Professional Documents
Culture Documents
Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun
Geografi
Kabupaten ini memiliki 30 kecamatan dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas
wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan
Tanah Jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil luasnya adalah
Kecamatan Dolok Pardamean dengan luas 9.045 ha. Keseluruhan kecamatan
terdiri dari 306 desa dan 17 kelurahan. Di Kabupaten ini juga terdapat sebuah
universitas, yaitu Universitas Simalungun, tepatnya di Jalan Sisingamangaraja.
Batas wilayah
Utara Kabupaten Serdang Bedagai
Selatan Kabupaten Toba Samosir
Barat Kabupaten Karo
Timur Kabupaten Asahan
Potensi Ekonomi
Potensi ekonomi kabupaten Simalungun sebagian besar terletak pada produksi
pertaniannya. Produksi lainnya termasuk tanaman pangan, perkebunan, pertanian
lainnya, industri pengolahan serta jasa. Produksi Padi di Kabupaten Simalungun
merupakan produksi terbesar kedua di Sumatera Utara pada tahun 2003 sesudah
Kabupaten Deli Serdang.[2] Produksi Kelapa sawit dari perkebunan yang ada di
kabupaten ini menjadi komoditas utama, kedua terbesar di Sumatera Utara setelah
Kabupaten Labuhanbatu (2001)[2].
Selain memproduksi Kelapa Sawit, perkebunan rakyat di Simalungun juga menghasilkan
Karet dan Cokelat, selain Teh (Kecamatan Raya dan Sidamanik) yang jumlah
produksinya semakin menurun. Penjualan hasil tani Karet dibantu oleh kehadiran PT
Good Year Sumatra Plantations (didirikan 1970) yang biarpun memiliki perkebunan
sendiri tetapi tetap menampung hasil perkebunan rakyat dan mengolahnya menjadi bahan
setengah jadi sebelum menjualnya ke luar daerah.
Biodata JR Saragih
Nama lengkap :
DR.Jopinus Ramli SARAGIH, S.H,M.H.
Tempat/ tanggal lahir: medan, 10-11-'68
Pekerjaan:
Pres. Komisaris RS.EFARINA ETAHAM GRUP..
Simalungun, SPB
Siapakah yang layak dan pantas menjadi pemimpin di negara ini?. Pertanyaan itu menjadi
harapan banyak orang di seluruh tanah air, demikian di desa, kecamatan, kabupaten/Kota, di
Propinsi dan termasuk Pemimpin Nasional baik selaku Presiden, para pembantunya, demikian di
kalangan DPD, DPR, dan MPR di jajaran Eksekutif, di legislatif, demikiian di Yudikatif. Tujuannya,
agar rakyat bangsa Indonesia di manapun berada benar menjadi harapan rakyat yang dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat di seluruh tanah air. Pada tahun 2003 tanggal 11 April,
seorang Perwira Muda Polisi Militer yang pada saat itu menjabat sebagai Komandan Polisi Militer
di Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Siapakah dia, menjadi pertanyaan yang kini diungkapkan
oleh SPB dalam bentuk cerita indah kepada semua orang. Ia adalah DR. Jupinus Ramli Saragih,
SH, MM yang sering disebut hanya dengan nama DR. JR Saragih, saja. Jabatannya sekarang,
Presiden Komisaris RS. Efarina Etaham Group. Pertanyaan demi pertanyaan memerlukan suatu
jawaban sebagai pencerahan yang membuat rasa simpatik, yang tentu akan membuat warga
Kabupaten Simalungun dan warga Simalungun di perantauan bersimpatik. Isterinya, bernama dr.
