Professional Documents
Culture Documents
A. PENDAHULUAN
Sejak zaman Yunani dan Romawi hingga saat ini, masyarakat dihadapkan pada
berbagai teori tentang hukum yang lahir pada setiap babak perjalanan sejarah hukum,
Pada umumnya, suatu teori hukum tidaklah dapat dilepaskan dari lingkungan
zamannya.1 Yang berarti bahwa teori-teori tentang hukum tidak ada yang berlaku
sepanjang masa. Ada masa gemilang dan ada masa merosot. Masa gemilang dicapai
kelemahan (weak points). Di lain sisi, pada saat kadar weak points meningkat, saat
menghilang.
Secara tidak kaku (relative) upaya untuk memahami setiap teori tersebut
dilakukan melalui klasifikasi para pakar hukum yang mempunyai pemikiran serupa,
2) mazhab formalisme
1
E Saefullah Wiradipradja Diktat Kuliah BKU Hukum Bisnis; Kategorisasi Teori Hukum
Jakarta 2008 hlm 15 dapat dibandingkan dengan; Lili Rasjidi, Filsafat Hukum: Apakah Hukum Itu?
(Bandung: Remadja Karya, 1984),hlm.13
2
Soerjono Soekanto. Mengenal Sosiologi Hukum (Bandung: Citra Adytia Bakti,1989),hlm.13-
14
2
Tampaklah hukum alam/kodrat sebagai aliran yang tertua. Oleh karena itu, jika kita
di duga bahwa aliran hukum alam saat ini tinggal bernilai sejarah. Memang demikian
keadaannya pada jaman modern ini hukum alam kurang dianut orang.
Apakah aliran hukum alam sunguh-sungguh sudah lenyap dalam arti tidak ada
penganutnya lagi? Apakah saat ini hukum alam sudah tidak pernah berlaku? Ternyata
juga tidak demikian karena dalam dasawarsa-dasawarsa yang lalu masih terdengar
suara bahwa hukum alam bangkit kembali, bagaimana diakui oleh para pemikir
kontemporer seperti Roscoe Pound, Eikema, Hommes, dan Wolfgang Kluxen5 Ada
3
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum (bandung:Citra Aditya Bakti,1990),hlm.27
4
Muchtar Kusumaatmadja. Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan Hukum Nasional.
(Bandung:Binacipta,1976),hlm.8
5
Theo Huijbers, Filsafat Hukum (Yogyakarta:Kanisius,1990), hlm.83
3
pula yang membenarkan bahwa benar hukum alam hidup kembali tetapi dengan nama
yang lain. Biasanya disebut asas-asas hukum umum seperti: “solidarete social” nya
maka kiranya tidaklah berlebihan jika dikatyakan mahzab hukum alam merupakan
suatu mahzab yang “jatuh - bangun” . Dan bagaimana kesudahaannya akan kita kaji
melalui pendekatan teori falsifikasi. Karl Popper dan teori revolusi sains Thomas. S
Kuhn.
Tidaklah mudah memberi arti tentang apa yang dimaksud dengan hukum alam.
Hukum alam adalah lawan dari positiveme hukum hanya saja, kenyataannya banyak
dogmatisme hukum dikaitkan dengan filsafat hukum ala mini. Dalam filsafat hukum
alam terdapat keyakinan bahwa ada suatu sistem hukum ideal yang diciptakan oleh
Tuhan, alam dan alam pikiran manusia itu sendiri7 Sistem hukum ideal itu berlaku
sama bagi seluruh atau semua masyarakat dan bagi semua periode sejarah. Aturan-
aturannya hanya dapat dijelaskan melalui alasan-alasan dan pemikiran logis. Oleh
karena itu, hukum alam berjalan di luar fenomena-fenomena yang dapat diamati baik
hukum alam adalah hukum yang berlaku mutlak bagi siapa saja, kapan saja, dan
dimana saja ia berada. Ia tidak dapat dibatasi oleh orang, waktu dan tempat. Hukum
alam adalah hukum yang abadi akan tetapi tidak semua alih filsafat dapat berpendapat
6
Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.38
7
Lon L. Fuller, Anatomy of the Law (New York:The New American Library,1969)
4
demikian. Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam bersifat flexible dan
adaptable. Hukum itu dapat berlaku terus jika untuk kepentingan manusia. Dengan
alam itu sendiri untuk kebutuhan manusia.8 Demikian pula, Lili Rasjidi, dengan
berikut ini.
