Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
berbahaya lainnya merupakan suatu kajian yang menjadi masalah dalam lingkup nasional
maupun secara internasional. Berbagai upaya yang dilakukan oleh dunia internasional
termasuk Indonesia sendiri dirasa masih belum dapat untuk mengurangi angka peredaran
gelap narkoba yang dilakukan oleh pelaku kejahatan terorganisir (organized crime) secara
signifikan. Masalah peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba ini memang melibatkan
sebuah sistem yang kompleks dan berpengaruh secara global serta dapat berkaitan erat
dengan Ketahanan Nasional sebuah bangsa. Baik secara langsung maupun tidak langsung,
dalam perkembangannya hingga saat ini penyalahgunaan narkoba tersebar secara luas
pada berbagai jenjang usia dan berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari jenjang usia muda
hingga tua, kelas ekonomi bawah sampai dengan menengah ke atas. Namun yang patut
signifikan pada lapis usia produktif. Narkoba dan jenis psikotropika paling banyak
disalahgunakan oleh generasi muda yang merupakan penerus serta penopang kekuatan
Nasional di masa datang. Sungguh suatu hal yang amat memprihatinkan saat diketahui
bahwa semakin banyak generasi muda yang terlibat secara aktif baik itu cuma sebatas
sebagai pengguna atau bahkan sebagai pengedarnya. Hal ini tentu perlu mendapat
perhatian serius dari segenap elemen bangsa demi menyelamatkan masa depan Negara
Indonesia tercinta.
Pemerintah Indonesia sendiri telah bertekad bulat, bahwa penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkoba merupakan bahaya nyata yang harus ditangani secara dini
dengan melibatkan seluruh komponen bangsa yang ada baik oleh pemerintah, masyarakat,
serta organisasi-organisasi dan element bangsa lainnya yang terkait. Akan menjadi sangat
sulit bahkan mustahil dilakukan untuk mewujudkan Indonesia yang bebas Narkoba tanpa
adanya dukungan serta bantuan yang nyata dari segenap elemen masyarakat kita sendiri.
Hal tersebut bahkan akan menjadi bertambah sulit dengan semakin berkembangnya
modus operandi dari para pelaku tindak pidana narkoba, serta semakin meningkatnya
trend peningkatan peredaran gelap narkoba dari tahun ke tahun. Peningkatan ini bisa
terlihat dengan semakin bertambahnya jumlah kasus yang dilaporkan serta jumlah
tersangka yang terlibat, baik sebagai pengguna maupun sebagai pengedar narkoba.Dari
data statistika yang dimiliki oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), peredaran shabu
(methamphetamine) terus meningkat sejak tahun 2006, hal tersebut digambarkan dari
bertambahnya jumlah kasus dan tersangka jenis shabu dan mencapai level tertinggi pada
tahun 2009 (10.742 kasus dan 10.183 tersangka). Demikian pula dengan jumlah penyitaan
shabu oleh Ditjen Bea dan Cukai tahun 2009 juga menunjukkan adanya peningkatan .
Hasil survey BNN tahun 2009 menyimpulkan bahwa prevalensi penyalahgunaan narkoba
dikalangan pelajar dan mahasiswa adalah 4,7% atau sekitar 921.695 orang. Jumlah
tersebut sebanyak 61% menggunakan narkoba jenis analgesik, dan 39% menggunakan
jenis ganja,amphetamine,ekstasi dan lem (Jurnal Data P4GN, 2010 : 2). Penyalahgunaan
narkoba/napza ini memang harus menjadi perhatian segenap pihak dan menjadi tanggung
jawab kita bersama, ini disebabkan karena betapa buruk dan berbahanya efek negative
yang akan timbul akibat penyalahgunaannya. Kemungkinan paling buruk bahkan dapat
menyebabkan ketergantungan akut yang berujung pada kematian. Tidak cukup sampai
disitu, narkoba dapat dengan mudah menimbulkan efek addict (ketergantungan) yang
sangat sulit disembuhkan, terbukti dengan tingginya angka relaps (kambuh) pengguna
yang tidak hanya menjadi isu mendesak di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.
dilakukan. Banyak kasus-kasus besar yang berhasil dibongkar baik dari pihak Kepolisian,
BNN, maupun pihak Bea dan Cukai.Bukan hanya pengguna maupun bandar kecil semata,
pengungkapan terhadap pabrik-pabrik pembuat narkoba juga gencar dilakukan. Salah satu
contoh yang cukup berhasil adalah terungkapnya Clandestein Lab di Depok yang
Temanggung dan Jogja. Hal itu memang merupakan prestasi yang cukup baik mengingat
banyaknya jumlah barang bukti yang berhasil disita oleh pihak yang berwajib kala itu.