Erunita Br. Tarigan Girsang, SPKK, yang bekerja selaku dokter Sp. Kulit dan Kelamin, ibu hasil
perkawinannya dengan DR. JR Saragih adalah Efarina br. Saragih yang kini masih selaku pelajar
di salah satu sekolah dengan alamat tetapnya adalah di Jl. Raya Pondok Indah No. 21, Jakarta
Selatan, dan juga beralamat tempat tinggal di Jl. Sutomo Hapoltakan Sondi Raya-Kabupaten
Simalungun. JR Saragih mendirikan sebuah Balai Asuhan Keperawatan yang berbadan hukum
Yayasan Etaham, Ijin Yayasan No.02/Y-E/IV/2003 pada Tanggal 14 April 2003. Balai Asuhan
Keperawatan 24 Jam ini berdiri di atas tanah seluas 770 m2. Pada tanggal 14 Oktober 2003
maka Balai Asuhan Keperawatan mendapatkan ijin perubahan menjadi Klinik Etaham dan
penambahan bangunan serta mempunyai ruang perawatan dengan kapasitas 25 tempat tidur
yang didukung dengan Dokter-dokter Spesialis, perawat, dokter umum sebagai dokter jaga dan
non medis sebagai tenaga administrasi, mempunyai Ruang Operasi, ICU, dan NICU, dengan
peralatan-peralatan yang canggih khususnya Bagian Kebidanan, dan Bagian Anak.Pada tanggal
7 Mei 2004. Pendiri berhasil menjadikan Rumah Sakit Ibu dan Anak dengan Ijin Operasional
sementara 064/RS/V/2004 tanggal 7 Mei 2004. Maka, dengan perubahan status tersebut, Pendiri
menambah nama menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak Efarina Etaham. Upaya lain, telah
dilakukan penambahan luas tanah menjadi 1800 M2 dan penambahan bangunan; maka Rumah
Sakit Ibu dan Anak ini menambah kapasitas pasien rawat inap menjadi 35 tempat tidur. Semua
itu bukan datang begitu saja, seperti hujan turun dari langit ke bumi. Tapi adalah atas dasar
ketekunan dan kepemimpinan yang begitu disiplin, sehingga Rumah Sakit tersebut menjadi
Rumah Sakit idola, hampir semua masyarakat khususnya masyarakat Purwakarta. Pada Tanggal
18 Januari 2005, terjadi perubahan Yayasan menjadi PT. Efarina Etaham yang sebagai pengurus
di dalamnya adalah Pendiri beserta Istri yaitu sebagai pendiri adalah DR. J.R. Saragih, SH, MM,
MMR dengan dr. Erunita Anggraeni Tarigan Girsang dan sekaligus membangun gedung yang
baru di atas lahan seluas 1,5 Ha dan membangun dengan bangunan 3 lantai yang berkapasitas
100 tempat tidur. Maka, dengan perubahan tersebut maka Rumah Sakit Ibu dan Anak ini menjadi
Rumah Sakit Umum tanggal 19 Januari 2005. Serta mendapatkan Ijin Operasional dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Purwakarta Nomor: 278 445.6/Dalkes/RS/XII/ 2005 tanggal 01 Desember
2005. Pada tanggal 27 Nopember 2006 mendapatkan Ijin dari Menteri Kesehatan atas nama
Pelayanan Medis Nomor: YM.02.04.3.5.5830Pada 24 Desember 2005 Jam 12 Malam maka
Pendiri dengan bersusah payah dapat memindahkan semua kegiatan operasional dari bangunan
Rumah Sakit yang lama pindah ke bangunan Rumah Sakit yang baru dan berjalan sampai
sekarang. Hari terus berjalan, pendiri tetap selalu setia dan teguh di dalam keputusan-keputusan
akan menjadikan Rumah Sakit tersebut sesuai dengan Motto “Pelayanan Merupakan
Suatu Kebanggaan Bagi Kami”. Sehingga Rumah Sakit tersebut dapat dirasakan oleh
semua masyarakat yang membutuhkan pertolongan khususnya dibidang kesehatan dan
mendapat dukungan secara resmi dari Pemerintah Daerah Purwakarta dan sekitarnya. Pendiri
selalu berpikir dan berusaha sekuat tenaga mengembangkan pembangunan dan pengembangan
rumah sakit yang dapat melayani banyak orang yang mampu dan yang kurang mampu. Baik
dengan penambahan-penambahan fasilitas alat-alat yang canggih dan menempatkan dokter-
dokter spesialis yang penuh rasa tanggung jawab terhadap pelayanan. Pendiri pada tahun 2007
telah pula menambah bangunan rawat inap sehingga mempunyai kapasitas pasien menjadi 120
orang, dan pada 2008 pendiri membangun gedung pertemuan. Saat ini, Pendiri juga tetap gigih
sabar dan ulet berjuang maju, mengembangkan Rumah Sakit Efarina Etaham sehingga dapat
mengembangkan sayapnya dalam pelayanan medis. Rumah sakit yang terus sedang dalam
pengembangan itu berupa pengembangan sayap, seperti yang pernah diucapkan oleh Menteri
DR. Ir. Bungaran Saragih, biarlah Simalungun itu seperti burung yang terbang ke angkasa luas,
nanti akan tetap membangun Simalungun. Demikian DR. JR Saragih berprinsip. Pembangunan
di atas lahan 1 Ha didirikan bangunan berlantai 4 (empat) berkapasitas 150 tempat tidur, dengan
standar rumah sakit internasional sebagai sayap yang dikembangkan dalam bentuk
pengembangan rumah sakit itu di Jalan Jamin Ginting, Berastagi, Desa Raya, Kabupaten Karo,
Sumatera Utara. Dengan doa restu semua warga Simalungun di kampung halaman, demikian
dimanapun berada termasuk yang ada di luar negeri, khususnya Keluarga Besar Rumah Sakit
Efarina Etaham, maka Rumah Sakit tersebut akan dapat dioperasikan pada Desember 2008 lalu.
