Professional Documents
Culture Documents
Sunoto
Bagian Biologi Oral
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Trisakti
Jakarta, Indonesia
Abstract
Abstrak
Mikroorganisme patogen yang terdapat pada darah, saliva, dan plak gigi
dapat mengkontaminasi tangan dari orang-orang yang bekerja dalam bidang
kedokteran gigi. Mikroorganisme ini dapat mengkontaminasi instrumen,
peralatan kedokteran gigi dan permukaan dari peralatan lain dalam ruang
praktek. Tindakan pencegahan termasuk semua tindakan yang diperlukan
untuk melindungi dokter gigi, karyawan, dan pasien dari penyebaran
penyakit infeksi melalui perawatan gigi. Prosedur tindakan pencegahan
infeksi harus ditujukan terhadap semua pasien dan terhadap semua
tindakan perawatan gigi. Semua instrumen yang digunakan dalam rongga
mulut harus disterilkan. Semua permukaan dan alat-alat yang disentuh oleh
tangan yang terkontaminasi saliva atau darah yang tidak dapat disterilkan
harus benar-benar dibersihkan dan didesinfeksi dengan bahan yang efektif,
dengan alternatif hanya ditututpi dengan bahan penutup yang kedap air.
Pendahuluan
Dokter gigi, stafnya dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan
mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan
gigi. Tindakan secara asepsis harus selalu dilakukan, termasuk tindakan
pencegahan seperti sterilisasi dan desinfeksi. Dokter gigi harus menganggap
pasiennya adalah carrier dari hepatitis B, acquired immuno defficiency
syndrome (AIDS) atau tuberculosis (TBC), dan harus selalu mengikuti
prosedur tindakan pencegahan.
Banyak penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain
TBC, sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, ARC, herpes, dan lain-lain. Dengan
melakukan tindakan pencegahan infeksi dapat dicegah terjadinya infeksi
yang berbahaya, bahkan dapat mencegah terjadinya kematian. Sumber
infeksi yang potensial pada praktek dokter gigi termasuk tangan, saliva,
darah, sekresi hidung, baju, rambut juga alat-alat/instrumen dan
perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi.
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh
udara, air, debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan,
plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen
dari pasien dapat ditransmisikan pada jaringan atau organ (autogenous
infection) seperti katup jantung, sendi artificial, dan jaringan lunak
sekitarnya, dan tulang. (1)
Tinjauan Pustaka
Banyak sumber penularan infeksi pada praktek dokter gigi antara lain
tangan, saliva, sekresi saluran pernafasan, darah, pakaian, dan rambut,
demikian pula instrumen gigi serta peralatan lainnya harus betul-betul
diperhatikan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi.
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka yang terbuka dapat disebabkan oleh
udara, air, debu, aerosol, percikan atau droplet, sekresi saluran pernafasan,
plak, karang gigi, bahan tumpatan gigi serta debris. Flora mulut pasien yang
patogen dapat masuk ke dalam jaringan lain atau organ (autogenous
infection) seperti pada katup jantung yang lemah, sendi palsu dan jaringan
lunak sekitarnya atau tulang. (1)
Evaluasi pasien
Harus diketahui riwayat kesehatan yang lengkap dari tiap-tiap pasien dan
perbaharui pada tiap tahap kunjungan berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar
dapat diketahui adanya infeksi silang yang kemungkinan terjadi pada
praktek dokter gigi. Harus diperhatikan mengenai adanya penyakit infeksi
yang berbahaya.
Perlindungan diri
Dalam hal ini termasuk :
- Kebersihan diri.
- Pemakaian baju praktek.
- Proteksi misalnya sarung tangan, kacamata, masker, dan rubber dam.
- Imunisasi.
Kebersihan diri
Kebersihan diri yang baik dapat mengurangi terjadinya infeksi silang pada
praktek dokter gigi. Secara umum pada waktu merawat pasien seorang
dokter gigi harus :
- Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat
pasien, hindari kontak tangan dengan mata, hidung, mulut, dan rambut
serta hindari memegang luka atau abrasi.
- Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester sebab luka tersebut
dapat merupakan tempat masuknya mikroorganisme patogen (harus
memakai sarung tangan).
- Cuci tangan dengan baik sebelum dan setelah merawat pasien dengna
memakai sabun antimikrobial (mis. klorheksidin glukonat) sebelum memakai
sarung tangan.
Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup
pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu. (1)
Proteksi (1)
Untuk maksud ini harus menggunakan :
- Sarung tangan
- Kacamata
- Masker
- Rubber dam
Sarung tangan
Tangan merupakan alat transmisi dari mikroorganisme pada saluran
pernafasan dan mulut yang utama. Kuku harus digunting pendek dan tidak
boleh memakai perhiasan seperti cincin, gelang, dan jam tangan pada saat
merawat pasien. Tangan harus dicuci dengan sikat dan sabun yang
mengandung zat antimikrobial seperti iodofor (1% iodine), klorheksidin
glukonat (2-4%), para-klormeta-silenol (PMCX) 0,5-3% atau alkohol (70%
isopropil aklohol) dan lain-lain. Tangan digosok paling sedikit selama 10
detik dan dikeringkan dengan memakai pengering otomatis atau tissue.
Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau
vinil sekali pakai. Hal ini untuk melindungi baik dokter gigi atau stafnya
maupun pasien. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi
terhadap lateks, walaupun hal ini jarang terjadi.
Ada tiga macam sarung tangan yang dipakai dalam kedokteran gigi yaitu :
- Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi
memeriksa mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan
terjadinya perdarahan.
- Sarung tangan steril yang harus digunakan saat melakukan tindakan
bedah atau mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan pada
perawatan.
- Sarung tangan heavy duty harus dipakai manakala harus membersihkan
alat, permukaan kerja atau bila menggunakan bahan kimia.
Semua luka dan lecet-lecet pada kulit harus ditutup dengna plester yang
kedap air sebelum memakai sarung tangan. Jangan merawat pasien bila
sedang mengalami luka yang bernanah atau dermatitis yang terbuka hingga
luka tersebut benar-benar sembuh.
Pakai 1 sarung tangan untuk tiap pasien, jangan memakai ulang sarung
tangan karena akan mengurangi nilai protektifnya.
Kacamata pelindung
Kacamata pelindung harus dipakai oleh dokter gigi dan stafnya untuk
melindungi mata dari splatter dan debris yang diakibatkan oleh high speed
handpiece, pembersihan karang gigi baik secara manual maupun ultrasonik.
Rambut hendaknya jangan menutupi pandangan dan diikat bagi dokter gigi
yang memiliki rambut panjang serta dilindungi dari percikan dan aerosol
dengan memakai penutup kepala, sebaiknya dokter gigi mencuci muka
sebelum makan dan juga mencuci muka serta rambut sebelum tidur. Bakteri
patogen dan beberapa virus terutama virus hepatitis B dapat hidup pada
pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
Masker
Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan
pada saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah
terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas
maupun bawah.
Rubber dam
Rubber dam harus digunakan pada operasi untuk menghindari terjadinya
aerosol. Pemakaian rubber dam memungkinkan :
- Mendapat gambaran yang jelas setelah jaringan diangkat.
- Mengurangi kontak instrumen dengan mukosa, sehingga mengurangi
terjadinya luka pada jaringan dan mengurangi perdarahan.
- Mengurangi terjadinya aerosol karena tidak terjadi pengumpulan saliva
diatas rubber dam.