Yang meletakkan dasar hukum alam adalah para ahli pikir Yunani. Heraclitus
sebagai orang yang pertama dalam deretan nama tokoh-tokoh pelopor hukum alam
tersebut. Ia berusaha menemukan hakikat dari segala yang ada, yang disebutnya
takdie, tatanan, dan akal duniawi. Dalam hal ini, alam yang tadinya sebgai substansi
mengalami degradasi tidak lagi sebagai substansi, melainkan suatu hubungan, suatu
(sophis).10 Gerakan tersebut muncul pada saat tingginya tingkat perkembangan politik,
social, dan spiritual dari negara kota di Yunani, pada abad ke 5 SM. Problem
kehidupan politik dan social yang muncul pada masa itu memaksa orang untuk
berpikir tentang hukum dan ketertiban. Orang kedua yang hadir setelah Herclitus
8
A.P.d’Entreves, Natural Law: An Historical Survey (New York:Harperr&Row
Publisher,1965,hlm.43
9
Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.28
10
W.Friedman, Teori & Filsafat Hukum. Susunan I. (Jakarta:Rajawali Pers,1990),hlm.51.
Bandingkan pula dengan Darji Darmodihajo et al, Pokok-pokok Filsafat Hukum Hlm 103 Pt Gramedia
Pusaka Utama. Jakarta 2006
5
adalah Aristoteles. Ia mengajarkan bahwa ada satu hukum yang selalu berlaku dan
tidak pernah berubah sebab berhubungan dengan aturan alam. Hukum itu antara lain
yaitu bahwa manusia hanyalah dapat berbahagia jika berasa di dalam negara dan
hidup bernegara, karena manusia selalu membutuhkan manusia lain untuk memenuhi
negara, negaralah yang menempati posisi primer, yang lebih diutamakan; sebab, jika
Kewajiban untuk berbakti kepada negara tersebut adalah kewajiban alamiah yang
tunduk pada hukum alam. Di Yunani, kewajiban alamiah itu dibebankan kepada
semua laki-laki yan bebas (warga-warga polis yang mempunyai hak yuridis) sejalan
Pada masa itu Aristoteles telah membedakan dua macam hukum yang berlaku, yaitu:
adalah hukum yang selalu berlaku dan tidak pernah berubah karena
Undang-undang ini pun ada dua macam yaitu undang-undang yang berakar pada tata
disebut pertama itulah yang lebih besar kekuatan mengikatnya daripada undang-
11
Theo Huibers,op.cit.,hlm.81
6
undang lainnya. Undang-undang itu pulalah yang lebih stabil karena selalu menuju ke
Dengan demikian, hukum yang berlaku di Yunani menurut tata urutannya adalah
hukum alam sebagai hukum yang paling tinggi, kemudian undang-undang yang
uuhsu
tertulis
Undang-undang yang
Hukum alam
Tokoh yang terkenal pada zaman ini adalah Thomas Aquinas. Ia membedakan
struktur ciptaan. Dalam arti ini Allah dapat dipahami sebagai “hukum abadi”
12
Ibid,hlm.28 dan 62
7
akhirat. Ini merupakan penjelasan bahwa lex divina adalah penjelasan dari
akal budi Tuhan yang tertulis dan hukum adalah yang tidak tertulis13
Ialah hukum yang merupakan cerminan dari kehendak Allah sang Pencipta,
manusia sebagai makhluk yang berpikir itulah kodrat manusia. Karena kodrat
tersebut adalah kehendak Allah maka merupakan hukum bagi manuia untuk
bersikap tindak sesuai dengan kodrat. Setiap” sikap tindak” yang berdasarkan
Yaitu hukum manusia atau hukum positif adalah hukum yang meripakan
pelaksanan dari hukum alam oleh manusia, yang disesuaikan dengan syrat-
negara. Dalam hal ini diikenal tiga cara penyesuaian hukum alam, yaitu:
membunuh
lintas
13
W.Friedmann,op.cit.,hlm 62
14
F.Magnis Suseno membedakan pengertian hukum alam atas “les naturalis” (hukum kodrat)
dan “lex naturae” adalah daya yang menyebabkan segala di dunia ini berjalan menurut aturan alam.
