You are on page 1of 116

DIKLAT PEMBENTUKAN

AUDITOR TERAMPIL SAKD I

KODE MA : 1.141

SISTEM
ADMINISTRASI
KEUANGAN DAERAH I

2007
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

EDISI KEENAM
Judul Modul : Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Penyusun : Drs. Sunarto & Drs. Soedarsono DP, M.M.


Perevisi I : Djedje Abdul Aziz, S.H. & Drs. Sigit Edi Surono
Perevisi II : Drs. Bistok Manurung
Perevisi III : Budiman Slamet, Ak., M.Si.
Perevisi IV : Budiman Slamet, Ak., M.Si.
Perevisi V : Fatchudin, S.E., Ak.
Pereviu : Linda Ellen Theresia, S.E., Ak., M.B.A.
Editor : Daissy Erdianthy, S.E., Ak., M.Ak.

Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP


dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Pembentukan Auditor
Anggota Tim

Edisi Pertama : Tahun 1998


Edisi Kedua (Revisi Pertama) : Tahun 2000
Edisi Ketiga (Revisi Kedua) : Tahun 2002
Edisi Keempat (Revisi Ketiga) : Tahun 2004
Edisi Kelima (Revisi Keempat) : Tahun 2006
Edisi Keenam (Revisi Kelima) : Tahun 2007

ISBN 979-95661-4-2 (no. jilid lengkap)


ISBN 979-95661-5-0 (jilid 1)

Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian


atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis
dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
Pusdiklat Pengawasan BPKP
Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

ISBN 979-95661-4-2 (no. jilid lengkap)


ISBN 979-95661-5-0 (jilid 1)
Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………….……………………….…………………….… i

Daftar Isi…………………….………………………...……………………... ii

BAB I Pendahuluan...............…..………….……………………… 1

A. Latar Belakang ……..........................…..……………….. 1

B. Tujuan Pemelajaran Umum……...…..………....……...… 2

C. Tujuan Pemelajaran Khusus…….....…………....……… 2

D. Deskripsi Singkat Struktur Modul.................................... 3

E. Metodologi Pemelajaran................................................. 3

BAB II Keuangan Daerah…………….…………….………..…….…... 4

A. Pengertian Keuangan Daerah……….……..……….….... 4

B. Hubungan antara Keuangan Daerah dengan Keuangan


Negara…......................................................................... 5

C. Pengelola Keuangan Daerah……….............…………… 7

D. Latihan……………………………….......………………… 16

BAB III Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD )…… 18

A. Pengertian………….………………………………...…... 18

B. Fungsi-Fungsi Anggaran Daerah. ……….....…………… 19

C. Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah…...……….…......…. 20

D. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah …. 22

E. Latihan ..........…………………………………………....… 27

Pusdiklatwas BPKP – 2007 ii


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

BAB IV Penyusunan APBD…..…….………....………………………. 29

A. Siklus Anggaran......................…………………………… 29

B. Penyusunan Rancangan APBD………………….....…… 30

C. Latihan ..............…………………………………………… 48

BAB V Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan dan


Pertanggungjawaban APBD……………….….…..….…..…. 50

A. Pelaksanaan APBD……………….………….…………. 50

B. Penatausahaan Keuangan Daerah…………………..… 57

C. Akuntansi Keuangan Daerah………….….……………. 63

D. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan


APBD.............................................................................. 65

E. Latihan..........................…………………………………… 69

BAB VI Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi


(TP/TGR) .............................................................................. 71

A. Umum............................................................................. 71

B. Dasar-dasar Pengertian yang Digunakan...…..………… 74

C. Tata Cara Penyelesaian Kerugian Keuangan Daerah.... 78

D. Tuntutan Perbendaharaan.............................................. 79

E. Tuntutan Ganti Rugi (TGR)............................................. 85

F. Daluwarsa TP/TGR......................................................... 90

G. Penghapusan.................................................................. 91

H. Pembebasan................................................................... 92

I. Penyetoran...................................................................... 92

Pusdiklatwas BPKP – 2007 iii


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

J. Pelaporan........................................................................ 93

K. Lain-lain.......................................................................... 93

L. Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan


Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang
Daerah............................................................................ 93

M. Teknis dan Prosedur Penyelesaian TP/TGR Melalui


Majelis Pertimbangan TP/TGR Keuangan dan Barang
Daerah (Misalnya Untuk Tingkat Provinsi)..................... 95

N. Latihan..............………………………………….....……… 97

Daftar Pustaka…..………………………………...……………….………... 99

Daftar Istilah/Singkatan.......................................................................... 102

Pusdiklatwas BPKP – 2007 iv


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Bab I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sesuai dengan keputusan Kepala BPKP Nomor: KEP-06.04.00-847/K/


1998 tanggal 11 Nopember 1998 tentang Pola Pendidikan Dan Pelatihan
Auditor Bagi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah, modul Sistem
Administrasi Keuangan Daerah I (disingkat SAKD I) merupakan salah satu
kurikulum/mata ajar dalam rangka diklat pembentukan auditor terampil.

Diklat pembentukan auditor terampil adalah diklat untuk menjaring calon


auditor yang berlatar belakang pendidikan minimal sarjana muda (D-III)
atau SLTA dengan kualifikasi yang ditentukan oleh instansi pembina atau
yang sederajat yang status ijazahnya telah disamakan oleh Departemen
Pendidikan Nasional RI. Setelah lulus dari pendidikan dan pelatihan ini,
diharapkan mereka mampu untuk melaksanakan tugasnya sebagai
anggota tim.

Mata ajaran SAKD I merupakan kelompok mata ajar inti, dengan lama
pelatihan (jamlat) sebesar 20 jamlat. Mata ajar Sistem Administrasi
Keuangan Negara I (SAKN I) dipergunakan/diajarkan bagi calon auditor
pada unit pengawasan pusat, sedangkan SAKD I diajarkan bagi calon
auditor pada unit pengawasan daerah.

Untuk calon auditor BPKP dan Inspektorat Jenderal Departemen Dalam


Negeri RI, kedua mata ajaran tersebut (SAKN I dan SAKD I) diberikan,
akan tetapi mata ajar SAKD I sebagai mata ajar yang tidak diujikan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 1


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

B. TUJUAN PEMELAJARAN UMUM

Modul ini disusun untuk memenuhi materi pelajaran pada diklat


pembentukan auditor terampil di lingkungan aparat pengawasan intern
pemerintah (APIP). Seorang auditor terampil harus memahami sistem
administrasi keuangan yang diaudit.

Tujuan pemelajaran umum (TPU) modul ini adalah agar peserta diklat
mampu memahami SAKD dalam rangka pengawasan keuangan daerah.
Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah akan terwujudnya
akuntabilitas dan good governance di lingkungan instansi pemerintah.
Instansi pengawasan internal pemerintah mempunyai andil yang cukup
besar demi terwujudnya kedua hal tersebut.

C. TUJUAN PEMELAJARAN KHUSUS

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diklat diharapkan mampu

1. menjelaskan pengertian keuangan daerah, hubungan keuangan daerah


dengan keuangan pusat, serta pengurusan keuangan daerah

2. menjelaskan pengertian APBD, fungsi dan prinsip anggaran daerah,


struktur APBD, sumber-sumber penerimaan daerah, belanja daerah,
serta pembiayaan daerah

3. memahami siklus anggaran, khususnya proses penyusunan APBD,


mulai dari penyusunan rancangan hingga penetapan APBD

4. memahami proses pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan per-


tanggungjawaban APBD

5. menjelaskan pengertian penggantian kerugian negara/daerah.

Dengan pemahaman itu, maka setiap peserta pelatihan diharapkan


mampu melakukan pengawasan keuangan daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 2


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

D. DESKRIPSI SINGKAT MODUL

Diklat ini membekali peserta untuk memahami pengertian dan konsep


tentang SAKD dengan materi pembahasan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan
Bab II : Keuangan Daerah
Bab III : Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah (APBD)
Bab IV : Penyusunan APBD
Bab V : Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan, dan
Pertanggungjawaban APBD
Bab VI : Penggantian Kerugian Negara/Daerah

Pada masing-masing bab akan disajikan dasar teori, latihan soal dan
kasus yang harus dijawab oleh para peserta baik secara perseorangan
maupun kelompok.

E. METODOLOGI PEMELAJARAN

Peserta diklat diharapkan mampu memahami secara optimal substansi


yang terdapat dalam modul ini, untuk itu diperlukan proses belajar
mengajar dengan pendekatan andragogi.

Untuk mencapai tujuan pemelajaran di atas, maka metode pemelajaran


yang akan digunakan adalah ceramah, diskusi dan pemecahan kasus.
Selain membahas soal latihan yang ada pada modul ini, para widyaiswara
/instruktur diharapkan juga memberikan bahan-bahan pelatihan yang dapat
menambah wawasan para peserta. Penggunaan referensi tambahan juga
diperlukan guna menambah wawasan para peserta diklat.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 3


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

BAB II

KEUANGAN DAERAH

Pada akhir pemelajaran ini peserta dapat menjelaskan tentang pengertian


keuangan daerah, hubungan keuangan daerah dengan keuangan pusat, serta
pengurusan keuangan daerah dalam rangka membantu pelaksanaan tugasnya
sebagai auditor.

A. PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH

Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan


pasal 156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :

“Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat
dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang
dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut”.

Berdasarkan pengertian tersebut pada prinsipnya keuangan daerah


mengandung unsur pokok yaitu:

- Hak Daerah yang dapat dinilai

- Kewajiban Daerah dengan uang

- Kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut.

Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang
melekat pada Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
digunakan dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 4


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Hak Daerah tersebut meliputi antara lain :

1. Hak menarik pajak daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34


Tahun 2000).

2. Hak untuk menarik retribusi/iuran daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo


UU No. 34 tahun 2000).

3. Hak mengadakan pinjaman (UU No. 33 tahun 2004 ).

4. Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat (UU No. 33


tahun 2004).

Kewajiban daerah juga merupakan bagian pelaksanaan tugas-tugas


Pemerintahan pusat sesuai pembukaan UUD 1945 yaitu:

1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah


Indonesia,

2. memajukan kesejahteraan umum,

3. mencerdaskan kehidupan bangsa,

4. ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan


perdamaian abadi dan keadilan sosial.

B. HUBUNGAN ANTARA KEUANGAN DAERAH DENGAN KEUANGAN


NEGARA

Pasal 1 UUD 1945 menetapkan negara Indonesia adalah negara kesatuan


yang berbentuk republik. Selanjutnya dalam pasal 18 UUD 1945 beserta
penjelasannya menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah
yang bersifat otonom dan bersifat daerah administrasi.

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional


dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber-
sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan
demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan

Pusdiklatwas BPKP – 2007 5


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan


nepotisme (KKN). Penyelenggaraan pemerintahan daerah juga merupakan
subsistem dari pemerintahan negara sehingga antara keuangan daerah
dengan keuangan negara akan mempunyai hubungan yang erat dan saling
mempengaruhi.

Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan


kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah serta
secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan
pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah
pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi
dan tugas pembantuan.

Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat


kepada daerah dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai
dengan pengalihan sumber daya manusia dan sarana serta pengalokasian
anggaran yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan
pelimpahan kewenangan tersebut. Sedangkan penugasan dari pemerintah
pusat kepada daerah dalam rangka tugas pembantuan disertai
pengalokasian anggaran.

Dari ketiga jenis pelimpahan wewenang tersebut, hanya pelimpahan


wewenang dalam rangka pelaksanaan desentralisasi saja yang merupakan
sumber keuangan daerah melalui alokasi dana perimbangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sedangkan alokasi dana
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka
dekonsentrasi dan tugas pembantuan tidak merupakan sumber
penerimaan APBD dan diadministrasikan serta dipertanggungjawabkan
secara terpisah dari administrasi keuangan dalam pembiayaan
pelaksanaan desentralisasi.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 6


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

C. PENGELOLA KEUANGAN DAERAH

Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan


pengelola keuangan daerah. Kepala Daerah selaku kepala pemerintah
daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Kepala Daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan
para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para
pengelola keuangan daerah tersebut adalah:

1. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD).

2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).

3. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB).

4. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah


(SKPD).

6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran.

Berikut ini adalah uraian tentang tugas-tugas para pejabat pengelola


keuangan daerah tersebut.

1. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah

Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang


kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah
daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai
kewenangan:

a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan Anggaran


Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 7


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

c. Menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang.

d. Menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara


pengeluaran.

e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan


penerimaan daerah.

f. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang


dan piutang daerah.

g. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan


barang milik daerah.

h. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas


tagihan dan memerintahkan pembayaran.

Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan


daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada:

a. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan


Daerah.

b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD)


selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).

c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat


pengguna anggaran/pengguna barang.

Pelimpahan tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah


berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan,
menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang, yang merupakan
unsur penting dalam sistem pengendalian intern.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 8


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

2. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah

Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah


membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah
termasuk pengelolaan keuangan daerah. Sekretaris Daerah selaku
koordinator pengelolaan keuangan daerah mempunyai tugas
koordinasi di bidang:

a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan Anggaran


Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang


daerah.

c. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD.

d. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD,


perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

e. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, Pejabat Pengelola


Keuangan Daerah, dan pejabat pengawas keuangan daerah.

f. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Selain mempunyai tugas koordinasi, Sekretaris Daerah mempunyai


tugas:

a. memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah,

b. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD,

c. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah,

d. memberikan persetujuan pengesahan Dokumen Pelaksanaan


Anggaran (DPA-SKPD) / Dokumen Perubahan Pelaksanaan
Anggaran (DPPA), dan

Pusdiklatwas BPKP – 2007 9


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan


daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala
daerah.

Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas


pelaksanaan tugas-tugas tersebut kepada kepala daerah.

3. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku


Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) mempunyai tugas:

a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan


daerah,

b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD,

c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah


ditetapkan dengan Peraturan Daerah,

d. melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah (BUD),

e. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan

f. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan


oleh kepala daerah.

PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku Bendahara Umum


Daerah (BUD) berwenang:

a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;

b. mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;

c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan


pengeluaran kas daerah;

Pusdiklatwas BPKP – 2007 10


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;

f. menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);

g. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas


nama pemerintah daerah;

h. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;

i. menyajikan informasi keuangan daerah; dan

j. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta


penghapusan barang milik daerah.

PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja


pengelola keuangan daerah selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah
(Kuasa BUD). PPKD mempertanggungjawabkan pelaksanaan
tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Penunjukan Kuasa BUD oleh PPKD ditetapkan dengan keputusan


kepala daerah. Kuasa BUD mempunyai tugas:

a. menyiapkan anggaran kas;

b. menyiapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);

c. menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D);

d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah;

e. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh


bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk;

f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam


pelaksanaan APBD;

g. menyimpan uang daerah;

h. melaksanakan penempatan uang daerah dan


mengelola/menatausahakan investasi daerah;

Pusdiklatwas BPKP – 2007 11


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat


pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah;

j. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah


daerah;

k. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan

l. melakukan penagihan piutang daerah.

Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada


BUD.

PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya di lingkungan


SKPKD untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:

a. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;

b. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

c. melaksanakan pemungutan pajak daerah;

d. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas


nama pemerintah daerah;

e. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;

f. menyajikan informasi keuangan daerah; dan

g. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta


penghapusan barang milik daerah.

4. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pejabat


Pengguna Anggaran /Pengguna Barang (PPA/PB) mempunyai tugas:

a. menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD);

b. menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD);

Pusdiklatwas BPKP – 2007 12


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban


anggaran belanja;

d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan


pembayaran;

f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam


batas anggaran yang telah ditetapkan;

h. menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM);

i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD


yang dipimpinnya;

j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi


tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang


dipimpinnya;

l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya; dan

m. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang


lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab


atas pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris
Daerah.

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dalam melaksanakan


tugas-tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya
kepada Kepala Unit Kerja pada SKPD selaku Kuasa Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Pelimpahan sebagian
kewenangan tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah,

Pusdiklatwas BPKP – 2007 13


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja,


lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan
objektif lainnya. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut
ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. Kuasa
pengguna anggaran/kuasa pengguna barang mempertanggung
jawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada pengguna anggaran/
pengguna barang.

5. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna


Anggaran/Kuasa Pengguna Barang dalam melaksanakan program
dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Penunjukan pejabat tersebut
berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan,
beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan
objektif lainnya.

PPTK bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada


pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna
anggaran/kuasa pengguna barang yang telah menunjuknya. Tugas-
tugas tersebut adalah:

a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan

c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran


pelaksanaan kegiatan, yang mencakup dokumen administrasi
kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan
persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 14


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

6. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD

Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam Dokumen


Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), Kepala SKPD
menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan
pada SKPD sebagai Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-
SKPD). PPK-SKPD mempunyai tugas:

a. meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Langsung


(SPP-LS) pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh
bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK;

b. meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Uang


Persediaan (SPP-UP), Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang
Persediaan (SPP-GU), Surat Permintaan Pembayaran Tambah
Uang Persediaan (SPP-TU) dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS
serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara
pengeluaran;

c. melakukan verifikasi Surat Permintaan Pembayaran (SPP);

d. menyiapkan Surat Perintah Membayar (SPM);

e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan;

f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan

g. menyiapkan laporan keuangan SKPD.

PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas


melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara,
dan/atau PPTK.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 15


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

7. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan Bendahara Penerimaan


dan Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD.
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran tersebut adalah
pejabat fungsional. Bendahara Penerimaan dan Bendahara
Pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang
melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan
penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/
pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau
menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya
atas nama pribadi.

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dalam


melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Bendahara Penerimaan
Pembantu dan/atau Bendahara Pengeluaran Pembantu.

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran secara


fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
PPKD selaku BUD.

D. LATIHAN

1. Semua hak di bawah ini adalah hak yang dilakukan dalam rangka
Keuangan Daerah kecuali :

a. Hak menarik pajak Daerah.

b. Hak untuk mengadakan pinjaman Daerah.

c. Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat.

d. Hak untuk memperoleh bagian laba dari Perusahaan Daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 16


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Pemegang kekuasaan umum Pengelolaan Keuangan Daerah adalah :

a. Bupati.

b. Sekretaris Daerah.

c. Kepala Daerah.

d. Kepala Biro Keuangan Daerah.

3. Persyaratan dan pembinaan karir bendahara diatur oleh :

a. Pengguna Anggaran/Pengguna barang.

b. Bendahara Umum Daerah.

c. Kepala Daerah .

d. Bendahara Umum Negara.

4. Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang berwenang antara lain :

a. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran.

b. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran.

c. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah.

d. Melaksanakan pemungutan pajak daerah.

5. Bendahara Umum Daerah berwenang antara lain:

a. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.

b. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak,

c. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah,

d. Menggunakan barang milik daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 17


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

BAB III
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
DAERAH (APBD)

Pada akhir pemelajaran ini peserta dapat menjelaskan pengertian APBD, fungsi
dan prinsip anggaran daerah, struktur APBD, sumber-sumber penerimaan
daerah, belanja daerah, serta pembiayaan daerah dalam rangka membantu
pelaksanaan tugasnya sebagai auditor.

A. PENGERTIAN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD


adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1
butir 8 tentang Keuangan Negara).

Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan


dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut
adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan
penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun


anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan
Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan
dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang
membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi

Pusdiklatwas BPKP – 2007 18


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan


keuangan daerah.

Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1
Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah
dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran


yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari
perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan
yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan
dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan.
Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan
batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh
melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan
tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran
tersebut.

B. FUNGSI-FUNGSI ANGGARAN DAERAH

Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat


(4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu :

1. Fungsi Otorisasi

Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan


dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 19


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

2. Fungsi Perencanaan

Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam


merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi Pengawasan

Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan


penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.

4. Fungsi Alokasi

Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan


pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian.

5. Fungsi Distribusi

Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa


keadilan dan kepatutan

6. Fungsi Stabilisasi

Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk


memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.

C. PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN DAERAH

Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran


Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah
sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :

Pusdiklatwas BPKP – 2007 20


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

1. Kesatuan

Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja


Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.

2. Universalitas

Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan


secara utuh dalam dokumen anggaran.

3. Tahunan

Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun


tertentu

4. Spesialitas

Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci


secara jelas peruntukannya.

5. Akrual

Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk


pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan
anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun
sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas

6. Kas

Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada


saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah

Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja


berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15
dan 16 dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambat-
lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 21


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

D. STRUKTUR ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:

1. Pendapatan Daerah

2. Belanja Daerah

3. Pembiayaan

Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus


anggaran, tapi apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit
anggaran. Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah
defisit anggaran.

1. Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui


Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar,
yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak
perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan daerah terdiri atas:

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD);

b. Dana Perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Perincian selanjutnya, Pendapatan Asli Daerah terdiri atas:

a. pajak daerah;

b. retribusi daerah;

c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

d. lain-lain PAD yang sah.

Lain-lain PAD yang sah terdiri dari:

a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

Pusdiklatwas BPKP – 2007 22


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

b. hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang


tidak dipisahkan;

c. jasa giro;

d. pendapatan bunga;

e. tuntutan ganti rugi;

f. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;


dan

g. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari


penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

Pendapatan daerah yang berasal dari Dana Perimbangan terdiri dari:

a. Dana Bagi Hasil;

b. Dana Alokasi Umum; dan

c. Dana Alokasi Khusus.

Pendapatan daerah, selain PAD dan Dana Perimbangan, adalah


Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yang meliputi hibah, dana
darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hibah yang merupakan bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa
yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam
negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.

2. Belanja Daerah

Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja


daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah

Pusdiklatwas BPKP – 2007 23


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang


menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari
urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan.

Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan


dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara


nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi keunggulan
daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut diprioritaskan
untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam
bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas
sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem
jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar
pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program


dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut
organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan
daerah.

Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari:

a. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan

b. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.

Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan


menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 24


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Sedangkan klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan negara


digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan
keuangan negara terdiri dari:

a. pelayanan umum;

b. ketertiban dan keamanan;

c. ekonomi;

d. lingkungan hidup;

e. perumahan dan fasilitas umum;

f. kesehatan;

g. pariwisata dan budaya;

h. agama;

i. pendidikan; serta

j. perlindungan sosial.

Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan


urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan
klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari:

a. belanja pegawai;

b. belanja barang dan jasa;

c. belanja modal;

d. bunga;

e. subsidi;

f. hibah;

g. bantuan sosial;

Pusdiklatwas BPKP – 2007 25


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

h. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan

i. belanja tidak terduga.

Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja berdasarkan


ketentuan perundang-undangan.

3. Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar


kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Penerimaan pembiayaan mencakup:

a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;

b. pencairan dana cadangan;

c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

d. penerimaan pinjaman; dan

e. penerimaan kembali pemberian pinjaman.

Pengeluaran pembiayaan mencakup:

a. pembentukan dana cadangan;

b. penyertaan modal pemerintah daerah;

c. pembayaran pokok utang; dan

d. pemberian pinjaman.

Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan


terhadap pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus
dapat menutup defisit anggaran.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 26


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

E. LATIHAN

1. Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :

a. Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan.

b. Pendapatan Daerah, Pengeluaran Daerah dan Pembiayaan.

c. Penerimaan Daerah, Pengeluaran Daerah dan Pembiayaan.

d. Penerimaan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan.

2. Selisih lebih pendapatan daerah terhadap Belanja Daerah disebut :

a. Kelebihan anggaran.

b. Surplus Anggaran.

c. Selisih lebih anggaran.

d. Pembiayaan anggaran.

3. Sumber-sumber penerimaan Daerah dalam pelaksanaan


desentralisasi adalah seperti disebut di bawah ini, kecuali :

a. Pendapatan Asli Daerah.

b. Dana Perimbangan.

c. Pinjaman Daerah.

d. Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah.

4. Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa adalah belanja yang


diklasifikasikan berdasarkan :

a. Fungsi.

b. Jenis.

c. Urusan Pemerintahan.

d. Program dan Kegiatan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 27


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

5. Pembentukan Dana Cadangan termasuk dalam komponen :

a. Pendapatan.

b. Belanja.

c. Penerimaan Pembiayaan.

d. Pengeluaran Pembiayaan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 28


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

BAB IV

PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN


DAN BELANJA DAERAH (APBD)

Pada akhir pemelajaran ini peserta dapat memahami siklus anggaran,


khususnya proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan rancangan hingga
penetapan APBD.

