Professional Documents
Culture Documents
STERILISASI
OLEH:
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
I. PENDAHULUAN
Sterilisasi atau suci hama yaitu suatu proses membunuh segala bentuk kehidupan
mikroorganisme yang ada dalam sampel/contoh, alat-alat atau lingkungan tertentu
(Gabriel, 1996). Sterilisasi dapat dilakukan baik secara fisik ataupun kimia. Metode fisik
didasarkan pada tindakan pemanasan (proses autoclaving, sterilisasi termal kering atau
sterilisasi termal basah), iradiasi, atau pemisahan secara mekanis melalui filtrasi. Cara
kimia mencakup sterilisasi gas dengan etilen oksida atau gas lainnya dan menyampurkan
agen pensteril (misalnya, glutaraldehid) pada larutan desinfektan (WHO, 1999).
Metode sterilisasi secara fisik dapat dipakai bila selama sterilisasi dengan bahan kimia
tidak akan berubah akibat suhu yang tinggi atau tekanan yang tinggi. Cara kerja dari
panas tersebut, bahwa panas membunuh mikroba karena mendenaturasi protein, terutama
enzim dan membran sel. Panas kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-
komponen sel. Daya bunuh panas kering tidak sebaik panas basah. Hal ini dibuktikan
dengan memasukkan biakan mikroba dalam air mendidih akan cepat mematikan daripada
dipanasi secara kering (Waluyo, 2005). Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk
proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan
interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV. Sterilisaisi secara kimiawi biasanya
menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol (anonim, 2008).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik-teknik sterilisasi suatu alat dan bahan.
2. Untuk mengetahui pengaruh dan perbandingan efektivitas zat kimia terhadap
sterilisasi suatu objek.
3. Untuk mengetahui perbandingan populasi mikroba pada bagian-bagian tubuh
tertentu.
4. Untuk mengetahui pengaruh sinar UV terhadap sterilisasi medium.
II. MATERI DAN METODE
3.1 Hasil
Tabel 1. Tabel hasil pengamatan pertumbuhan bakteri dan sterilisasi.
PERTUMBUHAN MIKROBA
NO STERILISASI PERLAKUAN
24 JAM 48 JAM
1 Alkohol Kontrol + ++
Alkohol 40% - +
Alkohol 70% + +
Alkohol 96% ++ +++
2 Bahan Kimia I Kontrol + ++
Dettol ++ +++
Antis + +
3 Bahan Kimia II Kontrol ++++ ++++
Wipol + ++
Soklin - +
Superpel - +
4 Sabun Kontrol A ++ +
Sabun A +++ +++
Kontrol B ++ +++
Sabun B ++ +++
5 Swab Pipi ++ +++
Tangan +++ +++
Balakang telinga + ++++
6 Sinar UV Kontrol ++ +++
1 menit + ++
5 menit + ++
15 menit ++ +++
Keterangan :
+ : Sedikit Bakteri ++++ : Sangat Banyak
++ : Sedang Sabun A : Dettol
+++ : Banyak Sabun B : Lifebuoy
3.2. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan sterilisasi secara fisik, kimia dan pemeriksaan
mikroba tubuh. Secara fisik digunakan sinar UV; secara kimia digunakan alkohol,
antibakterial, dan sabun; dan pemeriksaan mikroba tubuh dilakukan dengan
menggunakan swab.
Pada sterilisasi dengan menggunakan alkohol, jarum yang direndam dengan
alkohol 70% dan 40% terlihat pertumbuhan mikroba lebih sedikit dibandingkan dengan
alkohol 96% dan kontrol setelah 48 jam. Menurut pustaka, konsentrasi etanol antara
60% sampai 90% terlihat lebih cepat membunuh mikroorganisme. Hal tersebut sesuai
dengan hasil praktikum yang menunjukkan pertumbuhan mikroba yang sedikit pada
alkohol 70%. Sedangkan untuk alkohol 96%, konsentrasi alkohol 96% cepat menguap
ke udara bebas sehingga tidak dapat bertahan lama untuk membunuh mikroba dan
kurang efektif untuk membunuh bakteri. Alkohol bekerja sebagai desinfektan dengan
cara merusak lipid pada membran sel mikroba dan juga mendenaturasi protein yang
dimiliki oleh bakteri tersebut (Lim, D., 1998).