Imunisasi
Dokter gigi dan mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi harus
memiliki data imunisasi yang baru. Di Inggris vaksin hepatitis B, tuberkulosis
dan rubella (bagi dokter gigi wanita) dianjurkan untuk mereka yang bekerja
dalam bidang kedokteran gigi sebagai tambahan dari imunisasi rutin seperti
tetanus, poliomyelitis dan difteri. Di USA dianjurkan imunisasi terhadap
semua penyakit ini kecuali TBC dan influenza. (2)
Pembungkusan
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk memenuhi prosedur
klinis yang baik. Instrumen yang digunakan dalam kedokteran gigi harus
dibungkus untuk sterilisasi dengan memakai :
- Nampan terbuka yang ditutup dengna kantung sterilisasi yang tembus
pandang.
- Nampan yang berlubang dengan penutup yang dibungkus dengan kertas
sterilisasi.
- Bungkus secara individual dengan bungkus untuk sterilisasi yang dapat
dibeli.
Proses sterilisasi
Pada kedokteran gigi, sterilisasi dapat dicapai melalui metode :
- Pemanasan basah dengan tekanan tinggi (autoclave)
- Pemanasan kering (oven)
- Uap bahan kimia (chemivlave)
Metode sterilisasi yang tidak digunakan pada kedokteran gigi adalah gas
etilen oksida dan radiasi gamma (yang digunakan pada pabrik alat-alat dari
plastik) dan filtrasi (yang digunakan untuk mensterilkan obat suntik).
Pemanasan kering
Penetrasi pada pemanasan kering kurang baik dan kurang efektif
dibandingkan dengan pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Akibatnya
dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi 160 derajat Celcius/ 170 derajat
Celcius dan waktu yang lebih lama (2 jam/1 jam) untuk proses sterilisasi.
(2) Menurut Nisengard dan Newman (1994) (1) suhu yang dipakai adalah
170 derajat Celcius selama 60 menit, untuk alat yang dapat menyalurkan
panas adalah 190 derajat Celcius, sedang untuk instrumen yang tidak
dibungkus 6 menit.
Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk bahan yang dapat dirusak oleh
bahan kimia tersebut maupun oleh suhu yang tinggi. Umumnya tidak terjadi
karatan apabila instrumen telah benar-benar kering sebelum disterilkan
karena kelembaban yang rendah pada proses ini sekitar 7-8%. Bahan kimia
yang dipakai adalah campuran dari alkohol, formaldehid, keton, aseton, dan
air. Keuntungan dari sterilisasi dengan uap bahan kimia adalah lebih cepat
dibandingkan dengan pemanasan kering, tidak menyebabkan karat pada
instrumen atau bur dan setelah sterilisasi diperoleh instrumen yang kering.
Namun instrumen harus diangin-anginkan untuk mengeluarkan uap susa
bahan kimia. (2)
Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit.
Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran
gigi unguk mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan
pemakaian alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat
menguap tanpa meninggalkan efek sisa.
Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada
kedokteran gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid
merupakan desinfektan yang kuat.
Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas
dalam bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya
0,4% larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub),
0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan
antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai
desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+)
maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan
oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.
Senyawa halogen
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide.
Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam
dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan
Betadine).
Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk
membersihkan alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak
oleh zat organik. Zat ini bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun
karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan
di rumah sakit dan laboratorium.
Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan
sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan
penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.
Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa
kelompok mikroorganisme, disinfektan "tingkat tinggi" dapat membunuh
virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus
polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.
Untuk bahan cetak dari alginate sebaiknya tidak direndam, tetapi di spray
dengan desinfektan, lalu dimasukkan dalam kantung plastik dan dibiarkan
selama beberapa waktu sesuai dengan petunjuk pabrik. (5)
Pembahasan
Sebagian dari masalah terletak pada kenyataan bahwa banyak dokter gigi
maupun asistennya tidak menyadari adanya mikroorganisme patogen pada
saliva dan darah selama melakukan perawatan. Bahaya ini seringkali tidak
disadari oleh karena percikan yang timbul dari mulut pasien tidak terlihat,
debris organik terlihat jernih tembus cahaya dan mengering sebagai lapisan
jernih pada kulit, pakaian, dan permukaan lainnya. Crawford
mendemonstrasikan terjadinya percikan ini dengan jalan mencelupkan
jarinya dengan zat warna merah sebelum memulai perawatan, ternyata zat
warna tadi terpercik ke berbagai permukaan selama perawatan.