A. SIKLUS ANGGARAN

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1


(satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan
kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara garis
besar terdiri dari:

1. Penyusunan dan Penetapan APBD;

2. Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD;

3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.

Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah


Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk
tercapainya tujuan bernegara. APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap tahun dengan
peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan
dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah

Pusdiklatwas BPKP – 2007 29


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan


peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam
APBD.

B. PENYUSUNAN RANCANGAN APBD

Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan


dana dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu
diperhatikan kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber
pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan
pendanaannya adalah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan


daerah didanai dari dan atas beban APBD.

2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan


pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.

3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya


dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan
atas beban APBD provinsi.

4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang


penugasannya dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban
APBD kabupaten/kota.

Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam


bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan
harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan
pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran
belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban
pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 30


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah

Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah


Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD
adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran
dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1
(satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.

RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah,


prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang
terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah
mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei


sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan
peraturan kepala daerah.

2. Kebijakan Umum APBD

Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah


daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas
dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 31


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan


pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri
setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri
Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:

a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan


pemerintah dengan pemerintah daerah;

b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran


berkenaan;

c. teknis penyusunan APBD; dan

d. hal-hal khusus lainnya.

Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari


program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah
untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan
proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan
penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang
mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas
pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan
asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan
ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim


Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris
daerah. Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh
sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah
kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.

Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling


lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran

Pusdiklatwas BPKP – 2007 32


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia


anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya
disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli
tahun anggaran berjalan.

3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah


daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan
tahapan sebagai berikut:

a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;

b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan

c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing


program.

Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun


kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli
tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama
panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas
selanjutnya disepakati menjadi PPA paling lambat akhir bulan Juli
tahun anggaran berjalan.

KUA serta PPA yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke


dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala
daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah
berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi
wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPA.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota
kepakatan KUA dan PPA dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh
pejabat yang berwenang.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 33


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD

Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD


menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman
penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam
menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah
tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:

a. PPA yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut


rencana pendapatan dan pembiayaan;

b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja


SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang
ditetapkan;

c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;

d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD


terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas,
tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka
pencapaian prestasi kerja; dan

e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening


APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar
satuan harga.

Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-


SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran
berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala
SKPD menyusun RKA-SKPD.

RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka


pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan
penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan

Pusdiklatwas BPKP – 2007 34


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan


kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan
dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang
direncanakan.

Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan


seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja,
dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen
rencana kerja dan anggaran.

Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan


dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan
keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang
diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran
tersebut.

Untuk terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan


pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah,
penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja,
dan terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD
mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun
anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun
anggaran berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan menilai program dan
kegiatan yang belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan
tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau diselesaikan
pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari
tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program dan kegiatan
merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang
ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada tahun yang
direncanakan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 35


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan:

a. indikator kinerja.

Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai


dari program dan kegiatan yang direncanakan.

b. capaian atau target kinerja.

Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan


dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas
pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.

c. analisis standar belanja.

Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas


beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu
kegiatan.

d. standar satuan harga.

Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit


barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah.

e. standar pelayanan minimal.

Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam


menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah.

RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk


masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan
untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek
pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk
tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan

Pusdiklatwas BPKP – 2007 36


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang


akan dicapai dari program dan kegiatan.

RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada


PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.

5. Penyiapan Raperda APBD

Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD


dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD.
Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian
antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah
disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan
lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran
kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar
pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar
SKPD.

Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian,


kepala SKPD melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah
disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD
sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan


lampiran yang terdiri dari:

a. ringkasan APBD;

b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan


organisasi;

c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,


pendapatan, belanja dan pembiayaan;

Pusdiklatwas BPKP – 2007 37


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah,


organisasi, program dan kegiatan;

e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan


urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka
pengelolaan keuangan negara;

f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;

g. daftar piutang daerah;

h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;

i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;

j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;

k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum


diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;

l. daftar dana cadangan daerah; dan

m. daftar pinjaman daerah.

Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun


rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan
lampiran yang terdiri dari:

a. ringkasan penjabaran APBD;

b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah,


organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian
obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib


memuat penjelasan sebagai berikut:

Pusdiklatwas BPKP – 2007 38


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang


direncanakan, tarif pungutan/harga;

b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur,


harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;

c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber


penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh


PPKD disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan
peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD
disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan
daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi
mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat
dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.

Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD


dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan
keuangan daerah.

6. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah


tentang APBD

Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang


APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu
pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang
direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan
keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan


nota keuangan. Penetapan agenda pembahasan rancangan

Pusdiklatwas BPKP – 2007 39


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan


bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing
daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut
berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama
antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan
tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan
kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada
kepala daerah.

Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran


berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala
daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka
kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai
keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk
keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang
bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang
bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus
menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan
jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun
anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja
barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah
belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan
pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan
dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.

Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan


rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD
tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari :

a. ringkasan APBD;

Pusdiklatwas BPKP – 2007 40


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan


organisasi;

c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,


program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek
pendapatan, belanja dan pembiayaan;

d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah,


organisasi, program dan kegiatan;

e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan


urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka
pengelolaan keuangan negara;

f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;

g. daftar piutang daerah;

h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;

i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;

j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;

k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum


diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;

l. daftar dana cadangan daerah; dan

m. daftar pinjaman daerah.

Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan


tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau
selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani persetujuan
bersama.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat


dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam

Pusdiklatwas BPKP – 2007 41


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Negeri bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan


pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD
ditetapkan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan
keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.

Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh


pengesahan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak
DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.

Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja Menteri Dalam
Negeri/gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala
daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan rancangan
peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.

Khusus untuk pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas tertinggi


dari jumlah pengeluaran, hanya diperkenankan apabila ada kebijakan
pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil
serta penyediaan dana pendamping atas program dan kegiatan yang
ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak daerah dan retribusi
daerah yang ditetapkan dalam undang-undang.

7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan


Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD

Rancangan peraturan daerah provinsi tentang APBD yang telah


disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang
penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh gubernur paling lama 3
(tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Dalam
Negeri untuk dievaluasi.

Penyampaian rancangan disertai dengan:

a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD


terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;

Pusdiklatwas BPKP – 2007 42


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan
DPRD;

c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan


peraturan daerah tentang APBD; dan

d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian


pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.

Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan


daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik
dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD
provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan
oleh provinsi bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi,
Menteri Dalam Negeri dapat mengundang pejabat pemerintah daerah
provinsi yang terkait.

Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Menteri Dalam Negeri


dan disampaikan kepada gubernur paling lama 15 (lima betas) hari
kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila
Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi atas rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubemur
tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur
menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan
peraturan gubemur.

Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa hasil evaluasi


rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling

Pusdiklatwas BPKP – 2007 43


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.


Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD,
dan gubernur tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD
menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur, Menteri Dalam
Negeri membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubernur
dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun
sebelumnya.

Pembatalan peraturan daerah dan peraturan gubernur serta


pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan
dengan peraturan Menteri Dalam Negeri.

Sementara itu, rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang


APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada
gubernur untuk dievaluasi. Pelaksanaan dan ketentuan evaluasi
adalah sebagaimana halnya evaluasi oleh Menteri Dalam Negeri
untuk Rancangan APBD Provinsi.

Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan


pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan
dengan peraturan gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan
peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah
mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah
tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan
peraturan daerah tentang APBD.

Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya,


ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Penyempurnaan hasil
evaluasi dilakukan oleh kepala daerah bersama dengan panitia

Pusdiklatwas BPKP – 2007 44


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh pimpinan


DPRD. Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan
peraturan daerah tentang APBD.

Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang


paripurna berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah
sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD.

Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada Menteri Dalam


Negeri bagi APBD provinsi dan kepada gubernur bagi APBD
kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan
tersebut ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap,
maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani
keputusan pimpinan DPRD.

Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas


rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD
kepada Menteri Dalam Negeri.

8. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan


Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD

Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan


peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah
dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah
tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut
dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran
sebelumnya.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 45


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang


ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan
daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD.

Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan


peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada Menteri
Dalam Negeri bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota paling
lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.

9. Perubahan APBD

Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan


keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam
rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran
yang bersangkutan, apabila terjadi:

a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;

b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran


anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis
belanja;

c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun


sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;

d. keadaan darurat; dan

e. keadaan luar biasa.

Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan


pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya
diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan
dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat tersebut
sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:

Pusdiklatwas BPKP – 2007 46


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah


daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;

b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;

c. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan

d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka


pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.

Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)


tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar
biasa tersebut adalah keadaan yang menyebabkan estimasi
penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan
atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).

Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau


keadaan luar biasa ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Realisasi pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau
keadaan luar biasa tersebut dicantumkan dalam rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang


perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk
mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya tahun anggaran.

Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang


perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran perubahan APBD menjadi peraturan daerah dan
peraturan kepala daerah berlaku ketentuan seperti halnya evaluasi
dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi tersebut tidak
ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah

Pusdiklatwas BPKP – 2007 47


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan


APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah
dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu
APBD tahun berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.

Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD provinsi dan


peraturan gubernur tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan
oleh Menteri Dalam Negeri. Pembatalan peraturan daerah tentang
perubahan APBD kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota
tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh gubernur.

Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan,


Kepala daerah wajib memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah
tentang perubahan APBD dan selanjutnya kepala daerah bersama
DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan
daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang
pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

C. LATIHAN

1. Jumlah pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dianggarkan


dalam APBD secara:

a. Insidentil

b. Periodik

c. Bruto

d. Netto

2. Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah


daerah menyusun rancangan lebih pendapatan daerah terhadap
belanja daerah yang disebut :

Pusdiklatwas BPKP – 2007 48


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

a. RPJMD

b. PPAS

c. DPA-SKPD

d. RKPD

3. Penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan


untuk melaksanakan suatu kegiatan disebut:

a. Indikator Kinerja

b. Standar Pelayanan Minimal

c. Standar Satuan Harga

d. Analisis Standar Belanja

4. RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada


PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh:

a. Tim Anggaran Pemerintah Daerah

b. Sekretaris Daerah

c. Panitia Anggaran DPRD

d. Kepala Daerah

5. Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD provinsi dan


peraturan gubernur tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan
oleh:

a. DPRD Provinsi

b. Dirjen Otonomi Daerah

c. Menteri Dalam Negeri

d. Presiden

Pusdiklatwas BPKP – 2007 49


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

BAB V
PELAKSANAAN, PENATAUSAHAAN,
PELAPORAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN APBD
Pada akhir pemelajaran ini peserta dapat memahami siklus anggaran,
khususnya proses pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban APBD.

A. PELAKSANAAN APBD

Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka


pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.
Pelaksanaan APBD meliputi pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja,
dan pembiayaan. Penjelasan berikut ini didasarkan pada Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan ini telah disusun pedoman pelaksanaannya yaitu Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.

Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya


diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam
laporan realisasi anggaran. Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan Anggaran oleh Kepala SKPD dilaksanakan setelah Dokumen


Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD dengan
persetujuan Sekretaris Daerah. Proses penetapan DPA-SKPD adalah
sebagai berikut.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 50


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

1. PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang
APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar
menyusun rancangan DPA-SKPD.

2. Rancangan DPA-SKPD merinci sasaran yang hendak dicapai,


program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai
sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap SKPD serta
pendapatan yang diperkirakan.

3. Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD


paling lama 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan.

4. TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama


dengan kepala SKPD paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak
ditetapkannya peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

5. Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD mengesahkan rancangan DPA-


SKPD dengan persetujuan sekretaris daerah.

6. DPA-SKPD yang telah disahkan disampaikan kepada kepala SKPD,


satuan kerja pengawasan daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.

Setelah DPA-SKPD ditetapkan, Kepala SKPD melaksanakan kegiatan-


kegiatan SKPD berdasarkan dokumen tersebut.

1. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah

Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima


pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau
penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan. Penerimaan SKPD dilarang digunakan
langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD berupa uang
atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1

Pusdiklatwas BPKP – 2007 51


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

(satu) hari kerja oleh Bendahara Penerimaan dengan didukung oleh


bukti yang lengkap.

Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum


daerah. SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang
ditetapkan dalam peraturan daerah. SKPD yang mempunyai tugas
memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak
pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan
penerimaan tersebut.

Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan


dalam bentuk apa pun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara
langsung sebagai akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah,
asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan
bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan
dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan
barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah.

Semua penerimaan daerah apabila berbentuk uang harus segera


disetor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/aset
daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah.

Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan


ganti rugi dan sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada
rekening penerimaan yang bersangkutan untuk pengembalian
penerimaan yang terjadi dalam tahun yang sama. Untuk
pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.

2. Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah

Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas


tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja. Pengeluaran tidak dapat
dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran tersebut

Pusdiklatwas BPKP – 2007 52


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. Setiap SKPD
dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk
tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pengeluaran
belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif,
efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah
mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran
kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum
rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan
ditempatkan dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak
termasuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat
wajib.

Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat


Penyediaan Dana (SPD), atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran
SKPD (DPA-SKPD), atau dokumen lain yang dipersamakan dengan
SPD.

Khusus untuk biaya pegawai diatur bahwa gaji pegawai negeri sipil
daerah dibebankan dalam APBD. Pemerintah daerah dapat
memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil
daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan
memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh
persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Dalam pelaksanaan pembayaran yang terhutang pajak, bendahara


pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan
pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan
pajak yang dipungutnya ke rekening Kas Negara pada bank
pemerintah atau bank lain yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai

Pusdiklatwas BPKP – 2007 53


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai ketentuan
perundang-undangan.

Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan


SPM yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran. Selanjutnya pembayaran dilakukan dengan penerbitan
SP2D oleh kuasa BUD. Karena itu, kuasa BUD berkewajiban untuk:

a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh


pengguna anggaran;

b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang


tercantum dalam perintah pembayaran;

c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran


daerah; dan

e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang


diterbitkan oleh pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan
yang ditetapkan.

Perlu menjadi perhatian bahwa penerbitan SPM tidak boleh dilakukan


sebelum barang dan/atau jasa diterima kecuali ditentukan lain dalam
peraturan perundang-undangan. Setelah tahun anggaran berakhir,
kepala SKPD selaku pengguna anggaran dilarang menerbitkan SPM
yang membebani tahun anggaran berkenaan.

Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna


anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang
persediaan yang dikelola oleh bendahara pengeluaran. Bendahara
pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang
dikelolanya setelah:

Pusdiklatwas BPKP – 2007 54


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh


pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;

b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam


perintah pembayaran; dan

c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

Bendahara pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari pengguna


anggaran/kuasa pengguna anggaran apabila kelengkapan dokumen,
kebenaran perhitungan dan ketersediaan dana tidak terpenuhi.
Bendahara pengeluaran wajib melakukan hal tersebut karena dia
bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakannya.

Kepala daerah dapat memberikan izin pembukaan rekening untuk


keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan SKPD.

3. Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah

Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh Pejabat


Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Semua penerimaan dan
pengeluaraan pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas
Umum Daerah.

Untuk pencairan dana cadangan, pemindahbukuan dari rekening


dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan
berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana
cadangan yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang
pembentukan dana cadangan yang berkenaan mencukupi.
Pemindahbukuan tersebut paling tinggi sejumlah pagu dana
cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan
kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang
ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana

Pusdiklatwas BPKP – 2007 55


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

cadangan. Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke


rekening kas umum daerah tersebut dilakukan dengan surat perintah
pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.

Penjualan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai


dengan ketentuan perundang-undangan. Pencatatan penerimaan
atas penjualan kekayaan daerah didasarkan pada bukti penerimaan
yang sah.

Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang


akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai
dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman berkenaan.
Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan
dalam nilai rupiah. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah
didasarkan pada perjanjian pemberian pinjaman daerah sebelumnya,
untuk kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban
lainnya yang menjadi tanggungan pihak peminjam.

Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan mencakup pelaksanaan


pembentukan dana cadangan, penyertaan modal, pembayaran pokok
utang, dan pemberian pinjaman daerah.

Jumlah pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan dana


cadangan dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai dengan jumlah
yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Pemindahbukuan jumlah
pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer dari rekening kas
umum daerah ke rekening dana cadangan dilakukan dengan surat
perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.

Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila


jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah
ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal daerah
berkenaan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 56


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Pembayaran pokok utang didasarkan pada jumlah yang harus


dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya
merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban pemerintah daerah
yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran yang berkenaan.

Pemberian pinjaman daerah kepada pihak lain berdasarkan


keputusan kepala daerah atas persetujuan DPRD.

Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah


daerah, pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman daerah
tersebut dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh PPKD.

Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran pembiayaan, kuasa BUD


berkewajiban untuk:

a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran/pemindah bukuan


yang diterbitkan oleh PPKD;

b. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran pembiayaan yang


tercantum dalam perintah pembayaran;

c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

d. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas


pengeluaran pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.

B. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH

Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan,


bendahara pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau
menguasai uang/barang/kekayaan daerah wajib menyelenggarakan
penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pejabat
yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan
dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran

Pusdiklatwas BPKP – 2007 57


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab terhadap kebenaran material


dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

1. Penatausahaan Penerimaan

Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank


pemerintah yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD
menerima nota kredit. Penerimaan daerah yang disetor tersebut
dilakukan dengan cara:

a. disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga;

b. disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau


kantor pos oleh pihak ketiga; dan disetor melalui bendahara
penerimaan oleh pihak ketiga.

Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan


terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang
menjadi tanggung jawabnya. Bendahara penerimaan pada SKPD
wajib mempertanggungjawabkan secara administratif atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Disamping
pertanggungjawaban secara administratif, Bendahara penerimaan
pada SKPD wajib mempertanggung jawabkan secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada
PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Selanjutnya PPKD selaku BUD melakukan verifikasi, evaluasi dan
analisis atas laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan
pada SKPD.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 58


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

2. Penatausahaan Pengeluaran

Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun


rancangan anggaran kas SKPD. Rancangan anggaran kas SKPD
tersebut disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan
rancangan DPA-SKPD. Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD
dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan DPA-SKPD.

Setelah DPA-SKPD ditetapkan, PPKD selaku BUD menyusun


anggaran kas pemerintah daerah guna mengatur ketersediaan dana
yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan
rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD yang
telah disahkan. Anggaran kas tersebut memuat perkiraan arus kas
masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas
keluar yang digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam
setiap periode.

a. Penyediaan Dana

Setelah penetapan anggaran kas, PPKD dalam rangka


manajemen kas menerbitkan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD
atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD merupakan
dasar pengeluaran kas atas beban APBD. Permintaan
pembayaran hanya dapat dilaksanakan, jika SPD telah diterbitkan.

b. Permintaan Pembayaran

Berdasarkan SPD, bendahara pengeluaran mengajukan Surat


Permintaan Pembayaran (SPP) kepada pengguna anggaran/
kuasa pengguna anggaran melalui Pejabat Pengelola Keuangan
SKPD (PPK-SKPD). Ada 4 jenis SPP yaitu:

1) Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP).

Pusdiklatwas BPKP – 2007 59


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

2) Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP-


GU).

3) Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan


(SPP TU).

4) Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS).

Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh


bendahara pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-
SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan. Penerbitan dan
pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
melalui PPK-SKPD dalam rangka mengganti uang persediaan.
Sedangkan penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU
dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
melalui PPK-SKPD dalam rangka tambahan uang persediaan.
Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU tersebut
digunakan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran SKPD yang
harus dipertanggungjawabkan.

Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk pembayaran


gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh bendahara
pengeluaran guna memperoleh persetujuan pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
Prosedur pengajuan dan penerbitan SPM-LS dimulai dengan
penyiapan dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa
oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk
disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam rangka
pengajuan permintaan pembayaran. Selanjutnya, Bendahara

Pusdiklatwas BPKP – 2007 60


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

pengeluaran mengajukan SPP-LS kepada pengguna anggaran


setelah ditandatangani oleh PPTK guna memperoleh persetujuan
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-
SKPD.

Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti


kelengkapan dokumen SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS
yang diajukan oleh bendahara pengeluaran sebelum menerbitkan
Surat Perintah Pembayaran (SPP).

c. Perintah Membayar

Setelah meneliti SPP, pengguna anggaran/kuasa pengguna


anggaran harus menyatakan apakan dokumen SPP telah lengkap
dan sah. Dalam hal dokumen SPP dinyatakan lengkap dan sah,
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menerbitkan Surat
Perintah Membayar (SPM). Penerbitan SPM paling lama 2 (dua)
hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen SPP. Jika
dokumen SPP dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah,
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menolak
menerbitkan SPM. Penolakan penerbitan SPM paling lama 1
(satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPP.

SPM yang telah diterbitkan diajukan kepada kuasa BUD untuk


penerbitan SP2D.

Setelah tahun anggaran berakhir, pengguna anggaran/kuasa


pengguna anggaran dilarang menerbitkan SPM yang membebani
tahun anggaran berkenaan.

d. Pencairan Dana

Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan


oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran agar

Pusdiklatwas BPKP – 2007 61


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

pengeluaran yang diajukan tidak melampaui pagu dan memenuhi


persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan
perundangundangan. Jika dokumen SPM dinyatakan lengkap,
kuasa BUD menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Penerbitan SP2D paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak
diterimanya pengajuan SPM. Jika dokumen SPM dinyatakan tidak
lengkap, kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D. Penolakan
penerbitan SP2D paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak
diterimanya pengajuan SPM.

Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan


uang persediaan/ganti uang persediaan/tambahan uang
persediaan kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran. Sedangkan untuk pembayaran langsung, Kuasa BUD
menyerahkan SP2D yang diterbitkan kepada pihak ketiga.

e. Pertanggungjawaban Penggunaan Dana

Bendahara pengeluaran secara administratif wajib


mempertanggung jawabkan penggunaan uang persediaan/ganti
uang persediaan/tambah uang persediaan kepada kepala SKPD
melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Hal
ini dilaksanakan dengan menutup Buku Kas Umum setiap bulan
dengan sepengetahuan dan persetujuan pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran. Selanjutnya Bendahara
Pengeluaran menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan
uang persediaan.

Dalam hal laporan pertanggungjawaban telah sesuai, pengguna


anggaran menerbitkan surat pengesahan laporan
pertanggungjawaban. Untuk tertib laporan pertanggungjawaban
pada akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban pengeluaran

Pusdiklatwas BPKP – 2007 62


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

dana bulan Desember disampaikan paling lambat tanggal 31


Desember.

Disamping pertanggungjawaban secara administratif, Bendahara


Pengeluaran pada SKPD juga wajib mempertanggungjawabkan
secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung
jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya. Penyampaian pertanggungjawaban tersebut
dilaksanakan setelah diterbitkan surat pengesahan
pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran.

C. AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

Untuk melakukan penyusunan laporan keuangan, Pemerintah daerah


menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada
standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah daerah
dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD)
sebagai entitas pelaporan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
sebagai entitas akuntansi.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur


mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai
dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer. Proses tersebut didokumentasikan dalam
bentuk buku jurnal dan buku besar, dan apabila diperlukan ditambah
dengan buku besar pembantu.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya meliputi:

1. prosedur akuntansi penerimaan kas;

Pusdiklatwas BPKP – 2007 63


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

2. prosedur akuntansi pengeluaran kas;

3. prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; dan

4. prosedur akuntansi selain kas.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada


prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang
mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang
standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintahan daerah
dilaksanakan oleh PPKD. Sistem akuntansi SKPD dilaksanakan oleh PPK-
SKPD. PPK-SKPD mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur
penatausahaan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran.

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas pelaporan


menyusun laporan keuangan yang meliputi:

1. laporan realisasi anggaran;

2. neraca;

3. laporan arus kas; dan

4. catatan atas laporan keuangan.

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas akuntansi


menyusun laporan keuangan yang meliputi:

1. laporan realisasi anggaran;

2. neraca; dan

3. catatan atas laporan keuangan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 64


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

D. PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD

1. Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan


Belanja

Kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama


anggaran pendapatan dan belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan
anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan tersebut disertai
dengan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

Laporan disiapkan oleh PPK-SKPD dan disampaikan kepada pejabat


pengguna anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi
semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta
prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir.

