You are on page 1of 36

 

 
 

 
ORGANIZATIONAL CULTURE 
 
 
 
 
 
Disusun oleh 
 
Dehan Supandi (55108120020) 
Alain D Wiatmana (55108120021) 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN 
UNIVERSITAS MERCU BUANA 
DAFTAR ISI

Halaman

I. BUDAYA ORGANISASI

1.1 Suatu Definisi………………………………........................................ 1

1.2 Tipologi Budaya.................................................................................... 3

1.3 Budaya Merupakan Istilah Deskriptif................................................... 5

1.4 Organisasi mempunyai Budaya yang Seragam..................................... 5

1.5 Budaya Kuat Lawan Budaya Lemah.................................................... 6

1.6 Budaya Organisasi Lawan Budaya Nasional........................................ 7

II. YANG DILAKUKAN BUDAYA

2.1 Fungsi Budaya……………………...................................................... 8

2.2 Budaya Sebagai Suatu Beban……....................................................... 8

III. MENCIPTAKAN DAN MEMPERTAHANKAN BUDAYA

3.1 Bagaimana suatu Budaya Mulai……………………………………... 11

3.2 Menjaga Hidupnya suatu Budaya……………………………............ 12

IV. KARYAWAN MEMPELAJARI BUDAYA

4.1 Cerita…………………….................................................................... 15

4.2 Ritual…………………………………................................................ 15

4.3 Lambang Materi……………………………....................................... 15

4.4 Bahasa……………………….............................................................. 16

i
V. BUDAYA ORGANISASI DAN EFEKTIVITAS ORGANISASI

Budaya Organisasi dan Efektivitas Organisasi....................................... 17

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUDAYA

ORGANISASI

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi............................. 22

VII. TEHNIK-TEHNIK MANAJEMEN DALAM MENGUBAH

BUDAYA ORGANISASI

7.1 Langkah-langkah dalam perubahan budaya......................................... 25

7.2 Merencanakan Budaya Organisasi yang diinginkan............................ 25

7.3 Mengubah budaya organisasi............................................................... 27

7.4 Tambahan dalam perubahan budaya organisasi................................... 28

VIII. STUDI KASUS BUDAYA ORGANISASI

8.1 Nissan Motor Indonesia……………………………………………... 30

KESIMPULAN 31

DAFTAR PUSTAKA 33

ii
I. BUDAYA ORGANISASI

1.1 Suatu Definisi

Tampaknya ada kesepakatan yang luas bahwa budaya organisasi mengacu

ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang

membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya

yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik

dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan

masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak

menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat

menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku

atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam

organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi

efektivitas organisasi secara keseluruhan.

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut

beberapa ahli :

a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn

(2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai

yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari

anggota organisasi itu sendiri.

b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar

(2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan

1
bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau

yang ada pada bagian-bagian organisasi.

c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi

bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.

d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang

diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,

membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan

mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan

kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar

dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan

sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan

dan cara para karyawan berperilaku.

Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam

penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi,

yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota

organisasi.

Riset paling baru mengemukakan tujuh karakteristik primer berikut yang,

bersama-sama, menangkap hakikat dari budaya suatu organisasi (Robbins,

1996:289) :

1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung

untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.

2
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan

menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.

3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil

bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai

hasil tersebut.

4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen

memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.

5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-

tim, bukannya individu.

6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.

7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya

organisasi yang sudah baik.

Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan

diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi

dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai

organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota

berperilaku.

1.2 Tipologi Budaya

Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada

empat tipe budaya organisasi :

1. Akademi

3
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka

pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi

yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti,

dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.

2. Kelab

Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana

perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri

dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan

mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.

3. Tim Bisbol

Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan

juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga

lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari

orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga

menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi

mereka yang sangat berprestasi.

4. Benteng

Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik.

Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi

dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki

suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.

4
1.3 Budaya Merupakan Istilah Deskriptif

Budaya organisasi itu berhubungan dengan bagaimana karyawan

mempersepsikan karakteristik dari budaya suatu organisasi, tidak dengan apakah

mereka menyukai budaya itu atau tidak. Artinya, budaya itu merupakan suatu

istilah deskriptif. Ini penting karena hal ini memperbedakan konsep ini dari

konsep kepuasan kerja

Riset mengenai budaya organisasi telah berupaya mengukur bagaimana

karyawan memandang organisasinya: Apakah organisasi itu mendorong kerja tim

? Apakah organisasi itu mengimbali inovasi ? Apakah melumpuhkan prakarsa ?

