You are on page 1of 51

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


FAKULTAS EKONOMI

RANCANGAN SKRIPSI

NAMA : Rahayu Kurniawan


NIM : 3353404523
PRODI : Ekonomi Pembangunan –S1

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN


BANTUAN MODAL USAHA PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA
USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) MONEL
DI KABUPATEN JEPARA

a. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Pengembangan Usaha Mikro Kecil Mengah (UMKM) di Indonesia

merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan ekonomi nasional, selain karena

UMKM merupakan tulang punggung sistem ekonomi kerakyatan yang tidak hanya

ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan antar golongan pendapatan dan

antar pelaku usaha, ataupun pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja.

Pengembangannya mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan

1
konstribusi yang signifikan dalam mempercepat perubahan struktural, yaitu

meningkatnya perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional.

Musran Munizu (2010: 30) menyebutkan program dan kegiatan yang

dilakukan pemerintah dalam upaya mengembangkan sektor Usaha Mikro Kecil

Menengah (UMKM) selama ini sungguh menggembirakan. Peningkatan peran dan

kegiatan usaha sektor ini semakin nampak khususnya sejak era krisis ekonomi dan

keuangan pada tahun 1997. Ditengah-tengah proses restrukturisasi sektor korporat

dan BUMN yang berlangsung lamban, sektor ini telah menunjukkan perkembangan

yang terus meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi

nasional.

Kondisi dan fakta tersebut sejalan dengan hasil penelitian empiris yang

dilakukan Demirbag et al., (2006) dalam Musran Munizu (2010: 41) yang

menyimpulkan bahwa keberhasilan usaha kecil dan menengah (small-medium

enterprises) memiliki dampak langsung terhadap pembangunan ekonomi baik pada

negara maju maupun negara berkembang. Usaha kecil dan menengah memiliki

kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja dengan biaya minimum, mereka

adalah pelopor dalam dunia inovasi dan memiliki fleksibilitas tinggi yang

memungkinkan usaha tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

UMKM menjadi tumpuan bagi 99,45% tenaga kerja di Indonesia selama

periode 2005-2008, UMKM ternyata mampu membuka lapangan kerja baru bagi 9,6

juta orang, sementara usaha besar hanya mampu membuka lapangan kerja baru bagi

2
55.760 orang. Selain itu konstribusi UMKM terhadap eksport non migas nasional

sebesar 19,9% (Ardiana, Brahmayanti, Subaedi, 2010 ; 44)

Dengan demikian usaha kecil dan menengah merupakan kegiatan usaha yang

mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas

pada masyarakat dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan

pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam

mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada

khususnya. Ketersediaan bahan baku lokal bagi industri kecil dan menengah

merupakan keunggulan tersendiri yang memungkinkan dapat beroperasi secara

efisien. Pada sisi lain modal kerja yang dibutuhkan relative kecil, sehingga memberi

peluang kepada masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha untuk mendirikan unit-unit

usaha dengan kadar kecanggihan tehnik produksi yang terjangkau.

Dalam batas-batas tertentu kegiatan industri kecil dan menengah dapat

mengurangi sebagian beban import sehingga dalam kerangka strategis, hal ini dapat

menghemat devisa. Selaras dengan program pembangunan ekonomi Pemerintah

Indonesia, dimana titik tolak diarahkan pada peningkatan kesejahteraan dan

pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi rakyat, maka diperkirakan

Indonesia memerlukan tambahan sekitar 20 juta unit usaha baru di luar sektor

pertanian, dalam 15 tahun mendatang dalam rangka meningkatkan daya dukung

pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi penduduk Indonesia. Hal

ini berarti harus menumbuhkembangkan 1,3 juta unit usaha baru di Indonesia setiap

tahunnya, padahal infrastruktur untuk mewujudkannya relatif sangat terbatas. Untuk

3
periode tahun 2005 - 2009 dicanangkan untuk menumbuhkan 6 juta unit usaha

UMKM baru di Indonesia.

Ardiana, Brahmayanti, Subaedi (2010: 2) menyebutkan pengembangan

wirausaha baru terkait dengan upaya menumbuhkan lingkungan usaha yang kondusif,

menumbuhkan kemauan masyarakat untuk berwirausaha, meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk berwirausaha. Namun demikian pengembangan UMKM harus

disertai dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam berbagai aspek.

Salah satu hasil survei menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pengusaha UMKM di

Indonesia adalah SLTA (44,1 persen), D-3 (7,4 persen), dan S-1 (17,9 persen) dan

sisanya di bawah SLTA. Fakta ini sebenarnya menepis pandangan bahwa pendidikan

UMKM di Indonesia relatif rendah. Namun peningkatan kualitas SDM sangat

diperlukan terutama di bidang kompetensi SDM seperti knowledge, skill dan ability

serta attitude dalam berwirausaha.

Pengembangan SDM harus dilakukan tidak hanya kepada UMKM sebagai

pemilik usaha, tetapi juga para pekerjanya. Semangat kewirausahaan dan peningkatan

produktivitas yang didukung pengembangan teknologi menjadi penting dalam fokus

penguatan SDM. Di sisi lain, penggunaan teknologi makin penting mengingat 60

persen proses produksi UMKM masih dilakukan secara sederhana. Ini

mengindikasikan bahwa penguasaan IPTEKS dan keahlian pemasaran oleh SDM

UMKM masih sangat terbatas.

Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang

mempunyai banyak UMKM pada sentra-sentra industrinya, seperti sentra industri

4
kerajinan seni ukir, patung dan relief, sentra industri logam dan lain sebagainya.

Sentra-sentra industri tersebut berkembang sangat baik, yang semula hanya beberapa

saja, dari tahun ke tahun bertambah jumlahnya. Pemasaran yang dilakukan UMKM

pun cukup luas, tersebar di Kabupaten-Kabupaten di seluruh Indonesia, mulai dari

Yogyakarta, Jakarta, Bali hingga ke Sumatera. Bahkan beberapa UMKM telah dapat

memasarkan hasilnya ke luar negeri seperti Kanada, Spanyol, Amerika dan Arab.

Selain itu, banyak pembeli yang mengunjungi langsung sentra industri tersebut, baik

dari dalam negeri maupun dari luar negeri (Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil,

Menengah dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Jepara, 2011)

Berbagai permasalahan mikro yang terdapat pada kebanyakan UMKM, dapat

menghambat UMKM untuk dapat berkembang dengan baik, terutama dalam

mengoptimalkan peluang yang ada. Kondisi tersebut memberikan isyarat bahwa

UMKM sepantasnya diberikan bantuan sesuai dengan kebutuhannya. Sehubungan

dengan permasalahan secara umum yang dialami oleh UMKM, Badan Pusat Statistik

Kabupeten Jepara (2009) mengidentifikasikan sebagai berikut: (1) Kurang

permodalan, (2) Kesulitan dalam pemasaran; (3) Persaingan usaha ketat; (4)

Kesulitan bahan baku; (5) kurang teknis produksi dan keahlian; (6) keterampilan

manajerial kurang; (7) kurang pengetahuan manajemen; keuangan, (8) iklim usaha

yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan)

Suhendar Sulaeman (2004; 116) mengemukakan bahwa UMKM yang

mengalami kesulitan usaha 72,47% sisanya 27,53 % tidak ada masalah. Dari 72,47 %

yang mengalami kesulitan usaha tersebut, terutama meliputi kesulitan : (1)

5
Permodalan (51,09 %), (2) Pemasaran (34,72 %), (3) Bahan baku (8,59 %), (4)

Ketenagakerjaan (1,09 %), (5) Distribusi transportasi (0,22%), dan (6) Lainnya (3,93

%). Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam mengatasi kesulitan permodalannya

diketahui sebanyak 17,50 % UMKM menambah modalnya dengan meminjam ke

bank, sisanya 82,50 % tidak melakukan pinjaman ke bank tetapi ke lembaga Non

bank seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP), perorangan, keluarga, modal ventura,

lainnya. Alasan utama yang dikemukakan oleh UMKM kenapa mereka tidak

meminjam ke bank adalah: (1) prosedur sulit (30,30 %), (2) Tidak berminat (25,34

%), (3) Tidak punya agunan (19,28 %), (4) Tidak tahu prosedur (14,33 %), (5) Suku

bunga tinggi (8,82 %), dan (6) Proposal ditolak (1,93 %)

Berdasarkan data dari BPS tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat 7.842

buah perusahaan industri/ unit di Kabupaten Jepara. Angka tersebut mencakup

seluruh perusahaan (unit usaha) UMKM. UMKM sangat berperan dalam penyerapan

tenaga kerja dan kesempatan berusaha di Jepara.

