You are on page 1of 2

Pemboikotan, Konspirasi 

Quraisy
Masuk Islam-nya Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Khattab semakin
memperkuat posisi umat Islam di mata kaum kafir Quraisy. Ini bisa dimengerti karena
posisi kedua tokoh ini sangat penting di mata Quraisy. Hamzah adalah salah satu paman
Rasulullah saw, sementara Umar termasuk tokoh pemberani—dan karena itu sebelelum
masuk Islam, beliau termasuk yang diharapkan Rsulullah saw masuk Islam dalam
doanya. Tak heran, misalnya, setelah Umar telah masuk Islam, kegiatan umat Islam bisa
dilakukan dengan terang-terangan. Diriwayatkan dari Shuhaib bin Sinan ar-Rumi, “Ketika
Umar memeluk Islam, Islam tampak, diserukan secara terang-terangan, kami
mengadakan halaqah di sekitar Ka’bah, melakukan thawaf, membalas orang-orang yang
berbuat keras terhadap kami, dan menolak sebagian perbuatannya.”

Meskipun begitu, konspirasi jahat kaum kafir Quraisy tidak berhenti. Jika sebelum masuk
Islam-nya Hamzah dan Umar, intimidasi secara fisik menjadi andalan mereka—sehingga
sebagian sahabat diperintahkan Rasulullah saw berhijrah ke Abasinia—maka kini bentuk
intimidasi tidak lagi secara fisik orang per orang , melainkan lebih dahsyat lagi, yaitu
dengan melakukan pemboikotan total kepada umat Islam beserta keturunan Bani Hasyim
dan Bani Abdul Muththalib. Kaum kafir Quraisy bersepakat untuk memboikot Bani
Hasyim dan Bani Abdul Muththalib, kecuali Abu Lahab yang membelot kepada kaum kafir
Qurasy. Mereka melakukan bolikot dengan menulis perjanjian (shahifah) yang ditulis oleh
Manshur bin Ikrimah bin Amir bin Hasyim. Nota perjanjian itu kemudian digantung di
Ka’bah. Adapun isi perjanjian itu adalah:

 Mereka tidak menikah dengan wanita-wanita dari Bani Hasyim dan Bani Abdul
Muththalib.
 Mereka tidak minikahkan putri-putri mereka dengan orang-orang Bani Hasyim dan
Bani Abdul Muththalib.
 Mereka tidak menjual sesuatu apa pun kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul
Muththalib.
 Mereka tidak membeli sesuatu apa pun dari Bani Hasyim dan Bani Abdul
Muththalib.

(Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam I,
Darul Falah, 2004)

Mereka diboikot di Syi’ib Abu Thalib. Letaknya di kaki bukit Abu Qubays, bagian Mekkah
sebelah timur. Berbentuk sebuah pelataran sempit yang dikelilingi dinding batu terjal lagi
tinggi, tidak dapat dipanjat. Orang ganya dapat masuk keluar dari sebelah barat melalui
celah sempit setinggi kurang dari dua meter, yang hanya dapat dilewati unta dengan
susah payah (H. Fuad Hasyem, Sirah Muhammad Rasulullah Suatu Penafsiran Baru,
Mizan, 1990).

Pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun, yaitu dimulai tahun ke-7 kenabian
sampai tahun ke-10 kenabian. Bisa dibayangkan betapa susahnya hidup dalam keadaan
seperti itu. Mereka tidak tidak bisa keluar dari tempat ini kecuali pada bulan-bulan
haram. Mereka membeli dari kafilah yang dating ke mekkah dari luar daerah, tetapi
penduduk mekkah menghasut mereka agar menaikkan harga barang-barang dagangan
mereka sehingga kaum Muslimin tidak dapat membelinya. Tak heran jika mereka banyak
yang makan dedaunan dan kulit binatang. Tidak ada pasokan makanan, kecuali yang
diselundupkan secara sembunyi-sembunyi dalam jumlah yang terbatas—,isalnya yang
dilakukan Hakim bin Hizam, keponakan Khadijah. (Syaikh Shafiyyur Rahman Al
Mubarakfury, Sejarah Hidup Muhammad Sirah Nabawiyah, Rabbani Press, 2002).

