You are on page 1of 80

Proses Membatik

Author: Mochamad Subecha, 13 Oct

Perlengkapan membatik, terutama peralatannya, tidak banyak mengalami perubahan dari dahulu


sampai sampai sekarang. Dilihat dari peralatan dan cara pengerjakannya membatik dapat
digolongkan sebagai suatu kerja yang bersifat tradisionil.

PERLENGKAPAN MEMBATIK :

a. GawanganGawangan ialah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori sewaktu


dibatik. Gawangan dibuat dari bahan kayu, atau bambu. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa,
sehingga mudah dipindah - pindah, tetapi harus kuat dan ringa.

b. BandulBandul dibuat dari timah, atau kayu, atau batu yang di kantongi. Fungsi pokok Bandul
ialah untuk menahan mori yang baru dibatik agar tidak mudah tergeser ditiup angin, atau tarikan si
pembatik secara tidak sengaja. Jadi tanpa bandul pekerjaan membatik dapat saja dilaksanakan.

c. Wajan.Wajan ialah perkakas untuk mencairkan malam (lilin untuk membatik). Wajan dibuat dari
logam baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari
perapian tanpa mempergunakan alat lain. Oleh karena itu wajan yang dibuat dari tanah liat lebih
baik dari pada yang dari logam, karena tangkainya tidak mudah panas. Tetapi wajan tanah liat agak
lambat memanaskan malam.

d. Anglo.Anglo dibuat dari tanah liat, atau bahan lain. Anglo adalah alat perapian sebagai pemanas
malam. Apabila mempergunakan anglo, maka bahan untuk membuat api ialah arang kayu. Jika
mempergunakan kayu bakar anglo diganti dengan keren : keren inilah yang banyak dipergunakan
orang didesa-desa. Keren pada prinsipnya sama dengan anglo, tetapi tidak bertingkat.

e. Tepas.Tepas ialah alat untuk membesarkan api menurut kebutuhan : terbuat dari bambu. Selain
tepas, digunakan juga ilir. Tepas dan ilir pada pokoknya sama, hanya berbeda bentuk. Tepas
berbentuk empat persegi panjang dan meruncing pada salah satu sisi lebarnya dan tangkainya
terletak pada bagian yang runcing itu. Sedangkan ilir berbentuk bujur sangkar dan tangkainya
terletak pada salah satu sisi serta memanjang kesamping.

f. Taplak.Taplak ialah kain untuk menutup paha si pembatik supaya tidak terkena tetesan malam,
panas sewaktu canting di tiup, atau waktu membatik. Taplak biasanya dibuat dari kain bekas.

g. Saringan malam.Saringan ialah alat untuk menyaring malam, panas yang banyak kotorannya. Jika
malam disaring, maka kotoran dapat dibuang, sehingga tidak mengganggu jalannya  pada cucuk
genting sewaktu dipergunakan untuk membatik.

h. Dingklik (lincak).Dingklik atau lincak pada prinsipnya sama, tempat duduk si pembatik. Tetapi
pembatik dapat pula duduk diatas tikar.
i. canting.Canting ialah pokok untuk membatik yang menentukan apakah hasil pekerjaan itu dapat
disebut batik, atau bukan batik. Canting dipergunakan untuk menulis (melukiskan malam), membuat
motif-motif batik yang diinginkan. Alat itu terbuat dari tembaga.

BAHAN-BAHANMORIMori adalah bahan baku batik dari katun. Kwalitet mori bermacam-macam,
dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Karena kebutuhan Mori
dari macam-macam kain tidak sama, keterangan dibawah ini barangkali bermanfaat juga.

1. UKURAN MORI

Mori yang dibutuhkan sesuai dengan panjang pendeknya kain yang dikehendaki. Ada juga
kebutuhan yang pasti misalnya udeng atau ikat kepala. Udeng berukuran lebih atau kurang dari
kebutuhan; oleh karena itu tidak dapat dipergunakan sesuai dengan pemakaian yang semestinya.
Tetapi kain tidak pasti ukurannya. Jika pendek akan mempengaruhi kesempurnaan pemakainya; jika
lebih panjang akan menambah sempurna dalam pemakaian.Ukuran panjang pendek mori biasanya
tidak menurut standar yang pasti, tetapi dengan ukuran tradisionil. Ukuran tradisionil tersebut
dinamakan sekacu. Kacu ialah sapu tangan, biasanya berbentuk bujur sangkar (persegi). Maka yang
disebut sekacu ialah ukuran perseginya mori, diambil dari ukuran lebar mori tersebut. Jadi panjang
sekacu. dari suatu jenis mori akan berbeda dengan panjang sekacu dari mori jenis lainnya. Maka
lebar mori sangat menentukan panjang masing-masing jenis mori, meskipun jumlah kacunya sama.
Cara mengukurnya pun hanya dengan jalan memegang kedua sudut mori pada sebuah sisi lebar dan
menempelkan salah satu sudut tadi pada sisi panjang berseberangan sepanjang lebar mori. Kalau
akan mengambil beberapa kacu, maka berganti-ganti tangan kiri dan kanan memegang sudut mori
itu, menempelkan pada sisi panjang yang sama dengan menekuk mori.

2. KEBUTUHAN AKAN MORI

Kain dodot membutuhkan mori 7 kacu. Kain dodot biasanya dipakai oleh keluarga keraton atau
penari klasik. Tetapi karena kain dodot mahal harganya, maka fungsi kain dodot para penari diganti
oleh kain biasa yang cukup panjang. Kain nyamping membutuhkan 2 atau 2,5 kacu, menurut
kesenangan atau besar kecilnya si pemakai. Udeng membutuhkan mori sekacu. Udeng ada dua
macam : œudeng lembaran dan œudeng jadi. Udeng jadi ialah udeng yang sudah terbentuk, tinggal
pakai. Udeng jadi ini sebenarnya hanya membutuhkan kain setengah kacu, dan memotongnya secara
diagonal. Sedang udeng lembaran dibentuk sewaktu akan dipakai, langsung dikepala si pemakai;
selesai dipakai udeng itu dilepas lagi. Udeng terakhir ini membutuhkan mori sekacu ; tetapi secara
praktis juga hanya setengah kacu, karena setengah kacu lagi terlipat didalam sebagai penebal belaka.
Oleh karenanya udeng lembaran dapat dibatik menurut dua macam motif batik dengan batas salah
satu diagonal. Dalam dalam hal udeng yang memakai dua macam motif batik itu, si pemakai bebas
memilih motif mana yang ditaruh diluar untuk diperlihatkan.Kain kemben membutuhkan 5 kacu,
dan dapat kurang atau lebih sesuai dengan besar kecilnya si pemakai. Fungsi kemben dapat
disamakan dengan BH jaman sekarang. Sering fungsi kemben diganti oleh kutang (BH Klasik).
Tetapi banyak orang perempuan memakai kutang dan kemben bersamaan dan bahkan masih
memakai baju (kebaya). Biasanya kemben dipakai oleh Abdi Istana sebagai ganti kebaya.Celana
membutuhkan 1,5 kacu; juga tergantung besar kecilnya si pemakai. Orang laki-laki jaman dahulu
(sebelum tahun 1940 an) banyak memakai celana batik sampai lutut. Selain memakai celana sering
masih memakai sarung atau bebet. Bebet yaitu sama dengan nyamping bagi perempuan. Tetapi
bebet biasanya diwiru salah satu ujung kainnya, dan wiru terletak pada bagian depan. Diwiru artinya
dilipat kecil-kecil bentuk spiral. Kain sarung membutuhkan 2 kacu.