Pejabat pengguna anggaran menyampaikan laporan tersebut kepada


PPKD sebagai dasar penyusunan laporan realisasi semester pertama
APBD paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah semester pertama
tahun anggaran berkenaan berakhir. Selanjutnya PPKD menyusun
laporan realisasi semester pertama APBD dengan cara
menggabungkan seluruh laporan realisasi semester pertama
anggaran pendapatan dan belanja SKPD paling lambat minggu kedua
bulan Juli dan disampaikan kepada sekretaris daerah.

Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6


(enam) bulan berikutnya disampaikan kepada kepala daerah paling
lambat minggu ketiga bulan Juli tahun anggaran berkenaan untuk
ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama APBD dan
prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Selanjutnya laporan
realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam)
bulan berikutnya disampaikan kepada DPRD paling lambat akhir
bulan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 65


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

2. Laporan Tahunan

PPK-SKPD menyiapkan laporan keuangan SKPD tahun anggaran


berkenaan dan disampaikan kepada kepala SKPD untuk ditetapkan
sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran SKPD.
Laporan keuangan tersebut disampaikan kepada PPKD sebagai
dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan
keuangan SKPD disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD
paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan
keuangan tersebut disusun oleh pejabat pengguna anggaran sebagai
hasil pelaksanaan anggaran yang berada di SKPD yang menjadi
tanggung jawabnya. Laporan keuangan SKPD tersebut terdiri dari:
laporan realisasi anggaran; neraca; dan catatan atas laporan
keuangan. Laporan keuangan SKPD dilampiri dengan surat
pernyataan kepala SKPD bahwa pengelolaan APBD yang menjadi
tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem
pengendalian intern yang memadai dan standar akuntansi
pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah dengan cara


menggabungkan laporan-laporan keuangan SKPD paling lambat 3
(tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran berkenaan. Laporan
keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada kepala daerah
melalui sekretaris daerah dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan keuangan tersebut
terdiri dari: laporan realisasi anggaran; neraca; laporan arus kas; dan
catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan pemerintah
daerah dilampiri dengan surat pernyataan kepala daerah yang
menyatakan pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya
telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai, sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 66


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Laporan keuangan disampaikan oleh kepala daerah kepada Badan


Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Setelah
disampaikan laporan hasil audit, Kepala daerah memberikan
tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan
pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.

3. Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Rancangan
peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
memuat laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran,
neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, serta
dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar
laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah.

Persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD oleh DPRD paling lama 1
(satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterima.

4. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang


Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD

Rancangan peraturan daerah provinsi tentang pertanggungjawaban


pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan
rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh
gubernur paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu
kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Hasil evaluasi

Pusdiklatwas BPKP – 2007 67


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling


lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan
dimaksud.

Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan


peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, gubernur menetapkan rancangan peraturan daerah dan
rancangan peraturan gubernur menjadi peraturan daerah dan
peraturan gubernur.

Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah disetujui
bersama DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang
penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum
ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi
disampaikan oleh gubernur kepada bupati/walikota paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan
peraturan daerah kabupaten/kota dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.

Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan


daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi
peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 68


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

E. LATIHAN

1. Pelaksanaan Anggaran oleh Kepala SKPD dilaksanakan setelah


Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh
PPKD dengan persetujuan:

a. Sekretaris Daerah.

b. Kepala Daerah.

c. Tim Anggaran Pemerintah Daerah.

d. DPRD.

2. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening


kas umum daerah oleh Bendahara Penerimaan paling lama:

a. 1 (satu) hari kerja.

b. 3 (tiga) hari kerja.

c. 5 (lima) hari kerja.

d. 7 (tujuh) hari kerja.

3. Jumlah anggaran belanja daerah merupakan:

a. Prakiraan realisasi belanja.

b. Plafon realisasi belanja.

c. Rencana nilai fisik kegiatan.

d. Rencana nilai kontrak pengadaan barang / jasa.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 69


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

4. Penerbitan SPM atas SPP yang telah lengkap dan sah dilakukan
oleh:

a. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan.

b. Bendahara Pengeluaran.

c. Kuasa Pengguna Anggaran.

d. Kuasa Bendahara Umum Daerah.

5. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas


akuntansi menyusun laporan keuangan yang meliputi :

a. Laporan Semesteran dan Tahunan Pelaksanaan APBD.

b. Laporan Perhitungan Anggaran dan Nota Keuangan.

c. Neraca, LRA, LAK dan Catatan atas Laporan Keuangan.

d. Neraca, LRA, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 70


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

BAB VI
TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN
TUNTUTAN GANTI RUGI
Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta diklat mampu menjelaskan
pengertian Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi serta mampu
menerapkan dalam pelaksanaan tugas pengawasan.

A. UMUM

Ketentuan mengenai penyelesaian maupun pengenaan ganti kerugian


negara/daerah diatur dalam Bab IX Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2004 tentang Keuangan Negara, Bab XI Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta dalam Bab V Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.

1. Penyelesaian Kerugian Daerah

Penyelesaian kerugian daerah adalah sebagai berikut :

a. Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan


melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera
diselesaikan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain


yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan negara, wajib menggantikan kerugian tersebut.

c. Setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala Satuan Kerja


Perangkat Daerah (SKPD) dapat segera melakukan tuntutan ganti
rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementrian

Pusdiklatwas BPKP – 2007 71


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

negara/lembaga/SKPD yang bersangkutan terjadi kerugian akibat


perbuatan dari pihak manapun.

d. Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung


atau oleh kepala SKPD kepada gubernur/bupati/walikota dan
diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
setelah kerugian daerah itu diketahui.

e. Segera setelah kerugian daerah diketahui, kepada bendahara,


pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-
nyata melanggar hukum dapat segera dimintakan surat
pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian
tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti
kerugian daerah dimaksud.

f. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM) tidak


mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian
kerugian daerah, maka gubernur/bupati/walikota yang
bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan
penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.

g. Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan


oleh BPK. Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan
unsur pidana, maka BPK menindaklanjutinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

h. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai


negeri bukan bendahara, atau pejabat lain ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Tatacara
tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan
pemerintah.

i. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain


yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah

Pusdiklatwas BPKP – 2007 72


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.


Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.

2. Pengenaan Ganti Kerugian Negara/Daerah

Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara adalah


sebagai berikut :

a. BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu


pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang
yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang
dalam persediaan yang merugikan keuangan daerah,

b. Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri


kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah
menerima surat keputusan tersebut di atas.

c. Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan


ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan
penggantian kerugian daerah kepada bendahara yang
bersangkutan,

d. Gubernur/bupati/walikota melaporkan penyelesaian kerugian


daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
setelah diketahuinya kerugian daerah dimaksud.

Tatacara tuntutan ganti kerugian negara/daerah maupun pengenaan


ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan
bendahara, atau pejabat lain diatur dengan peraturan pemerintah
yang merupakan petunjuk pelaksanaan ketiga paket undang-undang
di atas. Ketentuan tersebut diharapkan dapat digunakan oleh pihak-
pihak yang terkait dalam menangani dan menyelesaikan kerugian
negara/daerah yang semakin hari semakin bertambah besar,
sehingga dapat diantisipasi terjadinya kerugian daerah, dicegah

Pusdiklatwas BPKP – 2007 73


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

penyelesaian kerugian daerah yang berlarut-larut, serta dipercepat


proses pemulihan kerugian daerah maupun diperkecil terjadinya
kerugian daerah.

BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian daerah


terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada
kementerian/lembaga/pemerintah daerah.

Perlu dikemukakan di sini, sambil menunggu terbitnya peraturan


pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaan ketiga ketentuan di atas,
dalam modul ini (subbab C sampai dengan sub bab M) masih
digunakan ketentuan lama yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan
Perbendaharaan Keuangan dan Barang Daerah.

B. DASAR-DASAR PENGERTIAN YANG DIGUNAKAN

1. Pengertian Merugikan

Merugikan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang


bertentangan dengan norma-norma yang harus dilaksanakan dalam
pergaulan masyarakat dan bernegara, terhadap pribadi atau badan
dan harta benda orang lain.

2. Pengertian Kerugian Daerah

Pengertian kerugian negara/daerah berdasarkan Undang-Undang


Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi adalah “berkurangnya kekayaan negara/daerah yang
disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan
wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang
karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang dan atau
disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force
majeure)”.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 74


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

3. Sifat dan Bentuk Kerugian Daerah

a. Ditinjau dari pelakunya

1) Bendahara, yang melakukan perbuatan :

a) Tidak melakukan pencatatan dan penyetoran atas


penerimaan uang/barang,

b) Tidak melakukan pencatatan atas penerimaan/pengeluaran


uang/barang,

c) Membayar/memberi/mengeluarkan uang/barang kepada


pihak yang tidak berhak dan/atau secara tidak sah,

d) Tidak membuat pertanggungjawaban keuangan/


pengurusan barang,

e) Menerima dan menyimpan uang palsu,

f) Korupsi, penyelewengan, penggelapan,

g) Kecurian, penodongan, perampokan dan/atau kolusi,

h) Pertanggungjawaban atau laporan yang tidak sesuai


dengan kenyataan,

i) Penyalahgunaan wewenang/jabatan,

j) Tidak melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya


(wajib pungut pajak),

2) Pegawai negeri bukan bendahara yang melakukan perbuatan :

a) Korupsi, penyelewengan, penggelapan.

b) Penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

c) Pencurian dan penipuan.

d) Merusak, menghilangkan barang inventaris milik daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 75


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

e) Menaikkan harga, merubah kualitas/mutu.

f) Meninggalkan tugas dan atau pekerjaan setelah selesai


melaksanakan tugas belajar.

g) Meninggalkan tugas belajar sebelum selesai batas waktu


yang telah ditentukan.

3) Pihak ketiga, karena melakukan perbuatan :

a) Tidak menepati janji/kontrak (wanprestasi).

b) Pengiriman barang yang mengalami kerusakan karena


kesalahannya.

c) Penipuan, penggelapan dan perbuatan lainnya yang secara


langsung atau tidak langsung menimbulkan kerugian bagi
daerah.

b. Ditinjau dari sebabnya

1) Perbuatan manusia yang disebabkan karena :

a) Kesengajaan.

b) Kelalaian, kealpaan, kesalahan.

c) Di luar kemampuan si pelaku.

2) Karena kejadian alam :

a) Bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir


dan kebakaran.

b) Proses alamiah seperti membusuk, mencair, menyusut,


menguap, menguraikan dan dimakan rayap.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 76


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

c. Ditinjau dari waktu terjadinya kerugian daerah

Tinjauan dari waktu di sini dimaksudkan untuk memastikan


apakah suatu peristiwa kerugian negara/daerah masih dapat
dilakukan penuntutannya atau tidak, baik terhadap bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, atau pihak ketiga.

Dalam hal tuntutan ganti rugi, perlu diperhatikan ketentuan


daluwarsa sebagai berikut :

1) 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut, atau

2) 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan


penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.

3) Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau


pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti rugi daerah berada
dalam pengampuan, melarikan diri atau meninggal dunia,
penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada
pengampu/yang memperoleh hak/ahli warisnya. Tanggung
jawab pengampu/ahli warisnya untuk membayar ganti rugi
daerah menjadi hapus, apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun
sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan,
atau yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberitahu oleh
pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian daerah.

Setelah lewat batas-batas waktu daluwarsa tersebut di atas, tidak


dapat lagi dilakukan tuntutan ganti rugi. Oleh karena itu mengingat
batas waktu daluwarsa yang relatif singkat, maka setiap ada
kerugian negara/daerah wajib segera dilakukan pemrosesan
tuntutan ganti rugi.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 77


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

C. TATA CARA PENYELESAIAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH

1. Melalui Upaya Damai

Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui upaya damai


dilakukan apabila penggantian kerugian keuangan daerah dilakukan
secara tunai sekaligus dan angsuran dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 2 (dua) tahun dengan menandatangani Surat Keterangan
Tanggung jawab Mutlak (SKTJM)

2. Melalui Tuntutan Perbendaharaan

Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan


Perbendaharaan dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan
secara tunai sekaligus atau angsuran tidak berhasil.

Proses penuntutannya merupakan kewenangan kepala daerah


melalui Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan
Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah (Majelis
Pertimbangan).

Apabila pembebanan perbendaharaan telah diterbitkan, kepala


daerah melakukan eksekusi keputusan dimaksud dan membantu
proses pelaksanaan penyelesaiannya.

