You are on page 1of 22

PERJALANAN

KE TANAH SUCI
MENGGAPAI RIDLA ILLAHI

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi


orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah, dan
barangasiapa mengingkari ( kewajiban haji ), maka sesungguhnya Allah
Maha kaya ( tidak memerlukan sesuatu ) dari alam semesta ( termasuk
dari manusia ) “( QS Ali Imran 97 )

Cepat-cepatlah kalian menunaikan ibadah haji ( jika telah mampu ) yakni


haji wajib, karena sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang akan terjadi
padamu ( HR Imam Ahmad bin Hambal )

Aku memenuhi panggilanMu ya Allah, Aku datang memenuhi


panggilanMu, Sesungguhnya segala puji, nimat dan segenap kekuasaan
adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.

Ibadah haji sebenarnyalah nikmat, bukan beban seperti dibayangkan


banyak orang yang belum menunaikannya.

PENDAHULUAN

Haji adalah salah satu Rukun Islam yang lima yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada orang-orang
yang mampu menunaikannya, yakni memiliki kesanggupan biaya, sehat jasmani serta rohani untuk menunaikan
perintah tersebut. Kewajiban haji disyariatkan mulai tahun ke-6 Hijriah. Rasulullah sendiri hanya mengerjakannya
sekali yang kemudian dikenal dengan sebutan Haji Wada. Saya sadari bahwa seluruh ritual peribadahan dalam
Islam, termasuk ibadah haji di bulan Zulhijah ini, disamping memiliki dimensi ritual yang bersifat vertikal, juga
memiliki dimensi sosial yang bersifat horizontal. Oleh karenanya terasa, setelah usai melaksanakan ibadah haji itu
sayai merasakan ada suatu lembaran baru dalam kehidupan. Ada rasa-rasanya seperti terlahir kembali dengan suatu
“mind set” yang baru, ada perasaan seakan menjadi lebih siap menghadapi “kehidupan”, sekaligus “kematian”.
Rahasia Illahi yang akan dalami oleh kita semua yang tidak ada seorangpun dapat meramalkan kapan akan datang.
Seperti ada suatu rasa sesal yang mendalam andaikata saja, saya sampai menunda pelaksanaan ibadah haji kemarin
itu.. Luar biasa itulah kesan saya ... Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu ...ya Allah, yang telah memberikan yang
terbaik bagi saya.
Haji merupakan ibadah yang unik, karena ia wajib dilaksanakan oleh setiap muslim dan muslimah yang
mampu untuk melaksanakannya dan dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali seumur hidup. Keunikan itu
bertambah oleh karena ibadah haji tidak dapat dilaksanakan sembarang waktu, hanya dapat dilaksanakan pada
bulan Zulhijah, tepatnya pada tanggal 6 - 12 Zulhijah setiap tahunnya. Ibadah haji mengingatkan kembali kita
semua anak cucu Adam, akan Maha Pengampun dan Maha Kasih Allah kepada umat-Nya setelah Adam diusir dari
surga Eden oleh karena melanggar laranganNya. Awal kehidupan dengan dipertemukannya pertama kali setelah
berada di dunia dengan Hawa serta pengampunan-Nya di Arafah.
Ritual ibadah haji dapat dikatakan dimulai dengan thawaf dan diakhiri dengan thawaf. Dimana diantara
thawaf-thawaf para jemaah melakukan rukun, wajib serta banyak ibadah sunah yang dapat dilakukan sebagai
pilihan. Salah satu rukun diantaranya adalah wukuf di padang Arafah. Oleh karenanya kegiatan utama peribadahan
dipusatkan di Kabah dan Arafah. Ritual itu bermula dari tradisi keagamaan Nabi Ibrahin as yang terkait erat dengan
ibadah kurban, dimana merupakan perintah Allah kepada Ibrahim untuk mengorbankan dengan menyembelih
Ismail anaknya. Perintah mana benar-benar merupakan ujian berat, karena Ismail adalah ” sesuatu ” dan satu-
satunya yang paling berharga dan paling disayangi Ibrahim yang ada di dunia ini.
Ritual ibadah haji dilaksanakan dalam suasana pakaian ihram, hal ini menggambarkan suasana dimana
tidak ada perbedaan, semua makhluk Tuhan yang namanya manusia ini sama tak ada bedanya, baik oleh karena
harta, pangkat, jabatan atau symbol-simbol perbedaan lainnya yang pada saat mana harus ditanggalkan. Dihadapan
Allah semua sama, dan yang membedakan adalah kadar ketakwaannya kepada Allah swt semata.
Ibadah haji yang baru kami laksanakan benar-benar telah memberikan pengalaman yang luar biasa.
Saat-saat menunaikan ibadah haji, saya merasa mengalami puncak “kehidupan spiritual”, sehingga saya benar-
benar bisa merasakan “ nikmatnya ” beribadah, bersujud, mengadu dan memohon dihadapan kekuasaan. keagungan
dan kebesaran Allah. Terasa nikmatnya berlomba melakukan ritual ibadah untuk mempersembahkan secara
maksimal kesujudan dan keberserahan diri kita pada keagunganNya. Pengalaman seperti itu benar-benar sulit
diungkapkan dengan kata-kata.
Saya bersyukur dapat merasakan sebagai suatu kenikmatan serta anugerah dalam hidup ini, ketika saya
diberi kesempatan, kemampuan, dan diijinkan oleh Allah SWT untuk dapat menunaikan ibadah haji pada tahun
2005-2006 bersama dengan istri. Tepatnya berangkat pada 28 Desember 2005 dan kembali pada 7 Februari 2006.
Panggilan menunaikan ibadah haji ini kami anggap sebagai rakhmat dari Allah SWT, apalagi bagi saya sendiri yang
bekal hajinya pas-pasan, baik bekal uang maupun bekal pengetahuan agamanya masih jauh dari sempurna. Padahal
ibadah haji seperti ini merupakan ibadah yang sebenarnya sangat dirindukan oleh semua umat Islam.
Ibadah haji yang telah saya lakukan seperti layaknya muzizat dalam kehidupan ini ( maaf saya hanya
pinjam istilah saja, sebab muzizat hanya dikaruniakan Allah kepada para Nabi dan Rasul saja ). Saya bukan orang
yang termasuk semenjak awal bercita-cita kelak akan berhaji. Barangkali latar belakang mulai dari kehidupan
kanak-kanak saya yang kelabu, sehingga menganggap hal itu sebagai sesuatu yang tak mungkin. Bahasanya yang
tepat mungkin tahu diri ... lah. Demikian pula dalam masalah agama yang masih hijau. Di lingkungan kehidupan
didesaku, seseorang yang naik haji sepertinya dipersyaratkan yang sudah hampir sempurna segala-galanya baik
amal ibadah, agama maupun hartanya. Barangkali hanya karunia hidayah serta innayahNya sajalah yang telah
mengubah hidupku ini. Subhanallah walhamdulillah Catatan ini mengungkapkan beberapa moment perjalanan haji
saya bersama istri dengan refleksinya yang kami jalani pada 2005 sampai Februari 2006 lalu itu.
Masih terbayang saja ketika aku berpamitan kepada salah satu orang tuaku yang masih hidup didesa. Ia
bercerita sambil menitikan air mata yang menyertai rasa terima kasihnya kepadaku disamping doa-doanya. Katanya
selama hidupnya ia menunggu penantian yang tak kunjung tiba, katanya dalam penantian itu siapakah dari
keturunan darah keluarga besarku yang menjadi pewaris, bisa menunaikan haji ini. Konon mbah buyutku terakhir
dalam garis keturunan keluarga yang terakhir dapat menunaikan haji ini. Jadi beliau benar-benar menangis ketika
secara mengagetkan aku berpamitan akan berhaji, benar-benar seperti orang tua yang bijaksana terobati penantian
dan doanya. Betapa bahagiamu … nak, dan aku ikut bahagia sekaligus bangga. Semoga menjadi haji mabrur, ….
demikian ujarnya, sambil terisak… Amin ! akupun tak kuasa meneteskan airmata.

PERSIAPAN PEMBERANGKATAN

Saya termasuk rombongan calon haji dari kabupaten Banyumas yang jumlahnya ada 960 orang.
Beberapa minggu bahkan beberapa bulan sebelumnya, kami memperoleh pembekalan dan latihan manasik, buku
pedoman ibadah haji serta peragaan praktek thawaf, sa‟i maupun lempar jumrah. Jemaah haji Kabupaten Banyumas
tahun itu semua terbagi dalam 3 kelompok terbang ( kloter ), yaitu Kloter 67, Kloter 68 dan Kloter 69. Saya sendiri
dengan istri masuk di dalam Kloter 68. Jemaah dalam kloter kami berjumlah 325 orang. Untuk memudahkn
pengecekan, pengaturan dan komunikasi, jemaah dikelompokan menjadi 7 rombongan yang setiap rombongan
terdiri atas 4 regu, dan setiap regu terdiri dari 11 atau 12 orang. Sehingga di setiap kelompok terbang ada Ketua
Kloter, Ketua Rombongan (Karo) dan Ketua Regu (Karu)
Alhamdulillah diantara teman-teman dalam rombongan kami sudah ada yang pernah menunaikan ibadah
haji, mereka banyak memberikan masukan, diantaranya selama di Tanah Suci kita dianjurkan agar meluruskan niat,
bersabar, bersikap positif, tidak mudah mengeluh, ikhlas tidak takabur serta menghindarkan diri dari perkataan
kotor, berbantah-bantahan, merusak sesuatu melukai seseorang, mencabut pepohonan, atau membunuh binatang,
seperti diperintahkan melalui Al Quran Surat Al Baqarah : 197. Sayapun bertekad untuk menjadi tamu Allah yang
baik.

Pakaian maupun alat serta bahan makanan sudah kami siapkan. Banyak rekan-rekan yang membantu
memberi saran berdasar pengalaman perjalanan haji yang telah mereka laksanakan. Saya dan istri menyiapkan
pakaian 2 sampai 3 stel, pakaian ihram 2 stel, khusus saya beserta sabuknya yang lebar dan bersaku, sarung, kopiah,
sajadah,. Beberapa teman menyarankan membawa sarung dan kopiah beberapa buah, biasanya untuk souvenir
beberapa kenalan atau orang yang membantu kita selama disana. Tidak lupa sandal ringan dua pasang plus sepatu
ringan/rileks untuk bepergian. Makanan kering seperti supermi, lauk kering seperti abon, kering kentang, bumbu
kering, bumbu pecel, srundeng atau lauk kering lainnya. Karena disana sulit sekali menemukan bumbu yang sesuai
dengan lidah kita. Beras dimasukan jrigen 5 liter, kelak pulang jrigennya diisi air zamzam. Bumbu masak seperti
gula, garam, bawang merah, cikur,cengkih, bawang putih. teh, kopi atau bahan minuman lainnya seperti nutrisari,
energen, sesuai kebiasaan dan kesukaan masing-masing.
Mengenai bekal makanan ini ada yang berpendapat tidak perlu karena disana berlimpah makanan,
bahkan ada pula yang berpendapat ekstrim apa disana kita takut tidak makan dan sebagainya. Saya berpendapat
tidak ada salahnya kita menyiapkan, toh jika makanan itu tidak kita konsumsi sendiri, bisa saja kita berikan pada
orang lain yang mungkin lebih membutuhkan. Lagi pula menjaga – dalam arti berhati-hati dengan menyiapkan -
itu lebih baik, daripada disana kita tergantung kepada orang lain. Lagi pula tidak semua orang yang berangkat ke
Tanah Suci membawa bekal uang yang cukup.
Tidak lupa kami juga menyiapkan obat-obatan seperti obat sakit kepala, sakit gigi, diare, obat merah,
perban, tensoplas, antibiotik, multivitamin dan obat-obatan khusus yaitu obat sakit yang biasa diderita masing-
masing. Khusus obat-obatan harus didaftarkan dengan disahkan dalam buku paspor oleh petugas Puskesmas
kecamatan masing-masing. Bagi yang memerlukan disamping imunisasi meningitis ( termasuk paket ) bisa dengan
imunisasi lainnya. Tidak lupa kami juga membawa krim pelembab atau tabir surya untuk melindungi kulit dari
sengatan terik matahari dan kekeringan
Peralatan yang perlu dibawa adalah kunci gembokan untuk mengunci kopor besar, tali plastik, pisau,
gunting, jarum, tas kresek satu pak, karet gelang, perebus air ( waterheater ), 2 buah piring, 2 buah sendok, 2 buah
garpu, gantungan pakaian. Sedangkan alat-alat masak lainnya terlalu repot jika dibawa, lebih baik dibeli di Mekah
secara beregu sesuai kebutuhan. Alat-alat itu semua masuk kopor besar. Tas tentengan berisi pakaian ihram satu
stel terutama bagi jemaah seperti kami yang termasuk dalam pemberangkatan gelombang 2 ( bagi jemaah yang
termasuk pemberangkatan gelombang pertama tidak mengapa dimasukan kopor besar ), serta beberapa potong
pakian yang sering digunakan. sedang yang berada di tas kecil yang selalu dikenakan melingkar didada masing-
masing jemaah adalah surat-surat, paspor, dan alat yang paling sering digunakan seperti kacamata, handphone, obat
sakit kepala, tolak angin, multivitamin sebagian kecil.
Kelak yang selalu bersama kita adalah tas tentengan dan khususnya tas dada ( tas paspor ) yang tak
boleh lepas kecuali pada waktu tidur dan mandi, kopor besar akan berpisah dengan kita semenjak 1-2 hari sebelum
keberangkatan dan baru kemudian ketemu nanti di bandara King Abdul Aziz, ketika akan diangkut dengan bus ke
pondokan. Jangan sekali-kali membawa pisau, gunting, pemotong kuku dalam tas kecil, karena akan terdeteksi
sinar-X dan disita oleh petugas. Jangan lupa membawa Al Quran yang biasa kita baca, kalau bisa yang berukuran
kecil atau sedang sehingga praktis dibawa.
Persiapan fisik yang penting adalah menjaga stamina dan kesehatan. Istirahat cukup, usahakan
mengkonsumsi makanan yang bergizi. Upayakan dapat melakukan latihan fisik ringan, misalnya jalan kaki sampai
dengan joging. Karena biasanya kita mendapat tempat pemondokan di hotel yang agak jauh dari Masjid, baik di
Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi di Madinah, yaitu 500 sampai 3500 m sesuai dengan undian yang
ditetapkan. Hotel-hotel yang dekat biasanya sudah dibooking oleh jamaah haji tamu kenegaraan Kerajaan Arab
Saudi atau Biro perjalanan haji plus yang biayanya cukup tinggi bagi seukuran kami.
Persiapan non fisik lainya seperti disampaikan didalam manasik meliputi meluruskan niat, memohon
bimbingan dari Allah SWT, memperbanyak doa dan dzikir, membersihkan diri baik secara jasmaniah maupun
rohaniah, seperti halnya bekal yang tidak halal, meningkatkan ketawakalan, berlatih sabar, ikhlas dan berserah diri
kepada Allah SWT.Terutama sekali ikhlas terhadap apapun yang akan menjadi ketentuan terhadap diri kita. Bahkan
ada mitos pada sebagian masyarakat kita yang berangkat dengan berharap meninggal dalam melaksanakan haji,
dengan keyakinan bahwa yang demikian itu sebagai khusnul khotimah. Tapi siapa yang tahu akan kematian, bisa-
bisa kita yang berharap demikian tetapi yang terjadi justru orang lain yang meninggal. Kematian memang rahasia
Ilahi. Kamipun diharapkan untuk menyelesaikan urusan keduniaan agar keluarga dan ahli waris yang ditinggal
tidak terbebani, termasuk membuat surat wasiat. Kelak hal seperti itu akan meringankan langkah kita dalam
melakukan peribadahan. Termasuk diantaranya bersilaturahmi meminta maaf dan doa restu karib kerabat, serta
handai taulan.
Pada umumnya beberapa calon haji mengikuti pula Kelompok Bimbingan Ibadah Haji ( KBIH ), melalui
kelompok bimbingan ini diharapkan, persiapan bekal-bekal spiritual lebih baik. Saya dengan istri kebetulan tidak
mengikuti kelompok bimbingan semacam itu. Disamping keterbatasan kami juga ada motivasi tersendiri untuk
menjadi lebih kuat belajar serta menajamkan kepekaan. Kebetulan beberapa regu dalam rombongan kami juga
seperti itu. Oleh karenanya perbedaan usia anggota regu kami tidak mencolok, maka pola fikirnya juga tidak terlalu
banyak berbeda. Biasanya jemaah haji dari regu non KBIH seperti itu, punya dinamika tersendiri dalam pola
pelaksanaan ibadahnya.
Yang tidak boleh dilupakan, adalah untuk kembali memahami dan mengingat apa yang menjadi rukun
haji maupun wajib haji, serta sunnah yang mana yang apabila terpaksa bisa ditinggalkan atau diwakilkan dan
sebagainya. Yang mana yang jika tidak dilakukan atau dilanggar diharuskan dengan syarat membayar dam atau
denda misalnya, semuanya kita fahami, meskipun dalam pelaksanaan toh tidak sendiri sehingga akan tetap bisa
saling mengingatkan. Kami juga sempat mengadakan walimatussafar lil- haj acara silaturahmi, selamatan,
pengajian dan sekaligus permohonan pamit untuk perjalanan haji agar didoakan kerabat handai taulan di masjid
dekat rumah kami.
Adat didaerah kami menjelang beberapa hari keberangkatan banyak pulau kerabat yang bertamu.
Mereka biasanya menyatakan silaturakhmi, mendoakan agar kami sehat, lancar dan memperoleh haji mabrur. Tak
jarang mereka juga minta didoakan, katanya tolong saya dipanggil dari sana. Aneh memang,… padahal menurut
ustadz Attabik Yusuf Zuhdi dalam pengajiannya, semuanya sudah dipanggil melalui perintah Allah kewajiban haji.
Hanya saja ada yang mendengarkan dan ada yang pura-pura tidak mendengar, demikian selorohnya. Tapi itulah
kenyataan yang ada di masyarakat kita. Kedatangan handai taulan yang sambung menyambung ke rumah calon
haji, membuat jemaah yang mau berangkat seperti layaknya punya hajatan, memang hal itu menjadikan tuan rumah
sukacita namun juga melelahkan.

