You are on page 1of 11

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan metode role playing (bermain
peran) dalam pembelajaran IPS yang dilakukan oleh Hadianto (2010) dengan
judul “Meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS pokok bahasan jual beli
melalui metode bermain peran siswa kelas III SDN Slateng Ledokombo
Kabupaten Jember”. Hasil penelitian menunjukkan ketuntasan belajar secara
klasikal sebesar 82,14. Penelitian ini menggunakan 2 siklus karena pada siklus I
belum tuntas.
Penelitian lain tentang peningkatan hasil belajar melalui metode role
playing (bermain peran) dilakukan oleh Zuhri (2010) dengan judul “Penerapan
Bermain Peran untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Pokok Bahasan
Pengambilan Keputusan dalam Perumusan Pancasila Mata Pelajaran PKn SDN
Tegalgede 02 Jember Tahun Ajaran 2009/2010”. Pada penelitian ini hasil belajar
siswa juga meningkat sebesar 80%.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2010) dengan
judul “Meningkatkan keterampilan berbicara melalui telepon siswa kelas III SDN
Ampel 01 Wuluhan dengan metode bermain peran”. Hasil penelitian
menunjukkan hasil belajar dan aktivitas siswa mengalami peningkatan dari pra
siklus, siklus 1 dan siklus 2. Siklus 1 hasil belajar siswa secara klasikal 64,7%,
dan mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 88,6%. Aktivitas siswa secara
klasikal dari pra siklus sebesar 53,9% meningkat pada siklus I sebesar 74%. Dan
pada siklus II aktivitas siswa mengalami peningkatan lagi sebesar 87,7%. Hal ini
terlihat pada saat siswa aktif bertanya, mengerjakan tugas, mengajukan pendapat
dan terlihat antusias dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia.
Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang masing-masing memiliki
persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada metode yang digunakan,
yaitu sama-sama menggunakan metode role playing (bermain peran) dalam
penelitian. Sedangkan perbedaannya, pada dua peneliti (Zuhri dan Damayanti)
metode role playing digunakana pada pembelajaran PKn dan Bahasa Indonesia.,

7
8

dan juga terletak pada tujuan dan tempat penelitiannya. Penelitian yang dilakukan
oleh Hadianto dan Zuhri bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar. Sedangkan
penelitian sekarang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar tetapi
juga aktivitas siswa. Penelitian yang dilakukan oleh ketiga peneliti terdahulu
(Hadianto, Zuhri, dan Damayanti) dijadikan acuan dalam penelitian sekarang.
Berdasarkan latar belakang masalah yang sama dan keberhasilan yang
diperoleh oleh ketiga peneliti terdahulu dalam menerapkan metode role playing
(bermain peran) sebagai solusi permasalahan yang terjadi dapat memberikan
kontribusi bagi peneliti untuk menggunakan metode role playing sebagai solusi
dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Dawuhan
Wetan 04 Lumajang.

2.2 Pembelajaran IPS


Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat
berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang
mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam
konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan
menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek
kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta
keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi
kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan
pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar
siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa
untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang
bersifat internal (Gagne dan Briggs, dalam http://blog.persimpangan.com/blog/
2007/08/06/pengertian-pembelajaran/, 2007).
Pembelajaran pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotorik siswa yang dikembangkan melalui pengalaman
belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan
memberi bantuan atau pertolongan kepada siswa agar siswa memperoleh
9

pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap atau tingkah laku setelah