3. MENGOLAH MORI SEBELUM DIBATIK

sebelum dibati mori harus diolah lebih dahulu. Baik buruknya pengolahan akan menentukan baik
buruknya kain. Pengolahan mori sebagai berikut:Mori yang sudah dipotong diplipit. Diplipit adalah
dijahit pada bekas potongan supaya benang pakan tidak terlepas. Benang pakan ialah benang yang
melintang pada tenunan. Setelah diplipit kemudian di cuci dengan air tawar sampai bersih. Kalau
mori kotor, maka kotoran itu akan menahan meresapnya cairan lilin (malam) yang dibatikan dan
menahan cairan warna pada waktu proses pembabaran. Di daerah Yogyakarta dan Surakarta mori
dijemur sampai kering setelah dicuci bersih mori terus direbus.Cara merebus mori di daerah Blora.
Lebih dahulu orang membuat Wantu, yaitu air yang dipanaskan dalam suatu wadah sebelum sesuatu
barang yang direbus di masukkan didalamnya. Wadah untuk membuat Wantu diberi dasar di
dalamnya, supaya barang rebusan tidak hangus. Sebagai wadah dasar tadi digunakan daun bambu,
daun pepaya atau merang (tangkai bulir padi). Bahan-bahan tadi lebih baik dari bahan lainnya untuk
dasar merebus sesuatu, karena meskipun hangus tidak akan mengerut dan arangnya tidak mengotori
mori.Setelah wantu panas, mori bersih dimasukkan di masukan di dalamnya. Cara memesukkan
mori kedalam wantu mulai dari ujung sampai pangkal secra urut. Rebusan memakan waktu
beberapa menit. Mori kemudian diangkat dan dicuci untuk menghilangkan kotoran sewaktu direbus.
Selesai dicuci barulah dijemur sampai kering. Mori menjadi lemas ; kemudian dikanji. Bahan kanji
ialah beras. Di daerah Blora dipakai sembarang beras asalkan putih. Beras direndam beberapa saat
dalam air secukupnya; kemudian beras bersama airnya direbus sampai mendidih. Air rebusan beras
diambil dan dinamakan tajin. Mori kering dimasukkan kedalam tajin sampai merata; tanpa diperas
langsung dijemur supaya kering. Akhirnya mori menjadi kaku.Tetapi didaerah Yogyakarta dan
Surakarta pada jaman sebelum perang bahan kanji terbuat dari beras ketan; dan cara pembuatannya
pun berbeda-beda. Ada yang memakai cara seperti didaerah Blora, tetapi ada juga dengan cara beras
dijadikan tepung halus. Apabila berupa tepung, sesenduk tepung diberi empat gelas besar air,
dimasak sampai mendidih, kemudian disaring. Air saringan seukuran tadi hanya untuk mori
sekacu.Mori kering sehabis dikanji akan mengerut dan kaku. Maka mori diembun-embunkan setiap
pagi beberapa hari. Diembun-embunkan ialah dibentangkan diluar rumah waktu pagi hari ( jam
5.00), supaya menjadi lembab karena air embun.Selain mori lembab, kemudian dikemplong. Di
Kemplong ialah di pukuli pada tempat tertentu dengan cara tertentu pula, supaya benang-benang
menjadi kendor dan lemas, sehingga cairan lilin dapat meresap.Cara mengemplong mori.
Disediakan kayu kemplongan sebagai alas dan alu pemukul (ganden ialah martil agak besar terbuat
dari kayu). Mori dilipat memanjang menurut lebarnya. Lebar lipatan lebih kurang setengah jengkal ;
kemudian ditaruh diatas kayu dasar memanjang, lalu dipukul-pukul. Jika perlu dibolak-balik agar
pukulan menjadi rata.Selesai dikemplong, tinggal menentukan motif matikan yang dikehendaki. Jika
ingin motif parang-paragan, atau motif-motif yang membutuhkan bidang-bidang tertentu, maka mori
digaris terlebih dahulu. Fungsi pengarisan ini hanyalah untuk menentukan letak motif agar menjadi
rapi (lurus). Pembatik yang sudah mahir tidak menggunakan penggarisan. Besar kecilnya garisan
tidak sama, tergantung pada motif rencana batikan. Biasanya kayu garisan berpenampang bujur
sangkar.

Cara memindah kayu penggaris setelah garisan pertama ke garis kedua ialah dengan memutar kayu
penggaris (membalik), tanpa mengangkatnya. Maka lebar sempitnya ruang antara garis satu sama
lain ditentukan oleh banyaknya putaran kayu penggaris. Mori yang dibatik motif semen tidak perlu
digaris, langsung dirangkap dengan pola pada muka mori sebaliknya. Setelah semua itu selesai,
barulah dapat dimulai kerja membatik. POLAPola ialah suatu motif batik dalam mori ukuran
tertentu sebagai contoh motif batik yang akan dibuatLILIN (MALAM).Lilin atau malam ialah bahan
yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya malam tidak habis (hilang), karena akhirnya
diambil kembali sewaktu proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi
kain. Tentang malam dapat dikemukakan sebagai berikut:

PROSES MEMBATIK.Mori yang sudah dikemplongi dan digarisi, apabila akan dibatik dengan
motif jenis parang-parangan atau motif lain yang membutuhkan bidang tertentu secara lurus,
umumnya di rujak artinya membatik tanpa menggunakan pola, orang yang membatik demikian
disebut ngrujak. Orang yang ngruja adalah orang yang sudah ahli. Sedang orang baru taraf belajar
atau belum mahir biasanya hanya nerusi atau ngisen-ngiseni. Sedangkan membatik dengan
mempergunakan pola sudah diterangkan dimuka. Baik membatik ngrujak maupun membatik
mempergunakan pola, biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah ahli, sebab taraf permulaan
ini merupakan penentuan baik-buruknya bentuk batikan secara keseluruhan.

1.      PERSIAPAN MEMBATIK.a). Karen, atau anglo, dan wajan berisi malam harus sudah siap
untuk mulai membatik. malamharus sempurnya cairnya (malam tua) supaya lancar keluarnya
melaului cucuk canting; selain itu malam dapat meresap dengan sepurna dalam mori. Api dalam
anglo atau keren harus dijaga tetap membara, tetapi tidak boleh menyala, karena berbahaya kalau
menjilat malam dalam wajan.b). mori yang sudah dipersiapkan harus telah berbeda di atas gawangan
dekat keren, atau anglo.Si pembatik duduk di antara gawangan dan keren, atau anglo. Gawangan
berdiri di sebelah kiri dan keren di sebelah kanan pembatik. Orang yang pekerjaannya membatik
disebut pengobeng.c). setelah semuanya beres pembatik mulai tugasnya. Pertama memegang
canting. Cara memegangcanting berbeda dengan cara memegang pensil, atau vulpen untuk menulis.
Perbedaan itu di sebabkan ujung cucuk canting bentuknya melengkung dan berpipa besar, sedang
pensil atau vulpen lurus. Memegang canting dengan ujung-ujung ibu jari, jari telunjuk dan jari
tengah seperti memegang pensil untuk menulis, tetapi tangkai canting horisontal, sedangkan pensil
untuk menulis dengan posisi condong. Posisi canting demikian itu untuk menjaga agar malam dalam
nyamplungan tidak tumpah.d). dengan canting itu pengobeng menciduk malam mendidih dengan
wajan kemudian dibatikan diatas mori. Sebelum di batikan canting ditiup lebih dahulu. Cara meniup
pun dengan cara tertentu, agar malam dalam nyaplungan tidak tumpah pada bibir
pengobeng.Canting di tiup dengan maksud :? Untuk mengembalikan cairan malam dalam cucuk ke
dalam nyamplungan, supaya tidak menetes sebelum ujung canting ditempelkan pada mori.? Untuk
menghilangkan cairan malam yang membasahi cucuk canting; karena cucuk canting yang
berlumuran cairan malam akan mengurang baiknya goresan, terutama ketika permulaan canting di
goreskan pada mori.? Untuk mengontrol cucuk canting dari kemungkinan tersumbat oleh kotoran
malam. Kalau tersumbat, maka cairan dalam nyamplungan tidak bersuara, karena udara tidak dapat
masuk. Maka lubang ujung cucuk ditusuk memakai ijuk, atau serabut kelapa sampai masuk
sepanjang cucuk. Biasanya sesudah ditusuk ditiup kembali, atau langsung dibatikan pada mori.
Keistimewaan menusuk ialah memakai tangan kiri dengan cara tertetu dalam waktu yang
cepat.? Canting yang beres keadaannya barulah digoreskan pada mori. Tangan kiri terletak disebalik
mori sebagai landasan (penguat) mori yang baru digores dengan canting. Jika cairan malam dalam
nyamplungan habis, atau kurang lancar mungking karena pendinginan, malam itu dikembalikan
kedalam wajan; canting dicidukan pada cairan malam dalam wajan itu juga. Pengembalian cairan
malam yang sudah dingin tidak besar pengaruhnya terhadap malam dalam wajan. Hal itu dilakukan
sampai selesai, dan termasuk nemboki.

