantaranya adalah penegasan kembali tentang
ketentuan mengenai hak dan kewajiban pekerja. Baik karana inisiatif pengusaha maupun
sebagai hasil perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja. Di samping itu PKB juga
memuat beberapa ketentuan yang belum diatur secara spesifik oleh Pemerintah seperti
skala san tingkat upah, jaminan sosial, tata tertib kerja, dan penyelesaian keluh kesah
pekerja dan penyediaan fasilitas bagi serikat pekerja.

2. Manfaat Perjanjian Kerja Bersama

a. Sebagai pedoman bagi pengusaha menjalankan kewajibannya dan penegasan atas


kewenangan pimpinan perusahaan

2 Iman Soepomo (1983:41)

6
b. Sebagai pedoman bagi pekerja menjalankan kewajibannya dan memperoleh hak-
haknya serta untuk mengakui dan menghormati kewenangan pengusaha
c. Mempertegas pengakuan pengusaha atas kehadiran dan peranan serikat pekerja
serta fasilitas yang diperoleh serikat pekerja
d. Sebagai acuan atau referensi utama untuk menyelesaikan keluh kesah pekerja,
perbedaan tafsir peraturan antara pengusaha dan pekerja, bahkan untuk
menyelesaikan perselisihan antara pengusaha dan serikat pekerja.
e. Untuk menciptakan hubungan industrial yang aman dan harmonis yang didukung
oleh suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan, ketenangan kerja
bagi pekerja, kepastian usaha bagi pengusaha, berkurangnya kasus perselisihan dan
gangguan produksi.

3. Tata Cara Pembuatan Perjanjian Kerja dan PKB

1. Masa percobaan
Sebelum melakukan perjanjian kerja perusahaan melakukan masa percobaan atau
bisa disebut megang. Tujuan diadakan masa percobaan ini untuk mengetahui
apakah calon karyawan mampu melakukan tugas yang diberikan atau tidak
kepadanya dan untuk mengetahui kepribadiannya. Apabila menurut penilaian
pengusaha karyawan layak untuk dipekerjakan maka majikan mengangkat calon
karyawan menjadi karyawan dengan membuat perjanjian kerja.
Mengenai masa percobaan kerja pasal 60 jo. Pasal 154 huruf a UU no.13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur sebagai berikut :
a) Perjanjian kerja waktu tidak menentu dapat mensyaratkan perjanjian kerja.
b) Masa perjanjian kerja palng lama 3 bulan.
c) Dibuat secara tertulis.
d) Upah yang dibayarkan tidak boleh dibawah upah minimum yang berlaku.

Dalam kesimpulan tersebut masa percobaan boleh diladakan atau tidak diadakan
dan selama masa percobaan karyawan berhak mendapatkan upah.

1. Yang dapat membuat perjanjian kerja.

7
Untuk dapat mmbuat perjanjian kerja pada intinya adalah orang dewasa.
Mengenai pengertian orang dewasa ada perbedaan pendapat sebagai berikut :
a. Menurut KUH Perdata, seorang dianggap dewasa dan karenanya
mampu bertindak dalam lalu lintas hukum, jika berumur 21 tahun ata
sudah kawin.
b. Menurut hukum adat, seseorang dapat disebut orang dewasa apabila
sudah akil baliq atau sudah kawin, atau biasanya telah berusia 16 s/d 18
tahun.
c. Menurut hukum perburuhan, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila
sudah berumur 18 tahun atau diatas 18 tahun, dimana UU
ketnagakerjaan pasal 1 angka 26 mendefinisikan adalah anak ada;ah
setiap berumur dibawah 18 tahun.

UU ketenagakerjaan dan keputusan menteri tenaga kerja dan


transmigrasi No. KEP0235/MEN/2003 tanggal 31 Oktober 2003 mengatur hal-
hal sebagai berikut :

a. Pengusahan dilarang mempekerjakan anak.


b. Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-
pekerjaan terburuk, yaitu :
• Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan.
• Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,
pertunjukan porno atau perjudian.
• Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau
melibatkan anak untuk produksi minuman keras, narkotika,
psikotopika, zat adiktif lainnya.
• Semua pekerjaa yang membahayakan keselamatan dan moral
anak.

Ketentuan mengenai pengusaha dilarang mempekerjakan anak dapat dilakukan


pengecualian sebagai berikut :

8
a. Anak yang berumur 13 smpai 15 tahun dapat melakukan pekerjaan
ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan dankeshatan fisik
maupun mental dan sosial. Pengusaha yang ingn mempekerjakan anak
harus memenuhi hal-hal sebagai tersebut :
• Izin tertulis dari orang tua/ wali.
• Perjanjian kerja antara orang tua atau wali
• Waktu kerja maksimal 3jam.
• Dilakukan siang hari dan tidak menggangu waktu
sekolah.
• Adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.
• Adanya hubungan kerja yang jelas.

a. Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat yang


diminatinya. Untuk itu pengusaha wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
• Dibawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali.
• Waktu kerja maksimal 3 jam.
• Kondisi lingkungan kerja tidak menggangu perkembangan
fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.

Pedoman PKB telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi
No. 48 tahun 2004. Tahap pertama, pengurus serikat pekerja yang telah terdaftar dikantor
pemerintah setempat mengajukan permintaan secara tertulis kepada manajemen atau
pengusaha untuk berunding merumuskan PKB dilampir dengan rancangan PKB. Tahap
kedua, perusahaan dan pimpinan serikat pekerja menyepakati tata tertib perundingan yang
antara lain mencakup : tujuan pembuatan tata tertib, susunan tim perunding, lama masa
perundingan materi perundingan ,tempat perundingan , tata cara perundingan dan cara
menyeselaikan bila menemui kesulitan mencapai kesepakatan.

Tahap ketiga, masing-masing pihak membentuk tim perunding . perundingan


dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, tidak secara pemungutan suara ( voting ).
Tahap keempat, adalah melakukan perundingan .selama perundingan , kedua belah pihak

9
tidak diperbolehkan melakukan tindakan penekanan atau pemaksaan seperti ancaman PHK
atau pemogokan.

Tahap kelima, PKB yang telah ditandatangani kedua belah pihak harus didaftarkan
ke Dinas Ketenagakerjaan setempat. Disamping itu , pengusaha mempunyai kewajiban
untuk menyebarluaskan PKB melalui tempat atau papan pengumuman yang mudah dibaca.
Demikian juga serikat pekerja berkewajiban menyebarluaskan isi PKB kepada anggota-
anggotanya.

4. Pengertian Perjanjian Kerja menurut Islam

Dalam islam perjanjian disebut akad. Akad sendiri mempunyai arti secara etimologi
perikatan, perjanjian, dan permufakatan. Secara terminologi, akad memiliki arti secara
umum (al ma’na al-am) adalah ”segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk
dikerjakan, baik yang muncul dari kehendaknya sendiri, seperti kehendak untuk wakaf,
membebaskan hutang, thalak, maupun yang membutuhkan pada kehendak dua pihak dalam
melakukannya seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan, dan gadai/jaminan”

Sedangkan dalam arti khusus (al-ma’na al-khas) akad adalah ”pertalian atau perikatan
antara ijab qabul sesuai dengan kehendak syari’ah (Allah dan Rasulnya) yang
menimbulkan akibat hukum pada obyek akad.”