KEBERANGKATAN

Setelah masa persiapan dilalui, akhirnya pada hari Rabu bertepatan dengan tanggal 28 Desember 2005,
dengan haru dan dibarengi cuaca yang sejuk pagi itu, diantar sanak saudara, tetangga dan kerabat. kami berdua,
yaitu saya dan istri dilepas dari halaman rumah setelah melaksanakan shalat sunah 2 rakaat. Saya diantar naik mobil
kijang dengan drivernya Pak Ujang, sedangkan istri dengan Aris ipar saya menggunakan mobil T-100nya. Semua 3
mobil dengan yang satu lagi mobil adik saya sendiri Yono.
Di halaman rumah bersama tetangga dan kerabat yang hadir saya awali sendiri langsung dengan doa,
kemudian kendaraan berangkat menuju ke Gelanggang Olahraga Satria tempat dikumpulkanya jemaah haji dari
Banyumas untuk diadakan upacara pelepasan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas, sampai disana sekitar
pk 08.00. Kami masih termasuk yang datang awal sehingga tidak mengalami hambatan yang biasanya terjadi
akibat kemacetan lalu lintas. Pada saat-saat seperti itu kerabat dan handai taulan biasanya berebut ingin mengantar,
sehingga jumlah pengantar bisa puluhan kali lipat jumlah calon haji. Belum lagi jumlah kendaraannya. Itulah yang
biasanya menjadikan sebab kemacetan lalu lintas. Ketika mobil calon haji dan pengantar yang lain berdatangan
halaman GOR-pun mulai padat, untunglah petugas telah mengatur dengan sigapnya, mereka memisahkan jalur
untuk bus calon haji dengan kendaraan para pengantar.
Kami berpelukan dengan saudara-saudara yang mengantar pemberangkatan, barulah kemudian naik bus.
Banyak diantara mereka belum puas, ada yang dengan isak tangis. Itulah pertama kali saya berpeluk dengan anak-
anak setelah mereka menginjak remaja. Suasana haru benar-benar kami rasakan.tidak berbeda dengan yang lain.
Sementara itu kemudian hujanpun turun rintik-rintik, yang semakin lama semakin besar. Banyak diantara mereka
yang basah kuyup, namun demikian tidak membuat surut mereka yang ingin menghantar dan melepas
keberangkatan kami, termasuk Pak Lurah dan Mbak Sitipun terlihat disana.melambaikan tangannya kepada kami.
Pk 10.00 tepat buspun mulai merayap meninggalkan Purwokerto. Didalam bus itu benak kamipun
dipenuhi dengan kegalauan dan harapan bercampur tegang dan suka, membayangkan pengalaman apa saja yang
bakal kami lihat, dengar dan lakukan melalui perjalanan ini. Labbaik Allahuma Labbaik, Labbaik Lasyarika Laka
Labbaik Inal Hamda Wannimata Laka Wal Mulka La Syarika Lak. Semenjak mulai awal manasik haji lantunan
talbiah selalu menggetarkan hati ini. Makan siang dibagikan didalam bus dengan kotak kardus, yang langsung kami
nikmati sambil melihat pemandangan sepanjang perjalanan.
Mulai semenjak dari daerah Bagelen Purworejo, sehabis kami turun istirahat jamaah shalat dzuhur dan
asar dengan jamak taqdim perjalanan bus kami terus diguyur hujan sehingga praktis bus harus berjalan seperti
merayap. Karenanya yang semenjak awal ditarget pk 14.00 sampai di Asrama Haji Embarkasi Donohudan, baru
kemudian sampai pada pk 17.30 Akhirnya kamipun sampai di Asrama Haji Donohudan yang letaknya berada agak
jauh dari kota Surakarta, tetapi menuju Bandara Adisumarmo Solo hanya 15 menit.
Sampai di asrama kami dikumpulkan di aula, per rombongan. Kami diberi penjelasan singkat mengenai
kegiatan di Donohudan itu sendiri, sebelum terbang esoknya pada Kamis 29 Desember 2005 pk 16.00 Kami juga
diberi penjelasan antara lain menyangkut masalah paspor -yang nota bene pemberlakuannya- sebagai satu-satunya
dokumen resmi kami di negeri orang. Kami dan beberapa regu lainnya menempati mess/ruang Madinah di Asrama
itu. Kemudian kami masing-masing per orang diberi gelang identitas, masker dan living cost atau biaya hidup
selama di Arab Saudi sebesar 1500 real ( real, riyal adalah mata uang Kerajaan Arab Saudi). Itung-itung karena
jemaah haji Indonesia melakukan haji tammatu dimana harus membayar dam kurang lebih 300 real, jadi biaya
hidup kami selama di tanah suci hitung-hitung 1200 real. Pada gelang identitas yang terbuat dari perak tercantum
nama, asal negara dan nomor paspor. Jadi pada gelang yang saya pakai tertera SUBAGJO – Indonesia – 052813348
dalam tulisan latin dan Arab plus logo bendera merah putih. Sementara di Donohudan tersebut saya sempat juga
singgah di café Donohudan membeli kacamata hitam dan aqua tentengan. Kelak kacamata ini sangat bermanfaat
untuk perjalanan ketika diterik matahari di tanah Arab.
Kelompok terbang kami, termasuk jemaah haji gelombang ke 2 jadi setelah sampai di Jeddah akan
langsung ke Mekah – berumrah dan berhaji – baru kemudian ziarah ke Madinah. Sedang bagi mereka yang
termasuk gelombang 1 diatur sebaliknya ziarah ke Madinah dulu baru kemudian ke Mekah – berumrah dan berhaji
–. Namun demikian perlu dicatat bahwa saat pelaksanaan ibadah hajinya itu, waktu dan tempatnya sama baik untuk
mereka yang berangkat sebagai gelombang 1 maupun yang berangkat gelombang 2, yaitu tanggal 8, 9, 10, 11 dan
12 Zulhijah.
Pemeriksaan oleh security dilakukan esok harinya sebelum masuk ruang karantina masih di Donohudan.
Jadi petugas bandara yang datang di ruangan Karantina yang sudah disediakan. Dalam pemeriksaan setiap orang
diperiksa dengan barang bawaan ditaruh ban berjalan, sedang orang perorang diperiksa dengan alat detektor
tersendiri. Prinsipnya pemeriksaan ini untuk mencegah ada bahan-bahan yang berbahaya atau dimungkinkan
membahayakan di dalam pesawat, seperti bahan peledak, senjata tajam dan obat-obatan terlarang. Kelak setelah
turun dari pesawat di Jedah juga diperiksa lebih ketat lagi. Setelah pemeriksaan kami naik bus, menuju bandara
dipandu oleh pramubus per rombongan. Semua ada 8 bus, jadi satu bus untuk satu rombongan.
Ada peristiwa lucu dan unik pada saat itu, ketika seorang kakek nyelonong juga ikut diperiksa untuk
naik bus. Karuan saja menjadi masalah, karena ketika diperiksa dokumen kakek tersebut tidak membawa. Usut
punya usut ternyata dia anggota rombongan lain yang baru datang. Setiap jam di asrama ini bertahap datang kloter
calhaj dari berbagai daerah dari JawaTengah. Kakek tadi rupanya tidak melihat teman serombongannya, tetapi
begitu melihat orang antri dan kumpul spontan dia ikut saja. Oleh petugas ia dideportasi kembali ke kelompoknya.
Padahal pada waktu itu sempat membuat petugas repot juga, karena dia dikira dari kelompok kami, tapi kok ngga
ada surat-surat paspor, gelang identitas dan sebagainya.
Di bandara tidak banyak prosedur, karena sebagai penumpang pesawat ini, kami merupakan
penumpang istimewa, tiket, boarding pass, bagasi dan lain sebagainya sudah ada yang ngurus sendiri. Jadi tidak
seperti penumpang pada umumnya, kamipun tinggal masuk pesawat ….gitu lho. Kami menaiki pesawat dan
kemudian take off pada pk 16. 00 Pesawat yang kami tumpangi dari GIA jenis Boeing 767-300 dengan kapasitas
325 orang penumpang, yang berkemampuan terbang dengan kecepatan rata-rata 850 km/jam, serta terbang pada
ketinggian rata-rata 30.000 kaki. Sesuai dengan jadual yang telah direncanakan kami akan terbang selama 10 jam
dengan diselingi transit 1 jam untuk mengisi bahan bakar di Abu Dhabi ( Uni Emirat Arab). Labbaik Allahuma
Labbaik, Labbaik Lasyarika Laka Labbaik Inal Hamda Wannimata Laka Wal Mulka La Syarika Lak. Aku
memenuhi panggilanMu ya Allah, Aku datang memenuhi panggilanMu, Sesungguhnya segala puji, nimat dan
segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.
Banyak diantara penumpang calon haji kloter kami bahkan pada umumnya calon haji dari Indonesia,
baru pertama kali mengalami naik pesawat lagi pula dengan ibadah haji ini langsung ke luar negeri, sehingga
banyak lelucon dan senda gurauan selama pertama kali naik pesawat itu. Disamping doa-doa yang secara khusus
selalu dibacakan dengang bimbingan Ketua Kloter kami yaitu saudara Drs Abdul Munir, yang kebetulan berasal
dari satu desa dengan saya. Bersama kami juga dokter kloter, dr Dhini Puspitasari, yang ternyata putra teman kerja
saya Pak Dirwan dari Jambu Wangon. Kelak keduanya sangat membantu kami selama berada di Tanah Suci.
Beberapa calon haji ada yang sudah mengenakan pakaian ihram sejak dari Bandara Embarkasi Adi
Sumarmo, terutama bawahnya, karena memang yang agak rudet mengenakan bawahan. Empat jam pertama kami
merasa oke-oke saja, tetapi setelah melewati itu baru kemudian terasa kebosanan, apalagi pesawat atau lebih
tepatnya tempat duduk pesawat kami ternyata diset untuk kelas ekonomi, sempit dan pas-pasan. Saya pikir masih
enakan naik kereta api eksekutif Bima Jakarta - Surabaya. Ditambah lagi barang barang tentengan yang dibawa
para calhaj menambah sempit ruang pesawat, barang-barang mana terpaksa ditaruh di bawah tempat duduk
sehingga mengganggu kenyamanan dan keleluasaan kaki untuk istirahat. Pegal-pegal dan bokongpun mulai terasa
panas pada penumpang Garuda Boeing itu. Konon jemaah haji yang kebagian pesawat dari Saudi Arabian Airlines (
SAA ) fasilitas tempat duduknya lebih enak dan lebih longgar. Maklum barangkali pesawat garuda memang khusus
untuk orang Indonesia yang notabenenya kecil-kecil, pendek dan bokongnya juga tidak gede seperti orang Arab
atau orang asing lainnya.

SAMPAI DI JEDDAH

Pesawat ternyata sangat terlambat sampai di King Abdul Aziz International Airport Jeddah, hal ini
disebabkan oleh karena transit di Abu Dhabinya molor dari satu menjadi dua jam. Dimana baru kemudian pada pk
05.00 atau lebih tepatnya pk 01.00 jika menggunakan waktu setempat (Waktu Arab Saudi) Alhamdulillah, …. kami
sampai juga. Setelah mendarat kemudian kami istirahat sebentar dibandara yang terbentuk dari banyak tenda
raksasa itu, kemudian shalat isa, berpakaian ikhram, shalat sunnah dan membaca niat berumrah. Petugas jemaah
haji dari Indonesia yang biasanya disiapkan juga sudah ada disana, mereka menunjukan arah tempat kelompok
rombongan kami menunggu, toilet dsb. Masih mending jika ketemu dengan mereka, jika ketemunya dengan
petugas dari Arab Saudi mereka teriak-teriak juga kita banyak yang ga ngerti.
Pemeriksaan pabean di Jedah ini juga sangat ketat, satu persatu kami diperiksa badan, paspor dicocokan
pas foto dan orangnya. Kesulitan kami kadang-kadang kalau ada sesuatu yang belum sesuai, mereka menggunakan
bahasa mereka sendiri, jarang sekali petugas yang menggunakan bahasa Inggris, mendingan kalau ada anggota
kelompok yang mengerti bahasa Arab mereka. Namun demikian ketika pemeriksaan hampir usai dan dan tak ada
masalah ada diantaranya yang memberikan aplaus salam : Assalamualaikum, …… Indonesia bagus, Indonesia
bagus ! Kamipun menimpali Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, anda juga bagus sambil saya tunjukan
dua jempol kami. Terima kasih, terima kasih!
Mulai dari Bandara King Abdul Aziz itulah kami mengenakan pakaian ihram ( kecuali memang yang
sudah mengenakan semenjak dari Bandara Adi Sumarmo) dengan niat melaksanakan umrah. Seluruh jamaah haji
mengenakan pakaian yang sama, yang kaya maupun yang miskin, yang kuat maupun yang lemah, yang pintar
maupun yang bodoh dan yang besar maupun yang kecil. Pakaian ihram tidak dihiasi sesuatu hiasanpun, juga tidak
berjahit, maka tidak mungkin seseorang membuat penampilan lebih dari yang lain. Pakian ihram tidak semata
melambangkan kesetaraan seluruh manusia yang luar biasa dihadapan Allah SWT, juga melambangkan hari kiamat.
Kami seperti orang yang baru bangkit dari kematian layaknya, masih mengenakan kain kafan.
Peringatan untuk calon haji wanita, biasanya berganti pakaian ihram di bandara enggan ke kamar kecil,
tentu saja terjadi membuka aurat. Hal ini sekali-kali jangan dilakukan, karena adab bangsa Arab sangat keras.
Mereka tak segan-segan akan marah besar kepada jemaah yang demikian. Sebaiknya tentu kita harus menghargai
adat budaya setempat, hal demikian memang oleh agama juga dilarang. Untuk itu sebaiknya ke toilet bersama
sama, ketika yang satu masuk temannya yang lain ada yang menunggu di luar, begitu bergantian.
Kamar kecil di Bandara sebenarnya cukup banyak, namun waktu itu saya lihat kotor dan jorok sekali.
Ruang kamar kecilnya tidak dilengkapi dengan kapstok sehingga kami harus ekstra hati-hati agar pakaian ikhram
kami tidak terkena najis dari kamar kecil itu. Di bandara itu kami diberi buku petunjuk pelaksanaan ibadah haji dan
umrah yang diterbitkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Antara lain dalam buku itu diingatkan bahwa ibadah hajipun
tetap dapat dihinggapi pelaksanaan ritual atau perilaku yang syirik yang memang banyak bisa dilakukan oleh
jemaah haji. Artinya jika demikian maka ibadah hajinya menjadi mubazir, sebab syirik merupaka dosa yang tak
terampuni jika sampai dibawa meninggal.
Setelah mengenakan pakaian ihram, niat berhaji dan shalat isya serta shalat sunah ihram, sekitar pk.
03.30 kamipun melanjutkan perjalanan dari Jeddah ke Mekah dengan naik bus yang telah dijadwalkan, setelah
terlebih dahulu ngecek kopor masing-masing. Kopor itu semenjak hari H minus 2 keberangkatan baru ketemu lagi
disana. Bahkan ada seorang jemaah yang kopornya hilang, kemungkinan jatuh dari bus yang mengangkutnya dari
Bandara King Abdul Aziz ke Mekah. Tentu saja semua pakaian , bekal makanan dan kelengkapan lainnya raib,
akhirnya jemaah tadi selama menjalankan ibadah haji ditanggung secara gotong royong oleh rekan-rekannya.
Pengecekan juga perlu dilakukan dengan hati-hati karena suasana sudah mulai rami, banyak berdatangan
rombongan calon haji dari berbagai kelompok negara. Jika kopor masing-masing tidak dicek bisa tertukar, bisa-
bisa masuk kelompok kopor jemaah lain. Alamat kita kelak mendapat kesulitan, karena mencari kopor dalam satu
kloter saja cukup menimbulkan stress padahal jumlahnya baru tiga ratusan, apalagi jika tertukar, berarti mencari
kekelompok lain yang kita juga tidak tahu dimana. Dengan pekerja kuli angkat yang memindahkan dan menaikan
kopor ke bus, kami cuma pakai bahasa isyarat. Terasalah kemudian, bahwa kami semua mulai berada di negeri
orang.
Kami mengerjakan ibadah haji dengan system haji tammatu yaitu mengerjakan umrah dulu baru
kemudian kelak hajinya. Dengan pilihan itu artinya kami mengenakan pakaian ihramnya ada dua periode. Sebab
bagi kami jemaah dari Indonesia itu yang paling praktis, meskipun harus dengan membayar dam dengan
menyembelih seekor kambing. Kami dimungkinkan juga melaksanakan haji qiran, dimana semenjak mulai dari
bandara ini sampai dengan pelaksanaan haji terus mengenakan pakaia ihram, tetapi kami pikir kurang praktis sebab
sulit menghindari larangan sewaktu mengenakan pakaian ihram selama itu. Bandingkan dengan haji tammatu kita
mengenakan pakaian ihram sewaktu umrah 1 – 3 hari kemudian sewaktu haji sekitar 5 hari jadi total hanyalah 8
hari. Sedang dengan haji qiran kita mengenakan pakaian ihram sekitar 15 harian.
Dalam perjalanan selanjutnya dari Jedah menuju ke Mekah menggunakan angkutan bus, kami harus
transit dahulu sebentar menjelang masuk kota Mekkah Al-Mukaramah untuk melaksanakan shalat subuh karena
waktu shalat ketika itu sudah masuk. Waktu subuh disana ternyata pk 06.00 WAS, tetapi memang keadaan masih
gelap seperti di Indonesia pk. 04.30 an. Omong-omong waktu itu berarti kami telah memasuki hari Jumat 30
Desember 2006, kami semua masuk ke kota Mekah Al-Mukaromah, dimana sepanjang perjalanan pada setiap jalan
menanjak dipasang papan bertulisan “Allahu Akbar” dan setiap jalan menurun dengan papan bertulisan
“Alhamdulillah”. Itu semua menambah kehidmatan para jemaah. Subhanallah wal hamdulillah.
Keluar dari kota Jedah mulailah kami merasakan perbedaan iklim dan suhu udara serta kondisi tanah
disekeliling kami yang berupa padang pasir benar-benar kering. Namun demikian dari pengamatan di perjalanan ke
Mekah Al-Mukaromah itu, penerangan listrik di tanah Arab ini cukup melimpah. Negeri ini termasuk negeri yang
kaya dengan sumber energi. Dan perbedaannya dengan di tanah air semua kabel listrik ada di bawah tanah. Tidak
seperti di tanah air terkesan kabel-kabel semacam ini bersliweran centang perenang. Hal ini dikarenakan tentunya
di tanah suci ini tidak perlu hawatir konslet listrik karena jarang sekali hujan.
Selanjutnya dibatas masuk kota Mekkah Al-Mukaromah ada pos tempat melapor jamaah yang baru
datang, sambil menunggu petugas yang melaporkan kedatangan rombongan, kamipun mendapat jatah minuman
sebotol air zam-zam dingin, untuk obat haus yang mulai kami rasakan. Untuk selanjutnya selama di tanah suci kami
sewaktu-waktu mendapat jatah air minum gratis, meskipun tidak selalu air zamzam. Arab merupakan negeri padang
pasir yang kering namun persediaan air melimpah, konon sebagian dengan menyuling air laut.
Ketika kemudian tiba di hotel atau pondokanpun, baru pada sekitar pk 06.30 WAS. Kami segera
mencari dan mengurus kopor dan barang-barang bawaan, kemudian istirahat sebentar. Kelak setiap pindah dengan
membawa kopor menjadikan pekerjaan mencari dan mengurusi kopor merupakan pekerjaan yang paling membuat
stres. Sebab mencari kopor dengan bentuk dan warna yang sama dalam jumlah ratusan, sering-sering membuat
pening kepala. Saya pikir ada baiknya kopor saya itu disemprot pakai cat pilok yang mencolok seperti warna
kuning atau putih bagian atasnya. Tentu akan lebih mudah mencarinya, daripada dengan tanda lain karena terlalu
kecil dilihat dari kejauhan. Tetapi itu tak mungkin karena sudah terlanjur.
Di tempat pemondokan kami mendapat jatah makan pagi sekali sebagai ahlan wa sahlan - ucapan
selamat datang, dimana selanjutnya kami harus menyediakan makan dengan masak sendiri. Regu kamipun
berunding gotong royong ada yang beli kompor, ada yang panci, rice cooker dan lain-lain. Lauknya dibeli secara
bergilir disamping lauk kering bawaan masing-masing, ada kering tempe, kering kentang, abon, serundeng. Dan itu
sangat bermanfaat disamping meringankan juga sebagai obat kerinduan lidah akan makanan tanah air kelak.
Sejauh mata memandang ketika berada di luar kota Mekah adalah gurun pasir dan bukit batu. Kesan
kegersangan sangat kuat yang telah melampaui waktu yang cukup lama berabad-abad. Saya dapat membayangkan
betapa keras perjuangan untuk hidup di daerah seperti itu. Lebih-lebih lagi begitu keras perjuangan Rasulullah saw
yang ditambah lagi dengan diperangi oleh bangsanya sendiri. Kondisi alam seperti itulah barangkali yang
mempengaruhi temperamen penduduknya sehingga mempunyai watak keras, mudah naik darah baik dalam bicara
maupun perilaku sehari-hari.
Ada beberapa hal yang berbeda dengan yang kubayangkan ketika masuk kota Mekah diantaranya
ternyata tidak terlihat pohon kurma, apakah itu dikebun ataupun ditepi-tepi jalan, justru jalan raya hijau dengan
pohon-pohon yang disebut sebagai pohon Sukarno. Konon asal mulanya memang disumbangkan oleh mendiang
Presiden Sukarno pada saat menjabat dulu, dan ternyata cocok di tanah suci. Jadilah sekarang maskot pepohonan
untuk penghijauan di tanah Arab itu, termasuk di padang Arafah. Demikian juga selama di Mekah ternyata kami
tidak melihat onta. Baru melihatnya ketika kami naik taksi keluar kota atau pada saat di Padang Arafah.
Kasih sayang, toleransi diatara sesama jemaah meskipun dari berbagai bangsa dan multi ras juga saya
rasakan, banyak diantaranya saling membantu dan mengingatkan dengan cara dan bentuk komunikasi masing-
masing. Pernah suatu ketika ada seorang jemaah menemukan uang seribu rupiah tercecer, jauh-jauh mereka
mengantarkan diberikan saya. Sayapun menolak karena bukan uang saya. Ternyata dia mengatakan ini uang rupiah,
uang anda, kan ? Akhirnya sayapun maklum, mungkin dikira uang seribu rupiah itu harganya sama dengan seribu
real. Itulah contoh sikap tidak ingin memiliki sesuatu yang bukan haknya. Meskipun demikian kita harus tetap
waspada, sebab orang jahat juga banyak. Yang penting kita jangan pamer punya uang banyak atau mengenakan
perhiasan menyolok. Oleh karena itu disarankan membawa uang secukupnya. Demikian pula untuk pasangan suami
istri yang masih muda perlu saling menjaga. Beberapa teman memberi saran jika kita naik taksi laki-laki naik
dahulu, sebaliknya jika turun dari taksi perempuan turun duluan.