Gambar 1
Banyaknya Unit Usaha dan Tenaga Kerja UMKM Kabupaten Jepara Tahun 2005-2009

Sumber: Jepara Dalam Angka, 2010

6
Jumlah unit UMKM Kabupaten Jepara rata-rata dari tahun 2005-2009 yaitu

sebesar 8000 dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 10 kalinya yaitu sebesar 84000

orang, walaupun pada tahun 2008 mengalami penurunan jumlah unit usaha dan

tenaga kerja akibat banyaknya UMKM rokok kretek yang tutup karena beban cukai

yang semakin tinggi akan tetapi UMKM tetap menyerap tenaga kerja sebanyak 10

kali jumlanya. Hal ini membuktikan bahwa peranan UMKM sangat penting dalam

perekonomian Jepara terutama dalam penyerapan tenaga kerja.

Salah satu UMKM yang berpotensi dan sedang dikembangkan di Kabupaten

Jepara adalah UMKM monel. UMKM monel masuk pada industri pengolahan dalam

pembagian sektor pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Gambar 2
Perkembangan UMKM Monel Kabupaten Jepara Tahun 2005-2009

Sumber: Jepara Dalam Angka, 2010

UMKM monel tiap tahunnya terus mengalami perkembangan dilihat dari

indikator jumlah tenaga kerja, jumlah unit usaha, volume produksi, nilai investasi dan

nilai produksi. Tetapi ironisnya UMKM monel yang dikembangkan di Kecamatan

Kalinyamatan (Desa Robayan, Desa Kriyan, Desa Margoyoso) dan Kecamatan

7
Pecanggan (Desa Krasak dan Desa Gemulung) ini belum berproduksi secara maksimal,

dilihat dari perbandingan nilai produksinya dengan UMKM lain.

Tabel 1
Perbandingan Unit Usaha (unit) dan Nilai Produksi (rupiah)
UMKM Monel dan UMKM lainnya tahun 2009

Sumber: Jepara Dalam Angka, 2010

UMKM monel memiliki nilai produksi terkecil dibandingkan dengan UMKM

lainnya yaitu sebesar Rp 394.782.000. Dibandingkan dengan industri gerabah yang

memiliki unit usaha jauh lebih kecil dari UMKM monel, nilai produksi gerabah masih

lebih besar dibanding UMKM monel, yaitu Rp 396.802.000 untuk nilai produksi

gerabah dan Rp 394.782.000 untuk nilai produksi monel.

Kurang baiknya kinerja UMKM monel di Jepara dikarenakan SDM yang

relatif rendah (pengrajin berpendidikan SLTA ke bawah) sehingga kurang mahir

dalam pemakaian alat-alat berbasis teknologi sehingga tidak dapat membantu

mempermudah dan meningkatkan kualitas dan jumlah hasil produksi. Pemanfaatan

teknologi modern dan komputerisasi dapat meningkatkan kualitas, efektifitas dan

8
efisiensi dalam proses produksi. Sedangkan UMKM monel kekurangan dana untuk

berinvestasi di teknologi sehingga mengakibatkan produksi UMKM monel kurang

dapat ikut bersaing dengan kerajinan-kerajinan aksesoris dari bahan lain karena

minimnya pemanfaatan teknologi disain untuk menghasilkan model dan kualitas

prosuksi yang kurang baik.

Berdasarkan kondisi di atas maka pengembangan kompetensi sumberdaya

manusia UMKM monel di Kabupaten Jepara harus diperhatikan, sehingga dapat

menciptakan wirausaha yang dapat bersaing secara terbuka di pasar global.

Disamping itu peningkatan bantuan modal juga sangat diperlukan untuk

meminimalkan kendala modal yang dimiliki pengusaha monel. Karena kendala modal

tersebut, produksi monel tidak dapat maksimal sehingga mempengaruhi omzet penjualan

usaha monel di Kabupaten Jepara.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh pengembangan kompetensi SDM terhadap kinerja

UMKM Monel di Kabupaten Jepara?

2. Bagaimanakah pengaruh bantuan modal terhadap kinerja UMKM Monel di

Kabupaten Jepara?

3. Dari variabel kompetensi SDM dan bantuan modal, variabel manakah yang

berpengaruh paling dominan terhadap kinerja UMKM di Kabupaten Jepara?

9
I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mendeskirpsikan dan menganalisis:

1. Pengembangan kompetensi SDM pengaruhnya terhadap kinerja UMKM Monel

di Kabupaten Jepara.

2. Bantuan modal pengaruhnya terhadap kinerja UMKM Monel di Kabupaten

Jepara?

3. Variabel kompetensi SDM dan bantuan modal UMKM, variabel mana yang

berpengaruh paling dominan terhadap kinerja UMKM Monel di Kabupaten

Jepara.

I.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis

1. Teoritis

memberikan tambahan informasi atau referensi bagi pembaca, peneliti selanjutnya

dan yang berkepentingan terhadap penelitian di bidang pengembangan UMKM,

khususnya UMKM Monel.

2. Praktis:

a. Sebagai informasi dalam mengambil keputusan, menetapkan kebijakan dan

mengambil langkah-langkah konkrit dalam pembinaan SDM dan permodalan

UMKM Monel khususnya di Kabupaten Jepara .

10
b. Sebagai informasi dalam menentukan program pengembangan SDM dan

permodalan pada kelompok-kelompok UMKM di Kabupaten Jepara dan

Kabupaten-Kabupaten lain di Indonesia.

b. LANDASAN TEORI

2.1. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

2.1.1. Pengertian UMKM

Definisi mengenai usaha mikro di Indonesia beranekaragam. Beberapa

lembaga bahkan undang-undang di Indonesia memberikan definisi sendiri mengenai

usaha mikro. Biasanya usaha mikro didefinisikan berdasarkan jumlah tenaga kerja

dan omzet penjualan. Menurut Undang-Uundang nomor 20 Tahun 2008 pasal 1

mengenai UMKM, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/

atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana

diatur dalam undang-undang ini.

Kriteria Usaha Mikro menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 pasal 6

adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah).

Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan

No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga

11
atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak

Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan

kredit kepada bank paling banyak Rp. 50.000.000,00.

Ciri-ciri usaha mikro:

1. Jenis barang/ komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;

2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;

3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak

memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;

4. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang

memadai;

5. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;

6. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah

akses ke lembaga keuangan non bank;

7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk

NPWP.

Usaha mikro merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan

kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat

berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat,

mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas

nasional. Selain itu, usaha mikro adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang

harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan

seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha

12
ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan badan usaha milik

pemerintah.

Lembaga keuangan mikro merupakan lembaga yang melakukan kegiatan

kegiatan penyedia jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat

berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal dan yang

telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis (Rudjito, 2003: 45). Kemudin Ganewati

(1997: 25) menyatakan bahwa usaha mikro berdasarkan perdagangan dan investasi

dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

1. Usaha mikro yang sudah go global, yaitu usaha mikro yang telah menjalankan

kegiatan internasional secara sangat luas, meliputi kawasan global seperti Asia,

Eropa, atau Amerika Utara.

