Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pengganti pada pasien dengan
kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik atau pada stadium
gagal ginjal, terminal dengan bantuan mesin hemodialisa. Hemodialisa berasal dari
bahasa yunani, hemo berarti darah dan dialisis berarti pemisahan atau filtrsi. Secara
klinis hemodialisa adalah suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksila uremiak)
dari darah melalui membran semipermiabel di dalam ginjal buatan yang disebut
dialiser dan selanjut nya di buang melalui cairan dialises yang disebut dialisat. Proses
pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput semipermeable dalam
dialisis mesin dialiser. Darah yang sudah bersih dipompa kembali ke dalam tubuh.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD;
end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus
serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya
(biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
B. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian.
1
Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal
dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.
C. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
1. BUN > 100 mg/dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
2. Ureum > 200 mg% dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat
3. Kreatinin > 100 mg %
4. Hiperkalemia (K > 7 mg/liter)
5. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7,2
6. Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
7. Sindrom kelebihan air
8. Intoksidasi obat jenis barbiturat
D. Prinsip Hemodialisa
Secara keseluruhan sistem hemodialisa terdiri dari 3 elemen dasar ,yaitu sistem
sirkulasi darah diluar tubuh (ekstrakorporeal), dialiser, dan sistem sirkulasi dialisat.
1. Sistem Sirkulasi Darah Ekstrakorporeal
Selama hemodialisa, darah pasien mengalir dari tubuh ke dalam dialiser melalui
akses arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena dan akses vena.
Sistem sirkulasi darah di luar tubuh ini disebut sistem sirkulasi darah extra
corporeal.
2. Dialiser
Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari kompartemen
darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh membran semipermieabel. Di
dalam dialiser ini terjadi proses pencucian darah melalui proses difusi dan
ultrafiltrasi, sehingga dihasilkan darah melalui yang sudah” bersih” dari zat-zat
yang tidak dikehendaki.
3. Sistem Sirkulasi Dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan dalam proses diálisis. Dialisat dialirkan ke
dalam kompartemen pada dialiser dengan kecepatan tinggi (1,5 x 500 ml/ mnt).
2
Prinsip mayor/proses hemodialisa
1. Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kondisi kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf, sementara kondisi
akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
2. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser aktual yang dibutuhkan untuk mengadakan
kontak antara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan
zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke
area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan
dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah
kehilangan zat yang dibutuhkan.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan
mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
5. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi
artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe
dari tekanan dapat terjadi pada membran :
a. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membran. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan
resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip
“mendorong” cairan menyeberangi membran.
b. Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membran
oleh pompa pada sisi dialisat dari membran tekanan negatif “menarik” cairan
keluar darah.
c. Tekanan osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain
dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membran permeable
terhadap air.
3
E. Perangkat Hemodialisa
1. Perangkat khusus
a. Mesin hemodialisa
b. Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk
mengeluarkan sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh.
Didalamnya terdapat 2 ruangan atau kompartemen :
1) kompartemen darah
2) kompartemen dialisat.
Kompartemen dialisat
4
c. Blood lines: selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke
dializer dan kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :
1) Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme.
2) Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.
2. Alat-alat kesehatan :
a. Tempat tidur fungsional
b. Timbangan BB
c. Pengukur TB
d. Stetoskop
e. Termometer
f. Peralatan EKG
g. Set O2 lengkap
h. Suction set
i. Meja tindakan.
5
F. Pedoman pelaksanaan hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang
air dari mesin hemodialisa.
b. Kran air dibuka.
c. Pastikan selang
pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran
pembuangan.
d. Sambungkan kabel
mesin hemodialisis ke stop kontak.
e. Hidupkan mesin.
f. Pastikan mesin pada
posisi rinse selama 20 menit.
g. Matikan mesin
hemodialisis.
h. Masukkan selang
dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
i. Sambungkan slang
dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.
j. Hidupkan mesin
dengan posisi normal (siap).
2. Menyiapkan sirkulasi darah.
a. Bukalah alat-alat
dialisat dari setnya.
b. Tempatkan dialiser
pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inlet’ (tanda merah) di atas dan posisi
‘outlet’ (tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung
merah dari ABL dengan ujung ‘inlet’ dari dialiser.
d. Hubungkan ujung biru
dari UBL dengan ujung ‘outlet’ dari dialiser dan tempatkan buble trap di
holder dengan posisi tengah.
e. Set infus ke botol
NaCl 0,9 % 500 cc.
