You are on page 1of 14

I.

ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG

1. Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai bentuk J, dan bila penuh, berbentuk
seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara anatomi
lambung terdiri dari :
a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium
dan biasanya penuh terisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvatura minor.
c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot tebal membentuk
spinter pilorus.
d. Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak
sampai pilorus.
e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum
kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kanan sampai ke pilorus inferior.
Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke
limpa.
f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana eosofagus bagian abdomen masuk ke
lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Lambung tersusun juga atas 4 lapisan , yakni :
a. Tunika Serosa (Lapisan luar)
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang
ke hati membentuk omentum minus. omentum minus adalah tempat yang sering terjadi
penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyakit pankreatitis akut.
Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju organ lain disebut
ligamentum. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bagian bawah membentuk
omentum majus yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.
b. Muskularis
Terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan longitudinal (bagian luar), lapisan sirkular
(bagian tengah), dan lapisan oblik (bagian dalam). Susunan serabut otot yang unik ini
memungkinkan berbagai macam kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan
menjadi partikel – partikel yang kecil, mengaduk, dan mencampur makanan tersebut
dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
c. Submukosa
Tersusun atas areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dengan
lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak peristaltik. Lapisan
ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
d. Mukosa
Tersusun atas lipatan – lipatan longitudinal disebut rugae, yang
memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat
beberapa kelenjar pada lapisan ini, yakni :
a. Kelenjar kardia, berada di dekat orifisium kardia dan menyekresiakn mucus.
b. Kelenjar fundus atau gastric,terletak di fundus dan pada hamper seluruh
korpus lambung. kelenjar gastri memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel parietal
menyekresikan HCl dan factkr intrinsik. Factor intrinsik diperlukan untuk
absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan factor intrinsic akan
mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher)
ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus.
2. Fisiologi Lambung
• Fungsi motorik lambung terdiri atas :
a. Menampung, menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit
dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa
menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos, diperantarai oleh nervus
vagus dan dirangsang oleh gastrin.
b. Mencampur, memecahkan makanan menjadi partikel – partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi
lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar.
c. Pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan spinter pilorus yang dipengaruhi oleh
viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat
– obatan, dan olah raga.
• Fungsi pencernaan dan sekresi
a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCl dimulai di sini; pencernaan karbohidrat
dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya.
b. Sintetis dari pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan
antrum, alkalinisasi, dan rangsangan vagus.
c. Sekresi faktor intrinsik
d. Sekresi mukus, membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi
sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
e. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan
sebagai barier dan asam lumen dan pepsin.
Getah Cerna Lambung
• HCl : untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, sebagai disinfektan,
serta merangsang pengeluaran sekretin dan kolesistokinin pada usus halus.
• Lipase : memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
• Renin : mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI)
• Pepsin : memecah putih telur menjadi asam amino ( albumin dan pepton).
• Mukus : untuk melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.
Pengaturan Sekresi Lambung
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastric, dan intestinal.
a. Fase sefalik, sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung, yaitu
akibat melihat, mencium, dan memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini
diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal
neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebsi atau pusat
nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung.
Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric terangsang untuk menyekresikan HCl,
pepsinogen, dan menambah mucus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari
sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
b. Fase gastric, dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum juga
dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-resptor pada dinding
lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medulla melalui aferen vagus dan kembali
ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pengeluaran hormone
gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin
dilepas di antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung,
untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam
empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alcohol. Membrane sel
parietal di fundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamine,
dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat beraksi
dan juga dapat merangsang pelepasan histamine dari sel enterokromafin dari mukosa
untuk sekresi asam.
Fase sekresi gastric menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi total lambung setelah
makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang
berjumlah sekitar 2.000ml. fase gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada
antrum pylorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.
c. Fase intestinal, dimuali oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi
lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna
sebagian dalam duodenum merangsang pelepasan gastrin di usus, suatu hormone yang
menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung.
Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus
mienterikus, saraf simpatis, dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan
lambung. Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein
menyebabkan lepasnya beberapa hormone di usus. Sekretin, koleksitokinin, dan peptida
pengahambat gastric, semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
Tabel Kerja Gastrin
Kerja Makna Fisiologis
• Merangsang sekresi asam dan pepsin • Mempermudah pencernaan
• Merangsang sekresi factor intrinsic • Mempermudah absorbs vitamin B12 dalam
usus halus
• Merangsang sekresi enzim pancreas • Mempermudah pencernaan