Pada sterilisasi bahan kimia I yaitu detol dan antis terlihat pertumbuhan mikroba pada
jarum dari paling sedikit sampai paling banyak berturut-turut adalah antis, detol, lalu
pada kontrol. Pertumbuhan mikroba ditemukan paling sedikit pada antis kemungkinan
karena antis sudah memenuhi persyaratan sebagai desinfektan yang ideal diantaranya
mempunyai toksisitas yang tinggi terhadap mikroba, kelarutannya tinggi, dan
stabilitasnya tinggi (Entjang, 2003). Di sekitar jarum terdapat mikroorganisme lain
berwarna putih yang kemungkinan terjadi kontaminasi pada media akibat pengerjaan
yang kurang hati-hati. Pada sterilisasi bahan kimia II yaitu wipol, soklin, dan superpel
terlihat pertumbuhan mikroba pada jarum dari superpel dan soklin paling sedikit diikuti
dengan wipol dan paling banyak pada kontrol. Kemungkinan penyebab pertumbuhan
bakteri yang banyak pada wipol adalah kosentrasi fenolnya yang agak pekat (melebihi
2%) sehingga tidak efektif sebagai antibakterial dalam keadaan pekatnya.
Pada sterilisasi dengan sabun, pertumbuhan mikroba yang diamati pada kontrol
A, sabun A, kontrol B, dan sabun B sama banyaknya. Hal tersebut kemungkinan terjadi
karena kuman yang terdapat pada media adalah flora normal yang terdapat pada manusia
dan zat aktif dari sabun tidak dapat membunuh seluruh mikroba yang ada.
Pada pemeriksaan mikroba tubuh dengan menggunakan swab yang dilakukan pada
permukaan kulit bagian pipi, belakang telinga, dan tangan, didapatkan pertumbuhan
mikroba dari yang paling banyak adalah pada tangan, pipi, dan belakang telinga. Pada
bagian tangan paling banyak ditemukan pertumbuhan mikroba karena aktivitas
dilakukan dengan tangan sehingga banyak tercemar oleh mikroba. Sedangkan pada
belakang telinga pertumbuhan mikrobanya paling sedikit kemungkinan karena jarang
kontak dengan lingkungan atau benda-benda yang merupakan sumber mikroba.
Pada sterilisasi dengan sinar UV, pertumbuhan mikroba pada media yang telah
disinari UV selama 15 menit paling banyak dibandingkan pertumbuhan mikroba pada
media yang disinari UV selama 1 menit, 5 menit, dan pada media kontrol bahkan
pertumbuhan mikroba pada media kontrol lebih banyak dari pada media yang disinari
UV selama 1 menit dan 3 menit. UV mempunyai sifat germisida yaitu dapat membunuh
mikroorganisme dan sinar UV dapat diserap oleh basa purin dan pirimidin dan dapat
mendenaturasi protein (Entjang, 2003). Hal tersebut dapat dilihat pada penyinaran UV
selama 1 menit dan 5 menit yang menunjukkan pertumbuhan mikroba lebih sedikit
dibandingkan kontrol. Sedangkan pada penyinaran UV selama 15 menit didapatkan
pertumbuhan paling banyak kemungkinan karena penyinaran UV tidak efektif lagi jika
terlalu lama dan mungkin pula karena tedapat kontaminan.
IV. KESIMPULAN
1. Sterilisasi dapat dilakukan secara fisik dengan menggunakan radiasi sinar UV dan
secara kimia dengan menggunakan alkohol, antibakterial, dan sabun.
2. Pada sterilisasi secara kimia didapatkan bahwa alkohol 70% dan antibakterial antis,
soklin, dan superpel paling efektif untuk membunuh bakteri, dan dengan adanya
sabun dapat mengurangi pertumbuhan bakteri.
3. Pertumbuhan populasi bakteri di tubuh manusia berbeda-beda tergantung pada kontak
yang terjadi pada bagian tubuh tersebut dengan lingkungan luar.
4. Sinar UV memiliki efektivitas sterilisasi yang cukup baik karena UV mempunyai sifat
germisida yaitu dapat membunuh mikroorganisme. Namun, penyinaran UV yang
terlalu lama mengurangi efektivitasnya dalam sterilisasi.
DAFTAR PUSTAKA