Ijab dan qabul dimaksudkan untuk menunjukkan adanya keunginan dan kerelaan
timbal balik para pihak yang bersangkutan terhaap isi akad. Oleh karena itu, ijab dan qabul
menimbulkan hak dan kewajiban atas masing-masing pihak secara timbal balik.

Pencantuman kata ”sesuai dengan kehendak syariah” dalam definisi diatas


maksudnya adalah bahwa setiap akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak
dipandang sah jika tidak sejalan dengan kehendak atau ketentuan syariah.

Dalam konsep muamalat janji dibedakan dengan akad namun keduanya sering
diakitkan ketika terjadinya transaksi. Janji biasanya diucapkan sebelum akad terjadi sebagai
upaya pemberian harapan kepada orang yang akan menerimanya bahwa orang yang
berjanji akan melakukan sesuatu yang berguna.

10
Dalam kajian fiqh muamalat, akad dibedakan dengng janji. Pada akad terdapat
pernyataan atas suatu keinginan positif dan salah satu pihak yang terlibat dan diterima oleh
pihak lainnya yang menimbulkan akibat hukum pada obyek akad, serta hak dan kewajiban
atas masing-masing. Sedangkan janji adalah ”keinginan yang dikemukakan oleh seseorang
untuk melakukan sesuatu, baik perbuatan maupun ucapan, dalam rangka memberikan
keuntungan bagi pihak lain.”3

Adapun perangkat-perangkat yang nantinya menjadi:unsur-unsur pembentuk akad.4

Menurut mayoritas ulama, rukun akad terdiri atas:

a. Shighat, pernyataan ijab qabul


b. ’Aqidain, dua pihak yang melakukan akad
c. Ma’qud ’alaih, obyek akal.
d. Maudhu’ al-’aqd, tujuan akad menjadi penting karena jika akad tersebut tujuannya
bertentangan dengan syara’ hukumnya adalah tidak sah dan tidak menimbulkan
akibat hukum. Bisa saja dianggap seperti tidak ada akad yang terjadi.

Dalam hal dua pihak yang melakukan akad diahruskan ia adalah orang yang mukallaf,
yaitu orang yang sudah akhil baligh, berakal sehat dan dewasa atau cakap hukum.

Jadi dalam bagian pengertian antara perjanjian dalam bisnis global terutama Indonesia
dengan bisnis dalam Islam (akad) tidak banyak hal yang berbeda. Justru lebih banyak
kesamaan antara perjanjian dalam pandangan ekonomi Indonesia dengan perjanjian dalam
pandangan Islam.

1. Subjek Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama

Subjek perjanjian adalah orang-orang yang terikat dalam perjanjia yang dibuatnya.
Dengan pengertian ini maka subjek perjanjia kerja adalah pengusaha dan pekerja.
Sementara itu, subjek perjanjian kerja bersama bukan hanya serikat pekerja atau serikat
buruh dan pengusaha saja tetapi juga pekerja atau buruh.

3 ‘Ala’ al-Din kharufah, ‘Aqd al-Qardh fi al-Syari’ah al-Islamiyyah wa al Qanun al-Wadh’iy, Dirasah
Muqaranah, (Bairut: Muassassah Nawfal,1982). H. 65

4 Uraian mengenai rukun akad didasarkan pada penjelasan Wahbah. Wahbah, Op.cit, h. 2930 dst.

11
Pekerja atau buruh terikat dalam perjanjia kerja bersama yang dibuat oleh serikat
pekerja atau serikat buruhnya adalah berdasarkan suatu asas perkumpulan yang
menyatakan bahwa setia anggota perkumpulan terikat oleh perjanjian-perjanjian yang
dibuat oleh perkumpulannya. Oleh karena itu, serikat pekerja atau serikat buruh tentu saja
akan mengikat anggota-anggotanya ke dalam perjanjia yang mereka buat dengan
pengusaha.

Dalam perundang-undangan ketenagakerjaan memang tidak dijumpai tentang syarat-


syarat-syarat seseorang pengusaha berhak atau tidak membuat perjanjian kerja dan
perjanjian kerja bersama.

Dalam pasal 1330 KUH Perdata ditentukan bahwa orang yang belum dewasa, orang
yang ditauh di bawah pengampunan dan orang gila tidak berhak membuat suatu
persetujuan. Apalagi menjadi seorang pengusaha.

Dalam segi ini tidak ada permasalahan tentang berhak atau tidaknya pengusaha
membuat perjanjian kerja dan perjanjia kerja bersama. Hanya saja sekarang tergantung
perusahaannya itu sah atau tidak.

Persoalan sah atau tidaknya perusahaan itu telah diatur dalam hukum dagang atau
hukum bisnis. Karenanya hukum ketenagakerjaan tidak berhak untuk mengaturnya. Hukum
ketenaga kerjaan hanya mengharuskan,” perusahaan yang telah didirikan ataupun yang
baru didirikan kembali, yang dipindahkan atau dibubarkan agar dilaporkan kepada Kepala
Resort Jawatan Pengawasan Perburuhan pada Kementrian Tenaga Kerja.”5

Seorang pekerja atau buruh baru diperbolehkan mambuat perjanjia kerja dengan
pengusaha apabila telah berusia 18 tahun. Sementara itu, untuk serikat pekerja atau serikat
buruh ditentukan sebagai berikut.

a. Jika dalam suatu perusahaan hanya ada satu serikat pekerja atau serikat
buruh, serikat pekerja atau serikat buruh tersebut dapat mewakili pekerja
atau buruh unutk membuat perjanjian kerja bersama apabila memiliki
jumlah anggota lebid dari 50 % dari jumlah pekeja atau buruh yang ada
di perusahhan tersebut.

5 Pasal 2 UU no. 23 tahun 1953 tentang Kewajiban Melaporkan Perusahaan

12
b. Jika serikat pekerja atau serikat buruh tersebut tidak memiliki jumlah
anggota lebih dari 50%, serikat pekerja atau serikat buruh tersebut baru
dapat membuat perjanjian kerja bersama jika mendapat dukungan lebih
dari 50% dari jumlah pekerja atau buruh yang bekerja di perusahaan
tersebut.
c. Dalam hal satu perusahaan mempunyai lebih dari satu serikat pekerja
atau serikat buruh maka serikat pekerja atau serikat buruh yang dapat
membuat perjanjian kerja bersama adalah serikat pkerja atau serikat
buruh yang memiliki anggota lebih dari 50% darijumlah pekerja atau
buruh yang ada di perusahaan tersebut.
d. Dalam hal serikat pekerja atau serikat buruh yang tidak memenuhi poin
3 di atas, maka serikat pekerja atau serikat buruh baru dapat membuat
perjanjian kerja bersama apabila dapat berkoalisi dengan serikat pekerja
atau serikat buruh yang ada sehingga memiliki suara lebih dari 50% dari
jumlah pekerja atau buruh yang ada di perusahaan tersebut.

1. Subjek Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama dalam Islam

Dalam bisnis Islam dikenl sebutam Muamalat yang berasal dari bahasa arab muamalat
yang merupakan bentukan dari kata ’amala-yuamilu-muamalatan yang menurut bahasa
memiliki arti saling bertindak, berbuat, pekerjaan, pergaulan, pekerjaan sosial, bisnis, dan
transaksi.