Pada evaluasi pasuen secara umum harus diperoleh data yang berisi nama,
usia, jenis kelamin, suku, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan nomor
telepon. Riwayat penyakit yang pernah diderita maupun yang sedang
diderita, adanya penyakit keturunan harus dicatat, demikian pula keadaan
sosial ekonominya, pendidikannya, apakah ia pengguna narkoba atau
peminum minuman keras, semua hal-hal tersebut harus diketahui. Hal ini
karena dari data tersebut juga dapat diperoleh informasi bahwa pasien
tersebut merupakan orang yang beresiko tinggi terkena penyakit infeksi,
seperti orang yang bekerja di bidang kesehatan, tentara, imigran dari
negara belum berkembang, dan orang yang hidup atau bekerja pada suatu
institusi. Sir William Osler bahkan mengatakan : "Jangan pernah merawat
orang asing/orang yang tidak dikenal." (3)
Tangan dokter gigi dan perawat gigi dapat merupakan "alat" yang efektif
untuk menularkan infeksi dari pasien ke pasien yang lain. Teknik mencuci
tangan yang sederhana dapat merupakan cara yang paling efektif untuk
mencegah infeksi yang didapat dari rumah sakit/praktek dokter gigi.
Sarung tangan karet diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Prof. William
Halstead, seorang ahli bedah pada Johns Hopkins University pada tahun
1890. ADA pada tahun 1976 menganjurkan pemakaian sarung tangan sekali
pakai (disposable) untuk melindungi orang-orang yang bekerja pada bidang
kedokteran gigi terhadap mikroorganisme patogen yang terdapat dalam
darah. (7)
Apabila kita tiba-tiba harus memegang benda atau alat seperti membuka laci
atau lemaru untuk mengambil botol medikamen atau memegang gagang
telepon, maka harus melapis sarung tangan dengan sarung tangan yang
biasa dipakai untuk mempersiapkan makanan dan dipakai untuk 1 orang
pasien saja, agar saliva atau darah yang melekat pada sarung tangan tidak
mengkontaminasi alat-alat tersebut.
Aerosol dan percikan dapat mengkontaminasi baju kerja dokter gigi dan
asistennya. Baju praktek harus dipakai untuk mencegah terjadinya
kontaminasi pada pakaian dokter gigi. Untuk mencegah penyebaran
penyakit infeksi pada keluarga, baju praktek harus dilepas di tempat praktek
dan dicuci secara terpisah dari pakaian lainnya. (3)
Selama merawat pasien, partikel besar dari debris dan saliva dapat
tersembur pada wajah dokter gigi. Partikel ini dapat mengandung
konsentrasi tinggi dari bakteri dan secara fisik dapat melukai mata. Untuk ini
kacamata pelindung harus dipakai, bukan hanya untuk mencegah terjadinya
luka, tetapi juga untuk mencegah terjadinya infeksi, oleh karena mata dapat
menjadi port d'entree bagi masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh.
