You are on page 1of 6

PERSPEKTIF TEORI DAN PARADIGMA

DALAM KONTEKS KOMUNIKASI


{ March 30, 2010 @ 8:21 am } · { perspektif ilmu komunikasi }

PERSPEKTIF TEORI DAN PARADIGMA DALAM KONTEKS KOMUNIKASI


Perspektif berdasarkan pada konteks komunikasi menekankan bahwa manusia aktif memilih dan
mengubah aturan-aturan yang menyangkut kehidupannya. Agar komunikasi dapat berlangsung
dengan baik individu-individu yang berinteraksi harus menggunakan aturan-aturan dalam
menggunakan lambang-lambang. Bukan hanya aturan mengenai lambang itu sendiri, tetapi juga
harus ada aturan atau kesepakatan dalam hal berbicara, bagaimana bersikap sopan santun atau
sebaliknya, bagaimana harus menyapa, dan sebagainya, agar tidak terjadi konflik atau
kekacauan.
Perspektif ini memiliki dua ciri utama:
1. Aturan pada dasarnya merefleksikan fungsi-fungsi perilaku dan kognitif yang kompleks dari
kehidupan manusia.
2. Aturan menunjukan sifat-sifat dari keberaturan yang berbeda dari keberaturan sebab akibat.
Para ahli penganut aliran evolusi mengemukakan bahwa dalam mengamati tingkah laku manusia,
perspektif ini menunjuk tujuh unsur di mana masing-masing mempunyai penekanan yang
berbeda dalam pengamatannya. Diantaranya:
1. Memfokuskan perhatiannya pada pengamatan tingkah laku sebagai aturan.
2. Mengamati tingkah laku yang menjadi kebiasaan.
3. Menitikberatkan perhatiannya pada aturan-aturan yang menentukan tingkah laku
4. Mengamati aturan-aturan yang menyesuaikan diri dengan tingkah laku.
5. Memfokuskan pengamatannya pada aturan-aturan yang mengikuti tingkah laku.
6. Mengikuti aturan-aturan yang menerapkan tingkah laku.
7. Memfokuskan perhatiannya pada tingkah laku yang merefleksikan aturan.
Dalam konteks komunikasi pemikiran perspektif juga menekankan bahwa tingkah laku manusia
merupakan hasil atau refleksi dari penerapan aturan yang disepakati bersama.
Dalam hal ini ada empat proposisi yang diajukan:
1. tindakan-tindakan yang bersifat gabungan, kombinasi dan asosiasi merupakan ciri-ciri perilaku
manusia.
2. Tindakan-tindakan di atas disampaikan melalui pertukaran informasi simbolis.
3. Penyampaian informasi simbolis menuntut adanya interaksi antarsumber, pesan, dan penerima
yang sesuai dengan aturan komunikasi yang disepakati.
4. Aturan-aturan komunikasi ini mencakup pola-pola umum dan khusus.
Pengertian Teori
Teori adalah abstraksi dari realitas. Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan definisi yang secara
konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis. Sedangkan Llittle
John and Foss (2005: 4) mengatakan “ A Theory is a system of thought, a way of looking”. Jadi
dapat disimpulkan teori merupakan konseptualisasi mengenai aspek dunia empirik tentang suatu
fenomena, peristiwa atau gejala yang telah tersusun secara sistematis dengan penjelasan yang
logis.
Didalam dunia akademisi teori dijadikan alat berpikir untuk mempelajari peristiwa-peristiwa atau
gejala-gejala yang ada disekitar. Peristiwa atau gejala tersebut disebut dengan data atau fakta.
Dalam proses pembuatan teori, Little John dan Foss (2005) memberikan gambaran sederhana
yang mencakup tiga hal sebagai berikut:
1. Mengembangkan pertanyaan. Misal: ketika kita menemukan suatu fenomena , pastinya kita
akan menanyakan fenomena apa ini?
2. Pengamatan. Misal: setelah kita meemukan suatu fenomena, tentunya tidak berhenti sekedar
menanyakan fenomena apa ? tetapi juga harus mengamati dan bertujuan mencari mengapa
fenomena itu terjadi?
3. Mengkonstruksi jawaban. Biasanya jawaban dari setiap pertanyaan disusun secara sistematis
dan logis. Tahapan inilah yang disebut menyusun teori.
Menurut Little John penjelasan dalam teori berdasarkan prinsip keperluan (the principal of
necessity) terbagi menjadi tiga macam yaitu:
• Causal Necessity (keperluan kausal), yaitu penjelasan yang menerangkan hubungan sebab
akibat.
• Practical Necessity (keperluan praktis), yaitu penjelasn yang menunjukkan kondisi hubungan
tidakan-konsekuensi.
• Logical Necessity (keperluan logis), yaitu x dan y secara konsisten akan selalu menghasilkan x.
Karena teori adalah konstruksi ciptaan manusia secara individual, maka sifatnya relatif, dalam
arti tergantung pada cara pandang si pencipta teori, sifat dan aspek yang diamati, serta kondisi-
kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat, dan lingkungan sekitar diamana teori tersebut
di buat.
Menurut Abraham Kaplan (1964), sifat dan tujuan teori bukan semata-mata untuk menemukan
fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat fakta, mengorganisasikan serta
merepresentasikan fakta tersebut. Dengan demikian teori yang baik adalah teori yang sesuai
dengan realitas kehidupan. Apabila konsep dan pejelasan tidak sesuai dengan relaitas, maka teori
demikian dinamakan teori semu. Jadi teori yang baik harus memenuhu kedua unsur tersebut:
1. Teori yang sesuai dengan reallitas kehidupan
2. Teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukungoleh fakta serta diterapkan kedalam
kehidupan nyata.
Fungsi teori menurut Little John (1989) ada sembilan:
1. Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal.
2. Memfokuskan. Pada dasarnya teori hanya menjelaskan suatu hal bukan banyak hal.
3. Menjelaskan. Maksudnya teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang
diamati.
4. Pengamatan. Teori tidak saja menjelaskan tentang apa yang sebaiknya diamati tetapi juga
memberikan petunjuk bagaimana “cara” mengamatinya.
5. Prediksi atau perkiraan. Fungsi ini penting sekali bagi bidang-bidang kajian ilmu komunikasi
terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok
kecil, periklanan, public relations dan media massa.
6. Heuristik. Fungsi ini harus mampu menstimuli penelitian selanjutnya, bila konsep-konsepnya
jelas dan memiliki penjelasan operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penellitian-
penelitian selanjutnya.
7. Komunikasi. Teori ini harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka terhadap kritik-kritik,
sehingga penyempurnaan teori dapat dilakukan.
8. Normatif. Mampu mengontrol kehidupan manusia atau masyarakat, karena teori ini sangat
berpotensi berkembang menjadi norma-norma atau nilai-nilai yang dipegang dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari.
9. Generatif. Mampu menjadi sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk
menciptakan pola dan cara kehidupan baru. Fungsi ini terutama menonjol dikalangan pendukung
teori kritis.