• Merangsang peningkatkan aliran empedu • Mempermudah pencernaan


hati • Mempermudah metabolism glukosa
• Merangsang pengeluaran insulin • Mempermudah pencampuran dan
• Merangsang motilitas lambung dan usus pendorongan makanan yang telah ditelan
• Lambung dapat menambah volumenya
• Mempermudah relaksasi resepitif tanpa tanpa meningkatkan tekanan
lambung • Meningkatkan refluks lambung waktu
pencampuran dan pengadukan
• Meningkatkan tonus istirahat sfingter • Memungkinkan pencampuran seluruh isi
esophagus bagian bawah lambung sebelum diteruskan ke usus
• Menghambat pengosongan lambung
II. KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
1. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus,
atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium,
mual dan muntah.
2. Gastritis merupakan sutau keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
3. Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster.
4. Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan
berkembang dipenuhi bakteri.
B. KLASIFIKASI
1. Gastritis Akut
Definisi
• Proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.
• Peradangan superficial akibat terpapar oleh zat iritant seperti alcohol, aspirin, steroid,
asam empedu atau terinfeksi oleh Helocobacter Pylori.
• Peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa
lambung dan setelah terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot
lambung.
Klasifikasi
a. Gastritis stress akut
yaitu disebabkan akibat pembedahan besar, luka, trauma, luka bakar atau infeksi berat
yang menyebabkan gastritis serta perdarahan pada lambung.
b. Gastritis erosife hemoragik difus,
biasanya terjadi pada peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat menyebabkan
perlunya reseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan dianggap sebagai ulkus
akibat stress, karena keduanya memiliki banyak persamaan.
Etiologi
- Kesembronoan diit, misalnya: makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan
yang terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi
- Alkohol
- Aspirin
- Refluks empedu
- Terapi radiasi
- Gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali, yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi
Manifestasi Klinis
1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi
2. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan anoreksia.
Mungkin terjadi muntah dan cegukan
3. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik
4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi
malah mencapai usus
5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun napsu makan mungkin akan
hilang selama 2 sampai 3 hari
2. Gastritis Kronis
Definisi
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun.
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh
bakteri Helicobacter pylori.
Etiologi
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa
lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan
terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental
dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun
dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan
juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang
kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu
mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster,
misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan
peristaltic tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada
akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa
pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan
mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.
a. Gastritis tipe A:
- Dihubungkan dengan penyakit autoimun, misalnya anemia pernisiosa.
b. Gastritis tipe B:
- Dihubungkan dengan bakteri Helicobacter pylori.
- Faktor diet, seperti minum panas dan pedas.
- Penggunaan obat
- Alkohol
- Merokok
- Refluks isi usus ke lambung
Manifestasi klinis
- Bervariasi dan tidak jelas
- Perasaan penuh, anoreksia
- Distress epigastrik yang tidak nyata
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Nyeri epigastrium setelah makan
- Rasa pahit pada mulut
Klasifikasi
Klasifikasi gastritis kronis berdasarkan :
1. Gambaran hispatology
- Gastritis kronik superficial
- Gastritis kronik atropik
- Atrofi lambung
- Metaplasia intestinal
- Perubahan histology kalenjar mukosa lambung menjadi kalenjar-kalenjar
- mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.
2. Distribusi anatomi
- Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A).
Sering dihubungkan dengan proses autoimun dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa
karena terjadi gangguan absorpsi vitamin B12 dimana gangguan absorpsi tersebut
disebabkan oleh kerusakan sel parietal yang menyebabkan sekresi asam lambung
menurun.
- Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B)
Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman Helicobacter pylori.
- Gastritis tipe AB
Anatominya menyebar ke seluruh gaster dan penyebarannya meningkat seiring
bertambahnya usia.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H.
pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah
kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung
akibat gastritis.
b. Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi
oleh bakteri H. pylori atau tidak.
c. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses
atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini
menunjukkan adanya pendarahan pada lambung.
d. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya
ketidak normalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari
sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang
fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan
bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan
(anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa
nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat
mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes
ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak
langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek
dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko
akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada
tenggorokan akibat menelan endoskop.
e. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda
gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan
barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi
saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di ronsen.