Kacamata dapat memberi perlindungan pada bagian atas dan bagian sisi,
dan beberapa model dibuat sehingga dapat dipakai di luar kacamata baca,
selain kacamata dapat pula dipakau pelindung wajah yang terbuat dari
plastik jernih (face shield). Kacamata yang terkontaminasi harus dicuci
dengan air dan sabun, bilas sampai bersih dan disterilkan bila mungkin atau
didesinfeksi dengan bahan yang tidak merusak. (3)
Banyak dokter gigi yang mengalami luka tusuk dan 88% melaporkan bahwa
pernah terpercik wajahnya dengan cairan tubuh pasien. Dalam suatu
penelitian di Pulau Karibia, Jamaika dilaporkan bahwa banyak terjadi luka
tusuk dan percikan darah atau cairan tubuh pada wajah. Walaupun
terjadinya infeksi melelui cara tersebut sedikit untuk infeksi HIV dan hanya
sekitar 12-20% untuk hepatits B setelah terjadi luka tusuk, para dokter gigi
harus waspada dan hati-hati dalam menangani benda-benda tajam dan
memakai high vacuum suction, mengatur posisi pasien, memakai rubber
dam dan masker serta kacamata pelindung. (8)
Kualitas air dalam unit gigi sangat penting bagi orang-orang yang bekerja
dalam bidang kedokteran gigi, karena mereka sering kontak dengan air dan
aerosol yang berasal dari unit gigi. Kuman yang terdapat dalam air dari unit
gigi dapat menyebabkan antara lain pneumonia, infeksi saluran pernafasan
yang menyerupai flu ringan, dan yang agak jarang terjadi adalah infeksi
pada luka oleh Legionella pneumophila dan Mycobacterium avium yang
dapat menyebabkan infeksi yang menyebar pada orang yang seropositif HIV
setelah tertelan dan berkembang biak pada saluran pencernaan.
Untuk mencegah kontaminasi pada air dari unit gigi ADA, CDC, dan BDC
menganjurkan sebelum memulai praktek saluran air pada hand-piece, three
way syringe , dan ultrasonic scaller tersebut harus di-flush selama beberapa
menit untuk mengurangi akumulasi organisme yang terjadi selama 1 malam.
(9)
Menurut Nisengard dan Newman (1) saluran air pada unit gigi harus di-flush
selama 2 menit sebelum mulai praktek dan 20-30 detik sebelum merawat
tiap pasien.
Imunisasi harus dilakukan oleh semua orang yang bekerja dalam bidang
kedokteran gigi yang mencakup tiga hal yaitu imunisasi diberikan pada awal
masa kerja, pemeberian imunisasi ulangan untuk beberapa jenis penyakit
yang memerlukan imunisasi ulangan, pemberian imunisasi dan kemoterapi
pada saat kontak dengan penyakit. (6) Adapun imunisasi tersebut antara
lain adalah terhadap penyakit mumps, measles dan rubella (MMR), diphteri,
pertusis dan tetanus (DPT), influenza, poliomyelitis, tbc(BCG) dan hepatitis
B.
Daftar Pustaka
1. Nisengard RJ, Newman MG. Oral microbiology and immunology, 2nd ed.
Philadelphia: W.B. Saunders Co; 1994. p.402-23.
2. Samanarayake LP. Essential microbiology for dentistry. New York.
Churchill Livingstone; 1996. p.317-35.
3. Cottone JA, Terezhalmy GT, Molinari JA. Practical infection control in
dentistry. Philadelphia: Lea & Febriger; 1991. p.189-96.
4. Inglis TJ. Microbiology and infection. New York: Churchill Livingstone;
1996. p.44-6.
5. Torres HO, Ehrlich A. Modern dental assisting, 5th Ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company; 1995. p.219-41.
6. Cottone JA. The global challenge of hepatitis B: Implications for dental
personel. J Am Dent Assoc 1991; 130: 509-20.
7. Molinari JA. Dental infection control at the year 2000: accomplishment
recoqnized. J Am Dent Assoc 1999; 130: 1291-8.
8. Vignarajah S, Eastmond VH, Ashraph A, Rashad M. An assessment of
cross-infection control procedures among English-speaking Caribean general
dental practitioners. A regional preliminary study. Int Dent J 1998; 48: 67-
76.
9. Meiller TF, depaola LG, Kelly JI, Baqui AAMA, Turng BF, Falker WA.
Dental waterlines: biofilms, desinfection and recurrence. J Am Dent Assoc
1999; 130: 62-72.
10. Pankhurst CL, Johnson NW, Woods RG. Microbial contamination of dental
unit waterlines. The scientific argument. Int Dent J 1998; 48: 359-68.
11. Gillcrist JA. Hepatitis viruses A, B, C, D, E, and G: Implications for dental
personnel. J Am Dent Assoc 1999; 130: 509-20.