Sebaliknya, kepuasan kerja berupaya mengukur respons afektif terhadap

lingkungan kerja. Kepuasan kerja berhubungan dengan bagaimana perasaan

karyawan merasa menyangkut harapan organisasi itu, praktik impbalan, dan yang

serupa. Meskipun tidak diragukan kedua istilah itu mempunyai karakteristik yang

tumpang tindih, hendaknya diingat bahwa istilah budaya organisasi adalah

deskriptif; kepuasan kerja adalah evaluatif.

1.4 Organisasi Mempunyai Budaya yang Seragam

Budaya organisasi menyatakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh

anggota-anggota organisasi itu. Ini dijadikan eksplisit bila kita mendefinisikan

budaya sebagai suatu sistem dari makna bersama (share). Oleh karena itu kita

akan mengharapkan bahwa individu-individu dengan latar belakang yang

5
berlainan atau pada tingkat-tingkat yang berlainan dengan organisasi itu akan

cenderung memerikan budaya organisasi dalam istilah-istilah yang serupa.

Tetapi pengakuan bahwa budaya organisasi mempunyai sifat-sifat bersama

tidaklah berarti bahwa tidak terdapat ada anak budaya (subkultur) di dalam setiap

budaya yang ada. Kebanyakan organisasi besar mempunyai suatu budaya yang

dominan dan sejumlah anak budaya.

Budaya dominan adalah mengungkapkan nilai-nilai inti yang dianut bersama

oleh suatu mayoritas anggota organisasi.

Anak budaya adalah budaya-budaya mini di dalam suatu organisasi, yang

lazimnya ditentukan oleh rambu departemen dan pemisahan geografis.

Nilai inti adalah nilai primer atau dominan yang diterima baik di seluruh

organisasi itu.

1.5 Budaya Kuat Lawan Budaya Lemah

Membedakan budaya kuat dan lemah telah menjadi makin populer. Disini

diartikan bahwa budaya kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada perilaku

karyawan dan lebih langsung di kaitkan pada pengurangan tingkat keluarnya

karyawan.

Dalam suatu budaya kuat, nilai inti organisasi itu dipegang secara intensif

dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-

nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, makin kuat

budaya tersebut.

6
Suatu hasil spesifik dari suatu budaya yang kuat seharusnya adalah

menurunnya tingkat keluarnya karyawan. Suatu budaya yang kuat memperhatikan

kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan

oleh organisasi itu. Kebulatan maksud semacam itu membina kekohesifan,

kesetiaan, dan komitmen organisasi. Selanjutnya kualitas ini mengurangi

kecenderungan karyawan untuk menginggalkan organisasi itu.

Sedangkan budaya lemah adalah kebalikan dari adanya budaya lemah

tersebut.

1.6 Budaya Organisasi Lawan Budaya Nasional

Perbedaan Nasional, yaitu perbedaan budaya bangsa harus diambil sebagai

salah satu acuan penting untuk memprediksi secara akurat untuk mengetahui

perilaku organisasi di beberapa negara. Apakah perilaku organisasi yaitu sebuah

perusahaan multinasional di suatu negara, apakah akan lebih merefleksikan

budaya di negara tersebut atau budaya perusaahaan itu sendiri?

Dari beberapa penelitian, diindikasikan bahwa budaya nasional mempunyai

pengaruh yang sangat besar terhadap budaya organisasi. Ini berarti bahwa budaya

nasional jauh lebih memberikan pengaruh pada perilaku karyawan dibandingkan

dengan budaya perusahaan.

7
II. YANG DILAKUKAN BUDAYA

2.1 Fungsi Budaya

Budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi. Berikut

fungsi budaya. Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai

berikut:

a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang

lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas

daripada kepentingan diri individual seseorang.

d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan

organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk

dilakukan oleh karyawan.

e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu

dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

2.2 Budaya sebagai suatu Beban

Kita memperlakukan budaya dalam suatu cara yang tidak menghakimi. Kita

tidak mengatakan bahwa budaya itu baik atau buruk; kita hanya mengatakan

bahwa budaya itu ada. Banyak dari fungsinya, seperti diikhtisarkan, benilai untuk

organisasi mapun karyawan. Budaya meningkatkan komitmen organisasi dan

meningkatkan kosistesi dari perilaku karyawan. Jelas ini memberi manfaat kepada

8
organisasi dari titik pandang seorang karyawan, budaya bernilai karena

mengurangi kedwiartian. Budaya memberitahu para karyawan bagaimana segala

sesuatu dilakukan dan apa yang penting. Namun kita tidak boleh mengabaikan

aspek budaya yang secara potensial bersifat disfungsional, teristimewa budaya

yang kuat, pada keefektifan suatu organisasi.