pembelajaran selesai.
Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah
laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena
itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan
mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Tingkah laku manusia dalam
masyarakat itu banyak sekali aspeknya seperti aspek ekonomi, aspek sikap, aspek
mental, aspek budaya, aspek hubungan sosial, dan sebagainya.
IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti
sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu
politik, dan sebagainya. Mata pelajaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama,
sehingga dipadukan menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS). Dengan demikian jelas bahwa IPS adalah fusi dari disiplin-disiplin Ilmu-
ilmu Sosial. Dengan demikian sebenarnya IPS itu berinduk kepada Ilmu-ilmu
Sosial, dengan pengertian bahwa teori, konsep, prinsip yang diterapkan pada IPS
adalah teori, konsep, dan prinsip yang ada dan berlaku pada Ilmu-ilmu Sosial.
Ilmu Sosial dipergunakan untuk melakukan pendekatan, analisis, dan menyusun
alternatif pemecahan masalah sosial yang dilaksanakan pada pengajaran IPS.
Pembelajaran IPS merupakan upaya untuk membelajarkan siswa yang
mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu (pengetahuan, keterampilan,
sikap) terkait dengan semua aspek-aspek sosial dan ilmu-ilmu sosial dengan cara
efektif dan efisien.

2.3 Pembelajaran Konvensional


Ada beberapa pandangan yang berbeda mengenai pengertian pembelajaran
konvensional. Berikut ini beberapa pengertian pembelajaran konvensional
menurut para ahli (dalam http://faesabila.blogspot.com/2010/07/konvensional-vs-
hypnoteaching.html, 2010) :
1) Roestiyah N.K. (1998)
Pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang paling tradisional
dan telah lama dijalankan dalam sejarah Guruan ialah cara mengajar
dengan ceramah.
10

2) Djamarah (1996)
metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran
tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu
metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru
dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran.
3) Freire (1999)
Istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan
guruan ber-“gaya bank” (banking concept of education). Penyelenggaraan
guruan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang
harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.
4) Burrowes (2003)
Menurut Burrowes pembelajaran konvensional lebih menekankan pada
resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk
merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya
dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi
kehidupan nyata.

Selama ini banyak guru yang menggunakan metode pembelajaran


konvensional dalam proses mengajar. Secara umum yang dimaksud dengan
metode pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran dengan cara ceramah
dimana peran guru di sini aktif dan peserta didik cenderung pasif. Ada sebuah
pendapat yang menyatakan bahwa metode tersebut sudah tidak layak digunakan,
hingga kini sudah bermunculan berbagai metode pembelajaran baru namun pada
kenyataannya masih banyak guru yang menggunakan pembelajaran konvensional
dengan metode ceramah. Terlebih untuk pelajaran IPS yang sebagian besar
materinya berupa kajian teori-teori, guru lebih suka menjelaskan (ceramah),
mencatat dan memberi PR (Pekerjaan Rumah) atau tugas tambahan bila perlu.
Guru kurang kreatif dalam menggunakan metode-metode lain dan alat peraga
yang mendukung selain ceramah.
Pembelajaran konvensional sudah lama digunakan oleh generasi
sebelumnya sehingga sering disebut dengan pembelajaran yang tradisional.
Adapun pembelajaran konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut (dalam
http://faesabila.blogspot.com/2010/07/konvensional-vshypnoteaching.html, 2010):
1. Pembelajaran berpusat pada guru
2. Terjadi passive learning
3. Interaksi di antara siswa kurang
4. Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif
5. Penilaian bersifat sporadic
11

6. Lebih mengutamakan hafalan


7. Sumber belajar banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku
8. Mengutamakan hasil daripada proses.

Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model atau


metode-metode pembelajaran, di mana melalui metode pembelajaran yang
digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil
belajar yang optimal atau maksimal. Dengan demikian dapat dihasilkan output
yang berkualitas.

2.4 Metode Role Playing (Bermain Peran)


Metode role playing disebut juga sosiodrama, dalam proses pembelajaran,
diharapkan para guru dan para siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan
perasaan-perasaan. Metode bermain peran merupakan metode untuk
menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu
pertunjukan peran di dalam kelas/ pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai
bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap peran yang telah
ditampilkan. Dengan metode bermain peran (role playing) para peserta didik
mencoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakan
dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat
mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah
sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi
dan sosial.
Dengan bermain peran diharapkan siswa terampil atau menghayati dan
berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai
situasi. Dalam metode ini dapat melibatkan aspek-aspek kognitif dan afektif atas
dasar tokoh yang mereka perankan. Role playing termasuk permainan pendidikan
yang dapat dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, dan nilai,
dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berfikir orang lain.
Role Playing (Bermain Peran) termasuk dalam model-model pembelajaran
interaksi sosial, menekankan hubungan antara individu dengan masyarakat dan
12

dengan individu lainnya. Fokus model ini terletak pada proses, dimana dengan
proses ini realitas dinegosiasi memberikan prioritas pada perbaikan kemampuan
individu untuk berhubungan dengan yang lainnya, bergelut dengan proses
demokratik dan bekerja secara produktif dalam masyarakat.