Dalam artian luas, muamalat adalah aturan-aturan hukum Isalam yang berkaitan
dengan tindakan hukum manusia dalam persoalan keduniaan,6seperti jual beli, gadai,
perdagangan, sewa, berserikat, mudharabah, nikah, hibah, waris, wasiat, perang,
perdamaian, dan segala hal yang dibutuhkan manusia selama hidupnya.7

Sedangkan mengenai subjek dalam perjanjia menurut Islam harusla orang yang
mukallaf. Mukallaf adalah oarang yang sudah ’aqil-baligh berakal sehat dan dewasa atau

6 Muhammad Farid Wajdi, Da’ irah Ma’arif al-Qur’an al-Isyrin, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1971),j. 6 h. 748

7 Abdussattar Fathullah Sa’id, al-Muamalat fi al-Islam, (Makkah:Rabithah al-‘iam al-Islami, Idarah Kitab al
Islami, 1402H) hal. 12

13
cakap hukum. Mengenai batasan umur pelaku atau keabsahan perjanjian diserahkan pada
’urf atau peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin kemaslahatan para pihak.

2. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama

Dalam setiap perjanjian kerja terdapat syarat-syarat yang harus dapat terpenuhi,
diantaranya:

a. kesepakatan kedua belah pihak


b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
c. adanya pekerjaan yang dijanjikan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.8

Sedangkan perjanjian kerja yang dibuat tertulis sekurang-kurangnya memuat:

a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha


b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja atau buruh
c. jabatan atau jenis pekerjaan
d. tempat pekerjaan
e. besarnya upah dan cara pembayaran
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja atau
buruh
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian.9

Perjanjian kerja bersama paling sedikit harus memuat:

a. hak dan kewajiban perusahaan

8 Pasal 52 UU No. 13 tahun 2003

9 Berdasarkan pasal 54 UU No. 13 tahun 2003

14
b. hak dan kewajiban serikat pekerja atau serikat buruh serta pekerja atau buruh
c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama
d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.10
Perjanjian kerja bersama dapat dibuat dalam jangka waktu paling lama dua tahun, dan
dapat diperpanjang lagi masa berlakunya paling lama satu tahun berdasarkan kesepakatan
tertulis antar pengusaha dengan serikat pekerja atau serikat buruh yang membuatnya.

Selain itu, sesuai dengan sifat serikat pekerja atau serikat buruh yang bebas, maka
dalam perjanjian kerja bersama tidak diperboleh kan untuk:

a. memuat peraturan yang mewajibkan seorang pengusaha hanya boleh


menerima atau menolak pekerja atau buruh dari suatu golongan, baik
berkenaan dengan agama, golongan warga negara atau bangsa, maupun
keyakinan politik atau anggota dari suatu perkumpulan
b. memuat aturan yang mewajibkan seorang pekerja atau buruh hanya bekerja
atau tidak boleh bekerja pada pngusaha dari suatu golongan, baik berkenaan
dengan agama, golongan warga negara atau bangsa, maupun keyakinan
politik atau anggota dari suatu perkumpulan
c. memuat aturan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

2. Jenis-jenis Perjanjian Kerja

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No.13 tahun 20043) ditentukan ada


beberapa jenis perjanjian kerja sebagai berikut:

1.Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu


Perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut
jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

1) pekerjaan yang sekali selesi atau yang sementara sifatnya

10 Berdasrkan pasal 124 UU No. 13 tahun 2003

15
2) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama
dan paling lama dalam waktu tiga tahun
3) pekerjaan yang bersifat musiman
4) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan
untuk paling lama dua tahun dan boleh diperpanjang atau diperbarui satu kali untuk jangka
waktu paling lama satu tahun.

Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa
tenggang waktu tiga puluh hari berakhirnya perjanjia kerja waktu tertentu yang lama,
pembaruan perjanjian waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan satu kali dan paling lama
dua tahun.

Pengertian Perjanjian Kerja Waktu tertentu Dalam Pasal 59 ayat l, pengertian Perjanjian
Kerja Waktu tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang
hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Dalam perjanjian kerja yang menimbulkan
hubungan kerja mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian dalam
perjanjian kerja harus dipenuhi tiga unsur yaitu ada orang dibawah pimpinan orang lain,
penunaian kerja, dan adanya upah.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep.100/Men/VI/2004 tanggal 21


Juni 2004 menyebutkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah perjanjian kerja antara
pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau
untuk pekerjaan tertentu. Di dalam Keputusan Menteri tersebut mengatur tentang,
pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu pada pasal 1 tentang ketentuan umum dalam
keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian
kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

16
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja yang bersifat tetap.

3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.

Kemudian dalam Pasal 2 memberikan batasan-batasan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu


sebagai berikut:

1. Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah daripada
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Menteri dapat menetapkan ketentuan PKWT khusus untuk sektor usaha dan atau
pekerjaan tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut
jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya. Dalam praktek sering terjadi penyimpangan atas
hal ini. Dengan latar belakang dan alasan tertentu kadang terdapat pengusaha dengan
sengaja memberlakukan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan yang bersifat
rutin atau tetap. Guna mengantisipasi masalah ini Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menetapkan kategori pekerjaan untuk Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu sebagai berikut:

1. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya.

2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama
dan paling lama 3 (tiga) tahun.

3. Pekerjaan yang bersifat musiman.

4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.

Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan


bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat

17
tetap, yaitu pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi
waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam 1 (satu) perusahaan atau
pekerjaan yang bukan musiman.

Syarat-syarat Pembuatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Sebagaimana perjanjian kerja


pada umumnya, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu harus memenuhi syarat-syarat pembuatan
yang terbagi dalam 2 (dua) macam, yaitu syarat materiil dan syarat for-nil. Syarat materiil
diatur pada Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
yaitu sebagai berikut:

1. Kesepakatan kedua belah pihak.

2. Kesepakatan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum.

3. Adanya perjanjian yang diperjanjikan.

4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,


kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan syarat pembuatan secara formil Perkanjian Kerja Waktu Tertentu yang diatur
dalam pasal 54 ayat 1 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Perjanjian kerja Waktu Tertentu harus memuat:

1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.

2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh.

3. Jabatan dan jenis pekerjaan.

4. Tempat pekerjaan.

5. Besarnya upah dan cara pembayarannya.

6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh.

7. Jangka waktu mulai berlakunya Perjanjian Kerja.

8. Tempat lokasi perjanjian kerja dibuat.

9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Syarat-syarat yang dimuat dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak boleh lebih rendah
dari syarat-syarat kerja yang termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja
Bersama. Bila ternyata kualitas isinya lebih rendah, maka syarat-syarat kerja yang berlaku

18
adalah yang termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu dibuat dalam rangkap 3 (tiga), masing-masing rangkap untuk
pekerja, pengusaha, dan dinas atau instansi yang membidangi ketenagakerjaan setempat.
Seluruh biaya yang timbul atas pembuatan Perjanjian Kerja Waktu tertentu menjadi
tanggungan pengusaha.

1.Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu


Perjanjian untuk waktu tidak tertentu di sini adalah salah suatu jenis perjanjian kerja
yang umum dijumpai dalam suatu perusahaan, yang tidak memiliki jangka waktu
berlakunya. Dengan demikian, perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu berlaku terus
sampai:

a. pihak pekerja atau buruh memasuki usia pensiun


b. pihak pekerja atau buruh diputuskan hubuingan kerjanya karena melakukan
kesalahan
c. pekerja atau buruh meninggal dunia
d. adanya putusan pengadilan yang menyatakan pekerja atau buruh telah
melakukan tindak pidana sehingga perjanjian kerja tidak dapat dilanjutkan

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu tidak akan berakhir karena meninggalnya
pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan ayng disebabkan oleh penjualan, pewarisan
atau hibah.