6
f. Hubungkan set infus
ke slang arteri.
g. Bukalah klem NaCl
0,9%. Isi slang arteri sampai ke ujung selang lalu klem.
h. Memutarkan letak
dialiser dengan posisi ‘inlet’ di bawah dan ‘outlet’ di atas, tujuannya agar
dialiser bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang
untuk tekanan arteri, vena, heparin.
j. Buka klem dari infus
set ABL, UBL.
k. Jalankan pompa darah
dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap
sampai 200 ml/mnt.
l. Isi buble tap dengan
NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
m. Memberikan tekanan
secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam dialiser,
dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200
mmHg).
n. Melakukan
pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9 % sebanyak 500 cc yang terdapat
pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9 %
yang kosong dengan kalf NaCl 0,9 % baru.
p. Sambungkan ujung
biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
q. Menghidupkan pompa
darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk dialiser reuse
dengan aliran 200-250 ml/mnt.
r. Mengembalikan posisi
dialiser ke posisi semula dimana ‘inlet’ diatas dan ‘outlet’ dibawah.
7
s. Menghubungkan
sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk
dihubungkan dengan pasien (soaking).
3. Persiapan pasien.
a. Menimbang BB
b. Mengatur posisi
pasien.
c. Observasi KU
d. Observasi TTV
e. Melakukan
kanulasi/pungtie untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan
salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
o Dengan interval A-V Shunt/fistula cimino
o Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
o Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).
G. Komplikasi
1. Hipotensi
Penyebab: terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,
obat-obatan anti hipertensi.
2. Mual dan muntah
Penyebab: gangguan gastrointestinal, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
3. Sakit kepala
Penyebab: tekanan darah tinggi, ketakutan.
4. Demam disertai menggigil.
Penyebab: reaksi fibrinogen, reaksi transfusi, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
5. Nyeri dada.
Penyebab: minum obat jantung tidak teratur, program hemodialisa yang terlalu
cepat.
6. Gatal-gatal
8
Penyebab: jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang/sesudah transfusi, kulit
kering.
7. Perdarahan cimino setelah dialysis.
Penyebab: tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin
berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
8. Kram otot
Penyebab: penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat
(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1 kg. Posisi tidur
berubah terlalu cepat.
9
G. Rencana Keperawatan
Diagnosa Rencana keperawatan
No keperawatan/ Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
masalah kolaborasi
1 Pola nafas tidak Pola nafas efektif setelah 1. Kaji 1.
Untuk menentukan tindakan
efektif b.d. : dilakukan tindakan HD penyebab nafas tidak efektif yang harus segera dilakukan
Edema 4-5 jam, dengan criteria: 2. Kaji respirasi 2. Menentukan tindakan
paru nafas 16-28 & nadi 3. Melapangkan dada klien
Asidosis x/m 3. Berikan posisi sehingga nafas lebih longgar
metabolic edema paru semi fowler 4. Hemat energi sehingga
Hb ≤ 7 hilang nafas tidak semakin berat
gr/dl tidak sianosis 4. Ajarkan cara 5. Hb rendah, edema, paru
Pneumoni nafas yang efektif pneumonitis, asidosis,
tis 5. Berikan O2 perikarditis menyebabkan
Perikardit suplai O2 ke jaringan
is berkurang
6. SU adalah penarikan secara
cepat pada HD, mempercepat
6. Lakukan SU pengurangan edema paru
pada saat HD 7. Untuk meningkatkan Hb,
sehingga suplai O2 ke jaringan
cukup
7. Kolaborasi 8. Untuk mengatasi infeksi
pemberian tranfusi darah paru & perikard
9. Follow up penyebab nafas
8. Kolaborasi tidak efektif
pemberian antibiotik 10. Mengukur keberhasilan
9. Kolaborasi tindakan dan untuk follow up
foto thorak kondisi klien
10. Evaluasi
kondisi klien pada HD
berikutnya
2 Resiko cedera b.d. Pasien tidak mengalami 1. Kaji kepatenan AV 1. AV yg sudah tidak baik bila
akses vaskuler & cedera dg kriteria: shunt sebelum HD dipaksakan bisa terjadi rupture
komplikasi kulit pada vaskuler
sekunder terhadap sekitar AV shunt 2. Monitor kepatenan 2. Posisi kateter yg berubah
penusukan & utuh/tidak rusak kateter sedikitnya setiap 2 jam dapat terjadi rupture
pemeliharaan akses Pasien tidak vaskuler/emboli
vaskuler mengalami 3. Kaji warna kulit, 3. Kerusakan jaringan dapat
komplikasi HD keutuhan kulit, sensasi sekitar didahului tanda kelemahan
shunt pada kulit, lecet bengkak,
penurunan sensasi
4. Posisi baring lama stlh HD
4. Monitor TD setelah HD dpt menyebabkan orthostatik
hipotensi
5. Shunt dapat mengalami
5. Lakukan heparinisasi sumbatan & dapat dihilangkan
pada shunt/kateter pasca HD dengan heparin
6. Infeksi dpt mempermudah
6. Cegah terjadinya infeksi kerusakan jaringan
pd area shunt/penusukan
kateter
3 Kelebihan volume Keseimbangan volume 1. Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan
cairan b.d. : cairan tercapai setelah Timbang BBpre dan dasar untuk memperoleh
penuruna dilakukan HD 4-5 jam post hd data, pemantauan 7 evaluasi
n haluaran urine dengan kriteria: Keseimbangan masukan dari intervensi
diet cairan BB post HD dan haluaran
berlebih sesuai dry weight Turgor kulit dan edema
retensi Udema hilang Distensi vena leher
cairan & natrium Retensi 16-28 Monitor vital sign 2. Pembatasan cairan
x/m 2. Batasi masukan cairan akan menetukan dry weight,
kadar natrium Pada saat priming & haluaran urine & respon
darah 132-145 mEq/l wash out hd terhadap terapi.