Pada tanggal 23 September 2009 RS Efarina kembali mengembangkan usahanya dibidang
pelayanan medis dengan telah di ambil alihnya kepemilikan RS. Satya Insani menjadi RS.
Efarina yang terletak di Desa Pangkalan Kerinci, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Pelalawan,
Provinsi Riau. Semua ini adalah atas doa semuanya, dan hikmad yang datangnya dari Tuhan
Yang Maha Kuasa, katanya kepada SPB.
HOBON ni SIMALUNGUN diambil dari kata "HOBON yaitu tempat menyimpanan padi
(lumbung)dijaman dahulu yang sangat mempunyai makna berarti buat kehidupan
manusia,sebagai tempat penyambung hidup dimasa yang akan datang,sesuai nama kami
abadikan didalam komunitas facebooker ini adalah wadah orang simalungun maupun
yang tinggal disimlaungun yang mempunyai rasa persaudaraan terhadap 'tanoh
habonaron simalungun" bersatu digrup ini menyimpan(menyampaikan)segala masukan
masukan untuk perbaikan simalungun,sebagai wadah tempat
bertemu/silaturahmi"marsombuh sihol"
Membagi cerita dengan muatan simalungun tentunya sangat berarti buat kita
semua,karena banyak diantara saudara kita yg jauh dari simalungun tetapi ingin selalu
dekat didalam kabar dan berita tentang simalungun,
Bersama sama kita bahas/ceritakan disini
Di daerah Propinsi Sumatera Utara, keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang ada
telah memperkaya khasanah budaya bangsa. Kepercayaan asli (Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa), sebagai warisan budaya nenek moyang masyarakat Sumatera
Utara, masih berpengaruh dan diamalkan dalam perikehidupan masyarakat karena nilai-
nilai luhur yang terkandung dalam ajaran kepercayaan asli tersebut diyakini mampu
membahagiakan hidup manusia.
Salah satu kepercayaan asli yang masih mempunyai masyarakat pendukung di daerah
Sumatera diantaranya adalah kepercayaan Habonaron Do Dona. Pendukung ajaran
Habonaron Do Bona pada umumnya adalah masyarakat Simalungun yang juga dikenal
dengan Halak Timur. Masyarakat Simalungun merupakan salah satu dari enam subsuku
bangsa Batak yang secara geografis mendiami daerah induk Simalungun. Ajaran
Habonaron Do Bona bersatu padu dengan adat budaya Simalungun atau Adat Timur,
sebagai tata tuntunan laku dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dalam menyembah
Tuhan Yang Maha Esa.
I. Deskripsi Simalungun
Sumber pertama menyebut falsafah di atas ditegakkan oleh Tuan Sormaliat, yang
berawal dari ditemukannya Bambu Bertulis sebanyak tujuh buah per batang;
dimana bambu itu berisi tulisan dari ruas paling bawah hingga ke ruas atas yang
berisi: penanggalan waktu (bulan, hari dan jam), ilmu pengobatan, ilmu nujum,
ilmu pemanggil roh, dan lain-lain. Ia menemukannya di kerajaan Batang Toruh,
tepat di dasar jurang tempat ia jatuh. Kemudian selama tujuh hari lamanya ia
bertapa disana seraya menuliskannya kembali ke dalam “laklak ni hayu alim”
(kulit kayu ulin).6 Pengetahuan yang ia peroleh dari Bambu Bertulis itulah yang
kemudian ia pakai mengalahkan kekuatan musuh-musuh yang berusaha
menganggu ketentraman manusia. Akhirnya ia menegakkan dan bersandar pada
falsafah Habonaron do Bona serta mengajarkannya kepada masyarakat kerajaan
Rahat Di Panei.7 Sumber kedua menyatakan bahwa seloka Habonaron Do Bona
terdapat dalam Pustaka Simalungun kuno yang disebut Pustaha Parmungmung
Bandar Syah Kuda yang bertarikh kira-kira abad XV ketika Simalungun masih
bernama Harajaon Purba Deisa Na Ualuh. Dalam laklak itu dikisahkan
bagaimana burung Nangordaha akhirnya memberikan keadilan (habonaron)
kepada Sang Ma Jadi putra raja Purba Deisa Na Ualuh dengan cara membantunya
dalam pertempuran antara Sang Ma Jadi dengan Raja Samidora (Samudera Pasai
di Aceh). Ketika Nangordaha menukik hendak membunuh raja Samidora
terdengarlah di langit ucapan “Habonaron do Bona” sebanyak tiga kali. Seloka
itu kemudian ditetapkan sebagai lambang kabupaten Simalungun pada masa
pemerintahan Bupati Radjamin Purba (1960-1970).8