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat dibuat secara tertulis dan lisan. Dalam hal
perjanjian jenis ini, pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja atau buruh.
Surat yang dimaksud memuat sekurang-kurangnya tentang:

1) nama dan alamat pekerja atau buruh


2) tanggal mulai bekerja
3) jenis pekerjaan
4) besarnya upah.

Perubahan PKWT Menjadi PKWTT yang diatur dalam pasal 15 menyatakan bahwa:

19
1. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi
PKWTT sejak adanya hubungan kerja.

2. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat 2, atau pasal 5 ayat 2, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak
adanya hubungan kerja.

3. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru menyimpang dari ketentuan pasal 8 ayat 2 dan ayat 3, maka PKWT berubah
menjadi PKWT sejak dilakukan penyimpangan.

4. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh)
hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain
sebgaimana dimaksud dalam pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak
tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.

5. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan


hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat
4, maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWT.

1. Jenis Perjanjian Kerja dalam Islam

Dalam sudut pandang islam, perjanjian kerja lebih kepada kerja sama bukan sebagai
pengusaha atau majikan dan pekerja atau buruh. Adapun bentuk perjanjian kerja dalam
islam dalah sebagai berikut:

1. Mudharabah
Para ulama fiqh mendefinisikan mudharabah dengan ”pemilik modal menyertakan
modalnya kepada para pekerja (pengusaha) untuk diinvesatsikan, sedangkan
keuntungan yang diperoleh kejadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan
bersama.”11

Adapun syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut:12

11 Al-Sarakhsi, Op. Cit, jilid XXII, hal. 18

20
a. yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad, harus orang yang cakap
hukum dan cakap diangkat sebagai wakil, karena pada satu sisi posisi orang
yang akan mengelola modal adalah wakil dari pemilik modal.
b. Yang terkait dengan modal disyaratkan (1) berbentuk uang, (2)jelas
jumlahnya, (3)tunai, dan (4) diserahkan sepenuhnya pada pedagang atau
pengelola modal.
c. Yang terkai dengan keuntungan, disyaratkan bahwa pembagian keuntungan
harus jelas dan porsi masing-masing diambilkan dari keuntungan dagang itu,
seperti setengah, sepertiga, atau seperempat.
d. Yang terkait dengan ijab qabul, harus diucapkan oleh kedua pihak guna
menunjukkan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak.

1. Muzara’ah
Secara etimologi, muzara’ah berarti al-inhat yakni menumbuhkan.13 Sedangkan
menurut terminologi muzara’ah adalah akad kerjasama dalam usaha pertanian di mana
pemilik lahan pertanian menyerahkan lahan pertaniannya berikut bibit yang diperlukan
kepada pekerja tani untuk diusahakan sedangkan hasil yang diperoleh dibagi sesuai
dengan kesepakatan bersama seperti setengah, sepertiga atau lebih dari itu.14 Hal yang
sama juga terjadi pada hewan ternak dengan penggembala, dimana pemilik ternak
menyerahkan hewannya untuk digembalakan sedangkan hasilnya baiksecara lahir
maupun nilai jual di bagi sesuai dengan kesepakatan.

Adapun rukun muzara’ah terdiri dari pemilik lahan, petani penggarap, objeknya adalah
lahan dan hasil yang diperoleh sebagai keuntungan, dan ijab qabul. Masing-masing ini
harus memenuhi syarat yang ditentukan.

2. Musaqah
Secara sederhana musaqah diartikan dengan kejasama dalam perawatan tanaman
dengan imbalan bagian dari hasil yang diperoleh dari tanaman tersebut. Kerjasama
12 Al-Sarakhsi Op. Cit, hal.33;Ibnu Rusyd, Op. Cit., hal 234; al kasani jilid VII, hal. 3600; Ibnu Qudamah.,
Op. Cit., jilid V hal. 151

13 Wahbah Zuhaili, Op. Cit., jilid 6, hal. 4683

14 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Op.Cit., jilid 3, hal. 91

21
dalam bentuk musaqah ini berbeda dengan mengupah tukan kebun untuk merawat
tanamankarena hasil yang diperolehnya adalah upah yang sudah pasti ukurannya dan
bukan dari hasil yang belum tentu. Menurut kebanykan ulama, hukum dari musaqah ini
adalah boleh.

Sebagai kerjasama yang timbul dari kehendak bersama, maka kerjasama ini
memerlukan suatu akad dengan cara dan bentuk yang sama-sama diketahui oleh kedual
belah pihak.

Persyaratan objek kerjasama dalam hal ini adalah pohon-pohon atau tanaman keras
yang jelas wujudnya dan diketahui oleh kedua pihak, dapat dikerjakan, menghasilkan
namun belum dapat dipanene sehingga perlu perawatan.

1. Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja

Suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-
kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak yang diperolehnya, dan sebaliknya suatu
pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memeperoleh hak yang dianggap sebagai
kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya.15

1. .Kewajiban Pekerja atau Buruh

Buruh yang menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik, yang dalam hal ini
kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan yang
sama, seharusnya dilakukan ataupun tidak dilakukan.16

Selanjutnya dalam KUH Perdata ( yang sampai sekarang tetap dipakai sebagai pedoman)
dirinci kewajiban pekerja atau buruh sebagai berikut:

a. pekerja atau buruh mempunyai kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang


dijanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya

15 Soebekti 1984:29-30

16 KUH Perdata 1603d

22
b. pekerja atau buruh mempunyai kewajiban melakukan sendiri kewajibannya,
hanya dengan seizin pengusaha ia menyuruh orang ketiga untuk
menggantikannya.
c. Pekerja atau buruh wajib taat terhadap peraturan mengenai hal melakukan
pekerjaannya
d. Pekerja atau buruh yang tinggal pada pengusaha, wajib berkelakuan baik
menurut tata tertib rumah tangga pengusaha.
Menurut Iman Soepomo (1983:63), kewajiban utama dari pekerja atau buruh adalah
melakukan pekerjaan menurut pengusaha, dan membayar kerugian.

2. Kewajiban Pengusaha

Kewajiban utama pengusaha dengan adanya hubungan kerja dengan pekerja atau
buruh adalah membayar upah. Sementara itu, kewajiban tambahan adalah memberikan
surat keterangan kepada pekerja atau buruh yang dengan kemauan sendiri hendak
berhenti bekerja di perusahaan.

Upah adalah ”hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yag
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagipekerja atau buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”17

Dengan demikian upah adalah hak dari pekerja atau buruh yang merupakan dalah
satu bentuk kebijakan perlindungan bagi pekerja atau buruh.

Kewajiban memberikan surat keterangan ini dapat dikatakan sebagai kewajiban


tambahan dari seorang pengusaha. Surat keterangan umumnya dibutuhkan oleh pekerja
atau buruh yang berhenti bekerja pada suatu perusahaan sebagai tanda pengalaman
bekerjanya.