D. KOMPLIKASI
1. Gastritis akut
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah hematemesis atau melema.
2. Gastritis kronis
Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan
absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa).

E. PENDIDIKAN KESEHATAN
• Makan dengan porsi sedikit tapi sering.
• Jika pasien merasa lapar, jangan langsung minum – minuman yang mengandung
kafein seperti teh, tapi digantikan dengan air putih hangat.
• Bila maag kambuh karena terlambat makan, jangan langsung makan – makanan berat
misalnya nasi, tapi digantikan dengan makanan ringan seperti crackers.
• Makan secara benar, hindari makan – makanan yang dapat mengiritasi terutama
makanan yang pedas dan asam
• Makan dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
• Mengunyah makanan sampai benar – benar lumat.
• Minum air putih yang banyak atau dapat digantikan dengan minuman ber-ion.
• Meminum obat sesuai dengan anjuran dokter.
• Menjaga kebersihan lingkungan seperti alat – alat makan, tempat tidur,dll.
• Hindari untuk meminum alkohol,karena alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
lapisan mukosa dalam lambung serta dapat mengakibatkan peradangan dan
perdarahan.
• Hindari untuk merokok, karena dapat mengganggu kerja lapisan pelindung lambung.
• Lakukan olahraga secara teratur, misalnya senam aerobik. Senam aerobik dapat
meningkatkan kecepatan jantung dan pernafasan juga dapat menstimulasi aktivitas
otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih
cepat.
• Menghindari pemakaian aspirin saat merasa tidak enak badan, digantikan dengan
istirahat yang cukup.
• Hindari pemakaian obat gabungan, untuk mengurangi efek negatif obat.
• Hindari stress yang berlebihan.
• Selalu memperhatikan pola makan pasien.
• Membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya untuk mengurangi rasa stress.
• Memperhatikan pemakaian obat dan efek sampingnya.

F. KONSEP LEGAL ETIK


a. Respect
1. Respect for humanity
Respect for humanity/seseorang menetapkan bahwa semua etik perawatan
kesehatan dan secara tidak langsung manusia harus menghargai kehidupannya sendiri
dan kehidupan orang lain, serta menerima kematian (Thiroux, 1990). Prinsip ini
menyatakan bahwa kehidupan adalah hak yang paling mendasar yang dimiliki
seseorang. Tanpa kehidupan tersebut, tidak akan ada masalah etik. Karena kehidupan
sangat berharga, manusia secara moral memiliki kewajiban untuk memelihara dan
menjaganya. Perawat harus melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk
melindungi dan mempertahankan kehidupan manusia dimana terdapat harapan
sembuh atau ketika klien memperoleh keuntungan dari tindakan memperpanjangkan
hidup (ANA, 1985). Pada kasus perawat harus mengusahakan segala sesuatu untuk
membuat keadaan kesehatan Nona Alice menjadi lebih baik dan juga untuk
mempertahankan hidup Nona Alice.
2. Respect for autonomy
Autonomy berarti setiap individu harus memiliki kebebasan untuk memilih
rencana kehidupan dan cara bermoral mereka sendiri. Prinsip autonomi mengarahkan
perhatian moral. perawat pada penentuan secara berhati-hati tentang nilai klien.
Prinsip respect for autonomy sekarang ini telah memperoleh penekanan yang
berlebihan, sebagian karena perawatan kesehatan tradisional menekankan pada
prinsip beneficence. Ketika beneficence ini (kewajiban untuk melakukan yang baik
bagi seseorang) mengalahkan autonomi klien, hasilnya adalah paterbalisme.
Paternalisme adalah melakukan apa yang dipercayaai oleh para profesional untuk
kebaikan klien, kadang tanpa keputusan dari klien.
Di dalam kasus dikatakan bahwa tidak ada keluarga klien yang dapat dihubungi.
Dalam hal ini keputusan dapat dialihkan dengan sah kepada pihak teman atau rekan
yang mengantarkan klien ke Rumah sakit, tetapi dengan syarat perawat terlebih
dahulu memberikan informed consent (memberikan informasi tentang penyakit,
pengobatan, pemeriksaan dan manfaat dilakukannya tindakan). Tetapi bila tidak ada
pihak yang mau menjadi penanggung jawab klien, maka sesuai dengan penjelasan di
atas bahwa para profesional atau pihak Rumah Sakit yang akan memutuskan untuk
melakukan tindakan terhadap klien.
b. Non-maleficience
Prinsip ini mengajarkan tindakan untuk membuang bahaya, dan melakukan langkah
positif untuk melakukan yang baik untuk keuntungan orang lain. Non-maleficience
memberikan standar minimum dimana praktisi selalu memegangnya. Prinsip non-
maleficence menuntut perawat menghindari membahayakan klien selama pemberian
asuhan keperawatan. Perawat harus melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan
standar keperawatan yang berlaku agar tidak mengakibatkan injury pada klien.
Mencegah Nona Alice untuk melakukan aktivitas yang dapat memperburuk
kondisinya. Dan perawat meberikan asuhan keperawatan yang terbaik untuk klien.
c. Justice
Prinsip keadilan menuntut perlakuan terhadap orang lain yang adil dan memberikan
apa yang menjadi kebutuhan klien tanpa melihat status sosial klien. Tindakan pada
klien yang tidak sama selalu membutuhkan pertimbangan. Perawat harus menetapkan
prioritas berdasarkan kebutuhan klien.
d. Beneficence
Melakukan yang baik dan dapat menguntungkan klien. Dalam beneficence, perawat
juga harus mempertimbangkan resiko atau bahaya dalam setiap kasus.