2. Usaha mikro yang sudah internationalized, yaitu usaha mikro yang telah

menjalankan suatu kegiatan internasional, misalnya ekspor.

3. Usaha mikro potensial, yaitu usaha mikro yang memiliki potensi menjalankan

kegiatan internasional.

4. Usaha mikro yang berorientasi domestik, yaitu usaha mikro dan kecil yang

menjalankan usaha secara domestik.

Usaha mikro menurut Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) adalah usaha

yang memiliki kurang dari 5 orang tenaga kerja. Hal yang sama juga didefinisikan

oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mendefinisikan usaha

mikro sebagai usaha yang memiliki tenaga kerja 1-4 orang. Ragam pengertian umum

usaha mikro dapat dilihat pada tabel 2.

13
Tabel 2
Ragam Pengertian Umum Usaha Mikro

Dipertegas dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) :

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha

perorangan yang memenuhi criteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan

atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik

langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang

memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

14
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian

baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar

dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur

dalam Undang- Undang ini.

Kemudian kriteria ke tiga (3) kategori usaha kategori tersebut di atas disajikan

pada tabel 3.

Tabel 3
Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun agaknya usaha kecil

mempunyai karakteristik yang hampir seragam. Pertama, tidak adanya pembagian

tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil

dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola

perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.

Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit

formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari

15
modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara,

bahkan rentenir.

Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status

badan hukum. 90,6 persen merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta

notaris; 4,7 persen tergolong perusahaan perorangan berakta notaris; dan hanya 1,7

persen yang sudah mempunyai badan hukum (PT/NV, CV, Firma, atau Koperasi).

Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga

bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan,

minuman dan tembakau (ISIC31), diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan

logam (ISIC36), industri tekstil (ISIC32), dan industri kayu,bambu, rotan, rumput dan

sejenisnya termasuk perabotan rumahtangga (ISIC33) masing-masing berkisar antara

21% hingga 22% dari seluruh industri kecil yang ada. Sedangkan yang bergerak pada

kelompok usaha industri kertas (34) dan kimia (35) relatif masih sangat sedikit sekali

yaitu kurang dari 1%.

2.1.2. Tantangan Dan Masalah UMKM

Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur

perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk

meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun

disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti

tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia,

kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan

16
sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan

usahanya dengan baik.

Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah:

Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa

pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk

memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang

organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan

usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim

usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam,

pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan

serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.

Secara garis besar, tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi

dalam dua kategori: Pertama, bagi PK dengan omset kurang dari Rp 50 juta

umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup

usahanya. Bagi mereka, umumnya asal dapat berjualan dengan “aman” sudah cukup.

Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi;

biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Bisa

dipahami bila kredit dari BPR-BPR, BKK, TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-

KUD) amat membantu modal kerja mereka.

Kedua, bagi PK dengan omset antara Rp 50 juta hingga Rp 1 milyar,

tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan

untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat

17
Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh

PK jenis ini adalah (Kuncoro, 2000: 35): (1) Masalah belum dipunyainya sistem

administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya

kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah bagaimana menyusun proposal

dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun

modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan

kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi; (3)

Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar

semakin ketat; (4) Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh

perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah; (5) Masalah

memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam

mendapatkan bahan baku, bahan baku berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan

baku; (6) Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah

menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai

perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti; (7) Masalah tenaga kerja karena

sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil.

2.2. Kompetensi SDM

Kompetensi atau kemampuan didefinisikan oleh Mitrani (1995:21) adalah

sebagai suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan

pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil (and underlying

charactheristic: of an individual which is casually related to effective or superior

performance in job), Ketidaksamaan dalam kompetensi-kompetensi inilah yang

18
membedakan seseorang pelaku unggul dari perilaku yang berprestasi rata-rata. Untuk

mencapai kinerja sekedar cukup atau rata-rata, diperlukan kompetensi batas

(threshold competemcies) atau kompetemsi essensial.

Komptensi batas atau kompetensi istimewa untuk suatu pekerjaan tertentu

merupaka pola atau pedoman dalam pemilihan karyawan (personel selection),

Perencanaan pengalihan tugas (succestion planing), peniliaian kinerja (performance

appaisal), dan pengembangan. Kompetensi didefinisikan Mitrani et.al, 1992; Spencer

and Spencer, 1993 dalam Ardiana, Brahmayanti, Subaedi, 2010: 46 mendefinisikan

sebagai an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to

criterion-referenced effective and or superior performance in a job or situasion. Atau

karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja

individu dalam pekerjaannya.

Berangkat dari pengertian tersebut kompentensi seorang individu merupakan

sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat

kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat,

pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi individu yang berupa

kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan.

Sedangkan motif kompentensi dapat diperoleh pada saat proses seleksi.

Selanjutnya menurut Spencer and Spencer (1993) Ardiana, Brahmayanti,

Subaedi, 2010 ; 53 menyebutkan kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu

“threshold competencies” dan “differentiating compentencies”. Threshold

competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar

19
dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang

berkinerja tinggi dan rata-rata. Sedangkan “differentiating competiencies” adalah

factor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Misalnya

seorang dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti pada

tataran “threshold competencies”, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar dengan

baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga dapat

dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori “differentiating

competencies”.

Komptensi dapat berupa tujuan, perangai, konsep diri, sikap atau nilai,

penguasaan masalah, atau ketrampilan kognitif maupun ketrampilan perilaku. Setiap

sifat perorangan yang dapat diukur atau dihitung dengan jelas dan dapat ditunjukkan

untuk membedakan secara gamblang seorang perilaku unggul dari seorang perilaku

yang berprestasi rata-rata atau seorang perilaku efektif dari seorang pelaku yang tidak

efektif (Alain Mitrani et.al 1995) sedangkan Mathis dan Jackson (2001)

mengilustrasikan bahwa kompetensi ada yang terlihat dan ada yang tersembunyi.

Pengetahuan lebih terlihat, dapat dikenali oleh perusahaan untuk

mencocokkan orang dengan pekerjaan. Keterampilan walaupun sebagian dapat

terlihat sebagian lagi kurang teridentifikasi. Akan tetapi kompetensi tersembunyi

berupa kecakapan yang mungkin lebih berharga dapat meningkatkan kinerja. Stoner

(1996: 137), telah mengidentifikasikan tiga macam keterampilan dasar yaitu:

1. Keterampilan teknis yaitu, kemampuan manusia untuk menggunakan prosedur,

teknik dan pengetahuan mengenai bidang khusus.

20
2. Keterampilan manusia yaitu, kemampuan untuk bekerja sama, memahami dan

memotivasi orang lain sebagai individu atau kelompok.

3. Keterampilan konseptual yaitu, kemampuan untuk mengkoordina-sikan dan

mengintegrasikan semua kepentingan dan aktivitas organisasi, termasuk melihat

organisasi secara keseluruhan, memahami bagaimana bagian-bagiannya saling

tergantung, dan mengantisipasi bagaimana perubahan dalam suatu bagian tersebut

akan mempengaruhi seluruh organisasi.

Kompetensi SDM yang diperlukan untuk menghadapi tantangan baru dan

jenis-jenis organisasi di tempat kerja, dapat diperoleh dengan pemahaman ciri-ciri

yang kita cari dari orang-orang yang bekerja dalam organisasi-organisasi tersebut.

Konsep dasar standar kompetensi ditinjau dari estimologi, standar kompetensi

terbuka atas dua kosa kata yaitu standar dan kompetensi. Standar diartikan sebagai

ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi diartikan sebagai

kemampuan melaksanakan tugas-tugas ditempat kerja yang mencakup menerapkan

keterampilan (skills) yang didukung dengan pengetahuan (cognitive) dan kemampuan

(ability) sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan. Dengan demikian standar

kompetensi dapat diasumsikan sebagai rumusan tentang kemampuan dan keahlian

apa yang harus dimiliki oleh tenaga kerja (SDM) dalam melaksanakan pekerjaan

sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan/disepakati (LPPKMITB, 2005:3).