Tidak hanya itu, pemerintah sendiri pada tanggal 14 September 2009 telah berhasil
dari undang-undang 22 tahun 1997 yang dirasa kurang memberikan efek jera serta
mengurangi tingkat pencegahan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif terhadap
undang-undang baru ini lebih baik dari pada undang-undang sebelumnya walaupun juga
Banyak pihak berharap dengan keberadaan undang-undang nomor 35 tahun 2009 ini
dapat mengurangi jumlah peredaran gelap narkotika serta secara luas dapat
menyelamatkan kehidupan bangsa agar terbebas dari penyalahgunaan narkoba itu sendiri.
II. PERBANDINGAN UU NO 22 TAHUN 1997 DENGAN UU NO 35 TAHUN 2009
tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur
hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga
serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama
melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat
yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia
baik di tingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan
pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini
juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik secara
kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-
tahun 1997 tentang Narkotika dan UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Pada
tahun 1997 dinyatakan bahwa Narkotika Golongan I terdiri dari 26 jenis narkotika,
banyak diminati oleh para pecandu narkoba adalah jenis shabu dan ekstasi. Hal ini
diperkuat dalam pasal 153 point b yang menyatakan bahwa Lampiran mengenai jenis
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
menurut Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Hal ini
masyarakat Indonesia, sehingga secara serta merta ancaman pidana yang mengatur
mengenai penggunaan shabu dan ekstasi pada jenis Narkotika Golongan I semakin
bertambah berat dengan keluarnya UU No 35 tahun 2009 ini. Hal ini dipertegas
dalam pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa Narkotika Golongan I dilarang
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Dimana pada pasal 8 ayat (2)
persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Hal ini berarti ada upaya untuk menekan penggunaan Narkotika Golongan I kepada
hal yang mengarah pada penyalahgunaan, dimana selanjutnya pada bagian penjelasan
karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
lampiran (2) UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengenai golongan dan jenis
prekusor itu sendiri. Hal ini sebelumnya tidak diatur dalam UU No 22 tahun
Indonesia maka peredaran prekusor menjadi penting untuk dikendalikan,hal ini juga
membahas tentang Prekusor Narkotika (pasal 48 sampai dengan pasal 52). Selain itu,
diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk
mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus,
pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana
untuk kepentingan pengobatan dan indikasi medis jenis narkotika yang dapat
dimiliki, disimpan atau dibawa hanyalah jenis narkotika Golongan II dan Golongan
III saja. Kemudian UU No 35 tahun 2009 juga menyatakan bahwa pihak yang wajib
menjalankan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bukan saja pecandu narkotika
Kemudian pada pasal 55 ayat (2) dikatakan bahwa Pecandu Narkotika yang sudah
cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat
Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki
jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur
Nasional, dimana pada pasal 64 ayat (1) dikatakan bahwa Dalam rangka pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
selanjutnya disingkat BNN. Tidak hanya itu, undang-undang ini juga mengatur
mengenai kewenangan dan kedudukan BNN sampai dengan di tingkat daerah, hal ini
4. Penyidikan
jelas peranan dan kewenangan dari BNN sebagai badan Nasional diatur sedemikian
dan PPNS sesuai pasal 65,sedangkan pada undang-undang terbaru dikatakan pada
pasal 81 bahwa Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN
semakin canggih, Dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik
buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Selanjutnya, tehnik penyidikan ini juga
b. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang
dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di
atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara
3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat
Perluasan terhadap alat bukti khususnya yang menyangkut alat bukti elektronik ini
memang sangat dibutuhkan, hal ini mengingat sebagai salah satu tindak kejahatan,
peredaran narkotika merupakan jenis kejahatan dalam bentuk jaringan dimana antara
para pelaku sering tidak bertemu secara face to face bahkan nyaris tidak saling
mengenal satu dengan yang lain, dan komunikasi diantara para pelaku menggunakan
jam apabila dalam pemeriksaan waktu tersebut tidak mencukupi (pasal 67). Pada
penyadapan hanya selama 30 hari (pasal 66), namun pada undang-undang terbaru
penyadapan terkait peredaran narkotika ini diperpanjang menjadi 3 bulan (90 hari),
hal ini diatur pada pasal 77 ayat (1) yang menyatakan bahwa Penyadapan
Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha
termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya
Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah
Pada pasal 105 dinyatakan bahwa Masyarakat mempunyai hak dan tanggung
Perluasan makna hak dan kewajiban disini memberikan pertanggung jawaban dua
masyarakat yang telah berjasa dalam mencegah dan memberantas peredaran gelap
Pada bagian ketentuan pidana ini telah terjadi beberapa perubahan yang cukup
dimana pada undang-undang terdahulu jumlah pasal dalam ketentuan pidana ini
penjara yang lebih berat daripada UU No 22 tahun 1997 demikian pula dengan
ancaman hukuman denda yang diberikan juga lebih berat. Beberapa pokok perubahan
Pada undang-undang terbaru dikenal sistem pidana minimal dimana pada undang-
undang sebelumnya hal tersebut tidak ada. Hal ini terutama pada para pelaku
(lima ratus juta rupiah) menjadi minimal Rp 800.000.000 (delapan ratus juta
c. Semakin beratnya hukuman bagi para pelaku dengan jumlah barang bukti yang
yang melebihi berat 1 kg atau 5 batang pohon (jenis tanaman) atau barang bukti
melebihi 5 gram (untuk jenis bukan tanaman) maka pelaku di pidana dengan
pidana seumur hidup atau minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun dan pidana
narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 127 ayat
e. Yang cukup menarik adalah apa yang tertera dalam pasal 128 UU No 35 tahun
2009 dimana orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur yang tidak
melaporkan maka dapat dipidana dengan pidana kurungan 6 bulan atau denda 1
juta rupiah (ayat 1), sedangkan untuk pecandu narkotika dibawah umur dan telah
dilaporkan sebagaimana pasal 55 ayat (1) maka dia tidak dapat dipidana,
kemudian untuk pecandu narkotika yang telah cukup umur dan sedang menjalani
f. Adanya ancaman hukuman bagi PPNS dan Penyidik Polri/BNN yang tidak
signifikan karena sesuai dengan pengalaman dan apa yang sering terjadi di Indonesia,
jenis narkoba yang paling sering untuk disalahgunakan adalah jenis ganja,shabu dan
ekstasi. Sehingga penggolongan shabu dan ekstasi menjadi jenis Narkotika golongan I
dinilai cukup baik mengingat semakin beratnya ancaman pidana maupun ancaman pidana
denda yang diberikan undang-undang terbaru ini. Demikian pula dengan aturan mengenai
Badan Narkotika Nasional baik ditingkat pusat, provonsi maupun kabupaten sehingga
diharapkan dapat menciptakan kerja sama yang sinergis sebagai upaya penegakan hukum
Indonesia.Hal ini tentu harus dibarengi dengan berbagai upaya pencegahan yang
dilakukan dengan segenap bantuan masyarakat dan komponen bangsa ini secara simultan.
Berbagai piranti hukum yang ada hanyalah sebuah hukum “mati” yang tidak akan ada
gunanya apabila tidak dijalankan secara baik dan benar. Dan yang paling penting bahwa
tugas untuk memerangi narkoba ini bukanlah tugas Polri atau tugas BNN semata, seluruh
masyarakat Indonesia harus berperan aktif dalam memerangi narkoba ini. Jika tidak maka
upaya memberantas narkoba dari Indonesia akan sangat sulit untuk terwujud dan