Lihat. Theo Huijbers,op.cit.,hlm.81
8
Pada zaman abad pertengahan ini dikenal dua prinsip hukum alam yang berlaku,
yaitu:
Adaah prinsip hukum sebagaimana dirumuskan oleh para pemikir Stoa pada
zaman klasik, misalnya hidup secara hormat dan tidak merugikan orang lain
manusia semata-mata. Tokoh yang terkenal pada zaman ini Hugo de Groot, lebih
dikenal dengan nama Hugo Grotius yang dianggap sebagai pendiri teori hukum alam
modern16.
Menurut Grotius, sifat manusia yang khas adalah keinginannya untuk hidup
bermasyarakat, agar hidup tenang bersama kawan-kawan dan ini memang sesuai
dengan watak intelektualnya. Prinsip-prinsip hukum alam berasal dari sifat intelek
manusia yang menginginkan suatu masyarakat yang penuh damai. Prinsip-prinsip itu
terlepas dari perintah Tuhan. Hukum alam sangat kekal, sehingga oleh Tuhan pun
hukum itu tidak dapat diubah17 Ucapannya yang sangat terkenal adalah “ … hukum
alam akan tetap berlaku mesipun andaikata Tuhan tidak ada (estimasi daremus on esse
Deum)18
15
Theo Huibers,loc.cit.
16
A.P.d’Entreves.op.cit.,hlm.50
17
W. Friedmann,op.cit.,hlm.70
18
A.P.d’Entreves.op.cit.,hlm.51
9
adalah semata-mata bersifat hipotesis, dengan tujuan membentuk suatu sistem hukum
yang akan menamakan keyakinan dalam suatu zaman di mana pertentangan teologi
sebagai seorang Protestan yang masih tebal iman kristianinya, ia tidak akan pernah
membenarkan bahwa Tuhan tidak mengambil bagian apa pun dalam setiap persoalan
manusia. Bahkan jelas dituliskan dam bukunya De lure Belli ac Pacis, Proglegomena,
paragraph 11 s.d 13 bahwa “ … hukum alam ditanamkan oleh Tuhan pada manusia.
Oleh karena itu, hukum alam mempunyai asal yang suci. Hukum-hukum yang
sumber hukum adalah budi, sumber kekuatan mengikat adalah Tuhan”20 Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa kebenaran hukum alam memang terletak pada
pikiran manusia, namun Tuhan diperlukan dalam hal ini dalam menciptakan rasio
Ada dua prinsip hukum alam yang diutarakan oleh Hugo Grotius. Pertama, prinsip-
prinsip dasar, misalnya kesetiaan kepada janji, ganti rugi dan perlunya hukuman.