Kompetensi erat kaitannya dengan kinerja, baik kinerja individu maupun

kinerja organisasi (perusahaan). Menurut Amstrong (1994: 235) kinerja seseorang

didasarkan pada pemahaman ilmu pengetahuan, keterampilan, keahlian dan perilaku

21
yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Sedangkan kinerja

organisasi (perusahaan) didasarkan pada bagaimana manajemen perusahaan

merespon kondisi eksternal dan internalnya, yang dengan tolok ukur tertentu akan

dapat diketahui berapa tingkat turbelensinya dan berapa tingkat kemampuan untuk

mengantisipasinya.

Analisa kompetensi SDM UMKM dimaksudkan adalah untuk menghasilakan

profil atau model yang digunakan untuk: 1. Manajemen kinerja individu; 2.

Penerimaan atau penempatan dan 3. Pengembangan karier. Beberapa criteria yang

dapat dianalisis antara lain:1. Dorongan individu (motivasi untuk sekses); 2. Dampak

dan hasil; 3. Daya analisis; 4. Berpikir strategis ; 5. Berpikir kreatif (kemempuan

berinovasi); 6. Ketegasan dalam mengambil keputusan; 7. Penilaian secarakomersial;

8. Tim manajemen dan kepemimpinan; 9. Hubungan antar pribadi; 10. Kemampuan

berkomunikasi; 11. Kemampuan untuk beradaptasi dan mengatasi perubahan dan

tekanan; 12. Kemampuan merencanakan dan mengendalikan proyek.

Analisis kompetensi juga dapat menggambarkan sifat seseorang dengan cara

menilai pengetahuan, keterampilan khusus yang dibutuhkan, pendidikan, pelatihan

dan pengalaman. Ada beberapa teknik analisis kompetensi yang sedang digunakan

antara lain:

1. Critical Incident (Peristiwa kritis), yaitu digunakan untuk mengumpulkan dan

memperoleh data mengenai perilaku yang efektif atau kurang efektif, lalu

dihubungkan dengan peristiwa kritis yang sebenarnya.

22
2. Repertory grid analysis; Digunakan untuk mengidentifikasi dimensi yang

membedakan orang yang mempunyai kinerja baik dari orang yang mempunyai

kinerja kurang standard.

3. Job competency assessment (penilaian kompetensi pekerjaan)

2.3. Bantuan Modal

Setiap usaha sangat memerlukan modal untuk mencapai hasil yang

didinginkan tanpa adanya modal aktivitas usaha tidak dapat berjalan dengan baik.

Besar kecilnya lapangan usaha juga tergantung pada besarnya kecilnya modal yang

dapat dihimpun. Peranan modal tersebut menjadi sedemikian penting, karena tanpa

modal yang cukup maka usaha yang dijalankan oleh suatu badan usaha tidak dapat

berjalan lancar.

Modal yang dimiliki dapat digunakan untuk membiayai berbagai macam

kebutuhan sesuai dengan bidang usaha, misalnya untuk membeli bahan dasar, bahan

pembantu, membayar upah buruh dan sebagainya dengan harapan akan dapat

memperoleh kembali dana yang telah dikeluarkan itu melalui hasil penjualan.

Menurut lembaga penelitian UGM dalam Putra (2005:6) modal pada industri kecil

adalah dana yang digunakan dalam proses produksi saja tidak termasuk nilai tanah

dan bangunan yang ditempati atau biasa disebut modal kerja.

Yang dimaksud peneliti bantuan dana ini berasal dari luar pengusaha yaitu

dari pemerintah, bisa berupa pinjaman atau utang juga bisa sebagai dana yang tidak

23
harus dikembalikan atau hibah, bantuan ini selain berbentuk uang juga bisa berbentuk

barang atau peralatan.

Bantuan modal yang diberikan kepada UMKM ini mempunyai tujuan,

tujuannya antara lain :

1. Meningkatkan perekonomian rakyat terutama pelaku usaha kecil dan menengah

2. Menciptakan lapangan pekerjaan

3. Mengurangi kemiskinan

Bantuan modal yang diberikan oleh Dinas Koperasi dan Usaha kecil

menengah ada tiga macam yaitu :

1. Hibah

Hibah adalah pemberian dengan suka rela dengan mengalihkan hak atas sesuatu

kepada orang lain (kamus bahasa Indonesia). Hibah adalah suatu persetujuan

dalam mana satu pihak berdasarkan atas kemurahan hati (liberaliterit), perjanjian

dalam hidupnya memberikan hak milik atas suatu barang kepada pihak kedua

secara percuma (omneit) dan yang tidak dapat ditarik kembali, sedangkan pihak

kedua menerima baik penghibahan ini (Wirjono Prajidikoro, 1961:104).

Hibah adalah perjanjian dimana pemberi hibah dimasa hidupnya dengan cuma-

cuma dan tidak dapat ditarik kembali memberi sebuah benda kepada si penerima

yang menerima pemberian itu (Ali Afandi. 1986:30). Hibah yang diberikan bagi

pengusaha dari pemerintah ini bisa berupa bantuan peralatan dan bisa juga berupa

uang.

24
2. Bantuan pinjaman lunak

Pengertian pinjaman lunak adalah pinjaman dengan syarat ringan, baik mengenai

jangka waktu, bunga, maupun jaminannya. Pengertian pinjaman lunak dalam

pembahasan ini merupakan dana dari pemerintah yang diberikan dengan sistem

pinjaman. Pinjaman ini menggunakan bunga yang relatif kecil yaitu 0,5% - 1%

perbulan. Jaminan untuk pinjaman ini berupa surat ijin usaha, sertifikat usaha dan

lain-lain. Jangka waktu pengembalian pinjaman ini biasanya 3 bulan atau sesuai

dengan kesepakatan (Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah).

3. Bantuan modal bergulir

Dana bergulir adalah bantuan perkuatan pemerintah dalam bentuk uang atau

barang modal yang disalurkan kepada  Koperasi, Usaha Kecil Menengah

(KUMK). Dana tersebut disalurkan melalui pola bergulir . Pola bergulir adalah

cara memanfaatkan bantuan  kepada KUMK Secara umum program dana

bergulir  bertujuan untuk (1) meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, (2)

meningkatkan volume usaha koperasi dan UMKM, (3) meningkatkan penyerapan

tenaga kerja, (4) meningkatkan semangat berkoperasi, (5) meningkatkan

pendapatan anggota dan (6) membangkitkan etos kerja (www.danabergulir.com).

Pengertian dana bergulir dalam pembahasan ini adalah dana yang diberikan

pemerintah untuk kelompok usaha yang kemudian apabila sudah selesai

pengembaliannya digulirkan ke kelompok lain. Bantuan ini tidak berbunga dan

tidak ada jaminan, jaminannya adalah kepercayaan. Bantuan ini berasal dari

APBD/APBN (Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah). Besar kecilnya

25
bantuan modal yang berupa uang diberikan tergantung dari besar kecilnya usaha,

biasanya diberikan setengah dari modal usaha, jika bantuan berupa peralatan,

tergantung dari pemohon ingin meminta bantuan peralatan apa yang dibutuhkan.

2.4. Kinerja

2.4.1. Pengertian Kinerja

Kinerja atau performasi adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang

atau kelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Suyudi, 1999: 111).

Apabila kinerja individu baik, maka kemungkinan besar kinerja perusahaan atau

organisasi akan baik.