1
Anggota klan yang bukan Islam memprotes Muhammad saw, yang dianggap biang keladi
dari semua penderitaan. Khadijah, istri Rasulullah saw merasakan sengsaranya hidup
dalam boikot, suatu keadaan yang belum pernah dialaminya—serba kekuarangan
pangan, padahal beliau adalah orang kaya. Abu Bakar, yang dilaporkan punya uang
50.000 dirham ketika masuk Islam, ternyata hanya memiliki 4.000 dirham di saat hijrah
ke Madinah. Ia memang menebus budak, tetapi jika harga budak sekitar 400 dirham per
orang, sedang ia membebaskan tujuh budak, berarti cuma menghabiskan 2.800 dirham.
Dalam pemboikotan inilah mungkin harta Abu Bakar terkuras (H. Fuad Hasyem, 1990).

Sekalipun begitu, semangat Rasulullah saw tak pernah lekang. Dakwah Islam tetap
dilancarkan. Rasulullah saw punya peluang khusus dalam bulan-bulan suci; yaitu bulan
“Muharam”, yang diharamkam kekerasan, bulan Rajab yang dihormati, bulan Dzulqa’dah
bulan damai, dan bulan Dzulhijjah bulan berhaji. Di empat bulan itu Rasulullah saw
bebas berkhutbah, bertemu dengan berbagai kalangan dari seluruh penjuru jazirah.

Akhir Pemboikotan

Sebenarnya tidak semua kaum kafir Quraisy bersepakat dengan nota perjanjian itu.
Karena itu. Setelah beberapa tahun berlalu, sebagian dari mereka bersepakat untuk
membatalkan nota perjanjian itu. Pelopornya adalah Hisyam bin Amr Rabi’ah. Mula-mula
ia menemui Zuhar bin Abu Umayyah, “Hai Zubair, apakah engkau rela, kalau engkau
makan makanan, mengenakan pakaian, menikahi wanita-wanita, sedang paman dari
jalur ibumu seperti yang engkau ketahui tidak boleh menjual, tidak boleh membeli dari
manusia, tidak boleh menikah dan tidak boleh menikahkan putrid-putri mereka kepada
manusia lain? Sungguh aku bersumpah kepada Allah, seandaimya mereka adalah
paman-paman Abu Al Hakam bin Hisyam kemudian engkau ajak mereka kepada sesuatu
yang engkau diajak kepadanya, maka tidak ada seorang pun dari mereka yang
menjawab seruanmu selama-lamanya.”

Zuhair bin Abu Umayyah berkata, “Celaka engkau Hisyam, apa yang bisa saya kerjakan?
Saya hanya seorang diri. Demi Allah, jika saya didukung orang lain, saya pasti
membatalkan shahifah tersebut.” Hisyam bin Amr berkata, “Ada seseorang yang
mendukungmu.” Zuhair bin Abu Umayyah berkata, “Siapa?” Hisyam bin Amr berkata,
“Saya.” Zuhair bin Abu Umayyah berkata, “Carilah orang ketiga!” Abu Muhammad Abdul
Malik bin Hisyam Al Muafiri, 2004).

Begitulah seterusnya pencarian dukungan itu dilakukan oleh Hisyam bin Amr sampai
ketemu lima orang yaitu Hisyam bin Amr, Zubair bin Abu Umayyah, Al Muthi’im bin Adi,
Al Bakhtari bin Hisyam, Zama’ah bin Al Aswad bin Muththalib. Kelima orang inilah yang
akhirnya pergi ke Ka’bah berniat merobek nota perjanjian (shahifah). Setelah berdebat
dengan Abu Lahab, akhirnya nota perjanjian itu benar-benar akan disobek, namun
belumlah mereka melakukan, nota perjanjian itu telah dimakan rayap sehingga hanya
tersisa tulisan “dengan nama-Mu ya Allah”.

You might also like