Penghalang terhadap perubahan, budaya merupakan suatu beban, bilaman

nilai-nilai bersama tidak cocok dengan nilai yang akan meningkatkan keefektifan

organisasi itu. Ini paling mungkin terjadi bila lingkungan organisasi itu dinamis.

Bila lingkungan itu mengalami perubahan yang cepat, budaya yang telah berakar

dari organisasi itu mungkin tidak lagi tepat. Jadi konsistensi perilaku merupakan

suatu aset bagi suatu organisasi bila organisasi itu menghadapi suatu lingkungan

yang mantap. Tetap konsistensi itu dapat membebani organisasi itu dan

menyulitkan untuk menanggapi perubahan-perubahan dalam lingkungan iru.

Penghalang terhadap keanekaragaman, mempekerjakan karyawan-

karyawan yang baru, karena ras, kelamin, etnis, atau perbedaan lain, tidak sama

dengan mayoritas anggota organisasi, menciptakan suatu paradoks. Manajemen

menginginkan karyawan baru itu menerima baik nilai budaya inti dari organisasi

itu. Bila tidak, karyawan ini keci kemungkinan cocok atau dapat diterima. Tetapi

sekaligus manajemen ingin mengumumkan secara terbuka dan menunjukkan

dukungan akan perbedaan-perbedaan yang dibawa karyawan ini ke tempat kerja.

9
Penghalang terhadap merjer dan akuisisi, secara historis faktor-faktor utama

yang dipandang oleh manajemen dalam mengambil keputusan merjer atau akuisisi

dikaitkan dengan keuntungan finansial atau sinergi produk.

10
III. MENCIPTAKAN DAN MEMPERTAHANKAN BUDAYA

3.1 Bagaimana Suatu Budaya Mulai

Kebiasaan dewasa ini, tradisi, dan cara umum melakukan segala sesuatu

sebagian besar disebabkan oleh apa yang dilakukannya sebelumya dn tingkat

keberhasilan yang telah diperoleh dengan usaha keras tersebut. Ini membimbing

kita ke sumber paling akhir dari budaya suatu organisasi: pendirinya.

Para pendiri suatu organisasi secara tradisional mempunyai dampak utama

pada budaya dini organisasi tersebut. Mereka mempunyai suatu visi (pengihatan)

mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Mereka tidak dikendalai oleh

kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang lazim mencirikan

organisasi baru mempermudah pemaksaan pendiri akan visinya pada semua

anggota organisasi.

Budaya Microsoft sebagian besar merupakan suatu renungan dari salah

seorang pendiri dan dirut dewasa ini, Bill Gates. Secara pribadi Gates seorang

yang agresif, kompetitif, dan sangat disiplin. Karakteristik yang sama yang sering

digunakan untuk memerikan raksasa perangkat lunak yang dikepalaiya. Contoh

kontemporer lain dari para pendiri yang telah mempunyai dampak yang tidak

dapat diukur pada budaya organisasi mereka adalah Steve Jobs pada Apple

Computer, Akio Morita pada Sony dan Ray Kroc pada McDonald’s.

11
3.2 Menjaga Hidupnya Suatu Budaya

Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi untuk

mempertahankannya dengan memberikan kepada para karyawannya seperangkat

pengalaman yang serupa. Misalnya, banyak praktek sumber daya manusia yang

memperkuat budaya organisasi itu. Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja,

kegiatan pelatihan dan pengembangan karir dan promosi. Tiga kekuatan

memainkan bagian sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya, praktek

seleksi, tindakan manajemen puncak dan metode sosialisasi.

a. Seleksi

Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan

mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses

di dalam organisasi itu. Upaya untuk memastikan suatu kecocokan yang

tepat ini, sengaja atau tidak, akan sampai pada hasil mempekerjakan orang

yang pada hakekatnya mempunyai nilai yang konsisten dengan nilai-nilai

organisasi itu, atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari nilai-nilai itu.

Disamping itu, proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar

mengenai organisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi itu, dan

jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dan nilai

organisasi, mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar.