Menurut Levbinson (1979) dalam Hening Yustika Pritariani (2009: 21) unjuk

kerja atau kinerja adalah pencapaian atau prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-

tugas yang dibebankan kepadanya. Sedangkan Mathis dan Jackson (2001) dalam

Hening Yustika Pritariani (2009: 22). berpandangan bahwa kinerja adalah fungsi dari

kemampuan, usaha dan dukungan. Secara empiris dapat dinyatakan dengan

persamaan berikut:

Kinerja = f(A x E x S)
A = Abitlity (kemampuan)
E = Effort (usaha)
S = Support (dukungan)

Faktor (A) berhubungan dengan rekrutmen dan seleksi yaitu kemampuan alami

dengan memilih orang berbakat dan memiliki minat yang tepat dengan pekerjaan

yang diberikan. Faktor (E) merupakan usaha yang dilakukan seseorang yang

26
dipengruhi oleh masalah sumber daya manusia, seperti motivasi, insentif dan

rangcangan pekerjaan. Faktor (S) merupakan dukungan organisasi seperti, pelatihan,

konsistensi manajemen, pengembangan karier karyawan yang jelas dan adil, peralatan

yang disediakan memadai dan harapan.

Kinerja individu dapat dilihat dari tiga elemen yang utama yaitu:

produktivitas, kualitas dan pelayanan. Komponen produtivitas individu dapat

dijelaskan seperti Gambar 1.

Gambar 3
Komponen Perilaku Produktivitas Individu
Untuk menentukan kinerja individu dapat diawali dengan menetapkan standard

kinerja perusahaan berdasarkan tujuan yang akan dicapai, kemudian diproyeksikan

pada standard kinerja individu.

Penilaian kinerja individu dilakukan dengan membanding-kan kinerja aktual

dengan standard kinerja yang ditetapkan. Pada gambar 3 ditunjukkan faktor utama

tentang perilaku individu,kinerja dan motivasi. Model ini berdasarkan penelitian

Moorhead & Griffin (1989) dalam Hening Yustika Pritariani (2009: 23) dimana

27
variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja dapat dikontrol dengan mengatur hal-

hal berikut:

1. Rancangan pekerjaan (tugas-tugas, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, beban

kerja).

2. Hubungan organisasi (gaya pengawasan, tim kerja, kondisi psikologis kerja, jam

kerja dll)

3. Kinerja objektif (berhubungan dengan kinerja objektif : kompetensi, knowladge,

skill dan kemampuan)

4. Organisasi

Objektivitas dan sasaran pekerjaan sangat penting, misalnya aktivitas yang

dilakukan oleh karyawan harus dapat diidentiikasi berwujud dan dapat dikontrol.

Pekerjaan secara formal ditentukan di dalam uraian pekerjaan, rancangan pekerjaan

yang meliputi spesifakasi dan aktivitas,metode dan hubungan pekerjaan untuk

memenuhi persyaratan kinerja. Rancangan pekerjaan dapat meningkatkan kinerja,

mnumbuhkan dan meningkatkan kompetisi individu. Pekerjaan mempunyai nilai

motivasi yang lebih besar apabila karyawan diberikan perencanaan dan tanggung

jawab yang lebih besar terhadap pekerjaannya.

Dalam pengertian bebas, kinerja (performance) dapat diartikan sebagai suatu

pencapaian hasil kerja sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku pada masing-

masing organisasi kerja. Simamora (2001: 327) mengatakan bahwa kinerja

merupakan suatu pencapain persyaratan-persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya

secara langsung dapat tercermin dari out put yang dihasilkan baik jumlah maupun

28
kualitasnya. Output yang dihasilkan sebagaimana yang dikatakan simamora di atas

dapat berupa fisik maupun nonfisik.

Hal ini ditegaskan oleh Nawawi (1997:234) yang menyebut kinerja dengan

isitilah karya, yaitu suatu hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat/material

maupun non fisik/nonmaterial . Pada organisasi kerja dimana outputnya dapat

terindentitifikasi secara individu dalam bentuk kuantitas seperti pabrik rokok,

indikator kinerja pekerjanya dapat diukur dengan mudah, yaitu dari besarnya output

yang dicapainya dalam kurun waktu tertentu. Namun pada unit kerja kelompok atau

tim, kinerja tersebut agak sulit teridentifikasi secara kuantitas secara individual.

Dalam hubungan ini (Simamora, 2001: 327) kinerja antara lain dapat dilihat

dari indikator-indikator berikut: kepatuhannya terhadap segala aturan yang telah

ditetapkan dalam perusahaan, dapat melaksanakan tugasnya tanpa kesalahan (dengan

tingkat kesalahan paling rendah), dalam menjalankan tugasnya. Menurut Veithzal

Rivai Ahmad Fawzi MB (2005; 35) menyebutkan kinerja adalah hasil atau tingkat

keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam

melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar

hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan

telah disepakati bersama.

Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata

performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Distionary, terbitan

Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata “to perform” dengan

beberapa “entries” yaitu: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry

29
out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to

discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung

jawab (to execute or complete an understaking); dan (4) melakukan sesuatu yang

diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine).

Ardiana, I.A. Brahmayanti, Subaedi (2010; 25) menyebutkan beberapa

pengertian tentang kinerja yaitu:

1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan

pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and

Keeps: 1992).

2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri

pekerja (Griffin: 1987).

3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy and Premeaux: 1993).

4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk

menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memliki derajat kesediaan

dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah

cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpapemahaman yang jelas tentang apa

yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey and Blanchard:

1993).

5. Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan

(Casio: 1992).

6. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta

kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan

30
baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik

(Donnelly, Gibson and Ivancevich: 1994).

7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolok ukur kinerja

individu.Ada tiga kriteria dalam melakukan penilian kinerja individu, yakni: (a)

tugas individu; (b) perilaku individu; dan (c) ciri individu (Robbins: 1996).

8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang

dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and

Osborn: 1991).

9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau

motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = ƒ (A x M x

O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan

(Robbins: 1996).

Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh factor-faktor kemampuan, motivasi

dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang

sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-ringtangan yang mengendalakan

karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja

ada rintangan yang menjadi penghambat.

Sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok

orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan

tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan

performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari

sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil

31
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu

perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak

bertentangan dengan moral atau etika.

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan

dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan,

kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model partner-lawyer

(Donnelly, Gibson and Invancevich: 1994: 69), kinerja individu pada dasarnya

dipengaruhi oleh faktorfaktor; (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c)

kemampuan; kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e) imbalan internal

dan eksternal; (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.

Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1)

kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai

kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk

mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini

kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat

ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan.

Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri

adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil

penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu

memuaskan kebutuhannya.

32
2.4.2. Kinerja Usaha UMKM

Kinerja perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat

secara terus menerus oleh manajemen (Veithzal Rivai Ahmad Fawzi MB, (2005; 55).

Untuk mengukur kinerja perusahaa, Kotler (1991: 47) menyarankan agar didasarkan

pada ROI bukan pada margin laba/profit. Disebutkan pula oleh Kotler (1991: 49)

menyebutkan bahwa untuk mengukur kinerja bisnis, dapat dilakukan dengan

“balanced score card” (BSC).

Sejalan dengan pandangan di atas, Baswir (1995;: 79) menambahkan bahwa

ada 4 faktor penyebab utama rendahnya kinerja usaha mikro kecil menengah

(UMKM) di Indonesia yaitu: 1) Hampir 60% UMKM masih menggunakan teknologi

tradisional; 2) Pangsa pasar cendrung menurun karena kekurangan modal, lemahnya

teknologi dan manajerial; 3) Sebagian besar UMKM tidak mampu memenuhi

persyaratan administratif guna memperoleh bantuan dari Bank; 4) Tingkat

ketergantungan terhadap fasilitas pemerintah cendrung sangat besar.

Sedangkan kendala-kendala yang umumnya dihadapi oleh usaha mikro kecil

menengah (UMKM) adalah;

1. Produktivitas rendah.

2. Nilai tambah rendah.

3. Jumlah investasi yang sangat kecil.

4. Jangkuan pasar yang sempit.

5. Jaringan usaha sangat terbatas.

6. Akses ke sumber modal dan bahan baku terbatas.

33
7. Manajemen yang masih belum profesional dan sumber daya manusia pada

umumnya belum memiliki kualitas yang bisa bersaing untuk maju (Rizal,

2002: 56).