Paradigma Komunikasi
Paradigma diartikan sebagai kacamata atau sudut pandang dalam melihat obyek sesuatu yang
diamati. Menurut Kuhn (1970). Paradigma adalah satu kerangka referensi atau pandangan dunia
yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Paradigma juga inti dari ilmu
pengetahuan. Kalau kita ingin melakukan perubahan maka kita harus melakukan perubahan
paradigma.
Meskipun paradigma memiliki posisi dan kedudukan yang kuat dalam ilmu pengetahuan, namun
paradigma dapat mengalami perubahan sesuai kemajuan pengetahuan dan kepentingan praktis
masyarakat. Disiplin ilmu lahir sebagai proses revolusi paradigma. Bisa jadi, suatu pandangan
teori ditumbangkan oleh pandangan teori baru yang mengikutinya.
Penggolongan paradigma bermacam-macam sesuai dengan asumsi-asumsi dan cara pikir ahli
dibidangnya masing-masing. Menurut Dedy N. Hidayat paradigma dalam ilmu komunikasi
mengikuti paradigma yang banyak dilakukan dalam ilmu sosial, paradigma-paradigma tersebut
diantaranya:
1. Paradigma Klasik
Paradigma ini menempatkan ilmu-ilmu sosial seprti halnya ilmu-ilmu alam fisika. Menempatkan
ilmu sosial sebagai metode yang terorganisir untuk mengkombinasikan deductive logic dengan
pengamatan empiris. Bertujuan menemukan hubungan sebab akibat yang dapat digunakan
memprediksi pola-pola umum dari gejala sosial tertentu.
2. Paradigma Konstruktivisme
Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful
action. Ilmu diperoleh melalui pengamatan langsung dan rinci terhadap prilaku sosial dalam
suasana keseharian yang alamiah, agar mampu memahami dan menafsirkan bagaimana para
pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan atau mengelola dunia sosial mereka.
3. Paradigma Kritis
Paradigma ini mendefinisikan ilmu sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkap
“the real structures” dibalik ilusi atau kesadaran palsu yang ditampakkan dipermukaan.
Bertujuan membantu membentuk suatu kesadaran sosial agar seseorang atau masyarakat dapat
memperbaiki dan merubah kondisi kehidupannya.
Ada juga pengelompokan paradigma ilmu komunikasi yang dilakukan oleh pakar lain, antara
lain Guba dan Lincoln (1994) yang membagi ilmu-ilmu sosial menjadi empat paradigma, yaitu:
Positivism, Postpositivism, Constrictivism, Critical.
Tabel berikut merupakan perbedaan data, sifat dan gaya bahasa dalam masing-masing
paradigma.
Tabel. 1 Jenis Data, sifat dan Gaya Bahasa menurut Hamad (2005)
Paradigma Positivism Paradigma Constructivism Paradigma Critical
Bersifat Objektif Bersifat Subjektif Realitas dibalik kenyataan yang tampak.
Data adalah hasil pengamatan peneliti terhadap sebuah objek penelitian. Atau jawaban responden
yang alternatifnya telah disiapkan oleh si peneliti. Data adalah jawaban yang menjadi perasaan
dan keinginan pihak yang diteliti untuk menyatakannya Data merupakan hasil penggalian
terhadap realitas yang terlihat guna menemukan sesuatu dibalik itu yang berupa kekuasaan,
ideologi dan sejenisnya.
Menggunakan bahasa formal dan standar. Menggunakan teknik menceritakan kembali.
Menggunakan bahasa informal dan indegenous. Menggunakan teknik “penyambung lidah pihak
yang diteliti atau subjek penelitian” Menggunakan bahasa informal dan advokatif. Menggunakan
teknik “menggugah kesdaran pembaca dari apa yang dirasakan korban”.
Persamaan dan Perbedaan antara Perspektif Teori dan Paradigma dalam konteks ilmu
komunikasi
• Persamaan
Dari penjelasan diatas mengenai teori dan paradigma dalam konteks komunikasi, maka dapat
dilihat persamaan diantara perspektif teori dan paradigma, diantaranya:
1. Teori dan paradigma sama-sama berawal dari pengetahuan.
2. Paradigma dapat mengalami perubahan sesuai kemajuan pengetahuan dan kepentingan
masyarakat. Begitu pula dengan teori, semakin berkembangnya ilmu pengetahuan maka teori
yang lama dapat ditumbangkan dengan teori-teori baru.
• Perbedaan
1. Teori merupakan konseptualisasi mengenai fenomena yang disusun secara sistematis dan
logis. Sedangkan Paradigma merupakan satu kerangka referensi atau pandangan dunia yang
menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori.