2. TAHAP-TAHAP MEMBATIK.Membatik sepotong mori harus dikerjakan tahap demi tahap.


Setiap tahap dapat dikerjakan oleh orang yang berbeda. Tetapi sepotong mori tidak dapat dikerjakan
beberapa orang bersamaan waktu.Tahap-tahap itu alah:

A). Membatik Kerangka.Membatik kerangka dengan memakai pola disebut mola, sedang tanpa pola
disebut ngrujak. Mori yang sudah dibatik seluruhnya berupa kerangka, baik bekas memakai pola
maupun dirujak, disebut batikan kosongan, atau disebut juga Klowongan. Canting yang
dipergunakan ialah canting cucuk sedeng yang disebut juga canting klowongan.

B). Ngisen Iseni.Ngisen-iseni dari kata isi. Maka ngisen-iseni berarti memberi isi atau mengisi.
Ngisen-iseni dengan mempergunakan canting cucuk kecil disebut juga Canting Isen. Canting isen
bermacam-macam. Tetapi sepotong mori belum tentu mempergunakan seluruh macam canting isen,
tetapi tergantung pada motif yang akan dibuat. Umpama memerlukan bermacam-macam canting
isen karenaberaneka motif; tetapi membatik harus satu persatu, dan setiap bagian harus selesai
sebelum bagian yang lain dikerjakan dengan canting lain misalnya kalau nyeceki (membuat motif
yan terdiri dari titik-titik ), bagian cecekan harus selesai seluruhnya. Kegiatan mengerjakan bagian-
bagian mempunyai nama masing-masing ; nama tersebut menurut nama canting yang dipergunakan.
Proses pemberian nama ialah dengan mengubah nama benda (nama canting) menjadi kata kerja,
sedang hasil kerjanya diambil dari nama canting yang di pergunakan. Nama itu ialah : nyeceki yaitu
mempergunakan canting cecekan, hasilnya nama cecekan. Neloni ialah mempergunakan canting
Telon, hasilnya disebut Telon. Mrapati ialah mempergunakan Canting Prapatan, hasilnya bernama
Prapatan dan seterusnya. Tetapi mempergunakan Canting Galaran atau canting Renteng, selalu
disebut nggalari, dan tidak pernah disebut ngrentengi; sedang hasilnya selalu disebut galaran, tidak
pernah disebut rentengan.Cara mengunakan canting bertahap itu banyak keuntungannya.
Keuntungan pertama ialah canting dapat dipergunakan bergantian dalam satu rombongan pengobeng
(pembatik) yang berbeda-beda tugasnya (berbeda tahap batikan yang dikerjakan); keuntungan
keduan ialah mengurangi jumlah canting yang semacam meskipun anggota pengobeng cukup
banyak. Kalau dua orang bersamaan akan mengunakan canting semacam, sedangkan canting hanya
sebuah, maka salah satu dapat menundanya dan mengerjakan bagian lain dengan canting lain.
Demikian seterusnya.Batikan yang lengkap dengan isen-isen disebut reng-rengan. Oleh karena
namanya reng-rengan, maka pengobeng yang membatik sejak permulaan sampai penyelesaian
(akhir) memberi isen-isen disebut ngengreng. Jadi ngengrengan merupakan kesatuan motif dari
keseluruhan yang dikehendaki. Hal itu merupakan penyelesaian yang pertama.

C). Nerusi.Nerusi merupakan penyelesaian yang kedua. Batikan yang berupa ngengrengan
kemudian di balik permukaannya, dan di batik kembali pada permukaan kedua itu. Membatik nerusi
ialah membatik mengikuti motif pembatikan pertama pada bekas tembusinya. Nerusi tidak berbeda
dengan mola dan batikan pertama berfungsi sebagai pola. Canting-canting yang di pergunakan sama
dengan canting untuk ngengreng. Nerusi terutama untuk mempertebal tembusan batikan pertama
serta untuk memperjelas. Batikan yang selesai pada tahap ini pun masih disebut ngengreng.
Pengobeng yang membatik dari permulaan sampai nerusi disebut ngengreng.
D). Nembok.Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau akan diberi warna yang bermacam-
macam pada waktu proses penyelesaian menjadi kain. Maka bagian-bagian yang tidak akan diberi
warna, atau akan diberi warna sesudah bagian yang lain harus di tutup dengan malam. Cara
menutupnya seperti cara membatik bagian lain dengan mempergunakan canting tembokan. Canting
tembokan bercukuk besar. Orang yang mengerjakan disebut nemboki dan hasilnya disebut
tembokan. Bagian yang ditembok biasanya disela-sela motif pokok. Menembok biasanya
mempergunakan malam walitet terendah. Meskipun malam penuh kotoran, tetapi canting bercucuk
besar tidak banyak terganggu. Selain itu bagian tembokan cukup lebar dan tebal, sehingga kurang
baiknya malam untuk nembok dapat diatasi. Pada hakekatnya fungsi malam selain untuk
membentuk motif, juga untuk menutup pada tahap-tahap pemberian warna kain, diamana warna itu
sebagai pembentuk motif batik yang sesungguhnya. Nembok hanya pada sebelah muka mori.2.

E). Bliriki.Bliriki ialah nerusi tembokan agar bagian-bagian itu tertutup sungguh-sungguh. Bliriki
mempergunakan canting tembokan dan caranya seperti nemboki.Apabila tahap terakhir ini sudah
selesai berarti proses pembatikan selesai juga. Hasil bliriki disebut blirikan tetapi jarang demikian,
lebih biasa disebut tembokan. Memang membatik disebut selesai apabila proses terakhir tadi selesai,
atau kalau batikan tidak perlu ditembok, maka yang disebut batikan selesai adalah sebelum
ditembok. Pada jaman yang silam di daerh Surakarta, setiap selesai tahap-tahap tadi, batikan dijemur
sampai malamnya hampir meleleh. Maksud penjemuran itu ialah agar supaya lilin pada mori tidak
mudah rontok atau hilang. Sebab malam panas (mendidih) waktu dipergunakn untuk membatik dan
bersinggungan dengan mori dingin akan membeku dengan tiba-tiba karena proses kejut. Pembekuan
malam itu kurang baik, karena batikan sering patah-patah dan malam mudah rontok. Tetapi jika
dijemur, pemanasan terjadi secara merata, danmori ikut terpanasi. Mori yang mengalami pemanasan
sinar matahari akan mengembang, dan mempunyai daya serap. Proses pengembangan ini
memperkuat melekatnya malam yang mulai akan meleleh ; sebelum malam itu meleleh batikan
harus diangkat dengan hati-hati ketempat teduh, batikan secara serentak akan mendingin. Proses
pendinginan ini pun ada keuntungannya, karena antara mori dan malam saling memperkuat daya
lekat. Selesailah kerja membatik.