12
b. Manajemen Puncak

Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya

organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka

berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang merembes

kebawah sepanjang organisasi.

c. Sosialisasi

Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan organisasi itu dalam

perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi

dalam budaya organisasi itu. Mungkin yang paling penting, karena mereka

tidak kenal baik dengan budaya organisasi, karyawan baru agak potensial

mengganggu keyakinan dan kebiasaan yang ada. Oleh karena itu

organisasi itu akan berniat membantu karyawan baru menyesuaikan diri

dengan budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi. Sosialisasi

dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap :

1. Prakedatangan, kurun waktu pembelajaran dalam proses sosialisasi

yang terjadi sebelum seorang karyawan baru bergabung dengan

organisasi itu.

2. Perjumpaan, tahap dalam proses sosialisasi dalam mana seorang

karyawan baru menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan

menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat

berbeda.

13
3. Metamorfosis, tahap dalam proses sosialisasi dalam mana seseorang

karyawan baru menyesuaikan diri pada nilai dan norma kelompok

kerjanya

14
IV. KARYAWAN MEMPELAJARI BUDAYA

Budaya diteruskan kepada para karyawan dalam sejumlah ragam; paling

ampuh adalah cerita, ritual, lambang materi dan bahasa.

4.1 Cerita

Cerita-cerita ini beredar dalam banyak organisasi. Cerita-cerita ini khususnya

berisi dongeng dari peristiwa mengenai pendiri organisasi, pelanggaran aturan,

suskses dari miskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi

terhadap kesalahan masa lalu, dan mengatasi masalah organisasi. Cerita-cerita ini

menjangkarkan masa kini pada masa lampau dan memberikan penjelasan dan

pengesahan untuk praktek-praktek dewasa ini.

4.2 Ritual

Deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-

nilai utama organisasi itu.

4.3 Lambang Materi

Beberapa korporasi memberikan kepada eksekutif puncak mereka limosin

bersopir dan bila mereka melakukan perjalanan udara, penggunaan jet korporasi

tanpa pembatasan. Yang lain mungkin tidak mendapatkan limosin atau jet pribadi,

tetapi mereka mungkin masih mendapatkan sebuah mobil dan perjalan udaranya

dibayar oleh perusahaan. Lambang materi ini menghantarkan kepada para

karyawan siapa yang penting, sejauh mana egalitarianisme yang diinginkan oleh

eksekutif puncak dan perilaku yang tepat.

15
4.4 Bahasa

Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi menggunakan bahasa sebagai

suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya.

Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan mereka akan

budaya itu dan dengan berbuat seperti itu membantu melestarikannya.

Dengan berjalanya waktu, organisasi-organisasi sering mengembangkan

istilah yang unik untuk memerikan peralatan, kantor, personil utama, pemasok,

pelanggan, atau produk yang berkaitan dengan bisnisnya. Karyawan baru sering

dibanjiri dengan akronim dan jargon yang ada. Sekali diserap, peristilahan ini

bertindak sebagai suatu sebutan persamaan yang menyatukan anggota-anggota

dari suatu budaya atau anak budaya tertentu.

16
V. BUDAYA ORGANISASI DAN EFEKTIFITAS

ORGANISASI

Robbins (1990: 49) mendefinisikan efektifitas organisasi sebagai suatu

tingkat dimana suatu organisasi dapat merealisasikan tujuannya. Pertanyaan

berikutnya adalah bagaimana mengukur/menguji efektivitas organisasi? Beberapa

teori dan hasil penelitian telah menawarkan beberapa model untuk menguji

efektivitas organisasi.

Beberapa Pendekatan Dalam Pengujian Efektifitas Organisasi

Robbins (1990:53) mengklasifikasikan empat pendekatan dalam mempelajari

efektifitas organisasi, yaitu:

a) Pendekatan Pencapaian Tujuan (The Goal Attainment Approach).

Pendekatan ini menunjukkan bahwa suatu efektifitas organisasi dinilai

lebih pada kaitannya dengan tujuan akhir daripada dengan prosesnya.

Kriteria yang umum digunakan dalam pendekatan ini adalah maksimasi

laba. Dengan demikian asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini

seluruh kriteria yang digunakan harus dapat diukur (measureable).

b) Pendekatan Sistem (The System Approach). Pendekatan ini tidak

menekankan pada tujuan akhir tetapi memasukkan seluruh criteria dalam

satu element dan masing-masing akan saling berinteraksi. Pendekatan

sistem ini menekankan pada kelangsungan hidup organisasi untuk jangka

waktu panjang.

17
c) Pendekatan Konstituen Strategis (The Strategic-Constituencies).