2.4.1. Tujuan Dan Manfaat Role Playing


Berikut ini merupakan tujuan dan manfaat role playing menurut Shaftel
(dalam Hidayati et al, 2008:7-37) antara lain:
1. Agar menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam realita
hidup.
2. Agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana
akibatnya.
3. Untuk mempertajam indera dan rasa siswa terhadap sesuatu.
4. Sebagai penyaluran/pelepasan ketegangan dan perasaan-perasaan.
5. Sebagai alat mendiagnosa keadaan kemampuan siswa.
6. Pembentukan konsep secara mandiri.
7. Menggali peranan-peranan dari pada seseorang dalam suatu kehidupan
kejadian/keadaan.
8. Membina siswa dalam kemampuan memecahkan masalah, berfikir kritis,
analisis, berkomunikasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain.
9. Melatih anak ke arah mengendalikan dan membaharui perasaannya, cara
berfikirnya, dan perbuatannya.

2.4.2. Langkah-langkah Metode Role Playing


Adapun langkah-langkah metode Role Playing, Djahiri (dalam
http://meilanikasim.wordpress.com/2008/11/29/model-pembelajaran-ips/, 2008)
mengangkat urutan teknis yang dikembangkan Shaftel yang terdiri dari 9 langkah
dalam tabel berikut.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Metode Role Playing

No Urutan Langkah Kegiatan dan Pelakunya


1. Penjelasan umum 1.1 Mencari atau mengemukakan
permasalahan (oleh guru atau bersama
siswa).
1.2 Memperjelas masalah/ topik tersebut
(guru).
13

1.3 Mencari bahan-bahan, keterangan atau


penjelasan lebih lanjut, dengan
menunjukkan sumbernya (guru dan siswa)
1.4 Menjelaskan tujuan, makna dari role
playing.
2. Memilih para pelaku 2.1 Menganalisis peran yang harus dimainkan
(guru bersama siswa).
2.2 Memilih para pelakunya (dibantu guru).
3. Menentukan observer 3.1 Menentukan observer dan menjelaskan
tugas dan peranannya (guru dan siswa).
4. Menentukan jalan cerita 4.1 Gariskan jalan ceritanya.
4.2 Tegaskan peran-peran yang ada di
dalamnya.
4.3 Berikut gambaran situasi keadaan cerita
tersebut (guru + siswa).
5. Pelaksanaan (bermain) 5.1 Mulai melakonkan permainan tersebut.
5.2 Menjaga agar setiap peran berjalan.
5.3 Jagalah agar babakan-babakan terlihat
jelas.
6. Diskusi dan permainan 6.1 Telaah setiap peran, posisi, dan
permainan.
6.2 Diskusikan hal tersebut berikut saran
perbaikannya.
6.3 Siapkan permainan ulangan.
7. Permainan ulang dan 7.1 Seperti sub 5 dan sub 6
diskusi serta penelaahan
8. Mempertukarkan pikiran, 8.1 Setiap pelaku mengemukakan
pengalaman dan membuat pengalaman, perasaan dan pendapatnya.
kesimpulan 8.2 Observer mengemukakan penilaian
pendapatnya.
8.3 Siswa dan guru membuat kesimpulan dan
merangkainya dengan topik/ konsep yang
sedang dipelajarinya.
14