Hal yang tak kalah penting dalam kewajiban pengusaha adalah bertindak sebagai
pengusaha yang baik. Pengusaha yang baik menurut pasal 1602y KUH Perdata
ialah,”pengusaha yang baik wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang

17 Pasal 1 angka 30 UU N. 13 tahun 2003

23
dalam keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dalm lingkungan
usahanya.”

Ketentuan di atas mengandung arti yang sangat luas, mmelkukan atau tidak
melakukan sesuatu yang dalam keadaan yang sama seharusnya dialkuakn atau tidak
dilakukan, ini berarti bahwa pengusaha itu harus bebuat dan bertindak sebijaksana
mungkin, yaitu sebagai berikut.

a. apa yang seharusnya berdasar ketentuan hukum harus dilakukan, dibiasakan


untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya.
b. Apa yang seharusnya berdasarkan ketentuan hukum harus dicegah dan
dihindari, dibiasakan untuk dicegah, dihindari dan tidak dilakukan dengan
penuh ketaatan.

2. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama Dalam Islam
Dalam ilmu Islam, syarat dari perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama termasuk
dari rukun perjanjian tersebut. Adapun syarat dalam perjanjian adalah sebagai berikut:

1. shighat (formulasi) ijab kabul syaratnya:


a. ijab dan Kabul harus secara jelas menunjukkan maksud kedua belah pihak
b. antara ijab dan kabul harus selaras
c. antara ijab dan kabul harus berkaitan yang dilakukan dalam satu tempat
kontak
2. sesuatu yang menjadi obyek syaratnya
a. ia sudah harus ada ketika terjadi perjanjian
b. ia harus merupakan sesuatu yang menurut hukum islam sah dijadikan obyek
c. ia harus dapat diserahkan ketika terjadi perjanjia, namun bukan berarti harus
diserahkan seketika
d. perjanjian harus jelas dan diketahui oleh kedua belah pihak

2. tujuan akad itu tercapai segera setelah akad dilakukan apabila syarat-syarat yang
diperlukan terpenuh

24
1. Hak dan kewajiban pekerja dalam islam.

Sebagai acuan dan tuntutan moral baik bagi pekerja maupun pengusaha ada baiknya
kita kaji masalah hubungan kerja dari sudut pandang norma-norma islam. Islam telah
menggariskan norma-norma dan aturan normatif untuk asalah ini. Seperti yang
digambarkan oleh Abdul Hamid (185;155) sebagai berikut:

a. Hak memilih pekerjaan yang sesuai:


Islam menetapkan hak-hak setiap individu untuk memilih pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuannya, pengalaman, dan potensi yang dimiliki
dalam hadist dinyatakan: “setiap yang mudah (dikerjakan) karena sesuatu yang
(sengaja) diciptakan untuknya.”

b. Persamaan wanita dan pria dalam bekerja.


Islam mensejajarkan pria dan wanita dalam bekerja. Islam membolehkan
wanita melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan syariat dan
dilakukan dengan baik, serta tidak bertentangan dengan tabiatnya. Al-qur’an
menegaskan, hasil wanita dan kesungguhannyapun dihargai sama seperti pria.
Allah S.W.T berfirman dalam surat an-nisa 32 :
“bagi laki-laki bagian apa yang telah mereka usahakan, dan bagi
perempuan bagian dari apa-apa yang mereka usah akan (pula) (Q;S; An-nisa :
32)
“maka tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan
berfirman) : sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan (karena) sebagian
kamu adlah turunan yang lain” (Q:S: Ali-Imran : 195 )
Persamaan kedudukan ini sudah dilakukan pada zaman rasulullah
S.A.W, dan khulafaurrasyidin, dimana kaum wanita aktif diberbagai bidang
seperti berdagang, mengajar, mengobati, atau bahkan ikut berperang (khusus
untuk mengobati prajurit yang terluka).

c. Hak memperoleh gaji.

25
Kaidah islam menegaskan bahwa gaji harus sesuai dengan pekerjaan. Tidak
ada kezhaliman, pengurangan atau anarki.
Allah S.W.T berfirman : “janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-
barang takaran dan timbangannya”. (Q:S: AL-A’raf :85)
Selanjutnya : dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang
telah mreka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan)
pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada ragu”. (Q:S: Al-Ahqaf :19)

d. Hak menerima rangsangan kerja atau motivasi.


Islam memberi peluang adanya rangsangan kerja baik yang bersifat positf
dalam bentuk pemberian insentif maupun negatif dalam bentuk sanksi dan teguran.
Tjuannya untuk meingkatkan produksivitas kerja dan memperbaiki tingkat
kinerjanya.
Allah S.W.T berfirman : “maka barang siapa yang melakukan kebaikan
sekecil atom pun akan dilihat (Allah). Dan barang siapa yang melakukan kejahatan
sekecil ayom pn akan dilihat(nya)”. (Q:S: Al-Zalzalah : 7-8)

e. Hak cuti dan keringanan pekerjaan


Hak cuti biasanya dimasukan dalam ketentuan jam kerja dan hari libur.
Allah S.W.T berfirman : “allah menghendaki kebaikan bagimu, dantidak
menhendaki kesukaran bagimu”. (Q:S Al-Baqarah : 286)
Rasullulah S.A.W bersabda : “istirahatkan hati dalam waktu ke waktu,
sesungguhnya hati itu jika mengalami kelelahan akan buta”. (H:R: Bchari dan
Muslim)

f. Hak memperoleh jaminan dan perlindungan.


Islam menetapkan jaminan dan perlindungan pekerja sejak empat belas abad
yang lalu, islam menetapkan hak diatas hak.
Islam telah memproklamirkan konsep jaminan dan perlindungan pekerja ke
seluruh dunia. Untuk merealisaikan maka didirikanlah “lembaga zakat” yang

26
merupakan lembaga independen. Allah berfirman : “dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat haknya, kepada orang miskin dan orang yang sedang
dalam perjalanan, dan janganlah kamu mengambur-hamburkan hartamu secara
boros”. (Q:S: AL-Isra :26)

Disamping telah menetapkan hak-hak pekrja islam juga menetapkan


kewajiban-kewajiban yang terpenting adalah menegakan amanah dalam pekerjaan,
memahami agama dan bidang kerja.
a. Amanah dalam bekerja seperti :
• Bekerja secara professional : pekerjaan dilakukan
semaksimal mungkin sehingga mmperoleh hasil yang
terbaik, sebagaimana firman Allah : “dan sesungguhnya
kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”.
(Q:S: An-Nahl :93)
Kemudian rasulullah S.A.W bersabda : “sesungguhnya allah
senang jika diantara kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan
yang dilakukan secara tekun dan sungguh-sungguh. (H:R:
Muslim)
• Kejujuran dan bekerja adalah ibadah : islam memandang
kejujuran dan bekerja bukan hanya merupakan tuntutan,
melainkan juga ibadah. Seorang muslim yang bekerja
dengan Allah , bekerja dengan baik untuk dunia dan
akhiratnya. Firman Allah : “dan dia memerkenankan doa
orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dan
menambah pahala kepada mereka dari karunianya (Q:S: As-
Syura :26)

Islam memenuhi amanah kerja merupakan jenis ibadah yang paling utama.

a. Mendalami agama dan profesi :

27
Mendalami agama merupakan kewajiban setiap muslim, apapun
profesinya. Selain itu pekerjaan dituntut memahami secara mendalam strategi-
strategi mutakhir dalam bekerja. Rasullullah bersabda : “sedikit kerja dengan
ilmu berarti banyak, dan banyak bekerja dengan kebodohan berarti sdikit”. (H:R
As-Syuti)

A. PERATURAN PERUSAHAAN

Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha
yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.18

Dengan pengertian di atas, jelas bahwa peraturan perusahaan disusun dan menjadi
tanggung jawab pengusaha dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil
pekerja atau buruh di perusahaan yang bersangkutan.