3. Melalui Tuntutan Ganti Rugi

Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan


Ganti Rugi dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara
tunai sekaligus atau angsuran tidak berhasil. Proses penuntutannya
menjadi wewenang kepala daerah melalui Majelis Pertimbangan.

Tuntutan Ganti Rugi baru dapat dilakukan apabila:

Pusdiklatwas BPKP – 2007 78


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

a. Adanya perbuatan melanggar hukum, kesalahan atau kelalaian


pegawai negeri termasuk melalaikan kewajibannya yang
berhubungan dengan pelaksanaan fungsi atau status dalam
jabatannya,

b. Pegawai negeri yang bersangkutan dalam melakukan


perbuatan melanggar hukum/kesalahan itu tidak berkedudukan
sebagai bendahara,

c. Pemerintah daerah baik secara langsung maupun tidak


langsung telah dirugikan oleh perbuatan melanggar
hukum/kelalaian itu.

Apabila pembebanan ganti rugi telah diterbitkan, Kepala Daerah


melakukan eksekusi keputusan dimaksud dan membantu proses
pelaksanaan penyelesaiannya.

4. Melalui Cara Lain

Apabila pelaku kerugian daerah ternyata ingkar janji (wanprestasi),


maka daerah dapat melakukan dengan cara tagihan secara paksa
melalui Badan/Instansi penagih yang berwenang setelah diputuskan
kepala daerah bahwa tagihan akan/telah macet.

D. TUNTUTAN PERBENDAHARAAN (TP)

Tuntutan perbendaharaan adalah suatu tata cara perhitungan terhadap


bendahara, jika dalam pengurusannya terdapat kekurangan
perbendaharaan dan kepada bendahara yang bersangkutan diharuskan
mengganti kerugian.

Tuntutan ini berlaku untuk bendahara yang dalam hal ini adalah seseorang
yang ditugaskan untuk menerima, menyimpan dan membayar atau
menyerahkan uang daerah, surat-surat berharga dan barang milik daerah,
serta bertanggung-jawab kepada kepala daerah. Yang merupakan objek dari

Pusdiklatwas BPKP – 2007 79


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

penuntutan ini adalah adanya kekurangan perbendaharaan yang pada


dasarnya merupakan selisih kurang antara saldo buku kas dengan saldo
fisik kas.

1. Penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan

Dalam hal ini dapat diselesaikan melalui 4 (empat) cara, yaitu: upaya
damai, tuntutan perbendaharaan biasa, tuntutan perbendaharaan
khusus, dan pencatatan.

a. Upaya Damai

1) Penyelesaian tuntutan perbendaharaan sedapat mungkin


dilakukan dengan upaya damai oleh bendahara/ahli
waris/pengampu, baik melalui pembayaran sekaligus (tunai)
atau angsuran. Pelaksanaan upaya damai ini dilakukan oleh
Badan Pengawas Daerah (Bawasda). Dalam hal penyelesaian
kerugian daerah dilaksanakan melalui cara mengangsur, maka
terlebih dahulu harus dibuat Surat Keterangan Tanggung
Jawab Mutlak (SKTJM).

2) Apabila pembayaran dilakukan secara angsuran, maka dapat


dilakukan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak ditanda tanganinya SKTJM dan harus disertai
jaminan barang yang nilainya cukup.

3) Pembayaran angsuran yang dilakukan melalui pemotongan


gaji/penghasilan harus dilengkapi dengan surat kuasa
pemotongan, jaminan barang beserta surat kuasa pemilikan
yang sah, dan surat kuasa untuk menjual.

4) Apabila bendahara tidak dapat melaksanakan pembayaran


angsuran dalam waktu yang ditetapkan dalam SKTJM, maka
barang jaminan pembayaran angsuran dapat dijual sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 80


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

5) Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang


jaminan seperti yang dimaksud di atas, maka kekurangan
tersebut tetap menjadi kewajiban bendahara yang
bersangkutan. Sebaliknya apabila terdapat kelebihan dari hasil
penjualan barang jaminan, maka akan dikembalikan kepada
bendahara yang bersangkutan.

6) Pelaksanaan keputusan tuntutan perbendaharaan (eksekusi)


dilakukan oleh majelis pertimbangan.

b. Tuntutan Perbendaharaan Biasa

1) Dilakukan atas dasar perhitungan yang diberikan oleh


Bendahara yang bersangkutan kepada kepala daerah.

2) Bendahara bertanggung jawab atas kekurangan


perbendaharaan yang terjadi dalam pengurusannya, kecuali
apabila ia dapat memberikan pembuktian bahwa ia bebas dari
kesalahan atau kelalaian atas kekurangan perbendaharaan
tersebut.

3) Apabila dalam pemeriksaan oleh bawasda terhadap bendahara


terbukti bahwa kekurangan perbendaharaan tersebut dilakukan
oleh beberapa pegawai atau atasan langsung, maka kepada
yang bersangkutan dikenakan tanggung jawab renteng sesuai
dengan bobot keterlibatan dan tanggung jawabnya, urutan
inisiatif dan kelalaian atau kesalahannya.

4) Proses tuntutan perbendaharaan dimulai dengan suatu


pemberitahuan tertulis dari kepala daerah kepada pihak yang
akan dituntut, dengan menyebutkan :

a) Identitas pelaku.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 81


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

b) Jumlah kekurangan perbendaharaan yang diderita oleh


daerah yang harus diganti.

c) Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan.

d) Tenggang waktu 14 (empat belas) hari yang diberikan untuk


mengajukan keberatan/pembelaan diri.

5) Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan/pembelaan diri


sampai dengan batas waktu yang ditetapkan atau telah
mengajukan pembelaan diri tetapi tidak dapat membuktikan
bahwa ia bebas sama sekali dari kesalahan/kelalaian, maka
kepala daerah menetapkan Surat Keputusan Pembebanan.

6) Berdasarkan Surat Keputusan Pembebanan Kepala Daerah,


bagi bendahara yang telah mengajukan keberatan tertulis akan
tetapi kepala daerah tetap berpendapat bahwa yang
bersangkutan salah/lalai dan dengan demikian tetap
membebankan penggantian kekurangan perbendaharaan
kepadanya, dapat mengajukan permohonan banding kepada
pejabat yang berwenang selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari setelah diterima surat keputusan pembebanan oleh yang
bersangkutan.

7) Keputusan kepala daerah mengenai pembebanan kekurangan


perbendaharaan mempunyai kekuatan hukum yang
pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara pemotongan gaji
dan penghasilan lainnya. Pelaksanaan pemotongan gaji dan
penghasilan lainnya dapat dilakukan dengan cara mengangsur
dan dilunasi selambat-lambatnya dalam 2 (dua) tahun.

8) Keputusan pembebanan tetap dilaksanakan, meskipun yang


bersangkutan naik banding.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 82


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

9) Keputusan tingkat banding dari pejabat yang berwenang dapat


berupa memperkuat atau membatalkan surat keputusan
pembebanan atau merubah besarnya jumlah kerugian yang
harus dibayar oleh bendahara.

c. Tuntutan Perbendaharaan Khusus

1) Apabila seorang bendahara meninggal dunia, melarikan diri


atau berada di bawah pengampuan dan lalai membuat
perhitungan setelah ditegur 3 (tiga) kali berturut-turut, maka
pada kesempatan pertama atasan langsung atas nama kepala
daerah melakukan tindakan pengamanan untuk menjamin
kepentingan daerah berupa :

a) Buku Kas dan semua buku bendahara diberi garis penutup

b) Semua uang, surat dan barang berharga, surat-surat bukti


maupun buku-buku disimpan/dimasukkan ke dalam lemari
besi dan disegel. Tindakan-tindakan di atas harus dituangkan
dalam Berita Acara Penyegelan dan disaksikan oleh ahli
waris (bagi yang meninggal dunia), keluarga dekat (bagi yang
melarikan diri) atau pengampu/kurator (dalam hal bendahara
berada di bawah pengampuan).

2) Atas dasar laporan atasan langsung, kepala daerah menunjuk


pegawai (atas saran majelis pertimbangan) yang ditugaskan
untuk membuat perhitungan ex-officio. Biaya pembuatan
perhitungan ex-officio dibebankan kepada bendahara yang
bersangkutan, ahli waris atau pengampunya. Besarnya biaya
pembuatan perhitungan ex-officio ditetapkan oleh kepala
daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 83


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

3) Hasil perhitungan ex-officio satu eksemplar diberikan kepada


pengampu atau ahli waris atau bendahara yang tidak membuat
perhitungan dan dalam batas waktu 14 (empat belas) hari
diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan.

4) Tata cara Tuntutan Perbendaharaan Khusus yang


dipertanggungawabkan terhadap ahli waris (bagi bendahara
yang meninggal dunia), keluarga terdekat (bagi bendahara
yang melarikan diri), pengampu (bagi bendahara yang di
bawah perwalian), atau bendahara yang tidak membuat
perhitungan, apabila terjadi kekurangan perbendaharaan
mengikuti ketentuan-ketentuan sebagaimana yang berlaku
pada Tuntutan Perbendaharaan Biasa.

d. Pencatatan

1) Kepala daerah menerbitkan Surat Keputusan Pencatatan jika


proses Tuntutan Perbendaharaan belum dapat dilaksanakan
karena:

a) bendaharawan meninggal dunia tanpa ada ahli waris yang


diketahui

b) ada ahli waris tetapi tidak dapat dimintakan


pertanggungjawabannya

c) bendaharawan melarikan diri dan tidak diketahui alamatnya

2) Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pencatatan, kasus


yang bersangkutan dikeluarkan dari administrasi pembukuan.

3) Pencatatan yang telah dilakukan sewaktu-waktu dapat ditagih


apabila :

a) yang bersangkutan diketahui alamatnya

Pusdiklatwas BPKP – 2007 84


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

b) ahli waris dapat dimintakan pertanggungjawabannya

c) upaya penyetoran ke kas daerah berhasil ditarik dari kas


negara

E. TUNTUTAN GANTI RUGI (TGR)

Tuntutan Ganti Rugi adalah suatu proses tuntutan terhadap pegawai dalam
kedudukannya bukan sebagai bendahara, dengan tujuan menuntut
penggantian kerugian disebabkan oleh perbuatannya melanggar hukum
dan/atau melalaikan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana mestinya sehingga baik secara langsung maupun tidak
langsung daerah menderita kerugian.

Yang termasuk dalam klasifikasi pegawai disini adalah :

1. Pegawai daerah

2. Pegawai negeri/pegawai daerah yang diperbantukan/dipekerjakan

3. Pegawai perusahaan daerah

4. Pekerja daerah

5. ABRI/purnawirawan ABRI yang dikaryakan/dipekerjakan pada daerah

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan TGR ini


adalah sebagai berikut :

1. Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi

Dalam hal ini dapat diselesaikan melalui 3 (tiga) cara, yaitu Upaya
Damai, Tuntutan Ganti Rugi Biasa, dan Pencatatan.

a. Upaya Damai

1) Penyelesaian kerugian daerah sedapat mungkin dilakukan


dengan upaya damai oleh pegawai/ahli waris baik dengan

Pusdiklatwas BPKP – 2007 85


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

pembayaran sekaligus (tunai) atau angsuran. Pelaksanaan


upaya damai ini dilakukan oleh Badan Pengawas Daerah.

2) Dalam keadaan terpaksa yang bersangkutan dapat melakukan


dengan cara angsuran selambat-lambatnya selama 2 (dua)
tahun sejak ditandatanganinya Surat Keterangan Tanggung
Jawab Mutlak (SKTJM) dan harus disertai jaminan barang
yang nilainya cukup.

3) Pembayaran angsuran yang dilakukan melalui pemotongan


gaji/penghasilan harus dilengkapi dengan surat kuasa
pemotongan, jaminan barang beserta surat kuasa pemilikan
yang sah, dan surat kuasa untuk menjual

4) Apabila pegawai tidak dapat melaksanakan pembayaran


angsuran dalam waktu yang ditetapkan dalam SKTJM, maka
barang jaminan pembayaran angsuran dapat dijual sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

5) Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang


jaminan seperti yang dimaksud di atas, maka kekurangan
tersebut tetap menjadi kewajiban pegawai yang bersangkutan.
Sebaliknya apabila terdapat kelebihan dari hasil penjualan
barang jaminan, maka akan dikembalikan kepada pegawai
yang bersangkutan.