G. PENATALAKSANAAN
• Gastritis Kronik
1. Eradikasi Helicobacter pyroli
 Dapat mengembalikan gambaran histopatologi menjadi normal.
2. Eradikasi dikombinasikan dengan penghambat pompa proton dan antibiotik.
Antibiotik dapat berupa tetrasiklin, metronidasol, klaritromisin, dan amoksisilin.
Untuk hasil pengobatan yang lebih baik dapat digunakan lebih dari satu macam
antibiotik.
3. Antagonis H2 (seperti ranitidine) dikombinasikan dengan penghambat pompa
proton
 Dapat menurunkan sekresi asam lambung.
4. Pemberian vitamin B12 melalui parenteral
 Untuk memperbaiki keadaan anemianya.
• Gastritis Akut
1. Pemberian antasida
 Mengatasi perasaan bengah (penuh) dan tidak enak di abdomen dan
menetralisir asam lambung dengan meningkatkan pH lambung sekitar 4-6.
2. Gastrektomi
 Pembedahan gaster dengan indikasi yang absolut.
• Untuk klien dengan keluhan mual dan muntah dianjurkan untuk bedrest dengan status
NPO (nothing per oral), pemberian antimietik, dan pemasangan infus untuk
mempertahankan cairan tubuh.
• Bila muntah berlanjut, maka dipertimbangkan pemasangan NGT (Nasogastric Tube)
• Klien yang mengalami anemia pernisiosa, maka diberikan injeksi intravena
cobalamin.
• Klien yang merupakan pengguna aspirin atau antiinflamasi nonsteroid dapat dicegah
dengan misoprostol, suatu derivat prostaglandin mukosa.
Daftar Pustaka
Perry Potter. 2005. Fundamental of Nursing.
Brunner dan Suddart. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jilid I. Jakarta: FKUI.
Suratun, S.Kep, M.kep & Lusianah, S.Kp, M.Kep. 2010. Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: TIM
Sylvia Price. 2005. Edisi 6 Vol 1 Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Diane C. Baughman & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
LM, Wilson, Dkk.1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Jakarta : EGC
Setiadi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Price, and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Hirlan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi Ketiga. Jakarta: EGC.
http://www.indofarma.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=27&Itemid=125
http://arispurnomo.com/pendidikan-kesehatan-pada-pasien-maaggastritis

You might also like