MENGERJAKAN IBADAH UMRAH

Hari itu Jumat tanggal 30 Desember 2005 setelah makan pagi pk 07.30 kami diajak ketua rombongan
untuk langsung untuk melaksanakan umrah yaitu dimulai dengan thawaf dan sai ke Masjidil Haram dan kemudian
tahalul dengan memotong atau menggunting beberapa helai rambut. Sebenarnya kami masih dipenuhi dengan
perasan sedikit was-was, karena waktu itu masih hari pertama menginjakkan kaki di kota Mekahpun belum begitu
mengenal area, jadilah kamipun membentuk barisan berangkat berjalan kaki menuju Masjidil Haram. Pimpinan
kami paling depan membawa bendera kecil untuk identitas. Kami berangkat berbekal Bismillah serta talbiyah.
Labbaik Allahuma Labbaik, Labbaik Lasyarika Laka Labbaik Inal Hamda Wannimata Laka Wal Mulka La
Syarika Lak. Sebenarnya talbiyah yang dibacakan mulai sejak saat itulah yang disyariatkan Rasulullah, sedang
talbiyah yang kami bacakan sebelumnya adalah untuk mengingatkan dan melancarkan bacaan bagi kami.
Meskipun perjalanan itu disertai harap-harap cemas, namun setelah kurang lebih 20 menit berjalan
ketika kemudian untuk pertama kali melihat Masjidil Haram maupun Kabah hati kamipun bergetar, tersentak
berbaur perasaan takjub, haru dan puji syukur sehingga ada yang menitikan air mata. Subhanallah… inilah impian
kami, telah Kau tuntun kami dan akhirnya kamipun sampai, impian kamipun menjadi kenyataan. Masjidil Haram
dan Kabah sekarang betul-betul didepan mata kami, meski juga diantara rasa percaya dan tidak percaya. Mencapai
Masjidil Haram merupakan salah satu impian kami, dengan bangunan Kabah dan pelatarannya yang digunakan
untuk thawaf. Didalam pelataran Kabah ini ada Maqam Ibrahim ( tempat berdiri Nabi Ibrahin as ketika
membangun Ka‟bah ), dibagian timur selatan teletak Sumur Zamzam yang sudah ditutup dengan beton, agak keluar
samping kanan bukit Shafa dan Marwah tempat melaksanakan Sai.
Di bagian dalam kecuali Kabah yang menjadi pusat perhatian adalah Hajar Aswad, Multazam dan Hijir
Ismail. Hajar Aswad adalah batu bewarna hitam yang terletak di sudut tenggara Ka‟bah. Sudut ini disebut juga
Rukun Hajar Aswad. Hajar Aswad ini sebagai tanda untuk memulai thawaf dan mengakhirinya. Multazam berada
diantara Hajar Aswad dan Pintu Kabah. Tempat inilah yang dinyatakan Rasulullas saw sebagai tempat yang paling
mustajab untuk berdoa. Sedang Hijir Ismail yang terletak di sebelah utara Kabah saksi riwayat Nabi Ibrahim as
membuat tempat berteduh untuk Ismail dari pohon Arok pada saat membangun Kabah, yang selanjutnya ditempati
oleh Siti Hajar dan Ismail.
Selanjutnya mulailah kami bergabung dengan lautan manusia yang bergerak masuk putaran thawaf,
mencari tanda start lampu neon hijau yang terpancang di tihang masjid atau segaris dengan rukun Hajar Aswad,
dengan mengangkat tangan kearah Kabah kemudian mencium tangan kami mengawali putaran pertama dengan doa
Bismilahuallahu Akbar diantara ratusan dan ribuan jamaah yang berbadan besar dan kekar, kami berusaha
mengikutinya atau kadang-kadang menerobosnya. Tidak jarang saya didorong-dorong oleh wanita-wanita Anadol
(Ankara Turki ) yang tinggi besar, yang berpegangan erat-erat pada suami-suami mereka yang berjalan didepannya.
Ketua rombongannya biasanya mengangkat tangan tinggi-tinggi untuk memberi tanda sambil membaca doa-doanya
keras-keras.
Thawaf itu sendiri artinya keliling, yaitu mengelilingi Kabah, baik dalam rangka Umrah, atau Haji
maupun tidak dalam rangka itu, yaitu apabila dilakukan dalam rangka thawaf Sunnah. Thawaf sunnah boleh
dikatakan merupakan pengganti shalat sunnah tahiyatul masjid yang berlaku khusus di Masjidil Haram. Thawaf
merupakan acuan dalam kehidupan sehari-hari agar kehidupan kita dari detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan
tahun berulang terus dengan tidak melupakan dzikir, doa dan tasbih. Kita melakukan thawaf bagai diajak mengikuti
putaran waktu dengan tetap mengingat Allah. Dengan kesadaran hamba yang penuh taat tunduk pada Allah yang
Maha Agung.
Disetiap putaran antara Rukun Hajar Aswad, Rukun Yamani, Rukun Iraki dan Rukun Syami kami
membaca Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha ilallah, walahu akbar. Dari Rukun Yamani ke Rukun Hajar
Aswad doanya Robbana atina fiddunya hasanatan, wafil akhirati khasanatan waqina adzabannar.
Putaran thawaf kami semakin mengecil, dan semakin dekat ke titik Hajar Aswad kepadatan semakin
terasa. Disatu sisi dorongan keinginan para jemaah untuk mencapainya, sedang disisi lain mereka yang telah selesai
juga berusaha untuk keluar dengan desakan, terjadilah arus kemacetan jalan kaki. Masih ditambah di kompleks
Multazam, Hijir Ismail dan Makam Ibrahim para jemaah juga ingin menyentuh, menggapai dan maunya berlama-
lama, merupakan titik kemacetan juga. Meskipun disana dijaga petugas dengan alat pemukulnya, yang berlama-
lama diperingatkan dan yang nakal antrinya dipukul petugas. Dengan ekstra kesabaran kami semakin mendekat ke
arah Hajar Aswad, hidung dan wajah ini dapat menyentuh Hajar Aswad “ Ya Allah, …. Ampunilah dosa-dosaku,
…. Ya Allah aku datang pada Mu. Itulah yang dapat kami ucapkan diantara dorongan dan desakan jamaah lain
yang juga ingin mencium Hajar Aswad.

Setelah dari titik Hajar Aswad kami bergeser memasuki kawasan Multazam yaitu tempat diantara Hajar
Aswad dan Pintu Kabah. Konon Multazam menurut bahasa artinya pasti. Kami memanjatkan doa-doa dan
permintaan kami. Meskipun tidak bisa secara Khidmat karena situasi desakan jemaah haji yang ingin bergiliran
mencapai titik tersebut. Dapat difahami karena Multazam merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa. Seperti
dinyatakan oleh Rasulullah : Multazam adalah tempat berdoa yang mustajab ( terkabul ), tidak seorangpun hamba
Allah yang berdoa ditempat ini tanpa terkabul permintaanya. Doa yang dapat kami panjatkan dengan khidmat
biasanya kami lakukan pada shalat-shalat malam sebelum waktu subuh datang, sambil memandangi Kabah sepuas-
puasnya. Biasanya kami mengambil tempat agak menjauh lurus didepan Multazam, karena dekat Kabahnya selalu
penuh sesak.
Perhatian jamaah terhadap Hajar Aswad ini terpulang kepada beberapa latar belakang sejarah, dimana
bangunan Kabah merupakan bangunan ritual peribadatan agama monotheisme yang tertua. Tradisi peribadatan itu
telah dimulai semenjak dibangun pertama kali oleh Nabi Ibrahim as. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim as
membangun Ka‟bah Al Musyarofah bersama-sama putranya Ismail as. Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah
suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia ( QS Al-Maidah 97 )
Setelah Ka‟bah selesai dibangun, Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim as dan Ismail as untuk
memeliharanya dari kotoran dhahir maupun bathin serta kemusyrikan. Meskipun dalam perkembangannya juga tak
pelak digunakan untuk pemujaan patung-patung berhala. Bangunan ini juga telah berkali-kali dilanda banjir, namun
bangunan utama yaitu Kabahnya tetap utuh.
Pada masa renovasinya dahulu pembesar-pembesar Mekah sering berebut untuk dapat paling
menguasainya. Termasuk Muhammad, yang pada waktu itu belum menerima wahyu kerasulannya, ikut
menyelesaikan perselisihan itu, dengan menyampaikan usulan agar Hajar Aswad diangkat bersama-sama setelah
diletakan pada sehelai kain yang lebar. Untuk selanjutnya beliau sebagai hakim yang tidak memihak meletakkannya
pada posisi yang sekarang.
Sementara itu pada masa-masa awal kelahiran Rasulullah juga karena persaingan, ada upaya ingin
menghancurkan Kabah, diantaranya oleh Raja Abrahah dari Abesinia, yang menyerang dengan pasukan gajahnya.
Oleh karena itu maka tahun kelahiran Nabi disebut juga Tahun Gajah. Sekali lagi Allah SWT masih menunjukan
bahwa bangunan Kabah masilh dilindungi dengan memusnahkan pasukan gajah Raja Abrahah itu, seperti
dikisahkan dalam Al Quran Surat Al Fiel. Salah satu tugas kerasulan Muhammad adalah mengembalikan agar
Kabah berfungsi sebagai simbol ke-Esaan Allah dan titik arah kiblat bagi semua umat Islam ketika melaksanakan
shalat. Menyingkirkan segala bentuk berhala maupun mitos-mitos keberhalaan. Dan agar Kabah kembali digunakan
untuk thawaf serta peribadatan lain sebagai agama monotheis.
Ketika melakukan thawaf itu, akibat dorongan yang serta merta dari jemaah lain di arena pelataran
Kabah itu, istri terpisah dengan saya, namun saya tidak terlalu mengkhawatirkannya oleh karena ia selalu dengan
beberapa teman sebayanya dalam satu regu. Selesai melaksanakan thawaf, kami shalat sunat di dekat Makam
Ibrahim, Hijir Ismail, kami beristirahat sejenak, alhamdulillah merasa lega dan bersyukur kemudian minum air
zam-zam sampai puas, terus menuju Bukit Shafa untuk memulai Sa‟i.
Kata Sa‟i berarti usaha, atau berusaha dalam hidup, bentuk ritualnya adalah jalan cepat dan lari kecil
dari Bukit dari Bukit Shafa ke bukit Marwah yang berjarak 450 m, kami lakukan bolak-balik di lantai satu. Bukit
Shafa di selatan dan Marwah di utara. Lintasan tempat Sai yang menghubungkan kedua bukit tersebut sudah
berlantai marmer. Lari-lari kecilnya dilakukan diantara dua tanda lampu hijau yang ada di atas kita. Lokasi Sa‟i itu
sekarang terletak didalam sisi timur Masjidil Haram. Pada awalnya dahulu masih diluar masjid. Sampai saat saya
menyelesaikan Sai tetap istri belum ketemu. Oleh karena hari itu hari Jumat maka saya putuskan untuk sambil
menunggu istri saya mengikuti sebahyang Jumat masih disekitar tempat Sai. Sayapun menyaksikan bahwa thawaf
dan sai berjalan terus selama musim haji, hanya berhenti ketika dikumandangkan Qamat untuk sembahyang.
Selesai sembahyang, lautan manusia bergerak kembali baik di lintasan thawaf maupun lintasan Sai.
Sekitar pk 16 sesudah shalat asar saya pulang , setelah menunggu istri tak kunjung muncul. Saya pikir
istri ga kuat melaksanakan thawaf yang langsung disambung Sai. Mungkin terus berhenti kemudian pulang untuk
dilanjutkan lagi esok hari Sainya. Sayapun pulang sambil menunggu terik matahari mulai berkurang. Sengaja agar
telapak kaki tak melepuh, itu lho akibat sandalnya digaruk petugas. Sayapun pulang … e tahunya malah istri sudah
duluan sampai di hotel. Dan baik thawaf maupun Sainya malah ternyata sudah selesai dilaksanakan. Luar biasa.
Itulah kekuatan motivasi diri dan tentunya kekuatan yang dilimpahkan Allah SWT kepada hambaNya. Kelak
semua ritual ibadah haji selalu dilaksanakan semacam itu. Sehingga banyak jemaah haji yang berangkat dalam
keadaan kurang sehat, anehnya justru malah di tanah suci mereka menjadi sehat.
Setelah perluasan dan renovasi kedua bukit Shafa dan Marwah, yang terletak didalam masjid, bentuk
bukit rasanya tidak nampak lagi. Kedua bukit dihubungkan dengan jalan berlantai 2 dengan alas terbuat dari batu
marmer, jadi mengerjakan Sai bisa di lantai dasar dan atau dilantai atas, lebar jalan kurang lebih 20 meter dibagi
dalam 2 jalur ( kanan dan kiri ) untuk jamaah Sai yang berjalan kaki dan ditengahnya dibuat 2 jalur dengan lebar
masing-masing kurang lebih 1 meter untuk orang sakit/orang tua yang melaksanakan sai dengan kursi roda. Jarak
dari bukit Shafa ke bukit Marwah 450 meteran, jadi kalau berjalan 7 kali berarti 7 x 450 meter = 3050 meter atau
3,05 km. mereka yang mengerjakan Sai dengan kursi roda atau ditandu biasanya menyewa pengawal yang
kebanyakan orang berkulit hitam besar, tarifnya konon 25 sampai 100 real.
Bukit Shafa dan bukit Marwah menurut sejarah Islam merupakan saksi perjuangan dan ketabahan Siti
Hajar dan puteranya Ismail dalam usaha mempertahankan hidupnya di tengah-tengah lembah yang sunyi tandus
dan gersang.ketika harus mondar-mandir antara dua bukit itu untuk mencari air minum bagi Ismail. Setelah
ditingggalkan Nabi Ibrahim As ketika diperintahkan oleh Allah agar mengembara untuk mengembangkan
agamanya.
Suatu hari persediaan makanan dan minumannya kian menipis, Siti Hajar menjadi gelisah, terlebih
ketika Ismail menangis minta air minum. Dengan berlari-lari antara bukit Shafa dan bukit Marwah bolak-balik 7
kali Siti Hajar berupaya mendapatkan air, namun upayanya belum memberikan hasil. Akhirnya dengan pertolongan
malaikat Jibril melalui hentakkan kakinya ke tanah, keluarlah air yang oleh Siti Hajar dikumpul-kumpulkan dengan
kedua tangannya, sampai saat ini kemudian dikenal dengan nama sumur Zamzam. Sumur ini sampai sekarang tidak
pernah kering walaupun airnya diambil untuk diminum oleh seluruh jamaah Haji/Umrah yang datang dari segala
penjuru dunia, bahkan air Zamzam banyak dibawa pulang untuk oleh-oleh para jamaah.
Sekarang ini setelah perluasan dan renovasi Masjidil Haram sumur Zam-zam telah ditutup, jadi terletak
dibawah lantai masjid, dengan peralatan modern air dipompa dan dialirkan melalui pipa-pipa di Masjidil Haram
maupun keberbagai tempat antara lain ke Madinah untuk minum jamaah di Masjid Nabawi, air Zamzam adalah air
dari Allah SWT dapat dijadikan obat untuk berbagai penyakit yang diderita, oleh karenanya sewaktu minum
hendaknya diniatkan menjadi obat sambil berdoa kepada Allah SWT.
Ketika untuk pertama kali minum air Zamzam, saya tak lupa mengucapkan doa kepada Allah SWT
sesuai ajaran Nabi “ Allahuma inni asan nafi’an warizkan wasi’an wasyifa’an min kuli da’in wasaqamin
birahmatika ya arhamarrahimin - Ya Allah aku mohon kepada Mu ilmu pengetahuan yang bermanfaat rizki yang
melimpah dan kesembuhan dari segala penyakit dengan rakhmat Mu ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih dari
segenap yang pengasih.
Dalam masjid disediakan air zamzam baik untuk diminum maupun untuk wudlu. Untuk wudlu letaknya
di pelataran luar Kabah dalam bentuk dialirkan melalui kran-kran. Sedang didalam masjid dengan gentong atau
jerigen besar fiber setiap sekian shaf shalatan. Yang ini dalam bentuk minuman dingin ( diberi es) maupun normal,
bagi yang tidak suka dingin memilih tempat yang bertuliskan hijau. Begitu keluar dari gate atau gerbang masjid
juga di sebelah kiri kanan gerbang ada kran air zamzam untuk minum. Disetiap tempat demikian biasanya
disediakan gelas plastik untuk sekali pakai. Meskipun demikian tetap selalu antrian untuk minum.
Saat melangkah kaki menuju bukit Shafa kami membaca doa, tepat diatas bukit Shafa dengan
menghadap Ka‟bah kami berdoa selanjutnya berjalan ke arah bukit Marwah sambil terus memanjatkan berdoa.
Diantara dua pilar bertanda lampu hijau, kami berlari-lari kecil, dalam angan-angan terbayang kisah Siti Hajar yang
berlari-lari mencari air untuk minum putranya Ismail. Sampai bukit Marwah kembali kami membaca doa demikian
pulang pergi sampai 7 kali perjalanan. Umrah selesai ditandai dengan tahalul yaitu dengan memotong rambut.
Secara resmi setelah tahalul itulah kami boleh melepas pakaian ihram berganti dengan pakaian biasa. Jadi
berikutnya merupakan thawaf sunah tidak lagi mengenakan pakaian ihram. Kecuali kelak pada thawaf Ifadhah.
Selanjutnya kami menuju ke tempat air Zamzam disediakan untuk melepas dahaga lagi dengan meneguk
sepuas-puasnya. Berbeda dengan air biasa, air Zamzam tidak hanya melepas haus dan dahaga tetapi laparpun
menjadi hilang sehingga menyebabkan tetap betah beribadah di masjid. Konon memang air zam-zam mempunyai
kandungan mineral yang tinggi sehingga sangat baik untuk kesehatan.
Nampaknya menyimpang dari rencana semula dan tergesa-gesa keputusan itu, oleh karenanya pada hari
pertama itu banyak kejadian yang tidak diinginkan. Pertama di Masjidil Haram kami naruh sandal tidak di
tempatnya, sehingga kena garuk, jadilah terpaksa semua jemaah regu kami pulang tanpa memakai alas kaki. Waktu
itu masih hari pertama, jadi belum terpikir mencari atau membeli sandal karena belum tahu dimana tempat penjual
sandal ada. Yang pulang ke pondokan masih siang telapak kakinya terbakar panasnya jalan raya, saya sendiri
pulang ke pondokan sudah agak sore, selamatlah telapak kaki ini. Kedua banyak yang tersesat, dan yang paling
parah adalah dialami oleh ketua regu kami yang terpisah kemudian tersesat, baru kemudian menemukan pondokan
atau ketemu anggota regunya pk 02.00 dini hari, berarti satu hari itu dan setengan malam.
Kebanyakan mereka yang tersesat dikarenakan sebelumnya kurang mempelajari tanda-tanda dan arah
dari atau ke pondokan sendiri. Pada umumnya memang kesalahan petugas karena kurang dipandu ketua regu
maupun rombongan. Kami sudah dalam satu regu tetapi gerak aktivitasnya masih selalu kental individualistis,
semua cenderung berebut untuk melaksanakan ritual masing-masing. Kecenderungan ini merupakan kelemahan
jamaah haji Indonesia secara umum, dan tidak hanya pada pelaksanaan ritual ibadah di Masjidil Haram saja.
Mekah atau lembah Bakkah yang artinya lembah air mata. Di negeri ini hampir semua marka, tanda
pengenal jalan, nama bangunan atau toko menggunakan tulisan Arab gundul, bagi kami yang kurang lancar
membaca mengalami kesulitan. Sementara bentuk rumah hampir sama, arah mata angin juga kebanyakan juga
kurang atau belum faham. Bentuk rumah di tanah Arab secara umum berbentuk kotak dan khususnya di Mekah
rumah dibangun dengan site hotel tidak ada atap genteng, atapnya dengan dak atau tanpa atap. Pada saat bukan
musim haji yang ditempati keluarga hanya beberapa kamar dan biasanya lantai dasar. Ketika musim haji dikontrak
untuk pemondokan jemaah haji. Yang empunya harus keluar dari Mekah. Tetapi konon meskipun disewa semusim
haji, tarifnya sama dengan disewa setahun. Kelemahan para jemaah haji juga masih kurangnya menggunakan atau
memanfaatkan teknologi yang sudah ada, terutama teknologi komunikasi, padahal setiap regu hampir dipastikan
ada yang memiliki handphone. Pada waktu manasik penjelasan tentang hal seperti itu kurang mendapat perhatian.
Saya sendiri mempunyai problem begitu mendarat di Jedah, handphone saya ternyata tidak berfungsi,
padahal waktu di tanah air saya sudah proses minta dibuka roaming internasionalnya. Mungkin kesalahan saya
setelah minta diproses kemudian tidak dicek kembali. Terpaksa saya kemudian menggunakan Sim Card Al Jawal (
Perdana paket khusus musim haji dari Perusahaan Telkom Kerajaan Arab Saudi ) seharga 125 real pulsa seratus.
Paket ini memang khusus digunakan selama musim haji masa aktif pulsanya konon 50 hari. Belakangan baru
kutahu bahwa diagen sebenarnya bisa didapat dengan harga juga 100 real, tapi … ya itulah karena tergesa-gesa.
Konon kalau tidak hati-hati ada yang kena 150, 160 atau bahkan 175 real. Disamping ada brosur maupun leaflet
penggunaannya juga dapat pula diakses pada www.stc.com.sa malas repot kamipun minta tolong kepada petugas.
Petugas haji dari Indonesia kebanyakan para mahasiswa Indonesia yang belajar di Arab dan sekitarnya
seperti Cairo. Mereka pada umumnya dikontrak untuk selama 3 bulan sebagai petugas dari Indonesia. Sayang sekali
pelayanan mereka saya lihat belum optimal. Mustinya pertama kali datang mereka dikenalkan sebagai petugas,
kewajiban mereka, kemudian mereka memberikan petunjuk awal secara umum. Rupanya keorganisasiannya belum
begitu bagus, sehingga mana yang petugas dan mana pula yang calo, sepertinya kami sulit membedakanya.
Bagi jemaah haji yang membawa kamera, ternyata mengambil gambar di Masjidil Haram tidak
diperbolehkan. Oleh karena itu jika akan mengambil gambar dengan membawa tustel sebaiknya tidak masuk
masjid, shalatnya mengambil tempat di pelataran masjid, sebab di pintu masuk tustel akan disensor. Itu saja
mengambil gambarnya harus kucing-kucingan dengan petugas. Jika akan mengambil gambar didalam sebaiknya
dengan kamera handphone.
Bagi jemaah yang baru pertama kali memasuki Masjidil Haram sebaiknya.mengadakan orientasi.
Memahami pintu masuk,jalan pulang, misalnya kami pulang dengan mengambil jalan lurus dengan pintu keluar
atau gate berapa misalnya. Rombongan kami jika akan pulang memperhatikan lurus gerbang 85 atau King Fahd
Gate. Letak kamar kecil juga sangat penting untuk difahami. Jika ada hajat besar atau sakit perut, kita dapat segera
menuju toilet tersebut sekaligus berwudu jika batal. Saya juga sempat keliling Masijid Haram melihat lintasan Sai (
pada waktu melaksanakan Sainya kan ga sempat lihat-lihat kanan dan kiri), melewati Babussalam ( sebenarnya
disunahkan pertama kita masuk Masjidil Haram melewati pintu ini - namun kami tak sempat melaksanakan waktu
itu karena situasi sudah ramai ), serta bagian utara masjid menuju arah Pasar Seng yang dikenal sebagai pasar yang
ramai bagi jemaah haji Indonesia.
Saya juga sempat melihat lokasi tempat kelahiran dan tempat tinggal Nabi ketika kecil tidak jauh dari
Babussalam. Rupanya lokasi itu juga menarik perhatian, terbukti banyak yang mengunjungi. Namun disana ada
papan peringatan bahwa kunjungan ke tempat itu tidak disyariatkan bagian dari ibadah umrah atau haji. Oleh
karena banyak jemaah haji yang cenderung mengsakralkan, bahkan jauh-jauh dari tanah air diniatkan untuk
mengunjungi dengan maksud-maksud tertentu. Seperti halnya mencari salah satu tihang Masjidil Haram yang
berukir atau dengan ornament tertentunya. Banyak cerita-cerita semacam, tapi saya pikir dapat merusak keimanan.
Jadi memang benar jika ada yang berkata meskipun ibadah haji juga batas dengan kemusyrikan sangat tipis. Oleh
karena itu jemaah haji perlu berhati-hati.
Masjidil Haram telah berkali kali di renovasi dan diperluas, sehingga perluasan itu terbentur padang
dinding bukit Jabal Qubaiys. Di bukit ini dibangun pula istana raja. Konon istana itu khusus digunakan untuk tamu
raja yang melaksanakan ibadah haji atau umrah. Pembangunan hotel-hotel yang pesat, menyebabkan pandangan
keMasjidil Haram terhalang oleh tingginya hotel-hotel yang baru. Jika hal ini terus berlangsung pada suatu saat
kemungkinan sulit melihat Masjidil Haram dari jarak pandang yang cukup jauh.
Pada saat menunggu waktu dari shalat fardhu yang satu ke yang lain di Masjidil Haram biasanya saya
gunakan untuk shalat sunat, itikaf ataupun jalan-jalan mengagumi Masjidil Haram dan sekitarnya. Semuanya
memang mengundang saya ingin melihat dengan mata kepala sendiri. Saya merasa bersyukur, karena Allah
memberi kesempatan melaksanakan ibadah ini kepada saya masih dalam kondisi kesehatan yang cukup baik dan
usia yang relatif masih kuat. Sehingga hasrat keingin tahuan seperti itu masih bisa terpenuhi. Ada orang cerita
katanya di bawah Masjidil Haram ada terminal, sayapun coba melihatnya, kadang-kadang mengajak teman,
kadang-kadang sendiri. Setelah agak lama di Mekah istri sudah paham dan berani sendiri, maksud saya dengan
teman wanitanya. Jadilah saya sering jalan-jalan melihat sendiri, kencan ketemu lagi kalau mau pulang ke hotel.
Memang benar dibagian bawah pelataran Masjidil Haram ada terminal bawah tanah, juga ada jalan raya bebas
hambatan, disamping juga toilet yang berlantai 2 ke bawah. Kita bisa masuk dari pintu yang satu dan keluarnya di
tempat lain, jadi kalau tak mengamati dan memahami dulu memang bisa kesasar.
Jarak dari tempat pondokan kami yaitu di distrik Misfalah ke Masjidil Haram kurang lebih 1500 m,
cukup jauh untuk istri saya yang jarang jalan kaki, tetapi bagi saya tidak masalah. Hari itu kami berangkat jalan
kaki, pria berpakaian ikhram, pakaian ihram ibu-ibu hampir seperti pakaian mau shalat. Ketika perjalanan ke
Masjidil Harampun, semakin dekat ke masjid semakin padat lautan manusianya, akhirnya setelah berjalan kurang
lebih 20 menit –dengan terus sambil membaca talbiyah- barulah kemudian didepan kami mulai tampak Masjidil
Haram, masjid agung yang kami impikan, hati ini tersentak hampir tidak percaya ketika pertama kali melihat
Masjidil Haram.
Tempat tempat pemondokan adalah hotel hotel di kawasan sekitar Masjidil Haram. Di selatan kawasan
Misfalah, yang agak rata sepanjang jalan Hijriah. Di sebelah barat kawasan Jarwal, ke sebelah timur agak selatan
kawasan Syib Amir. Jiad Rea Bakhsy, di utara kawasan Hafair, Jafariyah dan Aziziyah. Diantara kawasan-kawasan
itu yang jalannya datar adalah di Misfalah, sedang yang terjauh adalah Aziziyah yang mencapai 3,5 km. Biasanya
yang kebagaian di Aziziyah disediakan bus untuk pulang pergi ke Masjidil Haram. Namun karena kadang kadang
ada penumpang nyerobot sering ketinggalan. Kalau terjadi seperti itu ya terpaksa naik taksi atau mikrobus sendiri,
dengan tarif 2 atau 3 real.
Sesudah melaksanakan ibadah Umrah kami masih punya banyak berkesempatan melakukan ibadah
shalat jamaah di Masjidil Haram maupun ibadah Umrah sunnah. Pada setiap waktu perjalanan pulang dari masjid
kami manfaatkan juga untuk berbelanja dan atau hanya melihat-lihat barang-barang yang dijual sepanjang jalanan
dan yang sangat populer bakulnya pada bisa berbahasa Indonesia “ Murah …. Murah…sepuluh real…. Lima
real….khamsah real dst.( khamsah real = lima real ) Satu real waktu itu kurang lebih kurs rupiahnya Rp 2600 -
2800,- Tempat penukaran uang banyak terdapat di sepanjang jalan menuju Masjidil Haram. Kami juga
mengunjungi komplek pertokoan yang megah dan indah, warung soto, nasi tegal, Rumah Makan Indonesia di
Belakang Hotel Dar el Tawhid.
Saya juga sempat shalat di lantai 3, terik matahari sangat menyengat. Sayapun mencari tempat yang
agak terlindung oleh menara masjid. Bener-bener menakjubkan menyaksikan pemandangan ke bawah, Kabah
menjadi pusat kisaran ribuan orang pada saat melakukan thawaf, seperti layaknya elektron-elektron yang
mengelilingi inti atom. Ataupun pusat galaxi yang dikitari oleh tata surya dan planet-planetnya. Lebih
mengagumakanku lagi bahwa inilah pusat atau kiblat dua setengah milyar muslimin dan muslimat di seantero
jagad pada setiap hari melaksanakan shalatnya.
Bagi yang mau melaksanakan thawaf di atas Masjidil Haram inipun merupakan alternatif, jika dibawah
penuh sekali. Bisa dilaksanakan baik di lantai 2 ataupun di lantai 3. memang jarak tempuhnya jadi lebih jauh,
mungkin bisa 4 atau 5 kali lipat. Tetapi sambil mengaguminya, tak ada salahnya mencoba. Bukankah merupakan
pengalaman unik disamping ada kenikmatan tersendiri di dalamnya.
Perasaan kami sering tenggelam dalam kesujudan, kepasrahan, lebih-lebih saat-saat melaksanakan shalat
tahajud di depan Kabah. Biasanya kami berangkat awal untuk subuhan sekitar pk. 03.30 an, sehingga masih bisa
memilih tempat dekat dengan Kabah atau tempat dimana kami dapat melihat Kabah dengan sepuas hati, sampai
menitikan airmata dalam kesujudan, kepasrahan, mengadu, memohon ampunan berkah dan permohonan-
permohonan lain.. Kami biasanya sempat shalat tahajud dan shalat sunah fajar, sunah qobliyatan Subuh barulah
kemudian shalat subuh setelah masuk waktu.