Sepanjang dalam perusahaan belum ada perjanjian kerja bersama, bagi setiap
perusahaan yang mempekerjakan pekerja atau buruh sekurang-kurangnya sepuluh
orang, diwajibkan untuk membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah
disahkan oleh Menteri Teanga Kerja atau pejabat yang ditunjuk.

Jika peraturan perusahaan telah dibentuk, pengusaha diwajibkan untuk


memeberitahukan dan menjelaskan isis peraturan yang berlaku di perusahaan yang
bersangkutan.

Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat:

a. hak dan kewajiban pengusaha


b. hakdan kewajiban pekerja atau buruh
c. syarat kerja
d. tata tertib perusahaan
e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan

18 Pasal 1 angka 20 UU No. 13 tahun 2003

28
Selama jangka waktu berlakunya perusahaan, jika serikat pekerja atau serikat buruh
di perusahaan menghentikan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, pengusaha
wajib melayani, dan peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.

Tujuan peraturan perusahaan adalah untuk menjamin keseimbangan anatara hak dan
kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha, menciptakan hubungan
kerja yang harmonis, aman dan dinamis dalam usaha bersama memajukan dan menjamin
kelangsungan perusahaan serts meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Peraturan perusahaan antara lain memuat ketentuan mengenai :

• kriteria penerimaan kerja


• ketentuan perjanjian kerja
• hari dan waktu kerja
• waktu kerja lembur dan upah lembur
• skala upah dan tunjangan
• hak cuti
• program keselamatan dan kesehatan kerja
• pemutusan hubungan kerja
• jaminan sosial dan pension

A. SYARAT RUMUSAN PERATURAN KERJA

Setiap peraturan perusahaan harus terjamin tidak melanggar peraturan perundang-


undangan yang berlaku. Sebab itu, setiap rancangan peraturan perusahaan perlu diajukan
pejabat pemerintah yang berwenang untuk diteliti dan disahkan. Setiap peraturan
perusahaan berlaku untuk 2 tahun. Peraturan perusahaan dapat diperpanjang hanya satu kali
untuk satu tahun dan kemudian diperbarui.

Semua pekerja wajib mengetahui dan memahami PP supaya mengetahui hak dan
kewajibannya. Untuk itu pengusaha wajib memberikan PP dan menjelaskannya kepada
pekerja. Bila pekerja membentuk serikat pekerja dan serikat meminta berunding maka
pengusaha wajib memenuhi perundingan tersebut walaupun masa berlaku PP belum
berakhir. Bila terjadi kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, maka perjanjian kerja

29
bersama (PKB) yang telah disepakati langsung berlaku menggantikan PP yang ada. Dengan
demikian PP tidak berlaku.

Salah satu tujuan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan adalah


melindungi pekerja dan hak-hak mereka yang menjadi kewajiban perusahaan. Misalnya
mengenai hak cuti. Undang-undan No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur
bahwa setiap pekerja berhak memperoleh cuti selama paling sedikit 12 hari kerja dalam
setahun. Perusahaan dapat memberikan hak yang lebuh lama, misalnya 15 hari bagi
pemula, 18 hari kerja bagi pekerja yang sudah 5 tahun bekerja, 20 hari pekerja untuk masa
kerja 10 tahun dan 24 hari bagi pekerja yang masa kerjanya 15 tahun atau lebih tak
terputus-putus.

Dibawah ini beberapa contoh standar minimum yang perlu diikuti dan di masukkan
kedalam PP.

A. Penerimaan Pegawai dan Masa percobaan

penerimaan pegawai atau pekerja di perusahaan disesuaikan dengan kebutuhan


perusahaan. Proses rekrutmen dilakukan untuk mencari pekerja dengan kualifikasi yang
paling sesuai dengan atau paling memenuhi syarat dan jabatan dimaksud. Rekrutmen dapat
dilakukan melalui proses ujian atau tes masuk dan wawancara. Bila pengusaha belum yakin
mengenai kecocokan kualifikasi dan jabatannya, perusahaan dapat menetapkan menerima
pekerja dengan masa percobaan paling lama 3 bulan. Selama dalam masa percobaan
masing-masing pihak dapat memutuskan hubungan kerja tanpa syarat. Pekerja yang telah
menyelesaikan masa percobaan dengan baik diangkat sebagai pekerja tetap sesuai dengan
golongan atau jabatan yang ditetapkan perusahaan dan masa percobaan dihitung sebagai
masa kerja.

B. Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur

Dalam keadaan mendesak, pengusaha dapat meminta kesediaan pekerja untuk


melakukan pekerjaan lembur. Kesediaan pekerjaan lembur biasanya dapat dimintakan
antara lain untuk mengejar target dan atau memenuhi permintaan khusus dari rekanan.
Upah kerja lembur sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
102 tahun 2004 diatur sebagai berikut :

30
1. perhitungan upah biasa sejam adalah 1/173 dari upah sebulan. Bagi pekerja harian
yang bekerja 6 hari satu minggu, upah satu bulan adalah 25 kali upah per hari. Bagi
pekerja berdasarkan satuan hasil, upah satu bulan adalah rata-rata upah selama 12
bulan terakhir.
2. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari biasa, upah lembur untuk satu jam
pertama adalah: 1.5 upah sejam, untuk jam ke 8 dibayar sebesar 3 kali upah sejam,
serta jam ke 9 dan seterusnya 4 kalli upah sejam
3. Bagi perusahaan yang mengikuti 5 hari kerja dalam satu minggu dan lembur
dilakukan pada hari istirahat mingguan atau libur resmi, maka upah lembur setiap
jam kerja lembur untuk 8 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam dan untuk jam
kesepuluh dibayar 4kali upah sejam

Beberapa pekerja yang menduduki jabatan tertentu diberikan tunjangan jabatan.


Karena karena mereka sudah menerima tunjangan jabatan, pengusaha tidak wajib lagi
membayar upah lembur.

C. Hari dan Waktu Kerja

Undang-undang No.13 Tahun 2003 mengatur waktu kerja dalam 2 pilihan. Pertama,
6 hari dalam seminggu, maksimum 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Kedua, 5 jam
dalam seminggu, maksimum 8 jam satu hari dan 40 jam seminggu. Peraturan perundangan
tidak mengatur ketentuan jam kerja dimulai dan berakhir. Itu peraturan masing-masing
perusahaan.

D. Pengupahan dan Jaminan Sosial

Upah atau gaji biasanya dinyatakan perbulan atau per tahun. Pembayarannya
dilakukan per bulan atau per dua minggu. Untuk pekerjaan harian upah dinyatakan per hari
dan pembayarannya dilakukan setiap hari atau per minggu. Upah atau gaji pada dasarnya
terdiri dari gaji pokok (GP) dan berbgai tunjangan. Gaji pokok didasarkan pada jenjang
kepangkatan dan masa kerja. Untuk menghindari eksploitasi pekerja oleh pengusaha yang
memanfaatkan kondisi pasar kerja, Pemerintah setiap tahun menetapkan upah minimum
baik secara regional atau provinsi, dan kabupaaten atau kota, maupun secara sector
regional.