Semua prinsip ini berlaku dalam hukum internasional, seperti “pacta sunt servanda”,
yaitu tanggung jawab atas janji-janji yang diberikan dan perjanjian-perjanjian yang
19
Ibid.,hlm52
20
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta:Pradnya Paramita,1971).hlm.74
10
seseorang, dan pengakuan atas hal-hal tertentu sebagai hukuman yang memang
alam. Yang kedua ialah prinsip-prinsip yang melekat pada subyek hukum, misalnya
hak atas kebebasan, hak untuk berkuasa atas orang lain, hak untuk berkuasa sebgai
majikan, dan hak untuk berkuasa atas milik. Hak-hak inilah yang dijalankan oleh
pemerintah Belanda saat itu, seperti kebebasan mengurangi lautan dan memperluas
daerah jajahan, termasuk Hindia Belanda sejak zaman VOC (1602-1799), Sejak itu
pula bangsa Belanda diakui sebagai bangsa yang pertama menetapkan kebebasan di
lautan sebagai prinsip hukum alam, sebagaimana termuat dalam buku Grotius yang
Sejak akhir abad XVIII, teori hukum alam semakin tergeser oleh postivisme yang
menguasai abad XIX. Akan tetapi, mulai abad XX beberapa pemikir mengusahakan
lagi suatu dasar hukum alam, guna mencari keadilan yang ideal. Hal ini terjadi karena
timbulnya rasa tidak puas dengan materi yang dimiliki, jaminan bagi diri sendiri, dan
golongan borjuis yang berlagak menang Perang Dunia Pertama. Kemudian juga
dari positiveme dalam hukum. Dengan demikian maka para filosof Jerman
kerusakan akibat Perang Dunia Kedua, melainkan juga membangun tata nilai yang
baru22
21
W.Friedmann, loc.cit
22
Ibid.,hlm.109-113
11
Tokoh yang menonjol di anatara para filosof tersebut antara lain adalah Johannes
Messner. Ia mengatakan bahwa hukum alam sama dengan prinsip-prinsip dasar bagi
kehidupan social dan individual. Ada tiga macam hukum alam yaitu23:
(1) hukum alam primer yang mutlak: berikanlah kepada setiap orang menurut
membunuh
(2) hak fundamental: kebebasan batin, kebebasan agama, hak atas nama baik,
hak atas privacy, hak atas pernikahan, hak untuk membentuk keluarga dan
sebagainya;
(3) hukum kodrat sekunder: hak-jak ayng diperoleh ayng bertalian dengan situasi
kebudayaan, seperti hak milik dan hak-hak lain menurut asas-asas hukum
adat
selama lebih dari 2000 tahun, kemudian tergeser oleh positiveme hukum. Akan tetapi,
pada abad XX ia tampil kembali kendatipun dalam keadaan yang dianut dan yang
tidak dianut. Oleh karena itu, pertanyaan yang mengusik adalah mampukah hukum
alam itu bertahan untuk masa yang akan datang? Pertanyaan ini akan dijawab melalui
pendekatan falsifikasi dan revolusi sains terhadap mazhab-mazhab dalam teori ilmu
hukum. Walaupun antara teori falsifikasi Karl Popper dan teori revolusi sains Thomas
S.Kuhn hingga saat ini masih tampil dalam arena perdebatan para pendukungnya,
23
Theo Huibers,op.cit.jlm.82
12
namun untuk menjawab pertanyaan ini, kedua teori tersebut boleh dianggap benar
Apabila suatu kebenaran itu dicapai melalui pembuktian kesalahan teori sebelumnya,
itulah ajaran teori falsifikasi24. Sebaliknya, apabila suatu kebenaran dicapai melalui
pembuktian teori baru yang lebih benar, itula inti ajaran teori revolusi sains. Khusus
untuk menelaah sejarah perkembangan ilmu hukum dan membuat persepsi tentang
masa depan sebuah teori ilmu hukum, kedua teori tersebut dapat menjadi bahan acuan
Karl Popper beranggapan bahwa suatu teori baru akan diterima jia ternyata
bahwa teori itu dapat meruntuhkan teori sebelumnya. Pengujian kedua teori (lama dan