6) Pelaksanaan keputusan Tuntutan Ganti Rugi (eksekusi)


dilakukan oleh majelis pertimbangan.

b. Tuntutan Ganti Rugi Biasa

1) Kerugian daerah yang dituntut dengan TGR adalah diakibatkan


oleh perbuatan melanggar hukum atau perbuatan melalaikan
kewajiban atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
mestinya yang dipersalahkan kepadanya, serta ada

Pusdiklatwas BPKP – 2007 86


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

hubungannya dengan pelaksanaan fungsi ataupun dengan


status jabatannya baik langsung maupun tidak langsung.

2) TGR dilakukan atas dasar pada kenyataan yang sebenarnya


dari hasil pengumpulan bahan-bahan bukti dan penelitian
inspektorat terhadap pegawai yang bersangkutan.

3) Semua pegawai daerah bukan bendahara atau ahli warisnya,


apabila merugikan daerah wajib dikenakan TGR.

4) Pelaksanaan TGR sebagai akibat perbuatan melanggar hukum


atau melalaikan kewajiban yang dipersalahkan kepadanya
dan/atau tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya
diserahkan penyelesaiannya melalui Tim Majelis
Pertimbangan.

5) Proses Tuntutan Ganti Rugi dimulai dengan suatu


pemberitahuan tertulis dari kepala daerah kepada pegawai
negeri yang bersangkutan, dengan menyebutkan :

a) Identitas pelaku

b) Jumlah kerugian yang diderita daerah yang harus diganti

c) Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan

d) Tenggang waktu yang diberikan untuk mengajukan


pembelaan diri selama 14 (empat belas) hari, terhitung
sejak diterimanya pemberitahuan oleh pegawai yang
bersangkutan.

6) Apabila pegawai yang diharuskan mengganti kerugian dalam


waktu 14 (empat belas) hari tidak mengajukan
keberatan/pembelaan diri atau atau telah mengajukan
pembelaan diri tetapi tidak dapat membebaskannya sama

Pusdiklatwas BPKP – 2007 87


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

sekali dari kesalahan/kelalaian, kepala daerah menetapkan


Surat Keputusan Pembebanan.

7) Berdasarkan surat keputusan pembebanan, kepala daerah


melaksanakan penagihan atas pembayaran ganti rugi kepada
yang bersangkutan.

8) Keputusan Pembebanan Ganti Rugi tersebut pelaksanaannya


dapat dilakukan dengan cara memotong gaji dan penghasilan
lainnya yang bersangkutan, memberi izin untuk mengangsur
dan melunasinya selambat-lambatnya selama 2 (dua) tahun,
dan apabila dianggap perlu dapat meminta bantuan kepada
yang berwajib untuk dilakukan penagihan dengan paksa.

9) Permohonan banding kepada pejabat yang berwenang dapat


diajukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
diterima surat keputusan pembebanan oleh yang
bersangkutan.

10) Keputusan tingkat banding dari pejabat yang berwenang dapat


berupa memperkuat atau membatalkan surat keputusan
pembebanan, atau menambah/mengurangi besarnya jumlah
kerugian yang harus dibayar oleh yang bersangkutan.

11) Apabila permohonan banding diterima, kepala daerah


menerbitkan surat keputusan tentang peninjauan kembali.

c. Pencatatan

1) Pegawai negeri yang meninggal dunia tanpa ahli waris atau


melarikan diri tidak diketahui alamatnya, dalam pencatatan
wajib dikenakan TGR berdasarkan keputusan kepala daerah
tentang pencatatan TGR setelah mendapat pertimbangan
majelis.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 88


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

2) Bagi pegawai yang melarikan diri, TGR tetap dilakukan


terhadap ahli warisnya dengan memperhatikan harta
peninggalan yang dihasilkan dari perbuatan yang
menyebabkan kerugian daerah tersebut.

3) Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pencatatan, kasus


yang bersangkutan dikeluarkan dari administrasi pembukuan.

4) Pencatatan yang telah dilakukan sewaktu-waktu dapat ditagih


apabila yang bersangkutan diketahui alamatnya

d. Penyelesaian Kerugian Barang Daerah

1) Pegawai yang bertanggung jawab atas terjadinya kehilangan


barang daerah (bergerak/tidak bergerak) dapat melakukan
penggantian dalam bentuk uang atau barang yang sesuai
dengan cara penggantian kerugian yang telah ditetapkan
sesuai ketentuan yang berlaku.

2) Penggantian kerugian dalam bentuk barang dilakukan khusus


terhadap barang bergerak berupa kendaraan bermotor roda 4
(empat) dan roda 2 (dua) yang umur pembeliannya 1 sampai 3
tahun.

3) Penggantian kerugian dalam bentuk uang dapat dilakukan


terhadap barang tidak bergerak atau yang bergerak selain
yang dimaksudkan di atas dengan cara tunai atau angsuran
selama 2 (dua) tahun.

4) Nilai taksiran jumlah harga benda yang akan diganti rugi dalam
bentuk uang maupun barang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 89


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

F. DALUWARSA TP/TGR

1. Tuntutan Perbendaharaan (TP)

a. TP Biasa dinyatakan daluwarsa (lewat waktu) apabila baru


diketahui setelah lewat 30 (tiga puluh) tahun sejak kekurangan
kas/barang tersebut diketahui, dalam kasus dimaksud tidak
dilakukan upaya-upaya damai.

b. TP Khusus terhadap ahli waris atau yang berhak lainnya


dinyatakan daluwarsa (lewat waktu) apabila jangka waktu 3 (tiga)
tahun telah berakhir setelah :

1) Meninggalnya bendahara tanpa adanya pemberitahuan.

2) Jangka waktu untuk mengajukan keberatan berakhir,


sedangkan surat keputusan pembebanan tidak pernah
ditetapkan.

2. Tuntutan Ganti Rugi Biasa

TGR dinyatakan daluwarsa setelah lewat 5 (lima) tahun sejak akhir


tahun kerugian daerah diketahui atau setelah 8 (delapan) tahun sejak
akhir tahun dimana kerugian tersebut terjadi/perbuatan tersebut
dilakukan .

Contoh :

a. Apabila perbuatan/kelalaian dilakukan dalam tahun 1990 dan


diketahui dalam tahun 1991, maka kerugian keuangan daerah
tersebut mengalami daluwarsa 5 tahun sesudah tahun 1991 atau
akhir tahun anggaran 1996/1997. Tetapi apabila baru diketahui
dalam tahun 1994 maka kerugian daerah tersebut mengalami
daluwarsa 8 tahun sesudah tahun 1990 atau akhir tahun anggaran
1998/1999 dan bukan 5 tahun sesudah tahun anggaran 1994/1995
atau akhir tahun anggaran 1999/2000. Selanjutnya apabila

Pusdiklatwas BPKP – 2007 90


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

kerugian daerah akibat dari perbuatan/kelalaian berturut-turut,


waktu 8 tahun tersebut dimulai pada akhir tahun
perbuatan/kelalaian yang terakhir dilakukan. Dalam menentukan
besarnya kerugian daerah dihitung kerugian daerah yang terjadi 8
(delapan) tahun sebelum tahun penggantian kerugian daerah
dibebankan.

b. Apabila perbuatan/kelalaian dilakukan berturut-turut sejak tahun


1985 sampai dengan tahun 1995, maka kerugian daerah tersebut
akan daluwarsa 8 tahun sesudah 1995 atau tahun 2003. Apabila
pembebanan ganti rugi dilakukan dalam tahun 1998 maka jumlah
ganti rugi hanya terbatas sampai jumlah kerugian yang timbul
sejak tahun 1990 saja, sedangkan kerugian tahun 1985 sampai
dengan 1989 tidak diperhitungkan.

G. PENGHAPUSAN

Apabila bendahara/pegawai ataupun ahli waris/keluarga terdekat/


pengampu yang berdasarkan keputusan kepala daerah diwajibkan
mengganti kerugian tidak mampu membayar ganti rugi, maka yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada
kepala daerah untuk penghapusan atas kewajibannya. Berdasarkan
permohonan tersebut kepala daerah memerintahkan Majelis
Pertimbangan untuk melakukan penelitian. Apabila ternyata yang
bersangkutan memang tidak mampu, maka setelah mendapatkan
persetujuan dari DPRD selanjutnya kepala daerah dengan surat keputusan
dapat menghapuskan TP/TGR baik sebagian ataupun seluruhnya.

Penghapusan yang telah dilakukan dapat ditagih kembali apabila


dikemudian hari terbukti bahwa bendahara/pegawai/ahli waris yang
bersangkutan ternyata mampu.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 91


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Surat keputusan penghapusan baru dapat dilaksanakan setelah


memperoleh pengesahan dari menteri dalam negeri.

Berdasarkan pertimbangan efisiensi, maka kerugian daerah yang


bernilai sampai dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dapat
diproses penghapusannya bersamaan dengan penetapan peraturan
daerah tentang Perhitungan APBD tahun anggaran yang berkenaan.

H. PEMBEBASAN

Dalam hal bendahara atau pegawai bukan bendahara meninggal dunia


tanpa ahli waris atau tidak layak untuk ditagih, yang berdasarkan surat
keputusan kepala daerah diwajibkan mengganti kerugian daerah, maka
majelis pertimbangan memohon secara tertulis kepada kepala daerah yang
bersangkutan untuk membebaskan sebagian/seluruh kewajiban yang
harus dipenuhi, dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari
DPRD dan menteri dalam negeri.

I. PENYETORAN

Penyetoran/pengembalian secara tunai/sekaligus atau melalui angsuran


atas kekurangan perbendaharaan/kerugian daerah atau hasil penjualan
barang jaminan/kebendaan harus melalui kas daerah atau
dinas/lembaga/satuan kerja daerah yang ditunjuk oleh pemerintah daerah.

Dalam kasus kerugian daerah dimana penyelesaiannya diserahkan melalui


pengadilan, kepala daerah berupaya agar putusan pengadilan menyatakan
bahwa barang yang dirampas diserahkan kepada daerah dan selanjutnya
hasil penjualannya disetorkan ke kas daerah.

Khusus penyetoran kerugian daerah yang berasal dari Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), setelah diterima kas daerah segera dipindahbukukan ke
rekening BUMD yang bersangkutan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 92


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

J. PELAPORAN

Bupati/walikota wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan


penyelesaian kerugian daerah kepada gubernur setiap semester.
Selanjutnya gubernur wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan
penyelesaian kerugian daerah untuk tingkat provinsi/kabupaten/kota yang
berada di wilayahnya setiap semester kepada Menteri Dalam Negeri cq.
Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah untuk
dijadikan bahan pemantauan.

K. LAIN-LAIN

Apabila bendahara atau pegawai bukan bendahara berdasarkan laporan


dan pemeriksaan terbukti telah merugikan daerah, maka kepala daerah
dapat melakukan hukuman disiplin berupa pembebasan yang
bersangkutan dari jabatannya dan segera menunjuk pejabat sementara
untuk melakukan kegiatannya.

Kerugian daerah yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah


dapat diserahkan penyelesaiannya melalui badan peradilan dengan
mengajukan gugatan perdata. Apabila proses melalui badan peradilan ini
tidak terselesaikan, maka permasalahan ini dikembalikan kepada daerah
dan penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cara pencatatan atau
penghentian/penghapusan.

Keputusan pengadilan untuk menghukum atau membebaskan yang


bersangkutan dari tindak pidana, tidak menggugurkan hak daerah untuk
tetap melaksanakan TP/TGR.

L. MAJELIS PERTIMBANGAN TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN


TUNTUTAN GANTI RUGI KEUANGAN DAN BARANG DAERAH

Untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan


penyimpangan pengelolaan keuangan daerah maka dibentuklah Majelis

Pusdiklatwas BPKP – 2007 93


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Pertimbangan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan


Barang Daerah. Majelis Pertimbangan ini pada dasarnya adalah para
pejabat yang ex-officio ditunjuk dan ditetapkan oleh kepala daerah yang
bertugas membantu kepala daerah dalam penyelesaian kerugian daerah.