( Kantor Pariwisata dan Kebudayaan )


“Trip to” by Loemboeng Batik
Posted by loemboeng on Sep 1, '09 11:28 PM for everyone
Dear friends,

Mulai bulan September 2009, Loemboeng Batik akan meluncurkan sebuah program baru
yaitu “Trip to”. Program ini merupakan perjalanan tim marketing Loemboeng Batik ke kota-kota
tertentu baik dalam dan luar negeri. Untuk sementara ini kami lebih memprioritaskan “Trip to” ke
kota-kota di dalam negeri terutama Pulau Jawa dan Bali.

Waktu pelaksanaan tidak terjadwal karena harus dikondisikan dengan jumlah produk,
waktu tim marketing kami, dan permintaan pasar dari kota tersebut.

Untuk perjalanan ini tidak ada ketentuan yang berlaku. Teman-teman hanya perlu
mendaftarkan alamat terlebih dahulu jika ingin kami kunjungi. Kami akan lebih memprioritaskan
teman-teman yang kesulitan keluar rumah (misalnya karena harus menjaga anak / tidak ada yang
jaga rumah)dan LB’s PC.

Dalam program Trip to ini kami akan mengunjungi rumah-rumah customer yang meminta
kami datang. Namun, kami mohon maaf sebelumnya karena kemungkinan kami akan kesulitan
menyesuaiakan waktu jika harus berkunjung ke lebih dari 4 rumah dalam 1 hari. Mengingat
keramaian jalan dan waktu yang dibutuhkan masing-masing customer dalam memilih-milih produk.
Oleh karena itu, sebagai kebijaksanaan, kami akan menerima tamu di hotel tempat kami menginap
bagi teman-teman yang ingin melihat produk kami secara langsung namun tidak sempat kami
datangi.

Masing-masing rumah yang kami kunjungi mendapat jatah waktu maksimal 2 jam.
Kunjungan kami mulai pukul 08.00 WIB. Kami perkirakan kembali ke hotel sekitar pukul 20.00 WIB.
Jika teman-teman yang sudah kami kunjungi masih ingin melihat-lihat kembali produk kami, maka
kami akan dengan senang hati menyambut teman-teman di hotel. Penerimaan tamu di hotel akan
disesuaikan operasionalnya dikemudian hari tergantung kota yang kami kunjungi dan kegiatan tim
kami.

Sebagai catatan, produk yang kami bawa dalam program Trip to TIDAK AKAN DIUPLOAD ke
MP maupun web lain yang menjadi media penjualan online LB. Kami mohon maaf sebelumnya atas
ketidak nyamanan ini. Hal ini merupakan keputusan kami setelah mempertimbangkan beberapa
hal.

Sekian hal yang bisa kami sampaikan sementara. Sebagai catatan tambahan, rencananya
kami akan melakukan Trip to Bali pada tanggal 18 – 26 September 2009 (bersifat perkiraan
sementara). Dilanjutkan dengan Trip to Jakarta – Bandung – Bogor pada 23 Desember 2009 –
02 Januari 2010 (bersifat perkiraan sementara). Bagi teman-teman yang ingin dikunjungi silahkan
mendaftar terlebih dahulu melalui sms ke 081931007179 atau email ke
loemboengbatik@yahoo.com atau PM melalui Multiply / Facebook.

Jadwal fixed keberangkatan akan kami sampaikan 1 minggu sebelum hari kunjungan jadi
jika teman-teman yang mendaftar berhalangan, kami bisa segera mengalihkan kunjungan.

Terima kasih.                                                                            

Salam,

LB CS

Tags: batik tjap, batik tulis, batik, batik tulis canting, batik gedhog, trip to, batik jawa, 2009, batik
printing
6 comments share

LBSOAT
Posted by loemboeng on Jul 12, '09 9:44 AM for everyone
Dear friends,

Mulai 13 Juli 2009, Loemboeng Batik akan menghadirkan album yang berjudul LBSOAT. Album ini akan
memuat produk yang akan kami jual dengan harga dibawah pasaran dan sudah termasuk ongkos kirim.
Setiap 1 produk terjual, kami akan segera menggantinya dengan produk baru. Harga yang berlaku merupakan
fixed price dan hanya akan diinformasikan kepada pembeli serius. Untuk mengetahui harga silahkan
menghubungi LBM kami secara pribadi melalui YM (loemboengbatik@yahoo.com) atau sms ke
081931007179. Tidak ada sistem BOOKED untuk program ini dan pembayaran ditunggu paling lambat 1x24
jam sejak deal dengan LBM kami.

Terima kasih.

Salam,

LBM

Tags: batik tjap, koleksi katun, batik tulis, atbm, 2009, lbsoat, batik printing
0 comments share

PERIHAL PENUKARAN PRODUK


Posted by loemboeng on Apr 9, '09 10:53 PM for everyone
Dear Customers,

Kami pihak management ingin menyampaikan perihal penukaran produk demi kenyamanan pihak
Anda dan kami.

Adapun hal-hal yang harus Anda perhatikan jika ingin menukarkan produk yang sudah Anda beli
sebagai berikut:

 Batas penukaran (dengan alasan apapun) maksimal 3 hari setelah barang diterima,
selebihnya (mohon maaf) TIDAK AKAN KAMI LAYANI
 Penukaran diperkenankan dengan produk SEJENIS yang memiliki harga jual SAMA atau
LEBIH TINGGI
 Jika produk pilihan (sebagai produk pengganti yang akan ditukarkan) di BOOKED/BELI oleh
customer lain, maka mohon maaf, kami akan lebih memprioritaskan ke pembeli awal
daripada pihak penukar produk.
 Biaya pengiriman penukaran produk (Anda ke LB, dan, LB ke Anda) akan dibebankan kepada
customer (dalam hal ini penukar), kecuali jika Anda melakukan transaksi baru pada saat
penukaran (pembelian produk selain yang ditukarkan)
 Jika terdapat cacat pada produk yang tidak kami informasikan sebelumnya kepada pihak
Anda, maka biaya pengiriman penukaran produk akan ditanggung oleh pihak LB.
 Kami informasikan sebelumnya bahwa pemeriksaan produk sebelum pengiriman dilakukan
2 kali, yaitu oleh pihak marketing dan QC kami. Kecacatan produk yang terjadi bukan dari
pihak LB merupakan 100% tanggung jawab Anda dan TIDAK DAPAT DITUKARKAN.

Kami mohon maaf sebelumnya apabila Anda merasa kurang nyaman dengan peraturan ini. Namun
hal ini kami tetapkan sedemikian rupa demi menjaga kepuasan Anda sebagai pelanggan dan
kwalitas penjualan & produk kami.

Terima kasih.

Salam,

LB Management

Tags: penukaran produk, batik, lb's rules


0 comments share

LOEMBOENG BATIK’S PRIORITY CUSTOMER


Posted by loemboeng on Apr 3, '09 9:27 AM for everyone
Dear Friends,

Terhitung sejak April 2009, kami akan mulai memberlakukan “LB’s PRIORITY CUSTOMER speciall
offer”, yaitu harga spesial (silahkan hubungi CS kami untuk mengetahui detail promo) untuk semua
produk LB bagi yang termasuk dalam LB’s PC.