Pendekatan ini menunjukkan bahwa organisasi yang efektif adalah

organisasi yang dapat memuaskan keinginan para konstituen dalam

lingkungannya. Masing-masing konstituen tersebut mempunyai keinginan

yang berbeda-beda. Pemilik berkeinginan untuk memperoleh return on

investment yang tinggi, karyawan akan menginginkan kompensasi yang

memadai, pelanggan menginginkan kemampuan membayar hutang,

demikian juga dengan pihak-pihak lainnya akan mempunyai keinginan

yang unik.

d) Pendekatan nilai-nilai persaingan (The Competing-Value Approach).

Pendekatan ini menawarkan suatu kerangka yang lebih integrative dan

lebih variatif, karena kriteria yang dipilih dan digunakan tergantung pada

posisi dan kepentingan masing-masing dalam suatu organisasi.

Sehubungan dengan tingkat variatif yang relative tinggi, maka terdapat

tiga perangkat dasar nilai-nilai, yaitu:

1) fleksibilitas versus pengendalian,

2) manusia versus organisasi,

3) proses versus tujuan akhir.

Budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis terhadap

kesuksesan suatu organisasi, misalnya untuk membangun kinerja ekonomi dan

kinerja organisasionalnya dalam jangka panjang sebagai sarana bagi anggota

18
organisasi untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai tujuannya. Sejauh mana

budaya mempengaruhi efektifitas organisasi dapat diketahui dengan melihat

kuat atau lemahnya budaya organisasi tersebut.

Robbins (1996) mengemukakan bahwa organisasi dengan budaya yang

lemah, individu di dalamnya tidak memiliki kesiapan akan terjadinya sebuah

perubahan. Mereka lebih menyukai nilai-nilai, baik nilai-nilai individu maupun

nilai-nilai kelompok yang selama ini telah dimiliki. Mereka juga lebih menyukai

cara kerja yang selama ini telah mereka lakukan dan menolak adanya

perubahan, terutama perubahan yang menuntut kemampuan dan ketrampilan

baru untuk memenuhi tuntutan dan kewajiban yang diharapkan.

Apabila komponen dalam organisasi tidak mampu menyesuaikan diri

dengan perubahan, maka hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan organisasi. Selanjutnya berdampak pada efektivitas organisasi itu

sendiri.

Di sisi lain, adanya nilai inti (core value) dari organisasi yang dianut

dengan kuat, diatur dengan baik, dan dirasakan secara meluas merupakan cirri

dari budaya organisasi yang kuat. Semakin banyak anggota organisasi yang

menerima nilai-nilai inti (core values), memahami dan menyetujui jajaran

tingkat kepentingannya, dan tingginya komitmen tehadap organisasi, maka

semakin kuat budaya tersebut. Dengan adanya budaya organisasi yang kuat dan

sehat di setiap perusahaan akan berdampak positif di perusahaan tersebut.

19
Dengan adanya budaya organisasi kuat dan sehat dapat difungsikan sebagi

tuntutan yang mengikat para karyawan karena diformulasikan secara formal ke

dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan demikian budaya

organisasi akan menciptakan peningkatan produktifitas, dan kinerja. Budaya

organisasi yang kuat dapat mempengaruhi efektivitas organisasi, karena untuk

mencapai efektivitas maka dibutuhkan budaya organisasi, strategi, lingkungan,

dan teknologi yang sesuai. Budaya organisasi lebih kuat apabila terdapat

kecocokan budaya (culture fit) dengan variabel-variabel penting lainnya,

meliputi: strategi, lingkungan, dan teknologi (Robbins, 1990).

Kanungo dan Jaeger (Smith, dkk: 2001) juga mengemukakan bahwa

kecocokan budaya (culture fit) menentukan efektivitas organisasi. Budaya yang

dimaksud di sini mencakup: lingkungan fisik dan sosio-politik, yang meliputi

konteks ekologi, sosialisasi, hukum, dan sistem politik yang sangat berpengaruh

terhadap lingkungan perusahaan yang mencakup karakteristik pasar,

kepemilikan (ownership), sifat industri, dan sebagainya. Hal ini mempengaruhi

budaya kerja dalam organisasi, yang diterapkan pada sejumlah kegiatan HRM

(human resource management), yang antara lain meliputi: desain pekerjaan,

pengawasan, dan prosedur pemberian reward.