TIPOLOGI TEORI KOMUNIKASI


Untuk memahami konteks teori komunikasi dapat dilihat dari luas cakupan orang yang terlibat
dalam suatu gejala komunikasi. Berikut ini merupakan tipologi atau pengelompokkan teori
komunikasi, diantaranya:
• Intrapersonal communication
Teori tentang bagaimana seseorang individu mengubah pesan atau gejala komunikasi atau
peristiwa komunikasi dengan dirinya.
Pada teori ini, model komunikasi yang digunakan adalah model komunikasi yang dibuat oleh
Aristoteles. Dimana teori ini mencakup tiga hal, yakni unsur sumber, pesan dan penerima. Model
ini dinilai sebagai model klasik atau model pemula komunikasi.

• Interpersonal communication
Komunikasi yang terjadi antara dua orang yang mengolah pesan atau peristiwa komunikasi untuk
meningkatkan atau menurunkan intensitas atau kualitas hubungan, yang biasanya bersifat
pribadi.
Salah satu model yang digunakan untuk menggambarkan proses komunikasi adalah model
sirkular yang dibuat oleh Osgood bersama Schramm. Model ini menggambarkan komunikasi
sebagai proses yang dinamis, dimana pesan ditrasmit melalui proses encoding dan decoding.
Encoding adalah translasi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah pesan, dan decoding adalah
hubungan antar sumber dan penerima secara simultan dan mempengaruhi satu sama lain.
Kemudian interpreter pada model sirkular ini bisa berfungsi ganda sebagai pengirim dan
penerima pesan.

• Groups communication
Komunikasi yang terjadi dalam suatu kelompok kecil. Komunikasi kelompok mengamati
interaksi yang terjadiantar anggota kelompok. Biasanya Melibatkan lebih dari dua orang dan
komunikasi dilakukan secara bergantian.
Pada tipologi teori komunikasi ini, digunakan model komunikasi partisipasi yang dibuat oleh D.
Lawrence Kincaid dan Everett M. Rogers. Model ini mngembangkan sebuah model komunikasi
berdasarkan prinsip pemusatan yang dikembangkan dari teori informasi dan sibernetik. Dalam
model komunikasi ini Kincaid menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua
orang atau lebih saling menukar informasi untuk mencapai kebersamaan pengertian satu sama
lainnya dalam situasi dimana mereka berkomunikasi. Saling pengertian ini adalah kombinasi
estimasi seseorang dengan orang lain terhadap pesan.