Berdasarkan beberapa kajian di atas penelitian ini mencoba untuk melihat dan

mengkaji kendala yang berhubungan dengan kinerja UMKM, yang dikaitkan pada

manajemen dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh UMKM yang

bersangkutan.

c. PENELITIAN TERDAHULU

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya

penelitian yang dilakukan oleh Isra Fenny Simangunsong (2008) yang berkaitan

dengan Dampak Pinjaman Dana program Penanggulangan Kemiskinan

PerKabupatenan (P2KP) Terhadap Pendapatan Anggota Kelompok Swadaya

Masyarakat (KSM). Hasil penelitian Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa

program pinjaman dana bergulir P2KP berpengaruh positif terhadap pendapatan

anggota KSM di kelurahan Peleburan Kecamatan Semarang Selatan Kabupaten

Semarang.

Hening Yustika Pritariani (2009) melakukan penelitian tetang Analisis

Perkembangan Usaha Mikro dan Kecil Binaan BKM Arta Kawula di Kecamatan

Semarang Barat Kabupaten Semarang. Hasil penelitian adalah ada perbedaan modal,

teknologi, mutu, total penjualan, jumlah pembeli sebelum dan sesudah adanya binaan

34
dari BKM Arta Kawula, sedangkan keuntungan tidak memiliki perbedaan bahkan

mengalami penurunan sebelum dan sesudah adanya binaan dari BKM Arta Kawula.

Arif Pujiono (2010) meneliti Peranan Baitul Maal Wat Tamwil dalam

Meningkatkan Kesejahteraan Pengusaha Mikro dan Kecil (Studi Empiris pada BMT

Ya Ummi Fatimmah Pati). Hasil penelitian disimpulkan ternyata modal dari BMT

tidak berpengaruh bagi pendapatan usaha mikro dan kecil. Hal ini terjadi karena skim

yang diberi berupa BBA yang pada dasarnya tidak sesuai dengan prinsip bagi hasil.

Meskipun demikian secara umum BMT YA Ummi Fatimah memiliki peran yang

strategis untuk meningkatkan kesejahteraan pengusaha mikro dan kecil di Kabupaten

Pati.

Kemudian. Ardiana, Brahmayanti dan Subaedi (2010) melakukan penelitian

Kompetensi SDM UMKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UMKM di Jepara.

Hasil penelitian di ketemukan variabel pengetahuan ternyata tidak sigjifikan terhadap

kinerja UMKM karena nilainya negatif dan sangat kecil, akan tetapi dua variable

lainnya yaitu ketrampilan dan kemampuan memiliki pengaruh yang signifikan

sehingga kedua variabel ini perlu diperhatikan dalam mengembangkan meningkatkan

kinerja UMKM.

d. KERANGKA PENELITIAN

Baswir (1995) menyebutkan ada 4 faktor penyebab utama rendahnya kinerja

UMKM yaitu: 1) Hampir 60% UMKM masih menggunakan teknologi tradisional; 2)

Pangsa pasar cendrung menurun karena kekurangan modal, lemahnya teknologi dan

35
manajerial; 3) sebagian besar UMKM tidak mampu memenuhi persyaratan

administratif guna memperoleh bantuan dari Bank; 4) Tingkat ketergantungan

terhadap fasilitas pemerintah cendrung sangat besar. Sedangkan Akyuwen (2005)

yang menyebutkan beberapa permasalahan yang menghambat berkembangnya

UMKM adalah rendahnya kemampuan SDM, terbatasnya, permodalan dan akses

pasar.

Kompetensi merupakan kemampuan melaksanakan tugas-tugas ditempat kerja

yang mencakup menerapkan keterampilan (skills) yang didukung dengan

pengetahuan (cognitive) dan kemampuan (ability) sesuai dengan kondisi yang

dipersyaratkan. Dengan demikian standar kompetensi dapat diasumsikan sebagai

rumusan tentang kemampuan dan keahlian apa yang harus dimiliki oleh tenaga kerja

(SDM) dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan yang

ditetapkan/disepakati. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ardiana,

Brahmayanti, Subaedi (2001) yang menemukan variabel Pengetahuan, Ketrampilan

dan Kemampuan memiliki peranan yang cukup penting dalam Penentuan Kinerja

UMKM.

Sebelum suatu bantuan modal diberikan, sektor keuangan (bank) harus

merasa yakin bahwa bantuan modal yang diberikan benar-benar memiliki peluang

untuk kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian bantuan modal

sebelum bantuan tersebut disalurkan. Penilaian bantuan modal oleh sektor keuangan

dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan tentang UMKM

36
yang akan diberikan bantuan, seperti melalui prosedur penilaian yang benar dan

sungguh-sungguh.

UMKM Monel di Kabupaten Jepara masih perlu adanya perhatian dari pihak

pemerintahan berupa pengembangan kompetensi SDM serta dukungan modal yang

mencukupi serta dengan suku bunga yang bisa terjangkau, tidak lupa juga adanya

promosi yang besar pula untuk bisa meningkatkan penjualan. Sehingga tidak ada

masalah kredit macet karena usaha bisa berjalan dengan lancar.

Berdasarkan beberapa uraian konsep dan teori di atas, dimana variabel

independen yaitu kompetensi SDM (X1) dan bantuan modal (X2) berpengaruh

terhadap variabel kinerja UMKM (Y), dan gambar hubungan yang skematis dapat

dilihat pada Gambar 4.

Kompentensi SDM: Kinerja UMKM:


 Pengetahuan  keuntungan,
 Keterampilan  kondisi keuangan,
 Kemampuan  hasil produk mampu
bersaing,
 jumlah pelanggan yang
dimiliki,
Bantuan Modal:  omzet penjualan.
 nominal bantuan,
 syarat,
 tingkat bunga
 jangka waktu
pengembalian Gambar 4
Model Kerangka Penelitian

37
e. HIPOTESIS

Berdasarkan permasalahan dan kerangka penelitian seperti di atas, maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kompetensi SDM berpengaruh terhadap kinerja UMKM Monel di Kabupaten

Jepara.

2. Bantuan Modal berpengaruh terhadap kinerja UMKM Monel di Kabupaten

Jepara.

f. METODE PENELITIAN

6.1.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian diskriptif yang bertujuan untuk

menggambarkan keadaan Kompetensi populasi atau fakta empiris. Keadaan populasi

atau fakta empiris yang akan didiskripsikan dalam penelitian ini adalah tentang

pengaruh kompetensi SDM (Sumber Daya Manusia) dan Bantuan Modal UMKM

(Usaha Kecil Menengah) terhadap kinerja UMKM Monel di Kabupaten Jepara

6.1.2. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: variabel

Kompetensi SDM (X1) dan Bantuan Modal (X2) Sedangkan variabel tergantung

(dependent variable) yang digunakan adalah variable Kinerja UMKM (Y).

38
6.1.3. Definisi Konsep

 Komptensi Pengembangan SDM

Komptensi Pengembangan SDM adalah sebuah model alir sebab akibat yang

menunjukkan bahwa kemampuan, keterampilan, konsep diri, dan komptensi

pengetahuan yang dibangkitkan oleh suatu keadaan, dapat memprakirakan pelaku

pelaku cakap.

 Bantuan modal

Bantuan modal adalah bantuan finansial usaha mikro monel dalam menjalankan

operasional usaha untuk memproduksi kerajinan monel.