baru) itu dilakukan melalui suatu tes empiris, yang direncanakan untuk membuktikan
salah tehadap apa yang diujinya, alias memfalsifikasi. Kalau dalam tes tersebut
sebuah teori terbukti salah, maka teori tersebut akan diterima sampai diketemukannya
Lepas dari cara pengujian apakah melalui tes empiris atau tidak, esensi teori
falsiikasi ini adalah suatu kebenaran yang diperoleh melalui kritik, artinya,
Teori hukum positif hadir dan diterima setelah adanya kritik terhadap teori
Kelemahan yang paling sering dikemukakan ialah bahwa hukum alam tidak menjamin
kepastian hukum. Hukum alam sendiri tidak dapat dipastikan secara obyektif, tidak
pula dapat ditentukan apa yang menjadi kodrat manusia. Akibat berbagai kelemahan
ini, dicari teori baru yang mampu menjamin kepastian hukum tersenut. Hadirlah teori
Upaya menyebarluaskan teori hukum positif antara lain dilakukan memlaui Code
Belanda. Akan teta[pi, jika memasuki Jerman, Cosde Napoleon ditolak karena
dianggap hukum asing. Hukum yang berlaku menurut mereka (Jerman) hanyalah
hukum yang tumbuh dan berkembang menurut perkembangan sejarah bangsa itu
sendiri. Jadi hukum yang berlaku di Jerman harus hukum adapt Jerman sendiri, bukan
hukum asing seperti Code Napoleon. Bagi bangsa Jerman, penolakan terhadap Code
Napoleon itu sekaligus merupakan kritik terhadap teori hukum positif , dan lahirlah
hukum yang logis, ditumbangkan oleh paradigma mazhab sejarah. Hukum tidak
ekspresi dan semngat jiwa rakyat (volksgeist). Artinya , hukum adalah pengalaman
sejarah.
Baik aliran hukum positif John Austin maupun mazhab sejarah von Savigny
dipersalahkan oleh Roscoe Pound. Kedua pandangan tersebut tidak ada satupun yang
dapat bertahan sendiri di dalam sistem hukum; kedua-duanya harus timbal balik.
Lebih lanjut, menurut Roscoe Pound, hanya hukum yang sanggup menghadapi ujian
14
akal yang dapat hidup terus, karena yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum
Sebaliknya, akal diuji oleh pengalaman26 Dengan demikian muncul mazhab baru
mazhab ini ialah bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan “living
law” yang sebagai “inner order” masyarakat, yang mencerminkan nilai-nilai yang
hidup di dalamnya27
Akan tetapi, baik mazhab sejarah von Savigny maupun aliran “Sociological
Jurisprudence” dikritik oleh Prof. Muchtar Kusumaatmadja. Kedua mazhab itu tidak
atau nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat, yang menurut mereka pada analisis
terakhir merupakan hakikat hukum dalam arti yang sebenar-benarnya.28 Kritik inilah
muncul teori baru, yang oleh Prof. Muchtar Kusumaatmadja dinamakan “teori hukum
Dari uraian-uraian tersebut jelaslah bahwa kehadiran teori yang baru akan terjadi
Dengan lain perkataan, teori yang baru dalam ilmu hukum terjadi setelah
Meskipun demikian, dari perdebatan antara mazhab hukum yang satu terhadap
yang lain, sebagaimana dipertontonkan di muka, ternyata bahwa tidak semua unsur
26
Lili Rasjidi,op.cit.,hlm 48
27
Mochtar Kusumaatmadja,op.cit.,hlm.5
28
Ibid.,hlm7
15
hukum berikutnya. Terhadap mazhab hukum alam, unsur yang digugurkan adalah
unsur kepastian hukum karena hukum alam tidak menjamin kepastian hukum
tersebut. Adapun unsur etika, yang merupakan jati—diri hukum alam, justru
dipertahankan sebagai tolak ukur bagi suatu hukum yang adil, sehingga mampu
menerobos setiap rintangan mazhab hukum yang hadir setelah mazhab hukum alam.