2.5 Aktivitas Belajar


Menurut Slameto (1995 : 2) belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik
sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri
seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Mengapa di dalam belajar
diperlukan aktivitas? Sebab pada prinsip belajar adalah berbuat. Berbuat untuk
mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak
ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat
penting di dalam interaksi belajar mengajar. Tanpa kegiatan tak mungkin seorang
belajar. Hal ini juga dibenarkan oleh setiap ahli pendidik.
Menurut Mulyono (dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-
aktifitas-belajar/, 2010) aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala
sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun
non-fisik, merupakan suatu aktifitas.
Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan
yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai
tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada
siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah
situasi belajar aktif. Seperti yang dikemukakan oleh Natawijaya (dalam
http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-aktifitas-belajar/, 2010) belajar
aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa
secara fisik, mental intelektual da emosional guna memperoleh hasil belajar
berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di
sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas
yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya
mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah
tradisional. Diedrich (dalam Nasution, 2000 : 91) membuat suatu daftar yang
15

berisi 177 macam kegiatan murid dan mengklasfikasikan aktivitas belajar tersebut
atas delapan kelompok, yaitu:
1. Visual activities (13) seperti membaca, memperhatikan: gambar,
demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.
2. Oral activities (43) seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interviu, diskusi, interupsi,
dan sebagainya.
3. Listening activities (11) seperti mendengarkan uraian, percakapan,diskusi,
musik, pidato, dan sebagainya.
4. Writing activities (22) seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes,
angket, menyalin dan sebagainya.
5. Drawing activities (8) seperti menggambar, membuat grafik, peta,
diagram, pola dan sebagainya.
6. Motor activities (47) seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi,
model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan
sebagainya.
7. Mental activities (23) seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.
8. Emotional activities (23) seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira,
berani, tenang, gugup, dan sebagainya.

Adapun aktivitas yang diamati dalam penelitian ini merupakan aktivitas


yang sudah disesuaikan dengan pembelajaran model bermain peran yang antara
lain:
1. Oral activities (kegiatan-kegiatan lisan) seperti bertanya, presentasi, dan
kerja sama.
2. Motor activities (kegiatan-kegiatan metrik) seperti model dan bermain
peran.
3. Mental activities (kegiatan-kegiatan mental) seperti memecahkan masalah.
4. Emotional activities (kegiatan-kegiatan emosional) seperti minat, berani,
dan tenang.

2.6 Hasil Belajar


Belajar adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan oleh individu agar
terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak
mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu itu atau anak
yang tadinya tidak terampil menjadi terampil. Belajar secara tradisional diartikan
16

sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengertian


belajar yang lebih modern diungkapkan Morgan dkk (dalam Sumantri dan
Permana, 1998 : 15) sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan
terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Definisi yang kedua ini memuat dua
unsur penting dalam belajar yaitu, pertama belajar adalah perubahan tingkah laku,
dan kedua perubahan yang terjadi adalah terjadi karena latihan atau pengalaman.
Hamalik (2001:28) menngemukakan, belajar adalah “Suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku
tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi,
emosional, hubungan sosial, jasmani, etis, budi pekerti dan sikap. Sedangkan
Sardiman (dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-aktifitas-belajar/,
2010) menyatakan “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia
dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun
teori”.
Menurut Dimyati dan Mudjiono ( 1999 : 250) hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Jadi, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Bila seseorang telah belajar akan terjadi
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi
Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara
lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah Afektif
17

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi
dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil
belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami
belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

2.7 Hipotesis Penelitian


Menurut Arikunto (dalam Zuriah, tanpa tahun) hipotesis didefinisikan
sebagai alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi problematika
yang diajukan dalam penelitiannya. Dugaan jawaban tersebut merupakan
kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data
yang dikumpulkan melalui penelitian. Berdasarkan latar belakang permasalahan
dan tinjauan pustaka, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:
a. Jika diterapkannya metode role playing dalam pembelajaran IPS pokok
bahasan kegiatan ekonomi, maka aktivitas belajar siswa kelas IV SDN
Dawuhan Wetan 04 Lumajang akan meningkat.
b. Jika diterapkannya metode role playing dalam pembelajaran IPS pokok
bahasan kegiatan ekonomi, maka hasil belajar siswa kelas IV SDN Dawuhan
Wetan 04 Lumajang akan meningkat.

You might also like