3. UF & TMP yang
10
sesuai akan mengurangi
3. Lakukan hd dengan uf kelebihan volume cairan
& tmp sesuai dg kenaikan BB sesuai dg target BB ideal/dry
interdialisis weight
11
dialisis berpartisipasi 2. Tingkatkan 2. Meningkatkan aktifitas
dalam aktivitas kemandirian dalam aktifitas ringan/sedang &
perawatan mandiri perawatan diri yang dapat memperbaiki harga diri
yang dipilih ditoleransi, bantu jika
berpartisipasi keletihan terjadi 3. Mendorong latihan &
dalam peningkatan 3. Anjurkan aktivitas aktifitas yang dapat
aktivitas dan latihan alternatif sambil istirahat ditoleransi & istirahat yang
istirahat & adekuat
aktivitas 4. Adanya perubahan
seimbang/bergantian 4. Anjurkan untuk istirahat keseimbangan cairan &
setelah dialisis elektrolit yang cepat pada
proses dialisis sangat
melelahkan.
6 Harga diri rendah Memperbaiki konsep 1. Kaji respon & reaksi 1. Menyediaka
b.d: diri, dengan criteria: klien & keluarganya terhadap n data klien & keluarga
Ketergant Pola koping penyakit & penanganannya. dalam menghadapi
ungan klien dan keluarga 2. Kaji hubungan klien perubahan hidup
Perubaha efektif dan keluarga terdekat 2. Penguatan &
n peran Klien & 3. Kaji pola koping klien dukungan terhadap klien
Perubaha keluarga bisa & keluarganya diidentifikasi
n citra tubuh dan mengungkapkan 3. Pola koping
fungsi seksual perasaan & reaksinya yang efektif dimasa lalu bisa
terhadap perubahan berubah jika menghadapi
hidup yang 4. Ciptakan diskusi yang penyakit & penanganan yang
diperlukan terbuka tentang perubahan ditetapkan sekarang
yang terjadi akibat penyakit & 4. Klien dapat
penangannya mengidentifikasi masalah dan
Perubahan peran langkah-langkah yang harus
Perubahan gaya hidup dihadapi
Perubahan dalam
pekerjaan
Perubahan seksual
Ketergantungan dg
center dialisis
5. Gali cara alternatif
untuk ekspresikan seksual lain
selain hubungan seks 5. Bentuk
6. Diskusikan peran alternatif aktifitas seksual
memberi dan menerima cinta, dapat diterima.
kehangatan dan kemesraan
6. Seksualitas
mempunyai arti yang berbeda
bagi tiap individu, tergantung
dari maturitasnya.
7 Resiko infeksi b.d Pasien tidak mengalami 1. Pertahankan area steril 1. Mikroorganisme dapat
prosedur infasif infeksi dengan kriteria: selama penusukan kateter dicegah masuk kedalam
berulang Suhu dbn tubuh saat insersi kateter
Angka lekosit 2. Pertahankan teknik 2. Kuman tidak masuk
dbn steril selama kontak dengan kedalam area insersi
Tak ada akses vaskuler: penusukan,
kemerahan sekitar pelepasan kateter
shunt 3. Monitor area akses HD 3. Inflamasi/infeksi
Area shunt terhadap kemerahan, bengkak, ditandai dg kemerahan, nyeri,
tidak nyeri/bengkak nyeri bengkak
4. Beri pernjelasan pada
pasien pentingnya peningkatan 4. Gizi yang baik
satus gizi meningkatkan daya tahan
5. Kolaborasi pemberian tubuh
antibiotik
5. Pasien HD mengalami
sakit kronis, penurunan
imunitas
12
CRONIC RENAL DISEASE (CKD)
A. PENGERTIAN
Cronic Renal Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
B. ETIOLOGI
Cronic Renal Disease (CKD) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi
Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan
Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung
SLE, poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit ginjal polikistik,asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik
DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati obstruktif
Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas:
Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah:
Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
13
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi umum CKD
1. Sudut pandang tradisional
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-
beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat
saja benar- banar rusak atau berubah struktur.