HARI-HARI DI MEKAH

Kegiatan ibadah selama di Mekkah yang memakan waktu kurang lebih 22-24an hari adalah jamaah
subuh, itikaf, kemudian asar terusan magrib dan isa kalau kondisi badan sehat. Pilihan lainnya adalah umrah sunah,
atau hanya thawaf sunah. Pada awalnya jika berangkat naik minibus, tarifnya 1 real. Begitu kita keluar dari hotel
biasanya sopir menjajakan dengan suara khasnya “ Haram, ..Haram ! Maksudnya adalah jurusan Masjidil Haram.
Untuk menawar harus kompak, kalau tidak bisa kena 3 atau 3 real. Pulangnya jalan kaki sambil melihat suasana
pagi, terutama sekali orang jualan bermacam-macam. Konon banyak sekali mereka adalah penjual illegal, kalau ada
isu polisi datang mereka banyak yang terbirit-birit. Setelah otot kaki dapat menyesuaikan, baik berangkat maupun
pulang ke Masjidil Haram kami senang jalan kaki.
Kami sepertinya berlomba untuk mendapatkan keridlaan dan magfirah Allah sepuas-puasnya. Betapa
nikmatnya shalat malam didepan Kabah, biasanya dengan melelehkan airmata kami panjatkan doa “ Ya Allah
ampuni dosa-dosa kami, bukalah pintu rahmatmu, kabulkan permohonan kami “ disamping memohon ampun kami
memasrahkan jiwaraga kami, memohon dan mengadukan persoalan hidup masing-masing, tak lupa untuk anak-
anak, doa titipan dari kerabat, handai taulan dan koleha juga kami panjatkan. Tak lupa kami akhiri dengan
permohonan agar haji kami bermanfaat dunia ahirat baik bagi kami maupun orang lain.
Satu hal yang saya rasakan selama berada di Mekah itu adalah sangat kurangnya informasi dan
perkembangan yang terjadi di tanah air. Saya tahu perkembangan di tanah air hanya dari sms anak-anak atau
sahabat. Tersiar kabar bahwa Pak Harto meninggal dan harga BBM telah menjadi Rp 7000,00 ternyata keduanya
saya cek hanya issue belaka. Berita yang pasti adalah keadaan di tanah air sedang musim hujan, setiap hari diguyur
hujan, disana-sini terjadi banjir dan tanah longsor. Termasuk musibah tanah longsor di Banjarnegara yang banyak
menelan korban jiwa..
Bicara menu makanan ngga tahu apa, selalu ada-ada saja yang rasanya kurang, ini karena pengaruh
udara Mekkah yang kering sehingga makanan cepat menjadi kering mempengaruhi citarasa dan atau mungkin juga
bumbu tidak selengkap di tanah air, atau mungkin selera lidah kami belum pas, tetapi saya berusaha untuk selalu
makan banyak untuk kesehatan. Termasuk juga setiap jam kami usahakan untuk minum, karena udara disana
kering. Seringnya untuk makan pagi kami beli lauknya, siang kadang-kadang buat, kadang-kadang beli, sedangkan
nasi biasanya buat sendiri.
Beberapa hari di Mekkah, anggota regu mulai ada yang sakit, rata-rata panas, batuk atau flu. Untunglah
pemerintah Indonesia menyediakan seorang dokter tiap kloter dan seorang paramedis setiap kloternya. Kebanyakan
mereka sakit karena terlalu bernafsu melakukan umrah sunah, thawaf sunah atau shalat jamaah di Masjidil Harram,
sehingga lupa bahwa pada waktu-waktu awal seperti itu tubuh perlu penyesuaian iklim. Iklim dan suhu di Mekkah
berfluktuasi, beberapa hari setelah kami datang cukup hangat, tetapi tiba-tiba beberapa hari kemudian menjadi
dingin, sementara sinar matahari begitu kuatnya dapat membuat kulit gosong. Oleh karena itu kami dianjurkan
untuk mengurangi kegiatan di alam terbuka yang kurang perlu. Oleh karena itu kesehatan fisik yang sangat
diperlukan, harus benar-benar dijaga, terutama sekali pada kegiatan wukuf di Arafah dan melempar jumrah di Mina
kelak, yang banyak memerlukan aktivitas di udara terbuka. Itu saja dikemudian hari kami baru tahu bahwa musim
ibadah haji kami termasuk beruntung pada saat iklim masih cukup bersahabat, dan konon tidak setiap musim haji
seperti itu.
Daya tarik dan motivasi untuk beribadah di Masjidil Haram begitu kuat diantara jamaah calon haji.
Bahkan kadang-kadang ada yang lupa menjaga kesehatan diri. Hal ini tentu oleh karena Rasulullah pernah
bersabda, yang disampaikan Jabir Ra, waktu itu sedang di Masjid Nabawi Madinah : Satu kali shalat di mesjidku
ini adalah lebih utama dari seribu kali shalat di masjid lainnya, kecuali di Masjidil Haram adalah lebih utama
daripada seratus ribu kali shalat di masjid-masjid lainnya ( HR Ahmad ibn Hambal dan Ibnu Majah )
Setiap jamaah shalat fardu tak usah kaget selalu diikuti shalat jenazah. Artinya setiap saat, setiap hari
setiap periode shalat ada saja jemaah yang meninggal, karena usia, karena sakit , serangan jantung, infeksi dan atau
karena kecelakaan. Jemaah yang berusia lanjut biasanya mengalami kesulitan dalam penyesuaian cuaca, apalagi
mereka yang kurang terbiasa hidup mandiri. Saya jadi teringat ketika dahulu masih mengajar –saya seorang guru -
melatih regu Pramuka sering mengalami kondisi seperti itu pada saat berkemah. Suatu kali sehabis shalat subuh aku
menyaksikan sendiri dan menghitung jenasah yang diusung ada 8 keranda. Jenazah jamaah haji yang meninggal di
Mekah dikebumikan di Pekuburan Ma‟la.
Di Ma‟la inilah Siti Khadijah istri Rasulullah yang pertama dimakamkan. Siti Khadijah merupakan figur
muslimat yang kukagumi. Pengorbanannya terhadap suami luar biasa. Dari seorang anggota bangsawan yang kaya-
raya, rela mengorbankan habis-habisan hartanya demi perjuangan kerasulan suaminya. Luar biasa kepatuhan,
kesetiaan dan keihlasannya. Dialah yang memberi ruang untuk mencari hakikat kebenaran pemuda Muhammad.
Dipersilahkannya Muhammad untuk tafakur, tidak memikirkan urusan dagangnya. Memberinya support ketika
pulang menggigil ketakutan karena datangnya Malaikat Jibril yang pertama kali padanya. Menyelimuti dan
menghiburnya dengan kasih sayang. Dia pulalah orang yang pertama kali mengakui kerasulan Muhammad. Siti
Khadijah adalah wanita yang terkenal kuat menjaga kesucian dan martabat dirinya sehingga dijuluki At-Thahirah,
sedang Muhammad pemuda yang sangat jujur dengan julukannya Al-Amin.
Jemaah haji yang wafat akan dibawa ke Masjidil Haram untuk dishalati. Bayangkan dishalati oleh
ribuan orang, padahal dirumah kita masing-masing untuk dishalati 40 orang saja, kadang-kadang mengalami
kesulitan. Tidak ada yang membuat kami bersedih, selain menyadari bahwa orang yang meninggal itu sudah
melakukan haji atau belum. Mudah-mudhan Allah menghitung sudah melaksanakannya. Namun demikian dalam
benak kami bertanya apakah ada yang lebih utama kecuali kematian di tanah suci. Bukankah banyak orang yang
datang kesini berharap agar mereka dipanggil kembali ke hadirat Allah disini. Saya menyadari bahwa bisa saja hal
itu menimpa saya sewaktu-waktu.
Pemandangan dari atas tower hotel yang saya tempati -Darr el Shoorok-yang terletak di dekat Jalan
Hijriah sangat bagus terutama saat matahari terbit atau menjelang terbenam. Kebetulan puncak hotel yang kami
tempati itu digunakan untuk menjemur pakaian para jemaah yang sudah dicuci. Atmosfir kota Mekkah ternyata
diliputi partikel dan debu halus, dan ini dapat dilihat dari tower hotel. Itulah yang menjadi penyebab, meski malam
hari tak berawan atau mendung jarang sekali kelihatan bintang. Udaranyapun sangat kering, meskipun kita baru
saja keluar keringat, dalam waktu 15 menit akan kering kembali. Kami keluar keringat biasanya ketika memindah-
mindahkan kopor, jalan cepat ke Masjidil Haram atau ketika kumpul di kamar dan AC dimatikan. Karena udara
kering pembusukanpun terhambat, sehingga keringat tidak bau, bahkan binatang matipun biasanya cepat
mengering. Pakaian yang dicucipun hanya beberapa jam dapat kering, bahkan kadang-kadang cukup diangin-angin
dalam kamar masing-masing.
Pondokan kami di Mekkah berada di Hotel Darr el Shorook yang terletak di Distrik Misfalah di Jalan
Hijriah ( Hijriah Street ). Kalau ditarik dari Masjidil Haram Jalan Hijriah ini berdampingan dengan Jalan Ibrahim
Al Khalik, jalan raya jalur menuju selatan Mekkah. Distrik ini letaknya kurang lebih 1500 m di sebelah selatan
Masjidil Harram. Hotel Darr el Shorook termasuk kelas sedang bertingkat 13 dengan fasilitas lift dan setiap lantai
ada seorang petugas cleaning service-nya. Setiap pagi dan siang membersihkan lantai dan kadang-kadang kaamar
jika diminta. Kami berkomunikasi dengan isyarat dan kadang-kadang senyum saja. Sebenarnya kami merasa
kasihan ingin lebih akrab, cuman di sana kami sering menjadi ekstra hati-hati terhadap orang yang baru dikenal. Ini
karena banyak cerita kasus-kasus yang menimpa jemaah haji.
Kebetulan lantai tempat kami menginap petugas cleaningboy-nya orang dari Pakistan. Kebetulan kami
serombongan kebagian hotel yang lumayan, dibanding sisanya yang tidak tertampung di hotel yang lebih jelek.
Kamarnya kecil, agak pengap, perabotan tua, kapasitas liftnya untuk 3 orang ( dihotel kami kapasitas lift 9 orang )
mungkin lebih layak disebut penginapan dari pada hotel. Di hotel air minum, dapur umum untuk tiap regu
disediakan, yang minus adalah telephon dan televisi, sehingga praktis kami buta informasi terutama tentang
keadaan tanah air.
Distrik Misfalah termasuk dalam Daerah Kerja 9, Maktab kami adalah Maktab 44. setiap maktab terdiri
dari 7 atau 8 kloter. Perlu dimaklumi bahwa sistem pengelolaan haji yang semenjak dahulu diurus oleh para syech (
Mufti, Mutawif, Muasasah ), sekarang menjadi sistim maktab dimana untuk kelancaran pelaksanaan haji para Mufti
didampingi petugas dari unsur pemerintah RI dengan pembagian perwakilan Daerah Kerja ( Daker ) dan Sub
Daerah Kerja ( Sub Daker ).
Di sekitar hotel dan juga sepanjang jalan dari Masjidil Harram ke pemondokan pada pagi hari ramai
dengan pedagang lauk dan sayur. Dengan harga minimal serba 1 real. Mereka adalah TKI di Arab yang pada
musim haji mendapat cuti dari majikannya. Fasilitas cuti ini biasanya mereka gunakan untuk ibadah haji atau
mengais real dengan berjualan berbagai makanan atau kelontong dan cenderamata. Oleh karena itu banyak
diantaranya yang dijajakan makanan khas daerah asal masing-masing. Jadi tak perlu hawatir bakso, soto, mendoan,
bakwan, sayur terong, sayur bening masakan kesukaan kami masing-masing ada.
Jemaah haji Kloter kami ditempatkan di 3 rumah/hotel, antara hotel satu dengan lainya tidak jauh, cuma
melalui lorong-lorong yang agak kumuh. Sayang sekali kebersihan lingkungan sekitar hotel pondokan kurang baik.
Penempatan jemaah haji Indonesia di Mekah telah diundi ketika kami masih di tanah air. Jadi ada yang kebagian
dekat 600-700an m, tetapi ada yang sampai 3500an m dari Masjidil Haram, dengan lokasi arah diseputar Masjidil
Haram. Bagi yang kebagian jauh sekali biasanya ada fasilitas bus untuk antar jemput ke Masjidil Haramya.
Karena jarak ke Masjidil Haram cukup jauh pada awalnya setiap berangkat ke Masjidil Haram pakai
angkutan kota. Setelah agak penyesuaian baik berangkat maupun pulang dengan jalan kaki, itung-itung berolah
raga sambil melihat-lihat pasar swalayan maupun jualan yang dijajakan sepanjang jalan. Pada umumnya jemaah
haji Indonesia suka berbelanja tetapi juga dikenal pelit karena suka nawar. Kami juga sering mendapat voucher
bingkisan makanan kecil dari raja sehabis shalat subuh meskipun dengan antri. Asik juga pengalaman antri dengan
berbagai bangsa. Pengalaman unik seperti itu menjadi menyenangkan, bukan sekedar makanan kecilnya saja.
Kadang-kadang sambil diskusi sana-sini, tentu saja hambatannya karena terbentur bahasa pengantar kami. Voucher
makanan kecilnya dibuka di hotel dan cukup kenyang untuk sarapan 2 orang atau untuk snack sianghari.
Saya melihat teman-teman jemaah calhaj ada yang membeli macam-macam souvenir untuk oleh-oleh
pulang haji. Diantaranya sajadah, dari yang sederhana sampai dengan yang menggunakan kompas, kain sorban dari
yang konvensional sampai dengan model Yaser Arafat, topi haji. Ada juga yang membeli minyak wangi dan
kosmetik, dari cat kuku sampai dengan lipstik. Makanan oleh-oleh biasanya kurma, dari kurma biasa sampai
dengan kurma nabi yang cukup mahal harganya. Ada yang membeli alat elektronik dari arloji, mainan anak, kaset,
VCD sampai dengan kamera. Ada pula yang membeli kitab-kitab agama, obat-obatan, dari dendeng hati unta (
konon obat sesak nafas dan asma kronis ) sampai dengan rumput fatimah ( konon obat melancarkan persalinan ).
Gara-gara salah makan aku sempat terganggu pencernaan, maksud hati makan banyak agar sehat malah
pencernaan makanku ga kuat, sehingga harus tiduran seharian. Alhamdulillah esoknya sudah baik kembali.
Kegiatan shalat jamaah ke Masjidil Harram pun berjalan seperti biasa, hanya kami harus mengatur diri, ibarat
orang lari harus mengatur staminanya agar tidak kehabisan nafas.
Mendekati pelaksanaan ibadah haji yang dimulai 8 Dzulhijah, jamaah di kota Mekah semakin padat
yang kentara sekali pada kepadatan jamaah pada keluar masuk Masjidil Haram atau di jalan menuju ke Haram.
Jemaah dari negara-negara yang dekat dengan Arab Saudi banyak yang ngepas waktu tanggal-tanggal tersebut,
ditambah lagi jemaah seperti dari Indonesia gelombang I yang ke Madinah dahulu juga mulai berdatangan di
Mekah. Oleh karena itu kegiatan baik di Masjid maupun kegiatan kegiatan lain seperti jasa dan akomodasi,
transportasi semakin hingar bingar. Mekkah benar benar menjadi kota internasional.
Masjidil Harampun semakin padat baik di lantai dasar, bawah tanah, lantai 2 dan 3. Jalanan makin macet
dan hiruk pikuk. Kalau terlambat berangkat ke masjid alamat tak kebagian tempat dalam masjid. Jadilah shalat
dipelataran masjid, bahkan ada pula yang shalat di jalan menuju ke masjid, karena keburu ketabrak qamat shalat.
Sementara shalat di masjidpun kaki dan bahu bersinggungan , kadang berdesak sampai-sampai sujudpun tidak bisa
lurus kearah Kabah karena menyesuaikan tempat yang memungkinkan. Konon ada yang harus sujud dipunggung
orang lain. Biasanya saya memakai kiat dengan masuk diantara orang orang yang berbadan besar apakah orang
Nigeria, Abesinia, Mesir atau Turki. Kalau sudah masuk diantara dua orang berbadan besar seperti itu aman. Meski