Dengan kata lain , teori falsifikasi hanya merontokkan kelemahan (weakness) hukum
alam, sementra potensi (streng) hukum alam, yang berupa nilai etika yang terkandung
Teori revolusi saons dilkemukakan oleh Thomas S. Kuhn dalam bukunya yang
berjudul The Structure Revolutions” yang terbit tahun 1962, yang terbit kembali tahun
1970 dengan sedikit perubahan isi, tanpa mengubah judul. Dalam perdebatannya
dahulu menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesis yang disusul
dengan upaya falsifikasi.29 Upaya yang bertolak dari hipotesis (=benar) ke falsifikasi
(=salah) tentunya dari positif ke negative. Akan tetapi, oleh Popper ini dikatakan
sebagai perkembangan, bukan kemerosotan. Hal ini yang dimaksudkan oleh Thomas
Dengan istilah “paradigma” selaku tema sentral yang mewarnai seluruh bukunya
tersebut, betapa pun Khun tidak memberikan suatu batasan pengertian tentang
29
C.Verhaak,etal.,op.cit.,hlm.164
16
ilmu pengetahuan justru tidak pernah terjadi menurut upaya empiris utnuk
Pada dasarnya paradigma itu membimbing kegiatan ilmu dalam keadaan “normal
berkuasa31 Maka sifat “norma science” sering menekankan pada hal-hal baru dan
fundamental. Akan tetapi, dalam memperoleh hal-hal yang baru tersebut perlu
Saat seperti inilah yang disebut “anomali”. Jika anomali kian menumpuk dan
bersangkutan mulai diragukan. Dalam keadaan itu sang ilmuwan mulai keluar dari
“normal science” dan kembali lagi menggunakan cara-cara ilmiah yang lama, sambil
30
Menurut George Ritzer,”Kuhn menggunakan istilah paradigma tidak kurang dari 21 cara yang
berbeda”. Lihat G.Ritzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparasigma Ganda
(Jakarta:Rajawali,1985),hlm.1
31
Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains (Bandung:Reamdja Karya,1989)hlm.20.
Bandingkan pula dengan J.Nasikun, Struktur atas Buku Peran Paradigma dalam Revolusi Sains
Makalah dalam Seminar Nasional (Yogyakarta:Fisipol UGM, 3 Nov.1990),hlm1
32
Thomas S.Kuhn,op.cit.,jlm.25-36.
17
ilmu hukum? Dari uraian di atas dapatlah diambil dari ajaran teori itu, yaitu bahwa
paradigma pertama, dan jika berhasil maka paradigma kedua merupakan perbaikan
Sebagaimana halmya yang Kuhn, “Saya tidak meragukan, misalnya, bahwa mekanika
sebagai paradigma tandingan ternyata telah memperbaiki sifat kepastian hukum yang
dimiliki hukum alam. Akan tetapi, positiveme hukum juga ternyata tidak dapat
masyarakat. Oleh karena itu, paradigma tandingan terhadap positiveme hukum adalah
mazhab sejarah mendasarkan diri pada hukum sebagai hasil pengalaman sejarah.
Akan tetapi, hukum semata-mata hasil pengalaman sejarah tanpa melampaui hasil
pemikiran logis tidak tidak dapat menjadi sarana pembaharu bagi masyrakat. Dengan
yang mirip dengan teori mazhab Unpad yang mengajarkan bahwa hukum adalah
dari supreme court sebagai mahkamah tertinggi. Hal ini sejalan dengan sistem hukum
Anglo Saxon yang dianut di Amerika, yang lebih mendasarkan hukumnya pada
keputusan pengadilan dengan semboyan “hukum adalah apa yang dibuat oleh hakim"
atau “All the law is judge made law”, suatu slogan termasyur dari John Chipman
34
Mochtar Kusumaatmadja,loc.cit. Bandingkan pula dengan Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.57
35
Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.52
36
Mochtar Kusumaatmadja,op.cit.,hlm.9
19
Teori hukum pembangunan merupakan hasil kumulasi dari positivisme hukum dan “
sociological prudence” yang dipengaruhi oleh teori “pragmatic legal realism”. Lalu,
bagaimana dengan hukum alam? Apakah sudah ditinggalkan sama sekali ataukah
masih ikut berkumulasi dalam teori hukum yang paling mutakhir? Jawabannya akan
C.3. Hukum alam tidak hanyut oleh falsifikasi dan tidak rontok oleh revolusi
sains.