Bagi Anda yang ingin terdaftar sebagai LB’s PC, berikut syarat dan ketentuannya:

1.       Pembelian semua produk LB senilai minimal IDR 2.500.000 dalam kurun waktu maksimal 3
bulan (Transaksi pada penawaran-penawaran spesial akan tetap diperhitungkan nilai
pembeliannya).
2.       Mengirimkan data diri dengan format yang akan diemailkan oleh CS kami kepada Anda.
3.       Penawaran istimewa pada hari ulang tahun Anda.

Bagi Anda yang sudah terdaftar sebagai LB’s PC, CS kami sudah mengirimkan pesan ke email Anda
sesaat sebelum blog ini ditampilkan.

Jika ada diantara Anda yang merasa telah menjadi LB Loyalty Customer dan belum menerima email
dari kami, maka segera hubungi CS kami melalui YM (ID : loemboengbatik@yahoo.com) atau
sms/telp ke 081931007179 untuk mendapatkan informasi.

Terima kasih.

Salam,

LB CS

Tags: priority customer


8 comments share

Trimester Sale
Posted by loemboeng on Mar 16, '09 8:46 AM for everyone
Mulai tahun 2009, kami akan mengadakan sale setiap trimester (3 bulan sekali). Sale pertama
ditahun 2009 ini kami mulai dengan memberikan harga terbaik untuk Anda.

Potongan 15% dari harga produk yang telah diturunkan kami berikan mulai 16 Maret 2009.

Diskon hanya berlaku untuk produk tertentu dan belum termasuk ONGKIR.

Pembelian minimal IDR 500.000 – IDR 1.000.000 akan mendapatkan free ONGKIR.

Pembelian diatas IDR 1.000.000 akan mendapatkan tambahan diskon 5% (total diskon 20%) + free
ONGKIR.

Promo berlaku hingga 31 Maret 2009.

Terima kasih dan selamat berbelanja.

Salam,

LBM
Tags: trimester discount, trimester sale, special offer, 2009
0 comments share

Cerita Batik Jawa Hokokai, Bagian III (Tamat)


Posted by loemboeng on Feb 25, '09 2:32 AM for everyone
Belum diriset

Meskipun buku-buku tentang batik umumnya hanya menyebut sekilas saja tentang batik Jawa
Hokokai, tetapi Yayasan Gedung Arsip Nasional berhasil menyusun katalog pameran dengan
menggunakan informasi dari nara sumber yang masih ada. Mereka adalah kolektor batik atau
juragan pembuat batik, seperti Ny Eiko Adnan Kusuma, Ny Nian Djoemena yang menulis beberapa
buku tentang kain Indonesia, dan Iwan Tirta yang artisan batik.

Kain-kain batik Jawa Hokokai yang dipamerkan di Gedung Arsip Nasional itu hampir semuanya
merupakan batik pagi-sore dengan warna yang cemerlang. Kupu-kupu merupakan salah satu
motif hias yang menonjol selain bunga. Meskipun kupu-kupu tidak memiliki arti khusus untuk
masyarakat Jepang, tetapi orang Jepang sangat menyukai kupu-kupu. Namun, kupu-kupu
dianggap bukan merupakan pengaruh Jepang, melainkan pengaruh dari juragan Cina yang
membuat batik di bengkel mereka. Untuk orang Cina, terutama yang berada di Indonesia, kupu-
kupu merupakan lambang cinta abadi seperti dalam cerita Sampek Engtay.

Motif dominan lainnya adalah bunga. Yang paling sering muncul adalah bunga sakura (cherry) dan
krisan, meskipun juga ada motif bunga mawar, lili, atau yang sesekali muncul yaitu anggrek dan
teratai.

Motif hias yang sesekali muncul adalah burung, dan selalu burung merak yang merupakan
lambang keindahan dan keanggunan. Motif ini dianggap berasal dari Cina dan kemudian masuk ke
Jepang.

Hampir semua batik Jawa Hokokai memakai latar belakang (isen-isen) yang sangat detail seperti
motif parang dan kawung di bagian tengah dan tepiannya masih diisi lagi dengan misalnya motif
bunga padi. Menurut Tamalia, itu menggambarkan suasana saat itu di mana kain sangat terbatas
sehingga pembatik memiliki banyak waktu untuk mengerjakan selembar kain dengan ragam hias
yang padat. Sebagian batik Hokokai ada yang menggunakan susumoyo yaitu motif yang dimulai
dari salah satu pojok dan menyebar ke tepi-tepi kain tetapi tidak bersambung dengan motif
serupa dari pojok yang berlawanan.

Meskipun namanya berbau Jepang dan muncul pada masa pendudukan Jepang, tetapi menurut
Tamalia batik Hokokai tidak diproduksi untuk keperluan Jepang melainkan untuk orang-orang
Indonesia sendiri. Batik-batik itu awalnya dipesan oleh orang dari lembaga Jawa Hokokai untuk
orang-orang Indonesia yang dianggap berjasa dalam propaganda Jepang. Kemudian batik seperti
ini menjadi mode dan banyak orang Indonesia kaya yang ikut membeli batik dengan ciri tersebut.

Yang masih menimbulkan pertanyaan, meskipun pendudukan Jepang atas Indonesia dikenang
sebagai masa penjajahan yang sangat pahit, tetapi mengapa kepahitan itu tidak muncul dalam
ragam hias sama sekali. Justru batik Jawa Hokokai memberi kesan umum sebuah kegembiraan
dengan warna yang cerah, bunga, kupu-kupu, merak. Di sini, memang masih diperlukan riset lebih
jauh mengenai batik ini.

Jawa baru

Setelah Perang Dunia II usai, Jepang takluk dan angkat kaki dari Indonesia, batik sebagai industri
mengalami masa surut. Namun, motif-motif batik terus berkembang, mengikuti suasana. Ketika
itu juga muncul istilah seperti batik nasional dan batik Jawa baru. Batik Jawa baru bisa disebut
sebagai evolusi dari batik Hokokai. Pada tahun 1950-an batik yang dihasilkan masih menunjukkan
pengaruh batik Hokokai yaitu dalam pemilihan motif, tetapi isen-isen-nya tidak serapat batik
Hokokai.

Artisan batik yang kembali mengangkat kembali motif Hokokai adalah Iwan Tirta. Pada tahun
1980-an Iwan menginterpretasi ulang motif batik Jawa Hokokai dalam bentuk desain yang baru. Ia
memperbesar motif bunga seperti krisan dan mawar serta menambahkan serbuk emas 22 karat
sebagai cara untuk mempermewah penampilan batik tersebut. Untuk pergelarannya pada akhir
tahun ini, Iwan juga membuat motif kupu-kupu dalam ukuran besar.

Batik memang bukan asli seni membuat ragam hias khas Indonesia, tetapi sejarah dan
perkembangan batik menunjukkan bahwa batik Indonesia masih yang terbaik.

(Tamat)

INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK


MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
Tags: batik jawa hokokai, batik
0 comments share

Happy Valentine Day


Posted by loemboeng on Feb 13, '09 1:06 PM for everyone

Dear Friends,

Loemboeng Batik mengucapkan selamat hari Kasih Sayang 14 Februari 2009

Have a wonderful valentines day

Nikmati pula penawaran spesial dari kami hingga 15 Februari 2009

Terima kasih.