 Kinerja

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang

dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing

dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

6.1.4. Definisi Operasional

 Kompetensi SDM UMKM dalam penelitian ini diukur melalui Pengetahuan

(Knowladge), Keterampilan (Skill) dan Kemampuan (Ability). Pengetahuan

(Knowladge), merupakan penguasaan ilmu dan teknologi yang dimiliki seseorang,

dan diperoleh melalui proses pembelajaran serta pengalaman selama

kehidupannya. pengetahuan (knowladge) dalam hal ini adalah, pengetahuan

manajemen bisnis, pengetahuan produk atau jasa, pengetahuan tentang konsumen,

promosi dan strategi pemasaran. Keterampilan (Skill), adalah kapasitas khusus

39
untuk memanipulasi suatu objek secara fisik. Keterampilan meliputi: keterampilan

produksi, berkomunikasi, kerjasama, pengawasan, keuangan, administrasi dan

akuntansi. Sedangkan Kemampuan (Ability), adalah kapasitas seorang individu

untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. kemampuan meliputi :

kemampuan mengelola bisnis, mengambil keputusan, memimpin, mengendalikan,

berinovasi, situasi dan perubahan lingkungan bisnis.

 Bantuan modal adalah bantuan finansial berupa kredit dari lembaga keuangan

(perbankan atau non perbankan). Indikator bantuan modal yang digunakan adalah

nominal uang dalam rupiah, syarat, tingkat bunga dan jangka waktu pengembalian.

 Kinerja, adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang

dalam organisasi dan merupakan sarana penentu dalam suatu proses untuk

mencapai tujuan organisasi. Indikator kinerja meliputi: keuntungan, kondisi

keuangan, hasil produk mampu bersaing, jumlah pelanggan dimiliki, omzet

penjualan.

6.1.5. Populasi dan Sampel

Arikunto (1998: 115) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian. Menurut Cooper & Emory (1995: 214) mengatakan populasi adalah

seluruh kumpulan elemen yang dapat untuk membuat beberapa kesimpulan. Populasi

penelitian ini meliputi semua Pelaku atau SDM UMKM (Usaha Mikro Kecil

Menengah) Monel di Kabupaten Jepara yang masih aktif usahanya di tahun 2011.

Sesuai dengan Profil Data Sentra UMKM Kabupaten Jepara, terdapat 185 Unit Usaha

40
yang tersebar di Kecamatan Kalinyamatan (Desa Robayan, Desa Kriyan, Desa

Margoyoso) dan Kecamatan Pecanggan: (Desa Krasak dan Desa Gemulung)

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik Non Random

sampling secara purposive yaitu memilih pelaku UMKM yang sesuai dengan kriteria

yang ditetapkan sebagai berikut:

a. UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang bergerak dibidang Monel

dengan alasan bahwa UMKM ini memang memerlukan kompetensi SDM dan

bantuan modal dalam bersaing di dunia bisnis.

b. Usaha Kecil yang memiliki jumlah tenaga kerja (SDM) minimum 10 orang atau

omzet minimum Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta Rupiah)

c. Yang menjadi responden (sampel) adalah Pemilik/Pengurus dan jajaran

manajemen di UMKM tersebut.

d. Dari jumlah Unit Usaha yang terseleksi sesuai poin 1 dan 2, yang akan

dijadikan sampel hanya sebesar 20%, dan ditentukan secara proporsional.

6.1.6. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dari Pelaku UMKM dan data

sekunder seperti profil data jumlah Sentra UMKM. Sedangkan sumber data adalah

dari responden (SDM UMKM) yang terdiri dari Pemilik atau jajaran manajemen

UMKM yang terdapat pada Sentra UMKM Monel di Kabupaten Jepara.

41
6.1.7. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara yang dilengkapi dengan

kuesioner. Kuesioner digunakan sebagai panduan agar wawancara lebih terstruktur

dan terstandar. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam proses pengumpulan

data adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan kuesioner dan melakukan uji validitas dan reliabilitas;

2. Pelaksanaan pengumpulan data;

3. Selanjutnya data yang terkumpul ditabulasi, diolah, dan diinterpretasi sesuai tujuan

penelitian.

6.1.8. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik sebagai berikut;

1. Teknik Dokumenter, Digunakan untuk pengumpulan data yang bersumber dari

data sekunder seperti: Sentral UMKM monel yang ada dan Jumlah serta

karakteristik UMKM Monel Kabupaten Jepara

2. Teknik Kuesioner, Dilakukan dengan membuat serangkaian pertanyaan yang

terkait dengan kompetensi SDM UMKM Monel di Kabupaten Jepara

3. Teknik Wawancara; Digunakan sebagai pelengkap untuk memperoleh data yang

tidak dapat dikumpulkan melalui teknik lain, sekaligus sebagai Cross-check

terhadap data yang dikumpulkan.

Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisa dengan cara deskriptif dengan

menggunakan beberapa teknik analisa statistik yang sesuai dengan kebutuhan.

42
6.1.9. Uji Validitas dan Reliabilitas

 Validitas

Uji validitas untuk mengukur sah atau valid tidaknya kuesioner. Suatu

kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Gozali, 2009:

142). Uji validitas menggunakan validitas faktorial, karena ditegakan melalui

prosedur analisis faktor. Item pertanyaan dikatakan valid apabila diperoleh muatan

faktor (factor loading) lebih besar sama dengan 0,400.

 Reliabilitas

Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Gozali, 2009:

140). Uji reliabilitas digunakan koefisien Conbrach Alpha (). Apabila nilai  lebih

besar dari 0,60 dapat ditafsirkan suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila

pengukuran diulangi dua kali atau lebih dengan kata lain instrumen tersebut dapat

diandalkan (Nunnally, 1969; Gozali (2009: 140)).

6.1.10. Metode Analisis Data

Data yang di-entry akan di cek ulang kebenarannya dan kelengkapannya

sebelum dianalisis. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Ecxel dan

SPSS serta software lain yang diperlukan. Hasil analisis akan ditampilkan secara

deskriptif baik kualitatif maupun kuantitatif dan dilengkapi dengan menggunakan

tabel agar lebih komunikatif.

43
 Regresi

Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel terikat adalah kinerja UMKM dan variabel bebas adalah kompetensi SDM, dan

Modal usaha. Karena jumlah variabel bebas lebih dari 1 (satu) dan variabel terikat hanya 1

(satu), maka alat analisis yang sesuai adalah regresi ganda linier.

Model analisis regersi ganda menurut Gozali (2009; 35) yang digunakan dalam

analisis ini yaitu:

Y = α + ß1 X1+ ß2 X2 + e

Dimana :

Y = Kinerja UMKM
α = Konstanta
X1 = Pengembangan Kompetensi SDM
X2 = Bantual Modal
ß1, ß2, = Parameter/koefisien regresi
e = Residual

 Uji Asumsi Klasik

Imam Ghozali (2009: 55) menyebutkan model regresi yang baik harus tidak

terjadi multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Lebih lanjut disebutkan

oleh Imam Ghozali (2009: 55) apabila menggunakan data crossection (silang waktu)

autokorelasi relatif tidak terjadi. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari uji

normalitas data, uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas.

a) Uji Normalitas, Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi

variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi

44
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi

normal atau mendekati normal. Cara mendeteksinya adalah dengan melihat

normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data

sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

b) Uji Multikolinieritas, uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang

terbentuk terdapat adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi adanya

multikolinieritas dengan cara melihat VIF (Variance Inflation Factor), jika VIF

lebih dari 10 maka terjadi multikolinieritas.

c) Uji Heteroskedastisitas, uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dilakukan

dengan uji Glejser tingkat pertama, yaitu meregresikan nilai absolut residual

terhadap variabel bebas (Gujarati, 1995; Imam Ghozali, 2009: 50).

d) Digunakan uji Glejser ini mengacu pada pendapat Gujarti, bahwa uji Glejser

lebih praktis untuk menjawab persoalan heteroskedastisitas karena dapat

digunakan untuk sampel kecil maupun besar. Apabila hasil regresi menunjukkan

tidak adanya satupun variabel bebas yang signifikan terhadap absolut Ut, maka

dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.

e) Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah kesalahan faktor pengganggu

dari model regresi pada satu pengamatan berkorelasi dengan kesalahan faktor

pengganggu pada pengamatan yang lain. Nilai DW statistik berdasarkan hasil

45
analisis berada di antara du < dw<4-du, maka dalam model tidak terdapat

autokorelasi.