resikonya harus terpisah dengan sesama haji dari tanah air. Jika sesama orang -maksudnya sesama jemaah haji dari
tanah air- kecil sering kali tergeser-geser, jadilah shalat dengan tempat yang sangat sempit. Waktu-waktu usai
shalat jalan Ibrahim al Khalik macet jalan Hijriah ya, pokoknya semua jalanan macet.
Di Masjidil Harampun suasana semakin mendekati hari Arafah ( hari Arafah adalah tanggal 9 Zulhijah )
semakin padat. Banyak yang melaksanakan shalat di halaman masjid, bahkan banyak pula yang shalat di jalan-jalan
raya menuju ke Masjidil Haram. Kalau sudah demikian, shalatpun harus berimpit bersentuhan bahu tangan, bahkan
kadang-kadang untuk ruku dan sujudpun mengalami kesulitan. Belum lagi ada jemaah yang suka main serobot.
Pada umumnya yang demikian bukan jemaah haji Indonesia. Jemaah haji Indonesia dikenal mudah diatur dan
sering lebih tinggi tingkat toleransinya.
Melihat pelbagai bangsa dengan adat istiadat yang berbeda, menjadikan kami banyak belajar dan
bertoleransi. Termasuk didalam melaksanakan ibadah shalat. Padahal di tanah air perbedaan sedikit saja kadang-
kadang sudah menjadikan bahan untuk pertentangan. Kami kagum dengan penampilan jemaah Haji dari Turki yang
selalu kompak dan konsisten sampai pakaianpun mengenakan pakaian warna abu-abu sama, kecuali saat ihram.
Identitas mereka berlogo tulisan Dyanet, barangkali nama perusahaan penyelenggara ibadah haji mereka. Ketika
thawaf yang laki-laki benar-benar mengawal yang perempuan. Jamaah dari Indonesia Indonesia dengan ciri
khasnya biasanya sarung dan peci hitamnya, dikenal mudah diatur, sehingga banyak mengundang simpati.Sayang
sekali banyak jemaah haji Indonesia yang tidak konsisten seperti jamaah dari Negeri Turki.
Jamaah dari Malaysia pada umumnya hampir tak bisa dibedakan dengan dari Indonesia jika tidak
melihat paspor yang selalu berada dalam tas kecil yang diselendangkan didada. ( aturannya memang demikian,
kemanapun pergi gelang dan tas paspor harus dibawa dengan tasnya). Dengan melihat tas paspor biasanya kita
langsung bisa membaca dari mana jemaah haji tersebut berasal karena ada identitas yang langsung terbaca, yaitu
bendera serta dengan nama Negara masing-masing. Kami juga ada melihat jamaah dari Korea, China, Jerman,
Bosnia meski jumlahnya tidak begitu banyak. Kalau dilihat dari segi jumlah jemaah haji yang paling banyak adalah
berturut-turut Indonesia, India, Pakistan, Turki, Nigeria, Mesir, baru Negara-negara lain.
Yang temperamennya agak tinggi biasanya orang Nigeria dan Abesinia, tetapi hatinya sebenarnya baik.
Yang penting kita tidak melukai perasaan dan tetap menghormatinya. Tubuh mereka memang tinggi dan jangkung,
banyak pula yang badannya besar. Jadi disaat ibadah haji seperti itu ada dua kelompok raksasa untuk ukuran orang
Indonesia yang rata-rata bertubuh kecil. Raksasa hitam adalah orang orang Afrika seperti Nigeria, Abesinia dan
negeri lainnya serta raksasa putih yaitu orang-orang Turki, Mesir, Iran. Irak, Maroko dan Timur tengah lainnya.
Adalah di jalan menuju ke Masjidil Haram biasanya banyak orang minta-minta, dan kebanyakan
diantara merekja adalah orang berkulit hitam dan orang India maupun Pakistan. Konon orang Arab yang miskin
sudah mendapat santunan atau jaminan hidup melaui panti-panti dari Negara yang kaya ini. Peminta-minta yang
ada di sepanjang jalan ini banyak diantaranya yang cacat atau menderita penyakit menahun seperti tumor, kaki
gajah dan penyakit lainnnya. Jika akan bersedekah diharap sudah menyiapkan uang kecil yang mudah dikeluarkan
satu persatu. Salah-salah kita mengeluarkan uang banyak bisa diserbu oleh mereka, terutaaama yang tidak cacat.
Alih-alih mau besedekah malah bisa jadi korban pemerasan mereka.
Yang jumlahnya cukup banyak hampir sama dengan jemaah haji Indonesia adalah jemaah haji dari India
dan Pakistan, kadang-kadang terkesan mereka berasal dari orang pedesaan. Kadang-kadang mereka juga suka main
serobot pada saat antrian, tetapi yang baik juga banyak. Untuk berkomunikasi lebih banyak berfungsi bahasa
isyarat. Bahasa Inggris kadang-kadang disulitkan oleh logat yang berbeda. contoh missal saya ketemu dengan orang
India ketika saya tanya dari daerah mana, dia jawab dengan dialeknya Kalikut, Kalikute…. Eh, saya pikir-pikir
agak lama, baru ketemu ternyata yang dimaksud Calcuta rupa-rupanya.
Jemaah dari Iran. Irak dan Afghanistan ditandai dengan jambang khasnya serta pakaian ala Ayatullah
Khomaininya seperti jubah dengan warna kebanyakan putih, coklat muda atau abu-abu polos. Baju atasnya belahan
samping dan panjang hampir sampai lutut. Sedang orang Arab sendiri mengenakan pakaian khasnya gamis, terusan
longgar bewarna putih dengan jubah ngetrennya ala Yasser Arafat. Jika yang mengenakan serasi kelihatan
berwibawa. Saya terkesan pada rombongan pemuda mungkin mahasiswa atau keluarga bangsawan yang sangat
serasi mengenakan pakaian ini.
Orang Arab sendiri ada 2 atau 3 tipe, pertama yang berbadan besar berkulit putih dan yang kedua
berkulit hitam rambut keriting, namun tidak sehitam orang Niger. Konon mereka adalah keturunan Arab dari
Hadramaut. Ada pula kelompok orang Arab yang berbadan kecil, bejanggut khas seperti kambing dan berkulit
hitam. Konon mereka keturunan kelompok orang badui ( pengembara sekitar kota Mekah zaman dahulu ). Ada
semacam kecongkakan pada beberapa kelompok orang Arab. Seperti rasa kebanggaan yang berlebihan, sehinggga
terkesan merendahkan bangsa lain. Barangkali mereka merasa secara berlebihan mendapat anugerah pertama
diutusnya rasul penutup di tanah Arab dan turunnya risalah lurus berbahasa Arab. Kedua ketika mereka temukan
berkah minyak dan gas alam yang melimpah di tanah mereka. Sikap-sikap berlebihan merasa super seperti itu
kadang-kadang kami rasakan munculnya.

HAJI

Hari tanggal 8 Zulhijah setelah dhuhur kami berkemas-kemas membenahi pakaian dengan tas tentengan
untuk dibawa ke Arafah. Kopor besar tidak dibawa karena kami hanya 4 atau 5 hari saja untuk melaksanakan
rangkaian ibadah hajinya. Mas Munir pimpinan Kloter memberi petunjuk sebaiknya yang dibawa adalah tas
tentengan berisi :
 Pakaian untuk 3 harian
 Tikar untuk alas tidur
 Peralatan mandi
 Makanan kecil dan minuman

Sesuai dengan nama-nama harinya , kegiatan jemaah haji rencananya adalah sebagai berikut :

1. Tanggal 8 Dzulhijah yang disebut Hari Tarwiyah, artinya hari perbekalan. Dinamakan
demikian karena pada masa Rasulullah saw jamaah haji mulai menyiapkan perbekalannya,
terutama pada waktu itu adalah minuman dari Mina kemudian menuju Padang Arafah. Dalam
praktek ibadah haji sekarang kebanyakan tidak ke Mina dahulu, namun langsung ke Padang
Arafah
2. Tanggal 9 Dzulhijah yang disebut Hari Arafah. Inilah intinya haji seperti dikemukakan
Rasulullah Tiada haji tanpa wukuf di Arafah, karena semua jamaah haji harus berada di Padang
Arafah. Yaitu untuk melaksanakan wukuf setelah tergelincirnya matahari ke arah barat (
sehabis dhuhur).
3. Tanggal 10 Dzulhijah disebut Hari Nahar atau hari penyembelihan, karena pada hari itu
dilaksanakannya penyembelihan qurban. Jemaah haji melaksanakan lempar jumrah pertama ke
Aqabah. Sementara di Tanah Air bersamaan dengan pelaksanaan Hari Raya Qurban atau Iedul
Adha.
4. Tanggal 11,12,13 Dzulhijah disebut Hari Tasyrik, pada hari itu jemaah haji berada di Mina,
masing-masing untuk melaksanakan lempar jumrah Ula, Wusto dan Aqabah.

Diingatkan juga agar kerjasama dan kebersamaan regu selalu dijaga dan ditaati bersama. Selain itu
dalam melaksanakan melempar jumrah juga disarankan untuk selalu bersama satu rombongan atau satu kloter, yang
sehat ikut menjaga yang kurang sehat, selain itu regu juga ikut memiikirkan bagi yang sakit bagaimana pelaksanaan
lempar jumrahnya, siapa yang mewakilinya.
Habis dhuhur pada tanggal 8 Dzulhijah yang bertepatan dengan 8 Januari 2006 kami mulai mengemasi
barang-barang yang akan dibawa dengan tas tentengan, kembali mengenakan pakaian ihram dan inilah pelaksanaan
ibadah hajinya. Kamipun berniat melaksanakan ibadah haji, dimana setelah pelaksanaan haji mulai dari Arafah,
Muzdalifah dan Mina kami kembali lagi ke pondokan di Mekkah untuk menunggu giliran rombongan selanjutnya
ke Madinah. Kebetulan rombongan kami mendapat kur‟ah ( undian ) diantar dengan bis gelombang ke-6, jadi baru
pk. 19.30 bis mengantarkan kami. Antri, berebut berdesak-desakan situasi yang sering ditemui pada saat-saat
seperti itu. Panik, emosi mudah sekali muncul, oleh karena itu kesabaran benar-benar diuji.
Aku naik bis dengan membawa tas bawaan yang cukup berat,kaki satu sudah naik tinggal yang satunya.
E … ternyata sandal saya diinjak orang sehingga lepas. Otomatis saya mundur untuk mengambil sandal saya
kembali. Pada saat yang bersamaan ternyata ada seorang ibu yang maju banter sekali, jadilah bahunya menabrak
saya yang mau mundur mengambil sandal. Iapun berteriak „aduh ..! ini, kenapa pundak saya diduduki ! Masya
Allah….astaghfirullah, semua tidak sengaja. Hal seperti itu sangat mudah dan sering terjadi. Itulah gambaran saat-
saat tegang, panik, berebut dan emosi. Oleh karenanya saya lebih baik memilih diam saja, tidak perlu bereaksi.
Kalaupun saya menjawab toch tidak menyelesaikan masalah.
Dalam kondisi berebut, emosi dan tergesa-gesa bisa saja terpisah dengan anggota regu lainnya. Sayapun
dengan istri terpisah tidak dalam satu bis. Istri saya berangkat dengan bis terdahulu dengan Titi dan Mbak Tuti,
teman kemana pergi sejak di Masjidil Haram jika terpaksa harus berpisah dengan saya. Pk. 21.30 rombongan bis
sampai di Arafah. Bispun berebut diantara ribuan bis sehingga antri, macet menjadikan jarak yang sekitar 21 km
harus ditempuh dalam 2 jam, bahkan bisa lebih.
Padang Arafah ternyata diluar bayangan saya, bukan lagi padang pasir yang luas lagi tandus, tetapi
sudah nampak banyak pepohonan hijau. Padang Arafah yang terletak di sebelah tenggara Mekah merupakan
padang yang sangat luas dikelilingi oleh pebukitan – semacam miniatur Padang Mahsyar - tetapi pada musim haji
seperti itu masuk Arafah memutar dari Mekah keselatan melalui jalur yang telah disediakan, oleh karenanya
jaraknya menjadi lebih jauh. Kamipun tidak tahu ada berapa ribu tenda dan arahpun agak membingungkan tanpa
bantuan arah matahari. Hanya saja harus diingat matahari terbit di tanah Arab itu tidak diarah timur persis, tetapi
arah tenggara, demikian pula terbenam di arah barat daya.
Setelah masuk Arafah kami berdoa, ransum makanan dibagi dan kamipun tidur di dalam tenda beralas
karpet plus tikar yang dibawa masing-masing. Saya lihat-lihat lantai tempat tidur kami ternyata pasir yang sudah
dipadatkan untuk menjaga kesehatan saya sendiri tidur dengan tetap menggunakan masker, setiap satu dua jam
masker saya basahi, karena dengan dibasahi menjadi lebih efektif menyaring debu udara serta menjaga suhu udara
yang masuk patru-paru. Benar saja semakin malam udara dingin mulai menyengat tubuh kami yang hanya
mengenakan pakaian ikhram. Untung kami berada di dalam tenda, yang diluaran .. uh , tentu dingin sekali ditambah
lagi dengan tiupan angin yang cukup kencang.
Kami tidur beralas karpet diatas pasir halus campur debu, batuk mulai bersahut-sahutan. Maskerku
sangat menolong melindungiku dari batuk serta flu. Pk 03.30 kami bangun untuk shalat tahajud. Dingin sekali pk
04.30 kami bangun lagi untuk shalat sunnah fajar dan kemudian shalat subuh. Kemunculan matahari benar-benar
kami tunggu untuk menghangatkan udara, kamipun mendapat jatah minuman hangat dan paket makanan pagi
terdiri dari jus apel, roti dan telur. Tapi minuman hangatnya harus antri, kalau ndak mau antri ya ndak kebagian.
Kasihan bagi yang sakit atau lanjut, jika tak ditolong teman seregunya. Ke kamar kecilpun harus sabar antri. Di
Arafah ini sekali lagi fisik kami diuji dengan malam yang dingin sekali dan siang yang panasnya menyengat kulit.
Beruntung yang berangkat ke tempat wukuf agak awal bisa berada di tenda atau dibawah pohon yang sedikit
melindungi dari terik matahari.
Hari itu tanggal 9 Januari 2006 bertepatan pula 9 Zulhijah kami menunggu sampai saat dhuhur untuk
wukuf. Wukuf artinya berhenti, diam tanpa bergerak. Arti luasnya adalah berkumpulnya semua jemaah haji. Jika
dikaitkan dengan thawaf, maka setelah kehidupan diwarnai dengan dinamika gerak, maka pada suatu saat gerakan
itu akan berhenti. Manusia suatu saat jantungnya akan berhenti berdetak, kaki tangannya akan berhenti melangkah
dan berkeliat. Ketika semua gerak itu berhenti, maka terjadilah kematian. Manusia yang diujudkan dalam pribadi-
pribadi masing-masing akan dikumpulkan di padang Mahysar yang dapat di tamsilkan Padang Arafah.
Wukuf di Padang Arafah adalah inti dan puncak peribadahan haji, tiada sah haji seseorang tanpa wukuf
di Arafah. Seperti dinyatakan Rasulullah „ Haji adalah wukuf di Arafah – HR Bukhari dan Muslim. ” Ketika
saaatnya tiba, wukuf dilaksanakan dengan hidmat, khotbah yang kami dengarkan benar-benar mampu menyentuh
hati peserta. Khotbah wukuf pusatnya dilaksanakan di Masjid Namiroh, namun kebanyakan setiap kloter jamaah
menyelenggarakan khotbah wukuf masing-masing. Kami serasa benar-benar dihadapkan langsung dengan Alllah
SWT dengan segala kepasrahan seluruh jiwa raga.
Di Arafah ini ujian fisik mulai dirasakan kembali, mendengarkan khotbah wukuf dalam suasana terik
matahari harus dilakukan berjam-jam. Wukuf merupakan intinya haji, sehingga tidak boleh diwakilkan, kami
membayangkannya seperti di padang Ma‟syar menunggu pengadilan Allah kelak. Bagi yang sakit harus serta
diharuskan tiduran difasilitasi melalui diselenggarakannya “ Safari Wukuf “ yaitu dengan diantar naik kendaraan
ambulan berkeliling menghadiri khotbah wukuf. Masih terngiang-ngiang khutbah wukuf yang membuat hati
terketuk dan air mata kami titik dihadapan keperkasaan Allah yang Maha Agung dan Maha Besar disertai doa- doa
diakhir khotbah itu ………