Budaya yang kuat juga akan meningkatkan perilaku yang konsisten dari

anggota organisasi. Oleh karena itu, budaya dapat dijadikan sebagai sarana yang

kuat untuk mengontrol dan dapat bertindak sebagai sebuah substitusi bagi

formalisasi. Semakin kuat budaya suatu organisasi maka semakin lemah atau

20
rendah formalisasi yang berlaku di oraganisasi tersebut. Kebutuhan manajemen

untuk mengembangkan peraturan dan kebijakan formal sebagai pedoman

perilaku kerja anggota organisasi makin kurang. Pedoman tersebut akan

dipahami dan diterima oleh anggota organisasi apabila mereka menerima

budaya organisasi tersebut.

21
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUDAYA

ORGANISASI

Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa : “being developed as they learn to cope

with problems of external adaptation anda internal integration (Pembentukan

budaya organisasi terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah,

baik masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah

internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi).( Opcit Ndraha,

P.76).

Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali oleh para pendiri

(founder) institusi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

o Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi.

o Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang sepaham dan

setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.

o Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.

Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang diterapkan dalam

suatu organisasi yang membagi “Sharing Assumption”( loc.cit Vijay Sathe, p. 18)

Sharing berarti berbagi nilai yang sama atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak

mungkin warga organisasi. Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap sebagai

faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi menjadi :

o Share thing, misalnya pakaian seragam seperti pakaian Korpri untuk PNS,

batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi tersebut.

22
o Share saying, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, ungkapan slogan,

pemeo seperti didunia pendidikan terdapat istilah Tut wuri handayani,

Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur diperguruan muhammadiyah.

o Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial sebagai bentuk

aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu organisasi seperti istilah mapalus

di Sulawesi, nguopin di Bali.

o Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat, acara wisuda

mahasiswa dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut pendapat dari Dr. Bennet Silalahi bahwa budaya

organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai (Values) yang pada intinya faktor

yang terkandung dalam budaya organisasi.( Silalahi,2004:8) harus mencakup

faktor-faktor antara lain : Keyakinan, Nilai, Norma, Gaya, Kredo dan Keyakinan

terhadap kemampuan pekerja

Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi tersebut harus didahului

oleh adanya integrasi atau kesatuan pandangan barulah pendekatan manajerial

(Bennet, loc.cit, p.43)

bisa dilaksanakan antara lain berupa :

o Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.

o Menentukan batas-batas antar kelompok.

o Distribusi wewenang dan status.

o Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat yang mendukung norma

kebersamaan.

23
o Menentukan imbalan dan ganjaran

o Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.

Selain share assumption dari Sathe, faktor value dan integrasi dari Bennet

ada beberapa faktor pembentuk budaya organisasi lainnya dari hasil penelitian

David Drennan selama sepuluh tahun telah ditemukan dua belas faktor

pembentuk budaya organisasi /perusahaan/budaya kerja/budaya akdemis (

Republika, 27 Juli 1994:8) yaitu :

o Pengaruh dari pimpinan /pihak yayasan yang dominan

o Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama.

o Teknologi, produksi dan jasa

o Industri dan kompetisinya/ persaingan.

o Pelanggan/stakehoulder akademis

o Harapan perusahaan/organisasi

o Sistem informasi dan kontrol

o Peraturan dan lingkungan perusahaan

o Prosedur dan kebijakan

o Sistem imbalan dan pengukuran

o Organisasi dan sumber daya

o Tujuan, nilai dan motto.

24
VII. TEHNIK-TEHNIK MANAJEMEN DALAM MENGUBAH

BUDAYA ORGANISASI

7.1 Langkah-langkah Dalam Perubahan Budaya

Ada tiga langkah penting yang dilakukan dalam perubahan budaya

organisasi.

1. Sebelum organisasi bisa mengubah budayanya, pertama harus

memahami budaya yang ada, atau menggunakan cara yang ada saat ini.

2. Setelah memahami budaya organisasi yang ada saat ini, organisasi

dimasa datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bisa

mendukung kesuksesan. Visi apa yang dimiliki organisasi untuk masa

depannya dan bagaimana seharusnya perubahan budaya bisa mendukung

pemenuhan visi tersebut?

3. Terakhir, individu dalam organisasi harus memutuskan untuk mengubah

perilaku mereka untuk menciptakan budaya organisasi yang diinginkan.

Ini adalah langkah tersulit dalam perubahan budaya.

7.2 Merencanakan Budaya Organisasi yang Diinginkan

Organisasi harus merencanakan kemana tujuan mereka sebelum mencoba

membuat perubahan dalam budaya organisasi. Dengan gambaran yang jelas

dimana arah perusahaan, organisasi bisa merencanakan kemana arah selanjutnya.