Salam,

LB Mngt

Tags: valentine
1 comment share

Cerita Batik Jawa Hokokai, Bagian II


Posted by loemboeng on Jan 30, '09 12:38 AM for everyone
Tanda penyesuaian

Iwan Tirta dalam bukunya Batik, A Play of Light and Shades, menyebutkan para juragan batik
memperkenalkan batik Jawa Hokokai sebagai tanda “penyesuaian” kepada penguasa baru supaya
mereka mendapat tempat. Batik Hokokai mengingatkan pada sehelai kanvas, di mana setiap
bidangnya diisi dengan rapat oleh ragam hias. Bunga sakura dimasukkan ke dalam batik Hokokai,
tetapi secara keseluruhan tidak ada pengaruh khusus desain Jepang. Menurut Iwan, batik Hokokai
tampak sebagai evolusi alamiah banyak batik lain di pantai utara Jawa yang dipengaruhi oleh Cina
dan Eropa.

Hermen C Veldhuisen dalam Fabric of Enchantment, Batik from the North Coast of Java, secara
singkat menyebut batik Hokokai dibuat di bengkel-bengkel milik orang Indo-Eropa, Indo-Arab,
dan Peranakan, yang diharuskan bekerja untuk orang-orang Jepang karena kualitas pekerjaan
bengkel mereka yang sangat halus. Sedangkan kain katunnya dipasok oleh orang-orang yang
ditunjuk oleh tentara pendudukan Jepang.

Ciri-ciri kain panjang pada masa ini menurut Veldhuisen adalah penuhnya motif bunga pada kain
tersebut. Meskipun gaya batik ini disebut sebagai diperkenalkan oleh dan untuk Jepang, tetapi
sebetulnya gaya ini sudah muncul beberapa tahun sebelumnya. Bengkel kerja milik orang
Peranakan di Kudus dan Solo pada tahun 1940 sudah menggunakan motif buketan yang berulang,
dengan latar belakang yang sangat padat dan disebut sebagai buketan Semarangan. Kain-kain ini
dibuat untuk Peranakan kaya di Semarang.

Kain batik pagi-sore, yaitu kain batik yang terbagi dua oleh dua motif yang bertemu di bagian
tengah kain secara diagonal, juga bukan merupakan ciri khas batik Hokokai, karena kain pagi-sore
ada kain pagi-sore yang dibuat pada tahun 1930 di Pekalongan. Dengan kain pagi-sore, efisiensi
pemakaian menjadi salah satu tujuan karena selembar kain bisa dipakai untuk dua kesempatan
dengan motif berbeda. Warna yang lebih gelap biasanya dipakai di bagian luar untuk pagi dan
siang hari, sementara bagian yang berwarna pastel dipakai pada acara malam hari.

Meskipun begitu, Veldhuisen menyebutkan batik Hokokai adalah salah satu contoh gaya batik yang
paling banyak berisi detail, menggabungkan ciri pagi-sore, motif terang bulan, dan tanahan
Semarangan. Batik Hokokai menggunakan latar belakang yang penuh dan detail yang digabungkan
dengan bunga-bungaan dalam warna-warni yang cerah. Motif terang-bulan awalnya adalah desain
batik dengan motif segi tiga besar menaik secara vertikal di atas latar belakang yang sederhana.

(bersambung...)

INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK


MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber: http://batikindonesia.info
Tags: batik jawa hokokai, batik
0 comments share

Cerita Batik Jawa Hokokai, Bagian I


Posted by loemboeng on Jan 28, '09 10:14 AM for everyone

Setelah sekian waktu memikirkan tentang berbagai topik paling menarik tentang batik untuk
dibahas di tahun 2009 ini, akhirnya kami memutuskan mengangkat sebuah cerita kuno yang
membuat banyak pecinta batik penasaran akan kisah perjalanan batik satu ini di Indonesia.

Kali ini pihak management kami mengutip sebuah info dari "Batik Indonesia" tentang Cerita Batik
Jawa Hokokai.

Setelah sekian lama mempelajari dan menelusuri tentang apakah batik Jawa Hokokai juga disebut
batik Jawa kuno atau tidak, akhirnya kami dapat memberikan sebuah kesimpulan.
Batik Jawa Hokokai yang mulai dibuat pada tahun 1942 selama masa pendudukan Jepang di
Indonesia, tentu saja termasuk batik kuno jika kita pelajari dari tata bahasa. Namun, dalam
menggolongkan jenis-jenis batik, maka dibuatlah sebuah perbedaan tentang batik Jawa kuno dan
batik Jawa Hokokai.

Batik Jawa kuno ditetapkan sebagai batik dengan motif-motif asli Indonesia (Keraton) yang bukan
saja dibuat pada jaman dahulu melainkan merupakan batik yang khusus digunakan oleh kalangan
tertentu. Sebut saja salah satu motif batik tertua, kawung. Selain itu ada juga Sidomukti, Limaran,
Parang, Gringsing, dan lain-lain.

Bagaimana dengan Batik Jawa Hokokai?

BATIK sangat cepat menyerap unsur-unsur baru yang berada di sekitar masyarakat, terutama
batik-batik dari daerah pesisir. Batik Belanda menjadi istilah khusus untuk menggambarkan
pengaruh orang-orang Belanda di Jawa. Ada batik dengan motif yang berasal dari cerita Si Runjung
Merah (Little Riding Hood), ada motif rangkaian bunga yang diikat pita dan disebut sebagai motif
buketan dari asal kata bouquet. Motif burung hong, singa, merak, adalah beberapa yang
menunjukkan pengaruh Cina.

Ketika Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942-1945 sebagai bagian dari kampanye penaklukan Asia Timur Raya,
pengaruh Jepang juga terasa pada batik-batik di pesisir utara Jawa Tengah. Pada masa itu, dilahirkan batik-batik tulis
yang disebut sebagai batik Jawa Hokokai. Nama ini mengikuti nama organisasi propaganda Jepang yang
mengindoktrinasi semua yang berusia di atas 14 tahun tentang konsep Asia Timur Raya. Mungkin karena periode
pendudukannya yang singkat serta kekejaman Jepang yang luar biasa selama 3,5 tahun masa penjajahan itu, maka
sedikit saja informasi yang tersedia tentang batik Jawa Hokokai. Juga belum ada tulisan yang khusus membahas batik
dari periode ini.

Batik-batik dari era 1942-1945 yang sering disebut sebagai batik Jawa Hokokai ini dipamerkan di Gedung Arsip
Nasional pada tanggal 13 September - 24 September 2000 dari pukul 09.00-16.30, termasuk Minggu. “Pada hari Kamis
(21/9) malam ada presentasi batik Jawa Hokokai dari Iwan Tirta di Gedung Arsip, sebaiknya yang berminat memesan
tempat lebih dulu karena tempatnya terbatas,” kata Tamalia Alisjahbana, Direktur Eksekutif Yayasan Gedung Arsip
Nasional.

 (bersambung...)
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber: http://batikindonesia.info
Tags: batik jawa, batik jawa hokokai, batik
0 comments share

Happy Chinese New Year


Posted by loemboeng on Jan 26, '09 7:30 AM for everyone
Loemboeng Batik mengucapkan SELAMAT TAHUN BARU IMLEK 2560 bagi teman-
teman yang merayakan.

Semoga tahun kerbau yang menuntun pada kerja keras membawa lebih banyak rejeki
& kebahagiaan bagi kita semua.

Terima kasih.

Salam,

LB Management

Tags: chinese new year


0 comments share

Loemboeng Batik Operational Time


Posted by loemboeng on Jan 24, '09 9:57 PM for everyone
Terima kasih atas dukungan teman-teman sehingga tugas CS LB tetap dipercayakan kepada saya
hingga saat ini.