31
Tunjangan hari raya keagamaan bersifat wajib. Pengusaha wajib memberikan
tunjangan hari raya keagamaan ( THR keagamaan ) sebesar satu bulan gaji yang sudah
bekerja pada perusahaan selama 12 bulan atau, diberikan THR keagamaan secara
proporsional.

Pekerja yang sakit lebih dari satu hari dengan pembuktian surat keterangan dokter,
tetap mendapat upah. Apabila pekerja sakit dalam waktu lama yang dibuktikan dengan
surat keterangan dokter yang ditentukan oleh perusahaan maka pengusaha wajib
memberikan upah dalam :

• Empat bulan pertama: 100 % upah


• Empat bulan kedua paling sedikit 75% upah
• Empat bulan ketiga paling sedkit 50 % upah
• Untuk bulan berikutnya dibayar 25 % upah hingga pemutusan kerja dilakukan.

Kecelakaan kerja merupakan risiko kerja atau risiko berusaha atau risiko berusaha
dan sebab itu pembiayaannya harus ditanggung oleh perusahaan. Untuk itu, sesuai dengan
Undang-undang No.3 tahun 1992 mengenai jaminan sosial tenaga kerja, pengusaha wajib
mempertanggungjawabkan setiap pekerja untuk asuransi kecelakaan kerja. Disamping
asuransi atau jaminan keselamatan kerja, program jaminan sosial tenaga kerja ( jamsostek )
juga mencakup program jaminan hari tua, jaminan kematian dan jaminan pemeliharaan
kesehatan pekerja dan keluarganya. Atas permintaan pekerja, pengusaha memberikan izin
dan wajib membayar upah pekerja yang tidak masuk kerja karena urusan pribadi dan
urusan keluarga yaitu:

• 3 hari bila pekerja sendiri kawin


• 2 hari bila istri melahirkan
• 2hari bila menyunatkan atau membaptis anak
• 2 hari apabila mengawinkan anak
• 2 hari bila anggota keluarga meninggal dunia.

Serikat pekerja

32
Serikat pekerja adalah organisasi pekerja yang dibentuk oleh anggota-anggotanya
dengan tujuan untuk memajukan dan melindungi kepentingan pekerja dalam hubungan
kerja dengan perusahaan tempat mereka bekerja.

Menurut pasal 1 angka 1 UU no.21 tahun 2000 tentang serikat pekerja , serikat
pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari , oleh dan untuk pekerja baik di perusahaan
maupun diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kpentingan
pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Pada umumnya serikat pekerja didapati pada perusahaan besar yang jumlah
pekerjanya banyak. Serikat pekerja memberi usul kepada pengusaha tentang syarat-syarat
kerja, perbaikan kehidupan buruh, dan pendapatan buruh mengenai masalah yang dihadapi.
Kemudian serikat pekerja bersama-sama dengan pengusaha meetapkan perjanjian kerja
antara pekerja dengan perusahaan. Hubungan pekerja dengan pngusaha disebut dengan
hubungan industrial atau hubunga perburuhan.

Di Indonesia hubungan perburuhan dikenal dengan nama hubungan industrial


pancasila, yaitu suatu hubungan yang terbentuk antar pelaku dalam proses produksi barang
atau jasa (pekerja, pengusaha, pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan
manifestasi dari seluruh sila dalam pancasila dan nilai-nilai dasar UUD 1945 yang tumbuh
berkembang diatas kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia.

Ciri-ciri khas hubungan industrial pancasila :

• Mengakui dan meyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk sekedar
mencari nafkah tetapi sebagai pengabdian anusia dengan tuhannya, kepada sesame
manusia, masyarakat, bangsa dan Negara
• Menganggap pekerja bukan hanya sekedar factor produksi belaka, tetapi sebagai
manusia pribadi dengan sgala harkat dan martabatnya, ole karena itu prilaku
pengusaha terhadap pekerjanya bukan hanya dilihat dari kepentingan produksi
belaka, tetapi harus dilihat dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat sebagai
manusia.
• Setiap ada perbedaan antara pekerja dengan pengusaha harus dapat diselsaikan
dengan jalan musyawarah untuk menapai mufakat yang dilakukan dengan

33
kekeluargaan, karena itu dalam tindakan mogok, penekanan dan peutupan
perusahaan adalah tidak sesuai dengan prinsip-prinsp hubungan indusrial pancasila.

E. Istirahat Mingguan dan Hak Cuti

Pekerja yang bekerja 6 hari berturut-turut dalam satu mingguan diberikan


istirahat mingguan selama satu hari, andaikata karena satu pekerjaan mendesak, pekerja
diminta bekerja lembur pada hari istirahat mingguan tersebut hari istirahat tersebut harus
diganti pada minggu berikutnya.

Setiap pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut berhak atas
istirahat tahunan atau cuti paling sedikit 12 hari kerja dengan mendapat upah penuh.
Pekerja yang akan menggunakan istirahat tahunan, harus mengajukan permohonan kepada
atau melalui atasan langsung kepada pimpinan perusahaan. Perusahaan dapat menunda
permohonan istirahat tahunan atau hak cuti paling lama 6 bulan terhitung sejak
lahirnya hak istirahat tahunan, dengan memperhatikan kepentingan pekerja. Istirahat
tahunan tersebut dapat dibagi dalam 2 bagian dengan ketentuan satu bagian terdapat
sekurang-kurangnya 6 hari kerja terus menerus. Hak atas istirahat tahunan gugur apabila
setelah 6 bulan sejak lahirnya hak tersebut ternyata pekerja tidak mempergunakan haknya
bukan karena alasan alasan yang diberikan perusahaan.

F . Keselamatan Kerja atau Perlengkapan kerja

pengusaha dan pekerja sama-sama bertanggung jawab menjaga keselamatan


kerja yaitu : dengan berupa menghindari kecelakaan kerja. Pengusaha sudah harus
mengupayakan menghindari kecelakaan kerja jauh jauh dari sebelum kegiatan inti usaha
dimulai yaitu sejak pemilihan lokasi dan disain bangunan.

Pengusaha juga perlu menbentuk Panitia Pembina Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (P2K3) menyusun perkiraan potensial kecelakaan, menyediakan saran
pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja meyusun rencana tindakan penyelamatan
darurat termasuk cara evakuasi. Setiap pekerja wajib memelihara alat-alat dan
perlengkapan kerja dengan baik dan teliti. Apabila pekerja menemui hal-hal yang dapat

34
membahayakan terhadap keselamatan pekerja dan perusahaan harus segara melaporkan
kepada pimpinan atau atasan.

G. Tata Tertib dan Tindakan Disiplin

pengusaha dapat mewajibkan pekerja tepat waktu untuk hadir di tempat tugas
masing-masing sesuai waktu yang telah ditetapkan, serta meninggalkan pekerjaan untuk
pulang ke rumah masing-masing. Pekerja wajib menjaga dan memelihara dengan baik
milik perusahaan dan juga memelihara dan memegang teguh rahasia perusahaan terhadap
siapapun mengenai segala hal yang di ketahuinya mengenai perusahaan. Pekerja wajib
memeriksa semua alat-alat masing-masing sebelum mulai bekerja atau akan meniggalkan
pekerjaan sehingga benar-benar tidak akan menimbulkan kerusakan atau bahaya yang akan
mengganggu pekerjaan.