Misi, visi, dan nilai: untuk memberikan kerangka penilaian dan evaluasi

budaya organisasi, organisasi ini harus mengembangkan gambaran masa depan

25
yang diinginkan. Apa yang ingin diciptakan organisasi dimasa datang? Misi, visi,

dan nilai harus diuji, baik strateginya dan nilai yang berdasarkan komponen

organisasi. Tim manajemen organisasi harus menjawab pertanyaan-pertanyaan

berikut:

1. Apa 5 nilai terpenting yang ingin dilihat untuk mewakili budaya

organisasi?

2. Apakah nilai-nilai ini sesuai dengan budaya organisasi saat ini? apakah

mereka ada? Jika tidak, mengapa tidak? Jika mereka tidak begitu penting

mengapa? Jika mereka sangat penting, mengapa organisasi tidak mencapai

nilai-nilai ini?

3. Apa yang diperlukan untuk menciptakan budaya yang diinginkan oleh

organisasi? Kita tidak bisa mengubah budaya organisasi tanpa mengetahui

kemana organisasi ingin berada atau elemen apa dalam budaya organisasi

yang perlu diubah. Elemen-elemen budaya apa yang mendukung

keberhasilan organisasi, atau tidak? Misalnya, tim memutuskan bahwa

organisasi terlalu banyak menggunakan waktu untuk saling menyetujui

daripada menantang asumsi dan prediksi anggota tim, yang biasanya salah.

Pada contoh kedua, anggota tim manajemen inti, yang seharusnya memimpin

perusahaan, menghabiskan waktu team building dengan berbagai anggota tim

yang berbeda dengan basis individu, dan menjadi kerusakan fungsi keseluruhan

kelompok. Ketiga, karyawan perusahaan seperti membuat keputusan, tapi,

26
sebenarnya, sedang menunggu "berkah" dari pemilik atau pendiri perusahaan

yang maju kedepan dengan perusahaan.

Di masing-masing situasi ini, komponen budaya organisasi akan menjaga

langkah kedepan perusahaan dengan kesuksesan yang sepadan. Hambatan-

hambatan budaya harus diidentifikasikan dan diputuskan untuk diubah.

Namun, dengan mengetahui seperti apa budaya organisasi yang diinginkan

belumlah cukup. Organisasi harus menciptakan rencana untuk memastikan bahwa

budaya organisasi yang diinginkan menjadi kenyataan.

7.3 Mengubah Budaya Organisasi

Lebih sulit untuk mengubah budaya sebuah organisasi yang eksis daripada

menciptakan budaya didalam organisasi baru. Jika budaya organisasi telah

ditetapkan, orang harus melepaskan nilai-nilai lama, asumsi, dan perilaku sebelum

mereka belajar yang baru.

Dua elemen terpenting dalam menciptakan perubahan budaya organisasi

adalah dukungan eksekutif dan pelatihan.

- Dukungan eksekutif: eksekutif dalam organisasi harus mendukung

perubahan budaya, selain dukungan verbal. Mereka harus menunjukkan

dukungan perilaku untuk perubahan budaya. Eksekutif harus memimpin

perubahan dengan mengubah perilaku mereka. Ini sangat penting bagi para

eksekutif untuk mendukung perubahan secara konsisten.

27
- Pelatihan: perubahan budaya tergantung pada perubahan perilaku.

Anggota organisasi harus memahami dengan jelas apa yang diharapkan

dari mereka, dan harus tahu bagaimana melakukan kebiasaan baru, setelah

ditentukan. Training bisa jadi sangat berguna baik untuk

mengkomunikasikan harapan dan mengajarkan kebiasaan baru.

7.4 Tambahan dalam Perubahan Budaya Organisasi

Komponen penting lainnya dalam perubahan budaya organisasi adalah :

1. Menciptakan pernyataan nilai dan kepercayaan: gunakan fokus

karyawan pada kelompok, dengan departemen untuk meletakkan misi,

visi, dan nilai-nilai kedalam kata-kata yang menyatakan pengaruh di

masing-masing pekerjaan karyawan. Untuk satu pekerjaan, karyawan

menyatakan : "Saya menghidupkan nilai kualitas perawatan pasien

dengan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang diucapkan

pasien." Latihan ini akan memberikan pemahaman umum terhadap

budaya yang diinginkan yang sebenarnya merefleksikan tindakan yang

harus dipenuhi dalam pekerjaan mereka.

2. Mempraktekkan komunikasi yang efektif: membuat semua karyawan

mendapatkan informasi terkait dengan proses perubahan budaya

organisasi memastikan akan komitmen dan keberhasilan. Dengan

mengatakan pada karyawan apa yang diharapkan dari mereka adalah

penting untuk perubahan budaya organisasi yang efektif.