Alhamdulillah, tsuma alhamdulillah , di hari yang mulia ini hari Arafah, dan ditempat yang
mulia ini Padang Arafah, kita semua dipertemukan Allah SWT dalam rangkaian ibadah yang sangat
menjanjikan diampuninya segala macam dosa yaitu ibadah haji. ……….
Di saat para malaikat turun dari langit dan mengerumuni kita ini, mari kita mencoba
mengenal diri masing-masing……( Arafah artinya mengenal, tempat pertama mengenal kembali,
ketemunya Nabi Adam dengan Siti Hawa setelah diusir dari Surga ). Kita dulu tidak ada. Diciptakan
Allah dari setetes air yang menjijikan, lahir tidak dengan membawa pakaian, harta serta jabatan dan
bisanya ….hanya menangis. Namun setelah menjadi manusia dengan segala kelebihan yang diberikan
Allah, berubahlah menjadi penentang Allah. Pantaslah jika Allah yang menciptakannya, kemudian
menegur manusia : awalam yarol insana anna kholaknahu minnuthfatin faidza huwaimun mubin – dan
apakan manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya hanya dari setitik air (mani), ketika
kemudian karena kesombongannya ia menjadi penentang yang nyata ( S Yasin : 77 )
Subhanallah …, mengapa engkau menjadi manusia yang tidak mengenal dirinya sendiri ?
Kapan nabi engkau, … wahai manusia , sanggup mengahiri perbuatanmu dan menjadi orang yang tahu
diri ? Subhanallah, … alangkah kejamnya manusia ini
Wahai manusia setelah engkau diciptakan dengan segala kesempurnaannya, kalian juga
dilengkapi dengan sarana dan prasarana hidup di alam fana ini dengan pelbagai makanan yang tinggal
memilih, minuman tinggal sesuai selera, pakaian, tempat tinggal dan kawan hidup yang seluruhnya
sudah disiapkan oleh Allah, udara segar yang sangat dibutuhkan oleh manusia tinggal menghirup tanpa
sedikitpun harus membayar. Wahai manusia kapankah kamu mengingat dan bersujud kepada Allah –
Inal insana ladholum kaffarun – Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan kufur.
Subhanallah … wahai manusia mengapa engkau menjadi orang yang tidak kenal diri-Nya?
Pantaskah itu ?
Subhanallah .. maha suci Allah dari segala sifat-sifat negatif.
Wahai manusia mengapa engkau menyombongkan penampilan fisikmu ? mengapa kalian
menyombongkan hartamu ? Mengapa engkau sekarang menyombongkan pangkat dan jabatanmu ?
Lupakah kalian bahwa kecantikan dan ketampanan pasti akan punah, harta akan ditinggalkan atau
bahkan akan meninggalkan kalian. Demikian pula jabatan dan kedudukan, semua tidak akan ada yang
kekal. Lupakah kalian wahai manusia , bahwa Allah telah mengusir iblis dari surga karena
kesombongannya ? Relakah kalian senasib dengan iblis yang dilaknati Allah ?
Subhanallah … maha suci Allah
Wahai manusia sampai kapankah kamu mendurhakai kedua orang tuamu ? Sampai
kapankah engkau melalaikan panggilan Tuhanmu? Sampai kapankah kalian membiarkan anak-anak
yatim, fakir miskin tanpa kalian santuni, padahal kalian tergolong orang-orang mampu. Mengapa pula
kalian senantiasa kalah dengan hawa nafsu hayawaniyahmu. Hari-hari kalian selalu dipergunakan untuk
membaca koran, tabloid, majalah, padahal Quran tidak pernah kau baca ? Kalian lebih banyak
mendengarkan omongan orang-orang kafir maupun orang munafik, dimana tanpa disadari kalian lebih
banyak mendengarkan kebohongan, disisi lain kalian tak acuh terhadap nasihat orang yang tak pernah
dusta kepada siapapun…. yaitu Muhammad Rasul Allah SAW.
Sadarlah wahai manusia, bahwa kalian telah masuk perangkap tipu daya syaitan, waktumu
habis untuk berfoya-foya, hartamu menjadi penjerumusmu untuk membiayai kemaksiatan, surgamu
telah kalian tukar dengan nilai kekayaan duniawi, dengan pangkat ataupun jabatan, kalian sungguh telah
tertipu bila ibadahmu hanya ingin memperoleh sanjungan dan pujian dari sesama manusia
Hari ini adalah hari yang paling utama dan mulia. Keutamaam dan kemuliaan hari Arafah ini
pernah disampaikan Rasulullah SAW, sabdanya : Tak ada hari-hari yang lebih utama disisi Allah dari
10 Zulhijjah. Seorang lelaki bertanya : Apakah hari-hari itu sendirinya lebih utama, ataukah ia
termasuk dalam lingkungan berjihad fi sabilillah. Dan tidak ada satu haripun yang lebih utama
disisi Allah dari hari Arafah. Karena pada hari itu Allah Ta’ala turun ke bumi dan membanggakan
penduduk bumi terhadap isi langit, firman-Nya : Nah lihatlah oleh kalian akan hamba-hambaku,
mereka datang menghadap-Ku dalam keadaan kusut masai penuh debu, sambil membawa kurban.
Mereka datang dari pelosok-pelosok yang jauh, mengharapkan rakhmat-Ku dan tidak peduli akan
azab siksa-ku. Maka tidak ditemui satu haripun yang lebih banyak orang yang dibebaskan dari
neraka dari pada hari Arafah. Pada saat ini, ....di tempat ini Allah SWT turun dari langit dunia
menyaksikan aktivitas hambanya. Sungguh mengharukan, karena Allah membanggakan kepada
malaikat-malaikat akan hamba-Nya yang datang dari perbagai penjuru dunia dengan berjalan kaki,
walaupun dengan rambut kusut masai, badan penat. Keadaan semacam ini yang dirindukan oleh jutaan
umat Islam. Mereka menabung, berdoa berjalan kaki karena rindu ingin menjadi tamu Allah serta
dijamu di padang Arafah ini. ……
Inilah tempat yang tepat untuk kita bertaubat menyesali dan menyelesaikan segala macam
dosa dan noda. Ditempat ini pulalah nenek dan kakek kita Adam dan Hawa dosanya diampuni Allah
SWT, setelah keduanya memperbanyak doa : Robbana dholamna anfusana waillamtaghfirlana
watarhamna lanakunnana minal ghosirin – Ya Allah Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, maka jika Engkau tidak mengampuni kami, dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah
kami termasuk golongan orang-orang yang zalim.

Memang pada dasarnya Allah sangat mencintai hamba-Nya yang lisannya basah karena
banyak berdzikir kepada-Nya. Inilah tempat yang tepat untuk menyesali pelbagai macam dosa, disinilah
tempat yang tepat untuk merintih dan berdoa kepada Rabbul Izzati, dan disinilah tempat yang tepat
membuang sifat dan sikap sombong, takabur serta sifat destruktif lainnya. Semoga tiada seorangpun
yang datang disini hanya ingin dipuji dan disanjung oleh sesama manusia. Semoga hanya dengan
ketulusan hati yang mendalam menyertai segenap tamu-tamu Allah yang sedang di Arafah ini.
Ya Allah ya Rabb
Ampunilah dosa-dosa kami, dosa anak-anak kami, dosa kerabat-kerabat kami, dosa para guru
kami, dosa istri atau suami kami, dosa kawan-kawan kami, dosa orang-orang yang telah berpesan-doa
kepada kami, dosa orang yang pernah berbuat baik kepada kami, dosa orang yang telah berbuat zalim
kepada kami, dan dosa seluruh muslimin muslimat baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.
Anugerahkan kepada kami kebaikan dunia dan kebaikan akhirat, jagalah kami ya Allah dari
segenap bala di dunia dan kegoncangan di hari kiamat nanti. Anugerahkan kepada kami ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih. Jagalah kami ya Allah dari kemaksiyatan, baik lahir maupun bathin.
Mudahkan ya Allah bagi kami rezeki yang halal dan luas. Jagalah kami ya Allah dari kejahatan orang-
orang yang jahat, baik dari manusia, jin, binatang melata maupun lainnya. Ya Allah akhirilah hidup
kami dengan khusnul khotimah ….…………. hati kamipun terkulai penuh kepasrahan dihadapanNya
hingga matahari terbenam diufuk barat.

Jamaah haji yang bepakaian ihram dengan melepaskan kebahagiaan dan kebanggaan keduniaan,
menunjukkan sikap rendah dirinya kepada Allah SWT, pengakuan dosa dinyatakan kepada Allah SWT,
permohonan ampun dari segala dosa dipanjatkan kepada Allah SWT. Setiap jamaah haji pada kesempatan itu
menyadari benar betapa dekatnya Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan beribadah kepada Allah dengan penuh
keikhlasan yang meliputi suasana wukuf di Arafah.
Alhamdulillah wukuf sudah usai dilaksanakan. Setelah wukuf di Arafah itu kami jemaah haji merasakan
bebas dari beban dosa kepada Allah, yakin doa kami dikabulkan, dorongan untuk melakukan kebaikan kami
rasakan lebih kuat, dan rakhmat Allahpun kami rasakan mulai menyejukkan dan menenteramkan jiwa.
Sehabis magrib kami diberangkatkan ke Muzdalifah untuk mabit. Mabit di Muzdalifah sebagian ulama
jumhur menyatakan hukumnya wajib. Ketika hari semakin gelap dan lampu-lampu mulai menerangi jalan, kamipun
bersiap-siap untuk diantar dengan bus dengan sistem taradudi ( antar jemput ) menuju Muzdalifah, untuk mabit .
Mabit arti sebenarnya bermalam, tetapi intinya kita berada diam sewaktu dengan melampaui tengah malam dan
mengambil batu kerikil untuk lempar jumrah.
Muzdalifah adalah sebuah kawasan yang terletak diantara Arafah dan Mina. Dari Arafah jaraknya
kurang lebih 5 km. Muzdalifah disebut juga Masy‟arilharam. Sampai di Muzdalifah sekitar pk. 19.30 udara sangat
dingin serta angin kencang menerpa. Padahal kami terutama yang lelaki hanya berpakaian ikhram. Benar-benar
merupakan ujian mental dan fisik yang cukup berat. Antrian dan berebut bus kembali terjadi, kurang lebih sampai
di Muzdalifah pk. 22.00 Per rombongan kami masuk kawasan yang sudah dipetak-petak. Di bagian depan dan
belakang dibatasi pagar kawat, seperti kerangkeng. Kami melakukan shalat isa. Mabit menunggu tengah malam
usai, di udara terbuka yang dingin dan angin kencang hanya dengan pakaian ikhram, benar-benar ujian fisik dan
mental yang luar biasa.
Kami sempatkan mencari kerikil untuk lempar jumrah diantara lautan manusia. Kamipun harus ekstra
hati-hati ketika mencari batu kerikil tertsebut ketika menjauh dari kelompok rombongan, yaitu harus melihat ciri-
ciri lokasinya, karena bisa-bisa kembalinya ke rombongan lain. Pasir di dataran Muzdalifah ini, lebih halus, agak
susah mencari kerikil yang ukurannya tepat untuk lempar jumrah. Untunglah kemudian kami menemukan batu
kerikil yang kelihatannya belum lama didrop untuk meratakan halaman toilet umum. Saking capainya kami sempat
tertidur di Mina beberapa jam, beralaskan tikar plastik.
Ada salah satu saudara kami yang mengambil wukufnya melalui jalur ke Mina terlebih dahulu. ( sesuai
dengan sunnah Rasul, afdolnya memang demikian ) namun karena bertentangan dengan jalur bus yang telah diatur
sehingga ada jalur yang harus ditempuh dengan jalan kaki. Barangkali akibat kecapaian, ditambah lagi suhu yang
dingin sekali, iapun mengalami kram otot kaki dan perut. Saya berusaha membantu mulai dari memberi tahu
petugas, mendirikan tenda darurat dengan menggunakan tenda kain parasut seperti yang biasa digunakan anak
muda yang mengadakan kemping. Saya dan Mas Taufik petugas paramedis harus berperang melawan tiupan angin
kencang yang membuat kami repot mengembangkan tenda tersebut. Kemudian membantu korban dengan memijat
dan menghangati tubuhnya. Kami sempat was-was karena kramnya begitu hebat, ibunyapun sempat menangis,
setelah datang dokter dan kemudian iapun dieksekusi ke Rumah Sakit Aziziyah. Alhamdulillah teman kami tersebut
esoknya sudah kembali bergabung.
Dalam keremangan malam di Muzdalifah itu. kami melihat banyak jemaah haji yang naik ke bukit dari
jauh kelihatan pakaian ihramnya putih-putih, yang jelas mereka bukan jemaah haji Indonesia, barangkali mereka
mencari kerikil ke bukit, atau ingin melihat pemandangan yang spektakuler dari atas bukit. Suatu pemandangan
menarik yang tentunya jarang terjadi pada hari-hari biasa.
Mabit di Muzdalifah itu bagaikan pasukan yang sedang menyiapkan tenaga dan memungut batu kecil
bagai menyiapkan senjata dalam rangka berperang melawan musuh manusia keesokan harinya, yaitu syaitan yang
terkutuk. Dengan demikian melempar jumrah pada dasarnya adalah lambang melempari syaitan, yang dilakukan :
pertama melontar jamarat Aqabah pada Hari Nahar dan kedua melontar jamarat Ula, Wustho dan Aqabah pada
Hari Ayyamut Tasyrik.