Terkait kepadatan jadwal kuliah dan kerja OFFLINE yang harus saya lakukan, maka saya ingin
menyampaikan bahwa jam operasional Loemboeng Batik secara ONLINE, via:

         Multiply (http://loemboengbatik.multiply.com)


         Yahoo! Messenger &  e-mail (loemboengbatik@yahoo.com)
         Dino Market (http://loemboengbatik.dinomarket.com)
         Face Book (loemboengbatik),

Mulai Selasa, 27 Januari 2009, sebagai berikut:

         Senin – Sabtu : pukul 20.00 – 23.59 WIB


         Minggu           : pukul 07.00 – 23.59 WIB

Dengan demikian pesan yang Anda kirimkan baik via Personal/Private Message, e-mail, maupun
YM akan saya balas pada jam operasional yang telah disebutkan di atas.

Jika Anda membutuhkan informasi terkait Loemboeng Batik secepat mungkin, silahkan hubungi
saya melalui sms ke 081931007179 (pukul 07.00 – 23.59 WIB setiap hari)*.

*Harap menunggu balasan dari saya maksimal 15 menit sejak sms Anda terkirim. Jika dalam 15
menit belum ada balasan dari saya, silahkan kirim kembali sms Anda atau missed call ke
081931007179 (maksimal 3x).

Mewakili LB Management saya mohon maaf atas ketidaknyamanan ini dan mohon pengertian dari
teman-teman semuanya.

Terima kasih.

Salam,

LB CS

(Gabby)

Tags: lb operational time


0 comments share

Batik : Motif Lama & Modern dari Pekalongan


Posted by loemboeng on Jan 1, '09 10:14 AM for everyone
Menjelajahi macam motif dan jenis-jenis batik modern membuat kami sedikit
terkesima dengan upaya yang dilakukan teman-teman kita di Pekalongan untuk menjaga
agar batik tetap exist di mata masyarakat Indonesia khususnya. Kami mengakui,
disamping sisi materi yang diharapkan sebagai pendapatan, upaya mereka tetap patut
kita hargai, mengapa?
1.      Teman-teman di Pekalongan setidak-tidaknya masih berusaha membuat batik
tetap ada. Walaupun beberapa lebih konsen ke produksi batik bergaya modern,
namun mereka tetap memproduksi batik, salah satu budaya Indonesia, yang
tadinya dikira akan segera punah.
2.     Dibandingkan beberapa daerah yang membiarkan batik daerahnya punah begitu
saja, Pekalongan justru menciptakan cooper (cetakan untuk membuat batik tjap)
batik tersebut dan membuatnya dalam versi tjap atau printing, sehingga batal-
lah sudah batik tersebut dari kepunahan. Padahal jika ditelusuri lebih jauh,
batik tersebut bukan khas dari kota Pekalongan.
3.     Pekalongan tetap exist dengan batik original gaya kotanya sendiri (buketan) dan
memiliki banyak pembatik muda yang bisa diandalkan untuk membuat batik tulis
khas Pekalongan ini. Usia batik original kota ini sudah bisa diperkirakan akan
sepanjang masa berdiri kotanya.

Bagaimana pendapat teman-teman tentang hal ini? Kapan sebuah batik masuk ke
dalam daftar koleksi Anda?

Salam,

Loemboeng Batik

Tags: batik tjap, batik jawa, batik tulis, lb's forum, batik, batik tulis canting, 2009, batik printing
16 comments share

Selamat Datang Tahun 2009


Posted by loemboeng on Dec 31, '08 9:49 AM for everyone
Merancang sebuah konsep penjualan baru di tahun yang baru merupakan
tantangan bagi tim management kami. Hingga akhirnya menemukan sebuah
metode penjualan yang berorientasi penuh pada kepuasan konsumen, kami
menyampaikan kepada Anda bahwa Loemboeng Batik 2009 hadir dengan BATIK-
BATIK TERCANTIK sepanjang perburuan kami, tentu saja dengan HARGA yang
LEBIH BERSAING dan KWALITAS PRODUK dan PELAYANAN yang SEMAKIN BAIK.

Peningkatan pengetahuan tentang motif, filosofi dan sejarah-sejarah batik juga


kami tingkatkan untuk memenuhi kebutuhan Anda akan pengetahuan tentang
motif-motif terfavorit sepanjang masa dan mengapa motif tersebut dipilih.

Harapan kami di tahun baru ini (dan tahun-tahun selanjutnya tentu saja) semoga
batik semakin dicintai oleh Bangsa Indonesia.

Kami persilahkan Anda untuk menikmati batik-batik terbaru kami. Silahkan


hubungi customer service kami melalui YM (ID : loemboengbatik@yahoo.com) atau
sms ke 081931007179 jika ada yang ingin Anda tanyakan.

Terima kasih dan selamat tahun baru 2009.

Salam,

Management Loemboeng Batik


Tags: batik tjap, batik jawa, batik tulis, batik, batik tulis canting, batik gedhog, 2009, batik printing
0 comments share

Selamat Natal 2008 & Tahun Baru 2009


Posted by loemboeng on Dec 24, '08 5:54 AM for everyone

We Wish You All

Merry Christmas December 25th 2008

&

Happy New Year January 01st 2009

May The Spirit of Christmas & New Year Bring Us Love, Peace & Joy

May The God Bless All of Us

(Amen)

Regards,

Loemboeng Batik

Tags: christmas
4 comments share

Daftar Penerima Souvenir “Batik dan Alasan Anda Menyukainya”


Posted by loemboeng on Dec 13, '08 3:21 AM for everyone
1.         MP User ID : Indratj100755 (Indra Tjahjani)
”Karena dari kecil kami sudah diperkenalkan dg Batik otomatis kami mencintainya dan sudah merupakan
bagian dari kehidupan kami.
Kami harus tahu apakah motif dikenakan dg benar ataukah terbalik.
Kami harus tahu bagaimana melipat kain dan membuat wiru kain batik.
Kami harus tahu bagaimana merawat kain batik.
Kami harus tahu arah bukaan kalau memakai kain batik, karena pria dan wanita tidak sama.
Hal-hal diatas kami jalani tanpa penolakan tapi penuh rasa cinta untuk melanjutkan Warisan Budaya ”
Salut kami hanturkan untuk Bu Indra. Banyak orang yang kami kenal sudah menggunakan
batik sebagai tradisi dalam adat istiadat kehidupan mereka sejak kecil. Namun, sedikit
mengecewakan kami, mereka tidak mencintai batik seperti yang kami bayangkan sebelumnya.
Mereka tidak benar-benar mempelajari filosofi dari setiap penggunaan batik. Bagi mereka batik
itu merupakan kewajiban untuk digunakan terkait adat. Walaupun suka, mereka tidak benar-
benar cinta akan batik dan tanpa misi ”melanjutkan Warisan Budaya”. Terima kasih karena Ibu
telah menjadi salah satu yang mencintai batik sejak kecil terkait penggunaannya untuk
kehidupan sehari-hari.
”Sekar Jagad adalah yg pertama, walau ada yg mengatakan bahwa hati yg berbunga-bunga kalau
memakainya.....kok saya punya pendapat lain....bahwa dunia ini penuh dengan misteri dimana satu polanya
mewakili satu misteri, bisa penuh kegembiraan bisa juga ada cobaan serta anugerah dari yg maha Agung dan
Maha Esa”
Pilihan yang mengesankan menurut kami Bu, berbeda dengan pendapat kebanyakan orang
yang kami terima soal ketertarikan mereka akan motif sekar jagad.
 