14
Toksik Uremik
Gagal ginjal tahap akhir
↓
↓GFR
Sekresi parathormon
Kalsium di tulang ↓
Met.aktif vit D↓
Perub.pa tulang/osteodistrofi ginjal
15
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a). Toksik uremia yang kurang terdialisis
b). Peningkatan kadar kalium phosphor
c). Alergi bahan-bahan dalam proses HEMODIALISA
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah
kulit.
c. Kulit mudah memar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi → kejang otot
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang
serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan
tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10%
16
dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang
disebut SINDROM UREMIK
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
1. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi ; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya,
serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
2. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya
17
3. Kecenderungan perdarahan
4. Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)
Kulit 1. Pucat, pigmentasi
2. Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang
berkaitan dengan kehilangan protein)
3. Pruritus
4. “kristal” uremik
5. Kulit kering
6. Memar
Saluran cerna 1. Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan
BB
2. Nafas berbau amoniak
3. Rasa kecap logam, mulut kering
4. Stomatitis, parotitid
5. Gastritis, enteritis
6. Perdarahan saluran cerna
7. Diare
Metabolisme 1. Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
intermedier 2. Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
3. Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular 1. Mudah lelah
2. Otot mengecil dan lemah
3. Susunan saraf pusat :
4. Penurunan ketajaman mental
5. Konsentrasi buruk
6. Apati
7. Letargi/gelisah, insomnia
8. Kekacauan mental
9. Koma
10. Otot berkedut, asteriksis, kejang
11. Neuropati perifer :
12. Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
18
13. Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
14. Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan 1. Hiperfosfatemia, hipokalsemia
rangka 2. Hiperparatiroidisme sekunder
3. Osteodistropi ginjal
4. Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
5. Deposit garam kalsium pada jaringan lunak
(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
6. Konjungtivitis (uremik mata merah)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
1) Ureum kreatinin.
2) Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
1) Analisis urin rutin
2) Mikrobiologi urin
3) Kimia darah
4) Elektrolit
5) Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
1) Progresifitas penurunan fungsi ginjal
2) Ureum kreatinin, klearens kreatinin test
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Laki-laki :
(140 – umur ) X BB (kg)
CCT = x 72
kreatinin serum ( mg/dL )
19
Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin
yaitu :
Kreatinin urin (mg/dL)xVol.urin (mL/24 jam)
Bersihan kreatinin :
Kreatinin serum ( mg/dL ) x 1440 menit
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
20
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Alur manajemen terapi pada klien Cronic renal Desease (CKD) dan terminal
sebagai berikut ;
CKD
Terapi konservatif
Penyakit ginjal terminal
21
1). Pembatasan konsumsi protein hewani.
2). Terapi keluhan gatal-gatal.
3). Terapi keluhan gastrointestinal.
4). Terapi keluhan neuromuskuler.
5). Terapi keluhan tulang dan sendi.
6). Terapi anemia.
7). Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+
(hiperkalemia) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin (r-HuEPO)
dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna
dan kehilangan besi pada dialiser (terapi pengganti hemodialisis). Klien
yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-
hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg %
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan
high output heart failure.
22
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HEMODIALISA.
Keluhan :
a). Bersifat subyektif
b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula
dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi
ini bisa diulang apabila diperlukan
d). Pemberian obat :
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan
denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi
yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). Hemodialisa reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
23
Bentuk hipertensi pada klien dengan gangguan ginjal berupa: volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya
meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan
fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis
terapi :
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
2). Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory
Peritoneal Dialisis (CAPD) atau Dialisis Peritoneal Mandiri
Berkesinambungan ( DPMB ).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
G. KOMPLIKASI
1. Hipertensi.
2. Hiperkalemia.
3. Anemia.
4. Asidosis metabolik.
5. Osteodistropi ginjal.
6. Sepsis.
7. Neuropati perifer.
8. Hiperuremia.
24