Disamping beberapa kewajiban tersebut, pekerja harus mematuhi larangan-


larangan, antara lain, setiap pekerja dilarang membawa atau menggunakan barang atau alat
milik perusahaan keluar dari lingkungan perusahaan tanpa izin dari pimpinan perusahaan
atau yang berwenang. Pekerja dilarang berbuat asusila di lingkungan perusahaan. Pekerja
dilarang melakukan penipuan, pencurian dan penggelapan barang atau uaang milik
perusahaan atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha.

Pekerja dilarang membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu
perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraaturan perundangan
yang berlaku. Pengusaha dapat membuat surat peringatan kepada pekerja yang melakukan
pelanggaran tata tertib kerja perusahaan antara lain sebagai berikut :

a. Sering datang terlambat atau pulang mendahului waktu yang ditentukan


b. Tidak mematuhi ketentuan ketentuan yang berlaku di perusahaan
c. Menolak perintah yang layak
d. Melalaikan kewajiban secara serampangan
e. Tidak cakap melakukan pekerjaan walaupun telah bimbingan dan petunjuk
kerja

35
Surat peringatan tersebut menurut urgensinya dapat diberikan secara bertahap, yaitu
surat peringatan I, surat peringatan II, dan surat peringatan III. Masing-masing peringatan
dapat diberikan masa berlaku misalnya 3-6 bulan.apabila ternyata yang bersangkutan
melakukan hal yang sama, maka perusahaan dapat mengajukan proses pemberhentian.

I. Uang Pesangon

Ketentuan mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja


(PMK) dan uang pengganti hak semula ditetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.3
tahun 1996. Peraturan Menteri tersebut diganti dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No.150 tahun 2000. Banyak pengusaha menolak kepmen No 150 tersebut karena dianggap
terlalu memberatkan pengusaha kemudian Menteeri TenagaKerja dan Transmigrasi
menerbitkan Keputusan No.78 tanggal 4 mei 2001 yang serta merta ditolak pula oleh
serikat pekerja. Dalam ketidakpastian hukum, Kepmen No 78 reami menggantikan
Kepmen no.150 tahun 2000, akan tetapi yang dianggap berlaku adalah Kepmen No. 150
tahun 2000.

Inti Kepmen No,150 tahun 2000,ini kemudian diakomodasikan pada pasal 156 UU
No. 13 tahum 2003 dengan menetapkan besar uang pesangon bagi pekerja yang
diberhentikan karena kesalahan ringan :

•1 bulan upah bila masa kerja kurang dari 1 tahun


•2 bulan upah apabila masa kerja hamper mencapai 2 tahun
•3 bulan upah apabila masa kerja 2 tahun atau kurang dari 3 tahun
•4 bulan upah apabila masa kerja 3 tahun atau kurang dari 4 tahun
•5 bulan upah apabila masa kerja 4 tahun atau kurang dari 5 tahun
•6 bulan upah apabila masa kerja 5 tahun atau kurang dari 6 tahun
•7 bulan upah apabila masa kerja 6 tahun atau kurang dari 7 tahun

36
•8 bulan upah apabila masa kerja 7 tahun atau kurang dari 8 tahun
•9 bulan upah apabila masa kerja 8 tahun atau kurang dari 9 tahun

BAB IV

KESIMPULAN

Pada dasarnya para pihak dapat menentukan dengan bebas mengenai hak dan
kewajiban dalam Pejanjian kerja, terdapat keseimbangan hak dan kewajiban bagi
pekerja berdasarkan kesepakatan. Hak dan kewajiban dalam perjanjian kerja tidak boleh
kurang dari syarat yang ditentukan oleh perundang-undangan ketenagakerjaan, Peraturan
Perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama. Hubungan antara perusahaan pemberi kerja,
perusahaan penyedia pekerja/perusahaan pemborong dan pekerja itu sendiri seharusnya
menciptakan suatu hubungan yang saling menguntungkan.

Namun dalam kenyataannya, sering kali terdapat perselisihan. Hal ini bisa dihindari jika
para pihak menyadari hak dan kewajibannya. Perlindungan hukum terhadap pekerja

37
dalam perjanjian kerja sudah diatur dalam undang-undang Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dan untuk perusahaan telah diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-
undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan perusahaan adalah:

1. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara
yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.

2. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan


mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 1 ayat 4 Undang-undang No.4 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
menyebutkan perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga
kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak baik milik Swasta maupun milik Negara
Sedangkan untuk pengusaha menurut Pasal 1 ayat 3 Undang-undang No.3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Pasal 1 ayat 5 Undang-undang No.13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan menjabarkan pengusaha adalah:

1. Orang, Persekutuan atau Badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri.

2. Orang, Persekutuan atau Badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya.

3. Orang, Persekutuan atau Badan Hukum yang berada di Indonesia mewakili


perusahaan sebagai mana dimaksud dalam huruf (a) dan (b) yang berkedudukan di
luar wilayah Indonesia.

Hubungan keduanya juga sudah diatur oleh undang-undang. Dalam Pasal 1 angka
15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa
hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan
demikian jelaslah bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara
pengusaha dan pekerja.Saat ini masih banyak pekerja yang tidak mengerti akan hak dan
kewajibannya sehingga banyak pekerja yang merasa dirugikan oleh pengusaha yang
memaksakan kehendaknya pada pihak pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja
tersebut pada pekerjanya.

38
Para pekerja juga diikutkan dalam program jaminan sosial oleh perusahaan.
Sebagaimana yang diatur di dalam ketentuan Kep No. 150/Men/1999 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja
Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Para pekerja sangat
penting untuk mempelajari dan memahami isi dari kontrak kerja sebelum
menandatangani atau menyetujui kontrak. Jika dalam klausul perjanjian kerja
dinyatakan bahwa pekerja kontrak diikutsertakan dalam program jaminan sosial
tenaga kerja, berarti perusahaan hanya memberi fasilitas sesuai dengan standar
jamsostek dan bukan standar penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dengan
manfaat yang lebih baik.
Dengan demikian segala perselisihan yang ada antara pekerja dan perusahaan
seharusnya dapat dihindari, karena kesemuanya sudah diatur dalam undang-undang dan
ke dua belah pihak berkewajiban untuk mematuhinya agar tercipta suanana yang saling
menguntungkan antara pekerja dan pengusaha

PENUTUP

Dari pembahasan ini dapat diketahui mengenai berbagai peraturan dari perusahaan
terhadap pekerja, kemudian hak dan kewajiban pengusaha terhadap pekerja. Hal itu
bertujuan untuk menciptakan hubungan industrial yang aman dan harmonis yang didukung
oleh suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan, ketenangan kerja bagi
pekerja, kepastian usaha bagi pengusaha, tidak ada perselisihan antara pekerja dan
pengusaha.

Demikian makalah tentang perjanjian kerja. Pembahasan mengenai permasalahan ini


kami kira masih akan perlu untuk dimunculkan seiring dengan makin ketatnya kompetisi
dunia usaha dan kerja yang tak dapat terhindar dari makin ketatnya persaingan di antara
para pihak. Dan akhirnya, demikian makalah ini kami susun, semoga bermanfaat.

39

You might also like