• Public communication
Komunikasi ini dilakukan antara satu orang (nara sumber) kepada sekelompok orang.
Komunikasi dilakukan untuk suatu tujuan atau konteks tertentu sesuai kepentingan kelompok
orang tersebut. Pesan ditujukan kepada sejumlah (atau sejumlah besar) orang. Khalayak
terhimpun pada suatu tempat atau lokasi (atau dihimpun melalui media atau teknologi).

• Mass communication
Komunikasi massa ditujukan untuk menyampaikan informasi tertentu kepada sejumlah besar
orang. Adapun karakteristik komunikasi massa melibatkan sejumlah besar khalayak, Khalayak
tidak terhimpun, Khalayak heterogen, Khalayak anonim (tidak saling mengenal), Komunikasi
dilakukan dengan menggunakan media (media massa) seperti: televisi, surat kabar, radio film,
musik dll.
Teori komunikasi massa biasanya bernuansa teori efek media terhadap manusia. Model-model
komunikasi yang ada dalam teori komunikasi massa diantaranya:
1. Model Komunikasi Satu Tahap
Model ini merupakan pengembangan dari teori komunikasi jarum hipordemik. Pesan yang
disampaikan media massa langsung ditunjukkan kepada komunikan tanpa melalui perantara,
misalnya opinion leader. Pada model ini dinilai sebagai model klasik atau positivism, karena
model satu tahap komunikan masih dianggap pasif dan pesan langsung disampaikan tanpa
adanya perantara dari pemuka pendapat. Dengan kata lain, pesan yang diterima oleh komunikan
adalah objektif tanpa adanya penyeleksian terhadap pesan yang baik maupun yang buruk.
2. Model Komunikasi Dua Tahap
Model komunikasi dua tahap ini ada beberapa tahap, yakni: tahap pertama, dari sumber
informasi ke pemuka pendapat tahap ini merupakan proses pengalihan informasi; tahap kedua
dari pemuka pendapat dilanjutkan kepada pengikutnya, tahap ini merupakan proses
penyebarluasan pengaruh. Model ini memandang massa sebagai individu-individu yang aktif
berinteraksi. Dalam model komunikasi dua tahap ini, bisa dinilai sebagai model konstruktivis.
Karena sebelum pesan dilanjutkan kepada komunikan, informasi yang diberikan dimulai dari
pemuka pendapat. Proses pertama tersebut, pemuka pendapat menilai informasi berdasarkan
subjektifitasnya dan kemudian mereka melakukan proses penyebarluasan pengaruh kepada
pengikutnya. Pada model ini, komunikan sudah mulai aktif, dimana pesan atau informasi yang
diberikan akan terlebih dahulu diseleksi yang akhirnya akan diputuskan untuk mengikuti atau
menolak pesan tersebut.
3. Model Komunikasi Banyak Tahap
Model komunikasi ini menyatakan bahwa bagi lajunya komunikasi dari komunikator kepada
komunikan terdapat sejumlah saluran yang berganti-ganti. Artinya beberapa komunikan
menerima pesan langsung dari komunikator melalui saluran media massa lalu menyebarkannya
kepada komunikannya. Pesan terpindahkan beberapa kali dari sumbernya melalui beberapa
tahap. Pada model ini berarti komunikan sebagai individu-individu yang aktif menilai informasi
atau pesan secara subjektif.

4. Model Uses and Gratifications


Uses and Gratifications (model kegunaan dan kepuasaan) merupakan pengembangan dari model
jarum hipodermik. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri seseorang,
tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media. Khalayak dianggap secara aktif
menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Studi dalam bidang ini memusatkan
perhatian pada penggunaan (uses) media untuk mendapatkan kepuasan (gratifications) atas
kebutuhan seseorang. Oleh karena itu, sebagian besar prilaku khalayak akan dijelaskan melalui
berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan individu. Jika khalayak aktif dalam model ini, maka
informasi atau pesan dinilai secara subjektif oleh masing-masing individu.
5. Model Agenda Setting
Agenda setting menghidupkan kembali model jarum hipodermik, tetapi fokus penelitian telah
bergeser dari efek pada sikap dan pendapat kepada efek kesadaran dan efek pengetahuan. Dasar
pemikiran model ini adalah berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang lebih banyak
mendapat perhatian dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya. Akan
dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan menjadi sebaliknya bagi topik
yang kurang mendapat perhatian bagi media massa.
Oleh karena itu, model agenda setting menekankan adanya hubungan positif antara penilaian
yang diberikan media massa pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak
pada persoalan tersebut. Dengan kata lain, apa yang dianggap penting oleh media, maka akan
dianggap penting pula oleh masyarakat dan apa yang dilupakan media, akan luput juga dari
perhatian masyarakat. Efek dari model setting, terdiri atas efek langsung dan efek lanjutan. Efek
langsung berkaitan dengan isu. Sedangkan efek lanjutan berkaitan dengan persepsi.

You might also like