Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
NPM: 10130011
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI SI. PERBANKAN SYARIAH
SEMESTER II
Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat melaksanakan makalah ini sebagai
tugas kelompok dalam Mata Kuliah Aswaja.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,
sehingga kami dapat berusaha lebih baik lagi sesuai kemampuan yang kami miliki
dalam penyusunan tugas di masa yang akan datang. Atas kritik dan saran dari para
pembaca kami ucapkan terimakasih.
PENULIS
BAB I
PEMBAHASAN
Artinya:
“Makkiyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum Rasulullah hijrah ke madinah,
kendatipun bukan turun di mekah, sedangkan madaniyah adalah ayat-ayat yang
turun sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Madinah.
Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut. Madaniyah walaupun turun
di mekkah atau arafah.
Dengan demikian, surat an-nisa’ [4]:58 termasuk kategori Madaniyah
kendatipun di turunkan di Makah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota Mekah
(fath makkah). Begitu pula, surat Ala-Ma’idah [5]:3 termasuk kategori Madaniyah
kendatipun tidak di turunkan di Madinah karena ayat itu diturunkan pada
peristiwa haji wada .’
Dari perspektif tempat turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas
sebagai berikut:
Artinya:
Makkiyah ialah ayat-ayat yang turun di Mekah dan sekitarnya seperti Mina,
Arafah, dan Hudaibiyah, sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di
Madinah dan sekitarnya seperti Uhud, Quba’ dan Sul’a.
Tempat celah kelemahan dari pendefinisian di atas sebab terdapat ayat-ayat
tertentu, yang tidak diturunkan di Mekah dan di Madinah dan sekitarnya.
Misalnya surat At-Taubah [9]:42 diturunkan di Tabuk, surat Az-Zukhruf [43]:45
diturunkan di tengah perjalanan antara Mekah dan Madinah. Kedua ayat tersebut,
jika melihat definisi kedua, tidak dapat dikategorikan ke dalam Makiyah dan
Madaniyah.
Dari perspektif objek pembicaraan, mereka mendefinisikan kedua
terminologi di atas sebagai berikut: “Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi
khitab bagi orang-orang Mekah. Sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang
menjadikan khitab bagi orang-orang Madiinah”. Pendefinisian diatas di rumuskan
para sarjana muslim berdasarkan asumsi bahwa kebanyakan ayat Al-Qur’an di
mulai dengan ungkapan “Ya ayyuha ala-naas” yang menjadi kriteria Makkiyah,
namun tidak selamanya asumsi ini benar. Surat al-Baqarah [2], misalnya,
termasuk kategori Madaniyah , pendahal di dalamnya terdapat salah satu ayat,
yaitu ayat 21 dan ayat 168, yang dimulai dengan ungkapan ‘Yaa Ayyuha An-
Nas”. Lagi pula, banyak ayat Al-Qur’an yang tidak dimulai dengan dua ungkapan
di atas.
Adapun pendefinisian Makkiyah dan Madaniyah dari perspektif tema
pembicaraan akan di singgung leih terinci dalam uraian karakteristik kedua
klasifikasi tersebut.
Kendatipun mengunggulkan pendefinisian Makkiyah dan Madaniyah dari
perspektif masa turun, Subhi Shalih melihat komponen-komponen serupa dalam
tiga pendefinisian. Pada ketiga versi itu terkandung komponen masa tempat dan
orang. Bukti lebih lanjut dari tesis Shalih diatas bisa dilihat dalam kasus surat Al-
Mumtahanah [60]. Bila dilihat dari perspektif tempat turun, surat itu termasuk
Madaniyah karena diturunkan sesudah peristiwa hijrah. Akan tetapi dalam
perspektif objek pembicaraan surat itu termasuk Makkiyah karena menjadi khitab
bagi orang-orang Makkah. Oleh karena itu, para sarjana muslim memasukan surat
itu kedalam ”Ma Nuzila bi Al-Madinah wa hukmuhu makki” (ayat-ayat yang
diturunkan di Madinah, sedangkan hukumnya termasuk ayat-ayat yang diturunkan
di Mekkah)”.
1. Pertama
Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, sebab
pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat
tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar. Sekalipun yang menjadi
pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan
hal itu seseorang dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang
mansukh, bila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang
kemudian tentu merupakan nasikh yang terdahulu.
2. Kedua
Meresapi gaya bahasa Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode
dakwah menuju jalan Allah. Sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri.
Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti paling khusus
dalam retorika. Karakteristik gaya bahasa makki dan madani dalam Qur’an pun
memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam
penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kewajiban lawan
berbicara dan menguasai pikiran dan perasaanya serta menguasai apa yang ada
dalam dirinya dengan penuh kebijak sanaan. Setiap tahapan dakwah mempunyai
topik dan pola penyampaian tersendiri. Pola penyampaian itu berbeda-beda.
Sesuai dengan perbedaan tata cara, keyakinan dan kondisi lingkungan. Hal yang
demikian nampak jelas dalam berbagai cara Qur’an menyeru berbagai golongan;
orang yang beriman, yang musyrik, yang munafik dan ahli kitab.
3. Ketiga
Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an. Sebab turunya
wahyu kepada Rasulullah SAW sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala
peristiwanya, baik dalam periode mekkah maupun madinah. Sejak permulaan
turun turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan. Qur’an adalah sumber pokok
bagi peri hidup Rosulullah SAW peri hidup beliau yang diriwayatkan ahli sejarah
harus sesuai dengan Qur’an dan Qur’an pun memberikan kata putus terhadap
perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.
A. Kesimpulan
Setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata Makki dan madani tidak hanya
dibedakan oleh tempat turunnya, tetapi juga dibedakan oleh isi, uslub dan lafadz
yang digunakan. Selain itu, tidak seluruh surat masuk kedalam makkiyah atau
madaniyah. Tetapi ada beberapa perincian lebih lanjut sesuai kondisi ayat-ayat
dan kejadian yang mengiri turunnya ayat tersebut.
Oleh karena itu mengetahui makki dan madani merupakan suatu hal yang penting,
baik dalam penafsiran dalam al-Qur’an pelaksanaan dakwah islam maupun
perjalanan sejarah pesyaratan hukum-hukum islam.
B. Saran
Dari beberapa penjelasan di atas tentang penulisan makkiyah dan
madaniyah pasti tidak terlepas dari esahan penulisan dan rangkaian kalimat dan
penyusunan makalah ini menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan seperti yang diharapakan oleh para pembaca dalam khusunya
pembimbing mata kuliah ilmu ulumul quran , oleh karena itu penulis makalah ini
mengharap kepada para pembaca mahasiswa dan dosen pembimbing mata kuliah
ini terdapat kritik dan saran yang sifatnya konstruktif dalam terselesainya makalah
ini yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dimulai dengan nida “Ya Ayyuhan Naasu” dan sejenisnya contoh: dalam surat
Al-Baqarah ayat 21 yang berbunyi
Artinya: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan kalian dan
orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah ayat
21).
Artinya:
Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa
enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya
lah mereka bersujud. (Q.S. Al-A’raf 206).
Artinya:
Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka
melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu
takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). (Q.S.Al-
A’raf:116).
6. Banyak terdapat lafal sumpah. Ialah ayat-ayat yang turun di Makkah dan
sekitarnya seperti Mina, Arafah dan Hubidiyah.
b. Madaniyah
c) Di dalamnya berisi izin jihad fisabilillah (berjuang di jalan Allah) dan hukum-
hukumnya, seperti talak, seperti dalam surat Al-Baqarah, Al-Anfal, At-Taubah:70
Dan Al-Hajj.
f) Berisi ayat-ayat nida’ yang ditujukan kepada penduduk Madaniyah yang islam
dan Khithab (perintah): ” Ya Ayyuhal Ladzina Amanu” yang dalam al-Qur’an ada
219 ayat.
Inilah macam-macam ilmu Qur’an yang pokok, berkisar disekitar makki dan
madani, oleh karenanya dinamakan makki dan madani. Adapun Contoh dari Ayat
Makkiyah dan Maaniyah yaitu sebagai berikut:
2. Yang Diperselisihkan
Sedankan yang diperselisihkan ada dua belas surah 1) Al-Fatihah, 2) Ar-
Ra’ad, 3) Ar-Rahman, 4) As-Shaf, 5) At-Taghabun, 6) At-Tatfif, 7) Al-Qadar, 8)
Al-Bayinah, 9) Az-Zalzalah, 10) Al-Ikhlas, 11) Al-Falaq, 12) An-Nisa’. Selain
yang diperselisihkan yang sudah disebutkan diatas, adalah surat makki, yaitu
delapan puluh surah, maka jumlah surah-surah Qur’an itu semuanya seratus empat
belas surah.
C. CARA-CARA MENGETAHUI MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Dalam menetapkan ayat-ayat Al-Qur’an yang termasuk kategori Makkiyah dan
Madaniyah, para sarjana muslim berpegangan teguh pada dua perangkat
pendekatan yaitu:
D. KEGUNAAN MEMPELAJARINYA