MELEMPAR JUMRAH

Tengah malampun lewat, kami kembali diangkut menuju Mina dengan bus. Para Mutawif sebenarnya
sudah berusaha untuk mengatur antrian angkutan jemaah sedemikian rupa, namun oleh karena saking banyaknya
jumlah jemaah haji, kurang taat dan teknis pengaturan yang tidak konsisten sehingga sering tidak terkendali. Kami
sampai di Mina pk. 02,30 lewat tengah malam. Lokasi Mina diapit pebukitan gunung batu. Kami sempat
menyaksikan batu besar diatas bukit sana, orang yang naik kesana kelihatan kecil sekali. Aku tidak tahu mereka
yang kesana apa sekedar melihat-lihat atau ada pekerjaan tertentu. Kamipun agak khawatir kalau-kalau ada batu
yang jatuh meluncur ke bawah. Berlainan dengan di Arafah tenda di Mina semi permanen beratap fiber putih, setiap
tenda besar dengan kapasitas 180 an orang, jadi cukup besar. Kamipun mencari Tenda jatah kloter yang telah
diberi tanda, itupun ternyata di pecah jadi 3 tenda karena jumlah kloter yang melebihi kapasitas tenda. Konon
tenda-tenda itu hanya dipakai saat haji saja dan tidak dibongkar. Berlainan dengan tenda di Arafah yang ukurannya
lebih kecil dan darurat, begitu usai tenda dibongkar.
Pada pk 00.30 itu kami diangkut kembali dengan bus menuju Mina. Mina berarti tempat tumpahan
darah, yaitu darah binatang sembelih yang dijadikan kurban. Kawasan ini ada disebelah timur Masjidil Haram
kurang lebih 9 km. Sesampai di Mina pk 01.30 jadi sudah masuk tanggal 10 Zulhijah, kami mulai memasuki tenda
besar bertihang besi. Di bagian depan dijaga ketat oleh petugas dari mutawif. Mereka bertugas pula untuk mengatur
boleh tidaknya para jemaah haji keluar untuk melempar jumrah setiap saat. Rupa-rupanya mereka bertugas
memonitor situasi jamarat, kapan penuh sesak jamah Indonesia dilarang pergi melempar jumrah , sebaliknya kapan
situasi normal diperkenankan. Regu kami sepakat mengambil saat sesegera mungkin waktu itu juga untuk
melempar jumrah. Ya, … regu kami selalu begitu, selalu saja ingin bersegera melaksanakan ritual selama ibadah
haji ini semenjak mulai datang di tanah suci ini.
Pada hari hari biasa kawasan Mina ini sebenarnya tidak dihuni. Jadi merupkan kawasan khusus
disediakan untuk aktivitas jemaah haji. Begitu datang menjelang 10 Dzulhijah berubah menjadi tempat yang hiruk
pikuk. Sepintas pada saat-saat seperti itu terutama sekali ketika kami berada di lingkungan tenda, seperti layaknya
pasar di Indonesia. Lorong diantara tenda berfungsi sebagai jalan para jemaah. Kadang-kadang lorong itu menjadi
kumuh, karena terbatasnya tempat sampah, dan tidak disiplinnya jemaah haji. Disetiap sudut disediakan air zam-
zam baik yang dingin maupun yang biasa. Namun begitu menengok ke sudut restorasi dimana semua petugas tiadak
ada orang Indonesianya, barulah kami ingat bahwa kami di negeri orang.
Dengan hati berdebar dan was-was pada awalnya kami berangkat pk 02.00 dinihari itu dengan berjalan
kaki melewati terowongan ( tunel ) Mina menuju Jamarat ( tempat melempar jumrah ). Begitu keluar dari jalan
didepan perkemahan belok kekiri langsung mulut terowongan. Terowongan yang cukup besar itu dialiri hembusan
angin dan mengingatkan tragedi yang meminta banyak korban dahulu. Namun sekarang terowongan sudah dibuat
sejajar jadi 2 dan masing-masing untuk jalan kaki satu arah, satu untuk jalan berangkat dan satunya untuk yang
pulang dari jamarat. Kami larut dalam aliran ratusan ribu manusia, situasinya benar-benar khas, unik.
Jamarat dalam bahasa Arab artinya kumpulan batu kecil. Melempar batu kecil di tempat yang sudah
ditentukan. Bentuknya mirip sumur yang lebar sekali ditengahnya ada tihangnya. Tihang itulah yang dilempar
dengan batu kerikil yang telah kita sediakan. Di hari pertama kita melempar hanya satu tempat yaitu di Aqabah.
Aqabah paling jauh letaknya dari tenda pemondokan, karena arahnya arah menuju Masjidil Haram, jadi Aqabah ini
kalau dari Masjidil haram paling dekat. Dengan tempat melempar lainnya berdekatan sekitar masing masing 300m.
pada hari hari berikutnya , hari ke 2, ke 3 dan ke 4 melempar ke tiga-tiganya yaitu berurutan di Ula, Wusta dan
Aqabah
Meskipun dini hari situasinya tetap berdesak-desakan. Benar benar merupakan lautan manusia bak tiada
tepinya. Sebab hari itulah semua orang dari pelbagai penjuru menuju satu titik yaitu jamarat ( tempat melempar
jumrah ) dan dalam satu waktu. Saking padatnya lautan manusia langkah sandalpun sering terinjak orang lain, jika
demikian lebih baik jangan memaksakan. Jika sandal terinjak sulit dikuasai lebih baik biarkan dilepas, daripada
mengambil resiko menjadi korban karena dorongan manusia yang begitu padatnya. Saya dan istri berpegangan
kuat-kuat diantara jamaah, mengatur strategi untuk tidak memaksakan diri maju jika memang tidak memungkinkan,
setelah beberapa kali terdorong maju, mundur, bahkan ke samping, kamipun menunggu penuh perhitungan dan
kesabaran saat yang tepat, alhamdulillah kami bisa mencapai aqabah “ Bismilahu wa Allahu Akbar “ kami
melempar satu persatu 7 kerikil ke Aqabah sebagai symbol melempar syaitan terlaknat. Namun demikian ada saja
yang secara histeris melempar seperti layaknya melempar syaitan beneran. Bahkan ada yang dengan batu besar
ataupun benda yang lain seperti sandal, kayu dan sebagainya. Kami benar-benar merayakan keberhasilan melempar
waktu itu layaknya merayakan kemenangan dengan menangis meluapkan kegembiraan
….alhamdulillah…alhamdulillahi rabbil alamin!. Ya, … bagaimana tidak karena dari semenjak awal momentum
itulah yang kami catat sebagai momentum yang kami anggap kritis.
Tempat melempar jumrah Aqabah itu telah dibuat menjadi 3 lantai. Jadi jamaah bisa memilih melempar
dilantai 1, 2 atau lantai 3. Tihang yang digunakan untuk sasaran pelemparan juga sudah dibuat lebih lebar. Namun
demikian padatnya tetap luar biasa. Apalagi pada saat afdolnya yaitu sekitar pk 10.00 sampai dengan 16.00 Pada
saat itulah yang sering terjadi adanya korban jiwa karena terdorong dan terinjak, konon tahun mendatang akan
dibuat menjadi berlantai 5 untuk mengurangi resiko semacam itu.
Kembali dari melempar jumrah aqabah yang pertama kali itu, pulangnya sempat tersesat. Kami
berupaya mencapai tenda ternyata bolak balik tidak ketemu. Alih-alih ketemu malah ketemu dengan nomor yang
sama tetapi ternyata tenda jamaah dari Pakistan. Tanya sana-sini pakai bahasa Inggris sama polisi Arab ternyata
tidak ada yang bisa bahasa Inggris. Bahasa Arab kami payah, bahkan pak kiyai ketua rombongan kamipun bahasa
Arabnya ga nyambung. Kami berputar-putar hingga waktu subuh akhir baru ketemu, Sampai sampai ada anggota
regu yang pingsan saking capainya jalan kaki, ditambah panik, dan loyo, ga tidur lagi semalaman.
Setelah melempar jumrah hari pertama dan hanya di Aqabah itulah kami selesai berhaji ditandai dengan
tahalul mencukur rambut. Ada yang mencukur rambut pendek saja, tetapi sunah rasul mengatakan bahwa lebih
utama mencukur rambut kepala sampai bersih. Ditempat usai melempar jumrah tadi banyak sekali penjaja bercukur
dengan tarif 5 sampai 10 real. Saya memilih bercukur sendiri, karena sudah sepakat dengan salah satu teman seregu
untuk saling mencukur, alatnyapun kami masing-masing sudah membawa dari tanah air.
Bagaimanapun akhirnya kami merasa lega, karena melempar jumrah hari tanggal 10 itulah moment
yang paling kami cemaskan. Sebab pada saat itulah semua manusia dari berbagai penjuru datang menuju satu
tempat. Padahal waktu afdolnya pk.08.00 sampai saat dhuhur, tapi dinihari itu sudah padat juga. Sedang hari-hari
berikutnya kepadatan agak terpecah karena melemparnya 3 tempat yaitu di Ula, Wusta dan Aqabah dan itu selama
3 hari berikutnya bagi yang mengambil nafar tsani atau 2 hari bagi yang mengambil nafar awal. Selama itu kami
menginap didalam tenda di Mina, makan kami terima dengan system catering. Tenda perkemahan jemaah haji
Indonesia kalau tidak salah didaerah Muasim yang tidak jauh dari terowongan Mina. Sedangkan jarak dari tenda ke
jamarat sekitar 1,5 km.
Adalah di sepanjang jalan menuju jamarat di Mina itu, terdapat banyak sekali jamaah yang tidur di
jalan-jalan. Kebanyakan mereka berkulit hitam Afrika, tetapi sebagaian lagi juga berkulit putih, bahkan banyak
yang dengan keluarga. Mereka adalah jemaah haji illegal atau mandiri. Karenanya mereka tidak menjadi bagian
tanggung jawab pemerintah bagian urusan haji. Namun demikian oleh karena mereka juga untuk beribadah,
pemerintah Arabpun tidak bisa melarangnya. Hal inilah yang kalau terjadi keributan sering menjadi korban karena
terinjak jemaah yang panik berlarian. Keributan bermula karena benturan arus jemaah yang baru melempar,
berbalik arah dengan dorongan kedepan jemaah yang baru datang menuju jamarat. Jika masing-masing penuh
emosi terjadilah dorong mendorong yang menjadi biang keributan.
Hari ke dua dari tenda kami di Mina kami berangkat pukul 01.30 melempar Ula, Wusta dan Aqabah
terus sekitar pk 02.30 setelah melempar jumrah hari kedua itu kami tidak kembali ke tenda, tetapi ke Mekkah
melaksanakan thawaf ifadah. Untuk thawaf ini banyak yang melaksanakan setelah melempar jumrah yang pertama,
tetapi banyak pula setelah melempar jumrah ketiga-tiganya. Jadi regu kami melaksanakan thawaf ifadahnya setelah
lemparan jumrah yang kedua. dini hari kami jalan kaki menuju Mekah yang jaraknya sekitar 9 km melalui jalan
pediastry ( Jalan raya khusus dibuat untuk pejalan kaki disana terpampang papan peringatan Only Pediastry yang
artinya khusus hanya untuk pejalan kaki, mobil dilarang). Disepanjang pediastry itu setiap kilometer ada keran
untuk air minum kamipun menikmatinya. Kami pikir secara nalar berjalan kaki sepanjang itu khususnya istri saya
mungkin tidak kuat. Akan tetapi oleh karena dorongan semangat ibadah yang luar biasa sehingga kekuatan kami
tumbuh berlipat kali. Semacam suatu muzizat …. Alhamdulillah.
Ternyata yang diperkirakan dengan memilih waktu itu thawaf agak longgar ternyata tetap padat juga.
Kebanyakan jemaah haji Indonesia memang melaksanakan thawaf ifadah ini setelah melaksanakan lempar jumrah
hari ketiga. Tetapi bagi jemaah haji lainnya tidak. Jadilah kami thawaf dalam kondisi padat dan sesak, sampai
masuk waktu subuh kami baru selesai. Saya pikir itulah perjalanan dengan jalan kaki yang terpanjang bagi kami,
jalan kaki dari Mina ke Masjidil Haram diteruskan thawaf, jadi berjalan kaki selama separuh malam.
Setelah matahari terbit baru kami kembali ke pondokan di Mina dengan naik minibus bersama, tarif
carteran melalui tawar-menawar 10 real. Sebelumnya kami makan pagi terlebih dahulu di Rumah Makan Indonesia
di belakang Hotel Dar el Tawhid di sebelah kiri Masjidil Haram ( saya katakan kiri, maksud saya dari pintu keluar
kami yaitu gate 85 ). Saya lihat Rumah Makan ini pemiliknya orang Arab, namun juru masak dan pegawainya
semua orang dari tanah air. Saya pilih menu nasi putih dengan bakso. Nasi putih seharga 4 real, dan bakso 7 real,
lumayan rasanya cocok dengan lidah kami.
Kami dan beberapa anggota rombongan memilih mengambil nafar awal sehingga lebih awal kembali ke
Mekah. Sebagian lain ada yang mengambil nafar tsani, jadi baru esok harinya lagi. Selanjutnya kami berada di
Mekah menunggu hari hari untuk melaksanakan Ziarah ke Mesjid Nabawi di Madinah dan melaksanakan kegiatan
Shalat Arbain.
Perjalanan ibadah haji pada hakekatnya adalah perjalanan suci “ Rihlah Muqaddasah “ yang semua
rangkaian kegiatannya merupakan ibadah. Rasulullah saw sendiri memberi petunjuknya untuk mengutamakan
perjalanan suci ini daripada perjalanan-perjalanan wisata lainnya. Tidak ditekankan untuk bepergian kecualu
pada tiga masjid yaitu Masjidil Haram, Masjidku dan Masjidil Aqsha ( HR Bukhari Muslim )

Selama beberapa hari menjelang kepindahan ke Madinah itu disamping memperbanyak ibadah di
Masjidil Haram, kami diberi kesempatan pula untuk mengunjungi beberapa obyek bersejarah seperti :

a. Jabal Nur dan Gua Hira


Letaknya 6 km di sebelah utara Masjidil Haram, suatu bukit terdapat Gua Hira tempat dimana Nabi
Muhammad SAW pertama kali menerima wahyu dari Allah SWT, yaitu Surah Al Alaq ayat 1 sampi
5. untuk mendakinya diperlukan waktu sekitar 1 jam ;
b. Jabal Tsur
Letaknya 6 km di sebelah selatan Masjidil Haram merupakan tempat bersejarah dimana Nabi
Muhammad SAW bersama Abu Bakar, ra bersembunyi ketika dikejar-kejar oleh kaum Kuraisy,
sebelum hijrah ke Madinah. Sebagian orang kafir yang mengejarnya tidak menyangka Nabi
bersembunyi didalamnya, oleh karena mendapatkan gua tersebut tertutup sarang laba-laba dan
nampak burung merpati yang sedang bertelur di sarangnya ;
c. Jabal Rahmah
Letaknya dekat Padang Arafah dengan tugunya yang kelihatan dari bawah bukit. Tempat dimana Nabi
Adam as Siti Hawa dipertemukan setelah berpisah selama 100-an tahun ketika diusir dari sorga untuk
melanjutkan kehidupannya di bumi ;
d. Musdalifah,
Musdalifah adalah salah satu tempat mabit (berdiam pada waktu malam) dan pengambilan batu
kerikil untuk melempar jumrah pada waktu rangkaian ibadah haji ;
e. Mina,
Tempat ini merupakan lokasi pondokan pada saat ritual melempar jumrah ( Ula, Wustha, dan Aqabah
) diwaktu ibadah haji selama kurang lebih 4 hari. Tempat pondokan merupakan pemandangan ribuan
tenda putih. Bagi yang mau mencoba naik onta 10 atau 15 menit bisa dilakukan di Arafah atau di
Mina. Tarifnya 15 real, kalau hanya naik onta plus foto saja 5 real ;

f. Tempat penyembelihan kurban


Tempat penyembelihan kurban ini berada di kawasan Mina, Algojo professional untuk menyembelih
kurban telah disediakan, mereka mengenakan seragam baju merah. Omong-omong tentang kurban ini
dapat dilakukan melalui bank yang telah ditentukan dengan tarif 300 real. Hati-hati ketika musim
seperti itu banyak juga calo hewan kurban. Banyak teman-teman kami yang kena 275 sampai 300
real, padahal kami dengan 250 real bisa melihat sendiri kambingnya dan benar-benar besar lagi
gemuk, langsung disembelih. Bagi yang mau menyembelih sendiri juga diperbolehkan. Kami lihat di
lokasi stok hewan kurban ini juga banyak sekali hewan kurban ini dari kambing sampai dengan unta
dan dari yang kecil kurus sampai dengan yang besar dan gemuk ;

g. Masjid Jin
Letaknya sebelah utara Masjidil Haram dekat Ma‟la. Dinamakan demikian karena sekelompok jin
bersepakat dan berbaiat mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw pada waktu itu ;

h. Tempat ziarah lainnya


Tempat ziarah lainnya yang banyak dikunjungi adalah Laut Merah dengan masjid terapungnya, kota
pelabuhan Jedah dengan menara air mancur serta pusat perbelanjaan souvenirnya, monument sepeda
Adam ( bukan sepeda Nabi Adam seperti banyak di fahami ).

Datanglah saatnya hari terakhir di Mekah, setelah shalat subuh kamipun melaksanakan Thawaf Wada
(thawaf perpisahan). Shalat subuh itulah yang merupakan shalat kami terakhir di Masjidil Haram. Kami mencoba
melepas kerinduan akan Masjidil Haram dan Kabahnya sehabis thawaf Wada dengan berdoa. Waktu itu benar-
benar perasaan haru dan sedih menggelanyut di benak kami, kupandang untuk terakhir kalinya Kabah dan Masjidil
Haram dengan mata nanarku yang penuh keharu rinduan dan ketawakal pasrahan. Akankah kami berkesempatan
mengunjungimu lagi, membesarkan nama –Mu ya Allah !.... semoga. Allahu Akbar !…. Ingin rasa-rasanya tetap
berlama-lama di Masjidil Haram ini. Namun apa daya waktu yang membatasi kami jua.
Thawaf Wada bisa diartikan syukur kepada Allah atas rakhmatNya sehingga semua pekerjaan umrah
dan haji dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal. Berbagai rakhmat dan nikmat telah diperoleh selama dalam
perjalanan. Dari sekian banyaknya umat yang ingin melaksanakan umrah dan haji, kita diberi kesempatan oleh
Allah untuyk menunaikannnya, sehingga dengan itu telah melaksanakan rukun Islam yang ke lima. Berbagai janji
kebaikan akan diterima kelak setelah kembali dari melaksanakan ibadah haji, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Sehabis thawaf wada kami kembali ke pondokan. Karena hari itu hari Jumat dan menunggu
pemberangkatan ke Madinah ternyata jadwalnya pk. 16.00 WAS, maka kami Jumatan di masjid dekat pondokan.
Tidak di Masjidil Haram karena sudah Thawaf Wada. Disamping itu mengemasi kopor dan barang-barang juga
cukup repot. Apalagi rata-rata kopor kami menggelembung, bahkan ada yang tidak muat karena saking sukanya
membeli oleh-oleh. Tidak ada jalan lain bagi yang demikian membeli lagi tas ekstra.
Kami sempat menyaksikan kopor-kopor diangkut oleh pekerja-pekerja bertubuh tinggi berkulit hitam
(orang Habsi atau Niger), kopor tidak diangkat kemudian ditata dengan pelan, tetapi dilempar-lempar. Protes kami
tidak digubris mereka. Yang merasa kopornya berisi barang souvenir untuk keluarga atau handai taulan ikut
terhenyak setiap kali kopornya dilemparkan. Dan betul saja ketika kopor itu sempat kami buka di Madinah banyak
sekali barang-barang kami yang rusak, peyok atau pecah. Piring melamin kami juga pecah.