Tidak dapat disangkal bahwa hukum alam sebagai hukum abadi, tetap berlaku
bagi siapa saja hingga saat ini dan tentu saja berlaku juga untuk waktu yang akan
bahwa ajaran hukum alam yang lama, jika dilihat dari pandangan modern yang kritis
ini, ajaran tersebut dapat tahan uji karena dalam hukum alam terkandung sifat hukum
dan sifat etika. Dengan kedua sifatnya itu, fungsi pokok hukum alam dalam turut
murnian bidang moral. Dalam hal ini fungsi hukum alam memberikan status bagi titik
perpotongan antara hukum dan moral. Tentang apakah titik perpotongan itu ada,
itulah ujian terakhir bagi berlaku atau tidaknya semua pemikiran hukum alam.37
Sementara Ridwan Halim, dalam bukunya menuis bahwa hukum karma itu sendiri
merupakan bagian dari hukum alam yang berlaku tanpa batas waktu dan tanpa batas
37
A.P d’Entreves,op.cit.,hlm.134
38
A.Ridwan Halim, Hukum Karma dalam Dunia Penegakan Hukum (Jakarta:Puncak
Karma,1990),hlm.83
20
“…….Hukum karma itu dalam kenyataanya merupakan bagian dari Hukum Alam
yang senantiasa berlaku atas setiap diri manusia secara mutlak tanpa terkecuali,
selaras dengan nilai dan harga segala perbuatan atau karma yang pernah dilakukan
Bahwa hukum alam tetap ada dan berlaku, ini didukung pula oleh penulis lain,
Lili Rasjidi, yang mengangkat pandangan L. Bender bahwa hukum alam itu ada dan
tetap berlaku. Dengan berbagai argumentasi, mereka menolak setiap pandangan yang
dalamnya. 39
Lepas dari pandangan-pandangan pro dan kontra terhadap hukum alam, yang jelas
ialah nilai etika, sebagai jati diri hukum alam, akan memberi warna kepada hukum
positif agar hukum positif dapat berkualitas sebagai hukum yang baik dan adil. Tanpa
nilai etika itu, hukum dapat saja merupakan alat penguasa untuk meligitimasikan
tujuan-tujuan yang tidak wajar. Penguasa dapat menciptakan hukum sendiri, sesuai
Kecuali itu hukum alam dengan ciri etikanya dapat mempengaruhi sikap tindak
Karena itu, selain dituntut tindakan yang sesuai dengan hukum, pemerintah dituntut
39
Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.227-258
40
Franz Magnis-Suseno, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern
(Jakarta:Gramedia,1991),hlm.300
21
pula yang menjalankan “asas-asas umum pemerintahan yang baik” (principles of good
kesamaan dalam mengambil keputusan, asas permainan yang layak, asas keadilan
atau kewajaran, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas peniadaan akibat
suatu keputusan yang batal, asas perlindungan atas pandangan hidup, asas
kebijaksanaan, dan asas penyelenggaraan kepentingan umum. Semua asas ini adalah
(1) hukum alam, khususnya nilai etika yang menjadi jati dirinya, mampu
menerobos setiap rintangan mazhab hukum, dan tidak pernah gugur oleh
rintangan-rintangan tersebut,
(2) teori falsifikasi dan revolusi sains, yang meskipun berbeda dalam metode
teori tersebut menghasilkan kebenaran yang sama, yaitu hukum alam yang
(3) dalam konsepsi negara hukum, hukum alam tidak hanya berperan dalam
membentuk hukum positif yang baik dan adil, melainkan juga berperan
(4) betapapun peranannya cukup handal dalam konsepsi negara hukum, hukum
ia juga tidak mau tenggelam dan mati begitu saja karena peranannya tetap
dibutuhkan.
Maka lengkaplah sudah sebuah tinjauan kritis terhadap jatuh bangunnya mahzab
hukum alam.