Adapun susunan Majelis Pertimbangan adalah sebagai berikut :

1. Tingkat Provinsi

Ketua : Sekwilda

Wakil Ketua I : Kepala Bawasda Provinsi

Wakil Ketua II : Asisten Administrasi dan Umum

Sekretaris : Kepala Biro Keuangan

Anggota : a. Kepala Biro Perlengkapan

b. Kepala Biro Hukum

c. Kepala Biro Kepegawaian

2. Tingkat Kabupaten/Kota

Ketua : Sekwilda

Wakil Ketua I : Kepala Bawasda Kabupaten/Kota

Wakil Ketua II : Asisten Sekwilda Bidang Keuangan, Barang dan


Kepegawaian

Sekretaris : Kepala Bagian Keuangan

Anggota : a. Kepala Bagian Perlengkapan

b. Kepala Bagian Hukum

c. Kepala Bagian Kepegawaian

Pusdiklatwas BPKP – 2007 94


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

Tugas pokok dari Majelis Pertimbangan yang ditetapkan adalah sebagai


berikut:

1. Mengumpulkan, menatausahakan, menganalisis dan mengevaluasi


kasus TP/TGR yang diterima.

2. Memproses dan melaksanakan eksekusi TP/TGR.

3. Memberikan pendapat, saran dan pertimbangan kepada kepala


daerah pada setiap kasus yang menyangkut TP/TGR termasuk
pembebanan, banding, pencatatan, pembebasan, penghapusan,
hukuman disiplin, penyerahan melalui Badan Peradilan. Penyelesaian
kerugian daerah apabila terjadi hambatan dan penagihan melalui
instansi terkait.

4. Menyiapkan laporan kepala daerah mengenai perkembangan


penyelesaian kasus kerugian daerah secara periodik kepada Menteri
Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal PUOD, tembusan kepada BPK,
Sekretariat Jenderal dan Inspektorat Jenderal Departemen Dalam
Negeri.

M. TEKNIS DAN PROSEDUR PENYELESAIAN TP/TGR MELALUI MAJELIS


PERTIMBANGAN TP/TGR KEUANGAN DAN BARANG DAERAH
(MISALNYA UNTUK TINGKAT PROVINSI)

1. Laporan kasus kerugian daerah dilaporkan oleh kepala unit/satuan


kerja yang bersangkutan kepada majelis melalui kepala sekretariat.

2. Anggota Sekretariat Majelis melakukan :

a. Penelitian kelengkapan berkas laporan dan pencatatan serta


penomoran berkas laporan oleh staf administrasi.

b. Pembahasan laporan oleh tim pembahas yang dipimpin oleh


ketua tim pembahas yang ditunjuk oleh kepala sekretariat.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 95


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

3. Kepala sekretariat menyampaikan laporan kepada sekretaris majelis.

4. Sekretaris majelis meneliti/menganalisis berkas laporan hasil


pembahasan sekretariat majelis dan selanjutnya menyampaikan
berkas laporan kepada majelis.

5. Majelis melaksanakan pemeriksaan berkas perkara dan pengambilan


keputusan dalam proses Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan
Ganti Rugi yang dipimpin oleh Ketua Majelis :

a. Keputusan majelis ditandatangani oleh ketua, wakil ketua,


sekretaris dan seluruh anggota majelis.

b. Keputusan majelis disertai konsep surat keputusan gubernur


kepala daerah disampaikan oleh majelis kepada gubernur kepala
daerah.

6. Gubernur/kepala daerah menganalisis keputusan majelis dan


menandatangani surat keputusan untuk selanjutnya diserahkan
kepada majelis.

7. Majelis menyampaikan surat keputusan gubernur/kepala daerah


kepada bendahara/pegawai yang bersangkutan melalui kepala
sekretariat.

8. Kepala sekretariat menyampaikan (setelah terlebih dahulu dicatat


dalam (buku register) surat keputusan gubernur/kepala daerah
kepada bendahara/pegawai yang bersangkutan melalui kepala
unit/satuan kerja.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 96


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

N. SOAL LATIHAN

1. Apabila terjadi kerugian terhadap aset daerah, yang pertama-tama


ditempuh adalah melakukan :

a. Tuntutan ganti rugi.

b. Tuntutan perbendaharaan.

c. Upaya damai.

d. Tuntutan ganti rugi khusus.

2. Apabila seorang kasir melarikan diri, maka dilakukan proses :

a. Tuntutan perbendaharaan khusus.

b. Tuntutan hukuman jabatan.

c. Tuntutan ganti rugi.

d. Tuntutan khusus.

3. Dalam hal tuntutan ganti rugi tidak dapat dijalankan dan diberikan
“Pembebasan”, hal tersebut terlebih dahulu disetujui oleh :

a. Presiden.

b. Gubernur dan Bupati/Walikota.

c. DPRD dan Mendagri.

d. Gubernur dan Mendagri.

4. Apabila ternyata pegawai daerah terbukti bersalah dan merugikan


keuangan daerah, maka kepala daerah dapat melakukan :

a. Hukuman percobaan.

b. Hukuman disiplin.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 97


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

c. Hukuman kurungan.

d. Hukuman denda.

5. Dalam hal daerah telah menetapkan “penghapusan” terhadap


penggantian kerugian maka daerah :

a. Masih dapat menagih kembali.

b. Tidak dapat menagih kembali.

c. Dapat menagih lagi sebesar 50% dari nilai kerugian daerah.

d. Dapat menagih kembali berdasarkan persetujuan DPRD.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 98


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

DAFTAR PUSTAKA

1. Gade, Muhammad. 1998. Akuntansi Pemerintahan. Edisi Revisi. Jakarta:


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

2. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 1997 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1997.

3. Kansil CST, Prof. Drs., S.H.dan Kansil Christine S.T., S.H., M.H. 2001.
Kitab Undang-Undang Otonomi Daerah 1999 – 2001; Kitab 2. Jakarta:
PT Pradnya Paramita.

4. Modul-Modul Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

5. Modul Sistem Administrasi Keuangan Daerah II , Edisi Keempat, 2004.

6. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan


Pinjaman dan/atau Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.

7. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik


Negara/Daerah.

8. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan


Kinerja Instansi Pemerintah.

9. Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan


Piutang Negara/Daerah.

10. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum.

11. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi


Pemerintahan.

12. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.

13. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 99


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

14. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi


Keuangan Daerah.

15. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah.

16. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan


Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah.

17. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan


Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

18. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah


Kumulatif APBN dan APBD.

19. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

20. Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.

22. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

23. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Ganti
Rugi dan Tuntutan Perbendaharaan Keuangan dan Barang Daerah.

24. Soediyono, Prof. DR. MBA. 1989. Ekonomi Makro, Pengantar Analisis
Pendapatan Nasional. Edisi ke-5. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

25. Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

26. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan


dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

27. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional.

28. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 100


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

29. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

30. Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

31. Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang


No. 18 Tahun 1997.

32. Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian


Sengketa Pajak.

33. Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan


Surat Paksa.

34. Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 101


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN

1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut pemerintah, adalah Presiden


Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh


pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, dan/atau walikota, dan


perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

4. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat


hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut.

6. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang


meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.

7. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) adalah rencana


keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.

8. Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibentuk oleh DPRD dengan


persetujuan bersama kepala daerah, termasuk Qanun yang berlaku di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan peraturan daerah provinsi
(perdasi) yang berlaku di Provinsi Papua.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 102


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

9. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi
daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

10. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala


daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.

11. PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) adalah kepala satuan kerja
pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.

12. BUD (Bendahara Umum Daerah) adalah PPKD yang bertindak dalam
kapasitas sebagai bendahara umum daerah.

13. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas
bendahara umum daerah.

14. SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) adalah perangkat daerah pada
pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang.

15. Unit Kerja adalah bagian SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa
program.

16. PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) adalah pejabat pada unit
kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu
program sesuai dengan bidang tugasnya.

17. PPK-SKPD (Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD) adalah pejabat


yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.

18. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan


penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD
yang dipimpinnya.

19. Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk
melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.

20. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan


barang milik daerah.

21. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang
ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan
daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 103


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

22. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh
penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank
yang ditetapkan.

23. Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk


menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada SKPD.

24. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk


menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan
mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam
rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.

25. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau
lebih entitas akuntansi, yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa
laporan keuangan.

26. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/


pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi
dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas
pelaporan.

27. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.

28. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.

29. Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.

30. Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.

31. Surplus Anggaran Daerah adalah selisih lebih antara pendapatan daerah
dan belanja daerah.

32. Defisit Anggaran Daerah adalah selisih kurang antara pendapatan


daerah dan belanja daerah.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 104


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

33. Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar


kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.

34. SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) adalah selisih lebih realisasi
penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.

35. SiKPA (Sisa Kurang Perhitungan Anggaran) adalah selisih kurang


realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode
anggaran.

36. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah


menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari
pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

37. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan


penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan
terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu
tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat
keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan
dalam prakiraan maju.

38. Prakiraan Maju (forward estimate) adalah perhitungan kebutuhan dana


untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna
memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui
dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.

39. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas yang terukur.

40. Penganggaran Terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan


rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk
seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang
didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana.

41. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan dibidang tertentu yang


dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.

42. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang
berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang
disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 105


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

43. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau
lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran
terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan
pengerahan sumber daya baik yang berupa personal (sumber daya
manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau
kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut
sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam
bentuk barang/jasa.

44. Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau
keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan.

45. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan
yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan
program dan kebijakan.

46. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya


keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program.

47. RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) adalah


dokumen perencanaan untuk periode lima tahun.

48. RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) adalah dokumen


perencanaan daerah untuk periode satu tahun.

49. TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) adalah tim yang dibentuk
dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah
yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala
daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri pejabat
perencana daerah, PPKD, dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan.

50. RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran SKPD) adalah dokumen


perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan SKPD
serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.

51. KUA (Kebijakan Umum APBD) adalah dokumen yang memuat kebijakan
bidang pendapatan,belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang
mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.

52. PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) merupakan program


prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada
SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-
SKPD.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 106


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

53. DPA-SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD) merupakan


dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD yang
digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.

54. SPP (Surat Permintaan Pembayaran) adalah dokumen yang diterbitkan


oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/
bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.

55. Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) adalah dokumen yang digunakan
sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan
SPM.

56. Surat Perintah Membayar (SPM) adalah dokumen yang digunakan/


diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD.

57. SPM-LS (Surat Perintah Membayar Langsung) adalah dokumen yang


diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD kepada pihak
ketiga.

58. UP (Uang Persediaan) adalah sejumlah uang tunai yang disediakan untuk
satuan kerja dalam melaksanakan kegiatan operasional sehari-hari.

59. SPM-UP (Surat Perintah Membayar Uang Persediaan) adalah dokumen


yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang dipergunakan
sebagai uang persediaan untuk mendanai kegiatan operasional kantor
sehari-hari.

60. SPM-GU (Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan) adalah


dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD
yang dananya dipergunakan untuk mengganti uang persediaan yang telah
dibelanjakan.

61. SPM-TU (Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan)


adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-
SKPD, karena kebutuhan dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang
persediaan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 107


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

62. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada
pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai
dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.

63. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

64. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah daerah
dan/atau kewajiban pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang
berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau berdasarkan
sebab lainnya yang sah.

65. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung


kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi
dalam satu tahun anggaran.

66. Sistem Pengendalian Intern Keuangan Daerah merupakan suatu proses


yang berkesinambungan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang
mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengendalian melalui audit dan
evaluasi, untuk menjamin agar pelaksanaan kebijakan pengelolaan
keuangan daerah sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-
undangan.

67. Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang
yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum
baik sengaja maupun lalai.

68. BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) adalah SKPD/unit kerja pada
SKPD di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.

69. SPD (Surat Penyediaan Dana) adalah dokumen yang menyatakan


tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan
SPP.

70. Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis


seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya
sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 108


Sistem Administrasi Keuangan Daerah I

71. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) adalah surat yang oleh
wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta
dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan Daerah.

72. SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak.

73. SKPDN (Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil) adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

74. SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

75. SKPDLB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
tidak seharusnya terutang.

76. SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah) adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke kas daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh
kepala daerah.

77. SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan)


adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah
pajak yang telah ditetapkan.

78. STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah) adalah surat untuk melakukan
tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

79. SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) adalah surat ketetapan


retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi.

80. SKRDLB (Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar) adalah surat
ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang
terutang atau tidak seharusnya terutang.

Pusdiklatwas BPKP – 2007 109

You might also like