DI MADINAH AL-MUNAWARAH

Sore itu bertepatan dengan hari Jumat tanggal 27 Janusri 2006 kami berangkat menuju Madinah al-
Munawarah, dengan menggunakan bus yang telah disediakan. Jarak antara Mekah-Madinah 460an km ditempuh
dalam waktu 5 sampai 6 jam. Sebagaimana jalan-jalan lain di tanah suci ini, jalan dari Mekah ke Madinah lebar
sekali, di beberapa ruas bahkan sudah dua jalur, bus lari dengan kecepatan rata-rata seratus sampai seratus sepuluh
kilometer perjam. Salah seorang teman ketika sudah turun nyeletuk, sebenarnyalah dia sangat ngeri jika dalam
kecepatan seperti itu bus yang dimuati 45 orang itu sopirnya lengah dalam hitungan detikpun bisa terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan. Tapi alhamdulillah kami sampai di Madinah pada pk. 03.00 Waktu Arab Saudi, setelah
sebelumnya transit terlebih dahulu di Wadi Qudai, yaitu tempat transit jamaah haji khusus Indonesia untuk makan
dan ke kamar kecil.
Memasuki kawasan Madinah nampak bahwa datarannya lebih luas, tidak seperti kota Mekah yang
dataranya sempit dikelilingi bebukitan. Kotanyapun Madinah lebih teratur dan lebih terawat. Sampai di Madinah
ketua kloter dan rombongan melapor ke bagian penerimaan dan selanjutnya langsung menuju ke penginapan kami
di hotel Lulut Anshar, yang berjarak 700 m sebelah timur laut dari Masjid Nabawi. Kamipun memeriksa kopor
besar untuk meyakinkan tidak hilang ataupun tertukar. Setelah ketemu kemudian antrian kami angkut ke kamar
masing-masing. Kuli tukang angkut sudah menyambut, mereka minta 1 sampai 3 real untuk angkat junjung kopor
setiap jamaah.
Setelah memperoleh pembagian kamar, membenahi kopor dan barang masing-masing, dalam situasi
ngantuk dan capai itu kamipun terus langsung berangkat ke Mesjid Nabawi mengejar Arbain pertama subuh.
Seperti biasanya, meskipun semula sepakat akan mulai arbainnya shalat dhuhur, tetapi begitu sampai ya ingin
segera, jadilah bukan dhuhur tapi subuh sambil terkantuk-kantuk itu kami mulai arbain. Sekali lagi kami terhenyak
pertama kali melihat Masjid Nabawi yang indah, dari jauh kelihatan menaranya yang khas. Kalau nda salah
jumlahnya 10. Kagum, haru, syukur menyesak di dada ini …. Subhanallah walhamdulillah. Waktu subuh disana
masuk pk. 05.45. Subuh ditandai dengan Adzan shalat sunah fajar, pertama pk 03.45 Waktu Arab Saudi, Setelah
shalat sunah fajar, baru pk 05.45 adzan shalat subuh langsung kami shalat berjamaah.
Dengan kagum dan haru kaki saya menginjak halaman masjid Nabawi sungguh merupakan masjid yang
besar, megah dan indah. Masjid ini awalnya dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dengan para pengikutnya pada
tahun 1 Hijriyah ( 622 Masehi ), letaknya di sebelah barat rumah Nabi, luasnya 1050an meter persegi. Oleh Nabi
sering disebut „mesjidku ini‟ dan arti dari sini kemudian dinamakan Masjid Nabi, dalam bahasa Arab disebut
Masjid Nabawi. Dewasa ini bangunan masjidnya sudah menjadi seluas 165.000 meter persegi
Masjid Nabawi berbeda dengan Masjidil Haram yang terbuka untuk umum 24 jam.Masjid Nabawi
dibuka mulai pk 03.00 sampai dengan pk 22.00 setiap harinya. Waktu untuk ziarah diatur tersendiri. Masjid Nabawi
atau Masjid Rasulullah, juga tempat dimana makam Rasulullah bersama para sahabat, yaitu Abu Bakar , Umar bin
Khattab berada. Semula masjid ini didirikan disamping tempat kediaman Nabi, sambil menjaga keberadaan rumah
beliau, masjid diperluas beberapa kali. Perluasan-perluasan yang dibuat beliau amat sederhana jika dibanding
dengan perluasan setelah pemerintahan raja-raja setelah wafat para sahabat. Oleh karena Masjid Nabawi terus
menerus diperluas maka makam tersebut sekarang berada didalam masjid bagian kanan depan.
Meskipun udara diluar pada waktu siang hari itu sangat menyengat sampai 43° Celciusan, namun dalam
masjid sekitar 28° Celcius. Berbeda dengan di Masjidil Haram yang udara dalam masjid didinginkan dengan
ratusan kipas angin, di Masjid Nabawi dialiri udara dingin dari AC raksasa melalui bagian bawah sekeliling tiap
tihang masjid. Masjid Nabawi sangat megah dan artistik dimana memanjang ada sejumlah kurang lebih 80-90 an
tihang, sedang melebar 60 – 70 tihang. Semua tihang berornamen yang berlapis emas dan berbentuk sama. Tempat
shalat untuk perempuan terpisah dan dijaga oleh lasykar wanita dengan pakaian dan cadar hitamnya.
Didalam masjid terdapat makam Rasulullah Masjid ini terkenal pula dengan kubahnya yang bewarna
hijau, serta interiornya yang amat indah dan menawan. Dalam waktu-waktu tertentu beberapa kubahnya bisa
dibuka. Disampingnya makam sahabat Abubakar ra, Umar ra, Usman ra dan Ali ra. Selain makam Nabi dan para
sahabatnya, di sisi lain masjid Nabawi juga terdapat Raudah yang dikiaskan sebagai taman surga. Letaknya diantara
Makam Nabi dan Mimbar Nabi,
Selamat sejahtera untukmu ya Rasulullah, Selamat sejahtera untukmu ya Nabiyullah, Selamat
sejahtera untukmu ya makhluk Allah yang terbaik, Selamat sejahtera untukmu ya rasul Tuhan dari alam
semesta, Selamat sejahtera untukmu ya panglima yang gagah berani. Aku bersaksi tidak ada tuhan yang
selayaknya disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa engkau adalah hambaNya, utusanNya, dan
kepercayaanNya. Aku bersaksi bahwa engkau telah menunaikan tugas kerasulan, telah menyampaikan amanat
yang dipercayakan kepadamu. Engkau telah menasihati para umat dan engkau telah berjihad di jalan Allah
dengan sebenar-benarnya.
Hari kedua kami di Madinah direncanakan untuk mengunjungi Raudah.kami berkumpul sesudah shalat
Subuh. Padahal hari itu suhu udara dingin sekali dan cuaca disertai tiupan angin yang menambah dingin.
Sebelumnya kami tidak mengenakan jaket yang cukup tebal, karena tidak mengira akan menunggu diluar demikian
lama.kalau didalam masjid mendingan karena tidak angin lagipula banyak orang sehingga suhu agak hangat.
Selama di Madinah hari itulah kami merasakan cuaca yang paling dingin. Biasanya kalau dingin seperti itu kami
mengenakan jaket rangkap serta kaus kaki.
Raudah merupakan tempat yang sangat dimuliakan, tempat ini selalu penuh sesak oleh jamaah yang
berdesak-desakan berusaha masuk Raudah. Raudah termasuk tempat yang mustajab untuk berdoa, sehingga setiap
doa yang dipanjatkan kepada Allah akan terkabul. Tempat ini dan sekitarnya yang pernah menjadi tempat hidup
Rasulullah, mendapat penghormatan amat besar dari kaum muslimin , dan pernah menjadi tempat Rasulullah
membuat perencanaan dakwah , saat bekerja, memberikan nasehat keimanan, mencintai umatnya, dan saat-saat
beliau dijemput sakaratul mautnya. Ini membuat semua orang yang mengziarahinya seperti terbius dan menitikan
air matanya. Apabila kita berada di dalam Raudah dan menghadap kearah kiblat, makam Nabi Muhammad SAW
terletak di sebelah kiri dan mimbar Nabi bearada di sebelah kanan.
Madinah semula bernama Yastrib adalah tempat pelarian atau pengungsian Nabi Muhammad saw dari
penindasan orang-orang kafir Quraisy. Di kota inilah Islam mulai berkembang pesat menjadi agama dan dasar
pengaturan pemerintahan, kemudian Rasulullah menetapkan undang-undang tertulis pertama yang mengatur sistem
pemerintahan, yang menciptakan persatuan antara kaum Muslimin dan Yahudi. Disana beliau menyempurnakan
risalahnya dan disana pulai beliau akhirnya wafat.
Pada hari berikutnya kami berziarah ke makam Baqi didepan samping kanan Masjid Nabawi sebuah
pemakaman yang terkenal, tempat dimakamkanya sahabat, istri-istri Nabi termasuk Aisyah, ibu susu Rasulullah
SAW Halimah Sadiyah dan juga anak dan cucu beliau. Jamaah haji yang meninggal di Madinah dimakamkan di
makam ini juga. Makam disana tidak diberi tanda apapun, jadi tanah rata saja. Jadi ketika masuk lokasi orang-orang
pada mencari-cari mana makamnya. Tahunya ya didepan kita itulah tanah rata tanpa tanda-tanda apapun, itulah
makamnya.

Rombongan kami berada di Madinah selama 9 hari, sehingga disamping memperbanyak ibadah di
Masjid juga mengunjungi dan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW serta para sahabatnya Abubakar dan Umar
yang letaknya bedampingan dengan Raudah, ziarah ke makam Baqi tempat dimana banyak sahabat, kerabat dan
keluarga Nabi Muhammad SAW dimakamkan. Diantaranya adalah istri beliau Aisyah ra, putri beliau Fathimah ra,
istri Ali ra, cucu beliau Hasan dan Husain. Namun tiada yang membedakan kubur yang satu dengan lainnya, seperti
halnya di pemakaman kita di tanah air. Konon upaya ini termasuk upaya radikal untuk mencegah bentuk-bentuk
“penyakralan” orang-orang yang telah meninggal.

Kemudian mengunjungi Masjid Quba, yaitu masjid yang pertama kali didirikan oleh Nabi Muhammad
SAW. Ini terjadi beberapa saat setelah Rasulullah hijrah dari Mekah. Letaknya di daerah Quba yang berjarak 5 km
di sebelah barat daya kota Madinah. Penduduk Madinah yang pertama menyongsong kehadiran Rasulullah ketika
hijrah adalah orang-orang Quba di masjid ini pulalah diselenggarakan shalat jamaah pertama secara terang-
terangan.
Masjid Qiblatain, yang sebelumnya bernama Masjid Bani Salamah, masjid dimana Nabi pernah shalat
dhuhur dengan kiblat yang berlawanan arah, pertama kearah Masjidil Aqsa di Palestina, kemudian atas perintah
Allah SWT menjadi ke arah Baitullah di Masjidil Haram. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-2 Hijriah. Juga
mengunjungi Masjid Sa‟bah atau Masjid Khamsah yang merupakan bekas gardu penjagaan diwaktu Nabi dan para
sahabatnya mempertahankan Kota Madinah dalam peristiwa Perang Khandaq ( Perang Parit).
Dalam perjalanan kami sempat terkesima menyaksikan taman kota didaerah kering dan tandus seperti
Madinah itu ternyata masih dapat membuat air terjun buatan yang menambah ketakjuban kami. Terakhir
rombongan berziarah ke petilasan dan makam para syuhada Perang Uhud di Jabal Uhud, 5 km dari pusat kota
Madinah, di jalan lama Madinah-Mekah, tempat dikuburkannya 70 orang sahabat yang gugur dalam perang itu.
Diantara mereka adalah Hamzah ra paman Rasulullah saw. Pada perang Uhud inilah satu-satunya dimana pasukan
Islam pada masa Rasulullah pernah mengalami kekalahan yang paling menyakitkan, karena ada sebagian pasukan
yang tidak konsisten menerapkan strategi yang telah diatur bersama Rasulullah. Disamping kehilangan banyak
sahabat Rasulullah sendiri sempat terluka parah pada peristiwa ini. Selanjutnya kami sempat singgah di kebun
kurma sekaligus pasar buah kurma sebelum kembali ke hotel. Tempat ini sangat ramai dikunjungi jamaah, karena
banyak pilihan kurma yang ada disini, termasuk yang masih ranum dan segar. Penjualnyapun berlagak ramah-
ramah : “ Mura-mura,… bagus, mura, … bagus “ ( maksudnya murah, kurmanya bagus )
Pada hari-hari di Madinah setelah shalat shalat subuh berjamaah di Masjid Nabawi, biasanya sambil
pulang saya sempatkan melihat-lihat keliling toko-toko seputar hotel dan jalan ke Masjid. Banyak toko yang
menjual makanan, souvenir mulai dari mainan anak-anak , tasbih, sajadah sampai perhiasan yang cukup mahal.
Para jemaah haji Indonesia terutama ibu-ibu, banyak yang tertarik membeli emas Madinah, konon kualitasnya
lebih baik, untuk dijual lagi sangat mudah. Jika usai shalat subuh dijalan-jalan menuju pulang kami sering ketemu
penjaja makanan Indonesia. Kamipun membeli makan untuk sarapan pagi, kalau tidak ya ke Rumah makan
Indonesia yang ada di sekitar hotel Masjid Nabawi.
Hari-hari di Madinah yang agak masalah adalah karena menu makanan cateringnya sangat
membosankan. Sama seperti catering di Mina, lauk dagingnya dipotong besar-besar dan cuman diberi bumbu
garam. Demi kesehatan apapun rasanya terpaksa kami usahakan makan. Paling jika benar-benar terpaksa kami beli
makanan terutama lauknya diluar sehabis shalat subuh atau isya.
Suatu ketika ada pembagian makanan kamipun seperti biasa ikut-ikutan berebut, ketika sampai di hotel
kami buka, ternyata nasi goreng ala India. Kamipun sambil cengar-cengir mencobanya. Enak juga cuma ada rasa-
rasa yang lain di lidah, mungkin resep bumbunya lain dengan nasi goreng kami. Tak apalah, saya pikir lidah ini
juga perlu belajar toleransi.
Pada hari ke 5 di Madinah kami mengalami peristiwa yang langka selama berada di tanah suci.
Menjelang shalat dhuhur tiba-tiba angin kencang bertiup disertai kabut hitam disertai debu yang beterbangan,
suasanapun menjadi hingar bingar. Tahulah kemudian ternyata hujan mulai turun semakin lama semakin deras dan
banjirpun mulai menggenangi disana sini. Mungkin ada 2 jam hujan turun begitu deras, kamipun harus berangkat
ke masjid untuk shalat dhuhur berjamaah, tetapi hujan masih turun mersi sudah agak reda namun kadang kadang
masih turun deras . Kami harus berlarian dari emper pertokoan ke emper lainnya agar tidak basah kuyup. Air hujan
yang membawa lumpur, pasir dan sisa-sisa sangat kotor. Halaman mesjid Nabawi pun dikeringkan dengan mesin
pel lantai. Petugas sangat sigap dan professional menanganinya.
Baru menjelang asar hujan reda dan udara bersih. Itulah pengalaman unik kami menyaksikan hujan
turun di Madinah, yang konon setahun hanya satu atau dua kali saja turun, konon setiap musim jamaah haji tidak
sama ada yang sama sekali tidak mengalami hujan selama di tanah suci, tahun lalu bersamaan hujan pas berada di
Mina. Disana banjirnya lebih hebat karena air turun dari pebukitan secara tiba-tiba datangnya luncuran air,
akibatnya jamaah sedang berada didalam tenda. terkena banjir air dan lumpur yang menyapu ke tenda.
Alhamdulillah pas kami mengalami di Madinah jadi lebih aman karena kami berada di hotel. Kami sempat merasa
waswas, karena sayang sekali rasanya jika arbainnya sampai terputus.
Alhamdulillah kami telah menyelesaikan shalat jamaah arbain, jadi pada hari ke 9, kamipun shalat wada
sambil memandangi Masjid Nabawi. Seolah-olah tidak percaya kami telah datang, dan saat itu kami harus
meninggalkannya. Ingin rasa-rasanya tetap berlama-lama disana. Terlintas pula doa kami Ya Allah Ya Rabb,
semoga kau beri kesempatan aku untuk mengunjungi masjid Nabi ini kembali, bersujud kepadaMu ditempat yang
mulia ini.
Hari itu Minggu bertepatan tanggal 5 Februari 2006, setelah mandi dan bersuci diri kami mulai
berkemas-kemas karena mendapat kabar keberangkatan pulang ke tanah air hari kelak pada hari Senin 6 Februari
2006. Kopor-kopor kami bertambah menjadi tambah besar lagi, karena diisi oleh-oleh jajanan dan souvenir yang
dibeli masing-masing. Banyak pula yang menjadi tidak muat dan harus dengan tas ekstra. Untung saya sendiri
dengan istri telah memaketkan sebagian pakaian yang sudah tidak digunakan dengan beberapa liter air zam-zam
ketika masih di Mekah. Biaya paket untuk kapal laut 6 real per kilogram, sedang untuk kapal udara 11 real per
kilogram.

KEMBALI KE TANAH AIR

Sebelum terbang ke tanah air kami harus transit terlebih dahulu di Hotel Sae Heina Dekat Bandar
Internasional King Abdul Aziz Jeddah. Sebetulnya tempat transit jemaah haji Indonesia adalah di Madinatul Hujaj,
akan tetapi kabarnya Madinatul Hujaj sedang dalam perbaikan. Kami berangkat dari Madinah pada Minggu 5
Februari 2006 pk 14.00 dan sampai di Jedah pk. 19.00 WAS. Esoknya setelah makan pagi kami berkemas-kemas
menuju Bandara King Abdul Aziz International Airport pada sekitar pk. 08.00 Bagi jamaah haji yang menggunakan
pesawat Arabian Airlines biasanya langsung dari Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz Madinah.
Dibandara kami diharuskan mengepak bawaan kami kembali terutama air zam-zam yang sesuai aturan
harus dipak lagi dengan menggunakan plastik yang telah disediakan. Kami juga mendapat jatah voucher dari
Garuda Indonesian Airways masing-masing 5 liter air zamzam dalam jerigen Garuda. Kami juga diberi sertifikat
telah menggunakan Penerbangan Garuda dalam menjalankan ibadah haji. Yang kelak dikemudian hari, sertifikat itu
berfungsi sebagai sertifikat haji masing-masing.
Di bandara itu kami menunggu cukup lama termasuk antrian pemeriksaan barang dan paspor. Simcard
Al Jawal handphone kami termasuk yang juga di sensor, tidak boleh dibawa pulang. Tinggal menunggu pulang ke
tanah air saja, ternyata ada salah seorang teman kami yang dipanggil Allah untuk selama-lamanya. Mungkin karena
mengidap sakit jantung, saat istirahat tertidur kemudian ada pemberitahuan agar segera berbaris antri untuk
pemeriksaan surat dan paspor, mungkin dia terbangun kaget. Ketika dia berusaha antri serangan jantungnya datang.
Inalillahi wa ina illaihi rojiun. Sesuai dengan aturan yang berlaku jenazahnya tetap tak bisa dibawa ke tanah air.
Jadilah jenazah saudara kami itu tetap dikebumikan disana.
Dari Pemerintah Arab Saudi kami diberi voucher masing-masing mushaf Al Quran dua buah. Melihat
tambahan bagasi, tak habis-habisnya saya berpikir, barangkali pesawat ini bebannya menjadi 2 kali lipat atau lebih
dibanding ketika berangkat. Kami kemudian terbang menuju tanah air pada hari itu Senin 6 Februari 2006 pk. 14.45
WAS dengan tempat duduk sama seperti pada saat berangkat. Berarti waktu itu bersamaan dengan pk. 18.45 WIB
di tanah air. Penerbangan kembali ke tanah air itu juga hampir sama dengan pada saat keberangkatan dengan
terlebih dahulu singgah di Abu Dhabi yaitu pada pk16.30 untuk pengisian bahan bakar, pergantian pilot dan
cleaning service.
Kru pesawat sempat menginformasikan adanya sedikit gangguan pada peralatan elektronik pesawat
yang perlu diperbaiki, sehingga kami sempat merasa was-was. Di Abu Dhabi transitnya cukup lama dari waktu satu
jam yang direncanakan, ternyata service dan pengisian bahan bakar itu memakan hingga 2 jam lebih baru selesai.
Oleh karenaitu baru kemudian perjalanan dilanjutkan pada pk 19.30, pesawat yang kami tumpangi take off terbang
kembali menembus gelapnya malam. Ketika pesawat take off dari Abu Dhabi, nampak begitu indahnya lampu-
lampu kota Abu Dhabi di malam hari itu, seolah melambaikan tangan kepada kami menyampaikan ucapan selamat
jalan. Penerbangan malam itu memang agak membosankan karena tak banyak yang dapat kami lihat, meskipun
penerbangan siang juga hanya menyaksikan pemandangan awan yang bermain-main.
Ketika masuk waktu subuh kami mengambil tayamum untuk kemudian sembahyang subuh di pesawat.
Dan ternyata yang justru menarik kemudian ketika bisa menyaksikan perubahan fenomena alam dari suasana
malam hari ke pagi hari, menyaksikan rona-rona angkasa raya yang mengiringi terbitnya matahari dari pesawat.
Pagi hari itu Selasa 7 Februari 2006 sekitar pk. 07.00 WIB ketika pesawat landing di Bandara Adi
Sumarmo, kami benar-benar merasa bersyukur dan berlega hati. Alhamdulillah … alhamdulilah ya Allah, ya Rabbil
alamin. Akhirnya kamipun menginjakkan kaki kembali di tanah air dengan selamat. Kami melihat kembali tanah
air yang subur menghijau benar-benar menjadikan dada ini terasa lapang, sekaligus menjadi obat rindu setelah
sekian lama sejauh mata memandang yang terlihat hanya kekeringan dan kegersangan………….. Allahu Akbar.
Allahu Akbar Allahu Akbar. Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syarikalah, lahul mulku walahul-hamdu yuhyi
wayumitu wahuwa ala kuli syai’in qadir A’ibuuna ‘aabi duuna lirabbinaa haamiduuna. Sadaqallahu wa’dahuu wa
nasara ‘abdahuu wa hazamal ahzaaba wahdahu…………. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan
Allah semata, yang tiada sekutu baginya. Bagi-Nya segala kekuasaan dan pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Kami telah kembali, bertaubat dan tetap beribadah serta memuji kepada Tuhan kami. Telah tepat janji
Allah, dan telah membela hamba-hamba-Nya serta mengalahkan semua musuh-musuhnya sendiri……….Semoga
kami semua mabrur dan selalu bisa menjaga kemabrurannya. Amin !!!

KEPUSTAKAAN

Al-Qarni,Aidh, 2005, Berbahagialah, Penerbit Qalam, Jakarta

Asror Mustaghfirin, 2004, Suara Mimbar, Penerbit Aneka Ilmu, Semarang

Azra Azyumardi, 2000, Menuju Masyarakat Madani, PT Remaja Rosda Karya, Bandung

Cholifah Saida, 2005, Ibu Rumah Tangga Naik Haji, Penerbit Pustaka Marwa, Yogyakarta

Departemen Agama RI, 2005, Panduan Perjalanan Haji, Ditjen BimbinganMasyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji Jakarta
Departemen Agama RI, 2005, Hikmah Ibadah Haji, Ditjen BimbinganMasyarakat Islam dan Penyelenggaraan
Haji Jakarta

Muttaqin Zainal, Mukri Ghazali H, 2005, Doa dan Dzikir Menirut Al Quran dan As-Sunnah, Penerbit Mitra
Pustaka, Yogyakarta

Su’ud Abu, 2003, Haji antara Syara dan Mitos, Penerbit Aneka Ilmu, Semarang

Ristanto Slamet, 2005, Diatas Pusaran Kabah Sebuah Perjalanan Spiritual, Penerbit Pustaka Marwa,
Yogyakarta

Wilfred Hoffman, Murad, 2000, Jalan Menuju Mekah - Menelusuri Cahaya Keimanan, Penerbit
Gema Insani, Jakarta

Penulis
SUBAGJO
D/a. Sekretariat KORPRI Kab. Banyumas
Alamat Kantor : Kantor Sekretariat KORPRI Kab. Banyumas
Jl. Purwobhakti 47 Purwokerto
Rumah : Perum. Kedungwringin Gang XII Blok A – 46
Patikraja -Purwokerto SMS Hp 081804376204

You might also like