6.1.11. Uji Hipotesis

Uji ini merupakan uji statistik yang dimaksudkan untuk menguji apakah hasil

yang dicapai sudah sesuai dengan metode-metode statistik yang ada. Pada prinsipnya,

penggunaan uji ini dalam pengujian hipotesis adalah untuk memutuskan signifikansi

secara statistik (statistically significant) pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak

bebas baik secara individu maupun secara serempak atau simultan. Taraf signifikansi

untuk menolak hipotesis dalam penelitian ini adalah sebesar 5%.

a. Uji signifikansi bersama-sama (Uji Statistik F)

Ftest uji ini menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan

dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen

(Gozali, 2009: 55). Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Ho : ß1, ß2, = 0, variabel bebas () secara bersama-sama tidak ada pengaruh terhadap

variabel tak bebas (Y).

2. Ha : ß1, ß2, ,≠ 0, variabel bebas (Xi) secara bersama-sama ada pengaruh terhadap

variabel tak bebas (Y).

46
Pengambilan keputusan :

1. Jika F- hitung > F-tabel atau signifikansi F lebih kecil dari 5%, maka Ho

ditolak dan Ha diterima, berarti bahwa secara bersama-sama pengembangan

kompetensi SDM dan bantuan modal berpengaruh terhadap kinerja UMKM

Monel di Kabupaten Jepara.

2. Jika F- hitung < F-tabel atau signifikansi F lebih besar dari 5%, maka Ho

diterima dan Ha ditolak, berarti bahwa secara bersama-sama pengembangan

kompetensi SDM dan bantuan modal tidak berpengaruh terhadap kinerja UMKM

Monel di Kabupaten Jepara.

Kemudian langkah selanjutnya memperhatikan nilai koefisien determinasi

(R2), yang pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variabel dependen (Gozali, 2009: 65). Nilai koefisien determinasi

adalah di antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-

variabel independen (pengembangan kompetensi SDM dan bantuan modal) dalam

menjelaskan variabel dependen (kinerja UMKM) sangat terbatas. Nilai yang

mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

b. Uji Signifikansi Parameter Individu (Uji Statistik t)

ttest merupakan metode pengujian secara parsial terhadap hipotesis yang

diajukan. Uji t menguji tingkat signifikansi masing-masing parameter dari variabel

yang diukur terhadap variabel terikat, apakah dapat diterima secara statistik dengan

47
membandingkan antara t hitung dengan t tabel atau membandingkan signifikansi t

dengan toleransi kesalahan 5% (Gujarati, 1995). Hipotesis yang digunakan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ho : ß1 = 0, tidak ada pengaruh antara pengembangan kompetensi SDM terhadap

kinerja UMKM Monel di Kabupaten Jepara.

Ha : ß1 < 0, ada pengaruh antara pengaruh positif antara pengembangan

kompetensi SDM terhadap kinerja UMKM Monel di Kabupaten

Jepara

2. Ho : ß2 = 0, tidak ada pengaruh antara pengembangan kompetensi SDM terhadap

kinerja UKM di Kabupaten Jepara

Ha : ß2 > 0, ada pengaruh p antara bantuan modal terhadap kinerja UMKM

Monel di Kabupaten Jepara

Pengambilan keputusan pengujian hipotesis:

 Jika t- hitung > t -tabel atau signifikansi t lebih kecil dari 5%, maka Ho ditolak

dan Ha diterima, berarti bahwa secara parsial ada pengaruh antara pengembangan

kompetensi SDM dan bantuan bantuan modal terhadap kinerja UMKM Monel di

Kabupaten Jepara.

 Jika t- hitung < t -tabel atau signifikansi t lebih kecil dari 5%, maka Ho diterima

dan Ha ditolak, berarti bahwa secara parsial tidak ada pengaruh antara

pengembangan kompetensi SDM dan bantuan bantuan modal terhadap kinerja

UMKM Monel di Kabupaten Jepara

48
Untuk mempermudah pengujian validitas dan reliabilitas butir-butir

pertanyaan penelian, pembentukan garis regresi beserta pengujian hipotesis peneliti

menggunakan alat bantu SPSS ver 16.

49
DAFTAR PUSTAKA

Akyuwen, Roberto. 2005. Efeketivitas Kelembagaan Keuangan Dalam Penyaluran


Kredit Mikro: kajian Pendekatan Ekonomi Kelembagaan Baru. Semarang: FE
Undip

Arikunto Suharsimi.. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka


Cipta. Jakarta

Ardiana, I.A. Brahmayanti, Subaedi. 2010. Kompetensi SDM UKM dan Pengaruhnya
Terhadap Kinerja UKM di Surabaya. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan.
Vol.12, NO. 1

BPS Kabupaten Jepara. 2009. Data Dalam Anggka Kabupaten Jepara.

Cooper Donal R & Emory William C. 1997. Metode Penelitian Bisnis. Jilid I.
Erlangga. Jakarta

Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil, Menengah dan Pengelolaan Pasar Kabupaten
Jepara, 2011. Data Potensi Produk UMKM

Ganewati Wuryandari. 2001. Indonesia dalam Kebijakan Luar Negri dan Pertahanan
Australia 1996-2001. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Gibson James, Ivancevich & Donnely John. 1993. Organisasi Dan Manajemen: Prilaku,
Struktur, Proses. Erlangga. Jakarta

Handari Nawawi. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.

Hening Yustika Pritariani. 2009. Analisis Perkembangan Usaha Mikro dan Kecil Binaan
BKM Arta Kawula Di Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang. Skripsi
MIESP UNDIP. Tidak dipublikasikan.

Imam Gozali. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17. Undip.
Semarang

Isra Fenny Simangungsong. 2006. “Dampak Pinjaman Dana Program Penanggulangan


Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Terhadap Pendapatan Anggota Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM”). Skripsi MIESP UNDIP. Tidak dipublikasikan.

50
James A. F. Stoner, R. Edward Freeman, Daniel R. Girbet. 1996. Manajemen,
Prenhelindo, Jakarta.

Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2009. Statistik Usaha
Kecil dan Menengah Tahun 2007-2008. Diakses tanggal 4 Februari 2010, dari
http://www.depkop.go.id.

Kotler, Philip, 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi Dan


Kontrol. Jakarta: Prenhallindo

Mudrajad Kuncoro. 2000. Usaha Kecil Di Indonesia: Profil, Masalah Dan Strategi
Pemberdayaan. STIE Kerja Sama, Yogyakarta

Mudrajad Kuncoro & Irwan Adimaschandra Supomo. 2003. Analisis Formasi


Keterkaitan, Pola Kluster Dan Orientasi Pasar : Studi Kasus Sentra Industri
Keramik Di Kasongan, Kabupaten Bantul, D.I.Yogyakarta . Jurnal Empirika
volume 16, no.1

Musran Munizu. 2010. Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal dan Internal Terhadap


Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan. Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.12, No. 1

Rudjito, 2003. Strategi Pengembangan UMKM Berbasis Sinergi bisnis, makalah yang
disampaikan pada seminar peran perbankan dalam memperkokoh ketahanan
nasional kerjasama Lemhanas RI dengan BRI, April.

Simamora Henry. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi I. STIE. YKPN.
Yogyakarta

Stephen P. Robbins, 1998, Perilaku Organisasi, PT. Prenhelindo, Jakarta.

Suhendar Sulaeman.2004. Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah Dalam


Menghadapi Pasar Regional Dan Global. Infokop Nomor 25 Tahun XX

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil

Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
Jakarta.

51

You might also like