28
3. Review struktur organisasi: perubahan struktur organisasi secara fisik

untuk memenuhi keinginan budaya organisasi yang diperlukan.

Misalnya, dalam perusahaan kecil, empat unit bisnis yang berbeda

berkompetisi dalam hal produk, pelanggan, dan sumber dukungan

internal, mungkin tidak akan mendukung penciptaan budaya organisasi

yang efektif. Unit-unit ini seperti tidak mendukung kesuksean bisnis

secara keseluruhan.

4. Desain ulang pendekatan terhadap reward dan pengakuan: Sistem

reward mungkin perlu diubah untuk mendorong perilaku penting yang

diinginkan dalam budaya organisasi.

5. Review semua sistem kerja, seperti promosi karyawan, manajemen

kinerja, dan pemilihan karyawan untuk memastikan mereka sesuai

dengan budaya yang diinginkan. Misalnya, reward kinerja individu tidak

bias diberikan jika persyaratan budaya organisasi menentapkan team

work. Bonus total eksekutif tidak bisa digunakan sebagai reward sasaran

departemennya tanpa mengenali pentingnya peran dia dalam tim

eksekutif untuk mencapai tujuan organisasi.

Budaya organisasi bisa diubah untuk mendukung pencapaian tujuan bisnis

organisasi. Mengubah budaya organisasi memerlukan waktu, komitmen,

perencanaan dan pelaksanaan yang tepat - tapi ini bisa dilakukan .

29
VIII. STUDI KASUS BUDAYA ORGANISASI

8.1 Nissn Motor Indonesia

Nissan Motor Indonesia adalah sebuah PMA yang dimiliki oleh Nissan

Motor Co. Ltd. NISSAN WAY adalah budaya organisasi yang dimliki oleh

Nissann. NISSAN WAY adalah kebiasaan berfikir dan bertindak yang dihaapkan

dari karyawan Nissan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.

Mengapa perlu NISSAN WAY ? Karena setiap orang mempunya

kepentingan, pemekiran yang berbeda-beda. Hal ini bisa menimbulkan konflik di

dalam organisasi, sehingga akan berakibat melemahkan organisasi itu. Dengan

adanya NISSAN WAY diharapkan semua pemikiran akan menjadi sama.

Di dalam NISSAN WAY terdapat yang disebut sebagai MINDSET dan

ACTION. Di dalam MINDSET terkandung 5 unsur

1. Cross-functional, Cross-cultural

2. Transparent

3. Leaner

4. Frugal

5. Competitive

Sedangkan di dalam ACTION terkandung 5 unsur :

1. Motivate

2. Commit & Target

3. Perform

4. Measure

30
5. Challange

Sehingga di dalam beraktifitas setiap karyawan harus berpedoman dan

menerapkan 5 unsur MINDSET dan 5 unsur ACTION.

31
KESIMPULAN

Pada tabel dibawah melukiskan budaya organisasi sebagai suatu variabel

campur tangan. Para karyawan membentuk suatu persepsi subjektif keseluruhan

mengenai organisasi berdasarkan pada faktor-faktor seperti toleransi risiko,

tekanan pada tim, dan dukungan orang. Sebenarnya persepsi keseluruhan ini

menjadi budaya atau kepribadian organisasi itu. Persepsi yang mendukung atau

tidak mendukung ini kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan

,dengan mdampak yang lebih besar pada budaya yang lebih kuat.

Bahwa budaya suatu organisasi terbentuk dari karakteristik-karakteristik

yang relatif mantap menyiratkan bahwa budaya sangat sulit untuk diubah oleh

manajemen. Kesimpulan semacam itu akan benar adanya. Budaya suatu

organisasi berkembang selama bertahun-tahun dan berakar dalam nilai-nili yang

diyakini secara mendalam dan yang terhadapnya para karyawan sangat

berkomitmen. Disamping itu, ada beberapa kekuatan yang terus menerus

beroperasi untuk memelihara suatu budaya yang telah ada. Ini akan mencakup

pernyataan tertulis mengenai misi dan filsafat mengenai organisasi itu, carita-

cerita populer mengani orang-orang dan dan peristia utama

32
DAFTAR PUSTAKA

Armia, Chairumam (1995) Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi:

Dimensi Budaya …

Robbins, Steven P. (1996) Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi.

Jakarta : Prenhallindo

www.pengusahamuslim.com/strategi-bisnis/sumber-daya-manusia

33

You might also like