2.         MP User ID : yadasekeluarga (Mila Saibi)
”Saya bukan orang Jawa yang identik dengan batik, saya nggak ngerti soal batik bahkan nggak terlalu
mengenal jenis jenis batik, saya juga nggak terlalu sering pake batik (kalau ada event tertentu saja), tapi saya
suka sekali lihat batik dan bangga kalau bercerita soal batik, karena saya merasa saya orang Indonesia yang
punya tanggung jawab melestarikan budaya bangsa”
Terima kasih karena Mba telah menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang ”suka” dan
merasa ”bertanggung-jawab” dalam melestarikan batik. Walaupun sekarang sudah tinggal di
negri orang tapi Mba masih memikul tanggung jawab ini. Salut dari kami atas solidaritas Mba
yang masih sangat tinggi terhadap kebudayaan Indonesia.
Motif favoritnya kelupaan ya Mba? ^_^
 
3.         MP User ID : Stylishgals (Shinta R)
”Yang pasti saya bangga punya bangsa yg kaya akan budaya terutama punya batik yg nilai2 luhur yg
diwariskan turun temurun”
Terima kasih, karena walaupun mengenal batik di era booming-nya, tapi saya salut akan semangat dan keinginan Mba
untuk mempelajari tiap proses, jenis dan filosofi dari batik. Saya salut karena Mba begitu bangga dan menghargai batik
serta memandangnya sebagai sebuah karya yang layak diwariskan dan tidak sekedar pakaian.
 
Kami telah mengirimkan PM kepada penerima souvenir. Harap segera menghubungi kami jika Anda
tidak menerima pesan yang kami maksud. Judul PM : Penerima souvenir acara “Batik dan Alasan
Anda Menyukainya”
Terima kasih atas partisipasi teman-teman semuanya. Yang belum beruntung nantikan survei kami
yang selanjutnya. Kami mohon maaf apabila dalam pengambilan keputusan ini menyebabkan
teman-teman merasa tidak nyaman atau tidak adil. Kami menilai berdasarkan kata-kata dan
kesesuain antara survei yang kami ajukan dengan jawaban yang diberikan. Yang terpenting dari
semua itu kami menilai makna, rasa dan sentuhan batik bagi Anda sendiri, bukan arti batik dan
efek yang bisa diberikan pada kebudayaan Indonesia maupun dunia.
 
Salam,
 
 
Loemboeng Batik
 
** Kami memohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan penulisan nama
penerima souvenir.
Keputusan murni hasil pertimbangan management Loemboeng Batik tanpa ada campur
tangan dari pihak manapun dan TIDAK DAPAT DIGANGGU GUGAT.
Tags: lb's event, batik
14 comments share

Selamat Hari Raya Idul Adha 10 Djulhijjah 1429 H


Posted by loemboeng on Dec 7, '08 7:56 AM for everyone

Bagi semua teman-teman yang merayakan,


Tags: idul adha, batik
6 comments share

Batik Tak Pernah Lepas dari Kehidupan Orang Jawa - PART III
Posted by loemboeng on Dec 2, '08 12:57 AM for everyone
Pada busana basahan, dodot yang dikenakan dapat berpola Bondhet yang bermakna bundhet,
digambarkan dengan dua tumbuhan yang menjalar dan bertemu ujung-ujungnya, berupa lung-
lungan yang melambangkan dua insan yang selalu bergandengan dalam hidup berumah tangga.
Busana yang dikenakan mempelai wanita kain Sebagen (Chintz) yang dipakai sebagai atasan
maupun bawahan yang bermakna se-perti kain Kembangan saat dihalub-halubi pada malam
midadareni.
Acara resepsi yang selalu mengiringi upacara akad nikah, menghadirkan pola-pola batik yang
penuh makna, baik bagi kedua mempelai maupun orangtua keduanya. Bagi kedua mempelai,
digunakan batik dengan pola-pola saat melaksanakan akad nikah. Bagi kedua orangtua mempelai
wanita dipakai batik berpola Truntum atau pola-pola lain yang sama dengan pola yang dikenakan
besan. Selain pola-pola batik tersebut bisa digunakan pola Nagaraja atau Srikaton.
Nagaraja melambangkan harapan agar dalam kehidupan rumah tangga memperoleh ketentraman,
sedangkan Srikaton merupakan pola jenis Lung-lungan ini melambangkan kelebihan seseorang,
bahwa pemakainya tampak kelebihannya dalam pandangan orang lain. Di kalangan kerabat Pura
Mangkunegaran, pada saat resepsi biasanya pola-pola batik yang digunakan Wahyu Tumurun dan
Ratu Ratih.
Batik juga menyertai kehidupan manusia sampai ajal tiba, yakni pada saat dilaksanakan upacara-
upacara adat Jawa. Sebelum dimasukkan dalam keranda, jenazah selalu ditutup dengan kain batik
berpola Sidamukti, Sidamulya, Sidaluhur, Semen Rama dan Kawung yang bermakna kembali ke
alam suwung atau Slobok. (M Adhisupo)-k

 Selain itu juga digunakan kain batik yang merupakan kesayangan almarhum atau almarhumah
atau kain batik yang semasa hidupnya belum sempat dipakai.
Bagi pelayat, biasanya mengenakan kain batik pola Slobok dari kata lobok atau longgar. Hal itu
mengandung makna agar yang meninggal mendapat jalan lapang sedangkan yang ditinggalkan
melepaskan dengan hati yang longgar atau ikhlas. Pola batik Buket Pakis ciptaan Pura
Mangkunegaran yang dipengaruhi budaya Belanda yang selalu menggunakan karangan bunga
dengan daun pakis sering juga dikenakan pada acara melayat, sebagai pernyataan ikut bela
sungkawa.
Pola batik digunakan dalam Ruwatan, untuk menghilangkan takdir yang tidak baik bagi manusia
sukerta. Misalnya anak tunggal, dua anak laki-laki semua atau perempuan semua dan sebagainya.
Mereka harus diruwat konon kalau tidak, bagi yang percaya akan menjadi mangsa Bethara Kala
atau mendatangkan musibah bagi keluarga. Biasanya ruwatan dilaksanakan dengan tradisi
wayangan dan di atas kelir wayang disampirkan 9 potong kain batik.
”Pola batik tersebut Parang Rusak, Semen Latar Putih, Semen Latar Hitam, Ceplok, Kawung, Krambil
Secukil, Tambal Miring, Slobok dan Poleng Bang Bintulu. Pola Batik yang selalu harus tersedia
Poleng Bang Bintulu, Parang Rusak, Kawung dan Krambil Secukil,” kata Ir Toeti T Soerjanto.(M
Adhisupo)
 
**TAMAT**
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber : http//www.kr.co.id
Tags: batik tjap, jawa, batik jawa, batik tulis, batik, batik tulis canting, makna batik
2 comments share
Batik Tak Pernah Lepas dari Kehidupan Orang Jawa - PART II
Posted by loemboeng on Nov 29, '08 11:48 AM for everyone
Kain batik juga digunakan dalam upacara memasuki usia dewasa, khusus untuk gadis dalam
tarapan (pertama kali menstruasi). Setelah siraman mengenakan kain pola Grompol, lambang
permohonan kebahagiaan dan kesejahteraan yang nggrompol selalu dikitari dan disukai oleh
teman-temannya. Untuk pemuda, batik digunakan saat khitanan dengan mengenakan batik Parang
Pamor yang melambangkan harapan agar setelah dikhitan tumbuh sebagai laki-laki yang cakap
dan berbudi luhur, karena telah pecah ‘pamor’-nya.
Dalam upacara perkawinan yang merupakan peristiwa penting, batik juga berperan penting. Antara
lain untuk lamaran, siraman, akad nikah dan resepsi. Pada upacara lamaran, batik yang digunakan
untuk golongan luhur adalah Parang Rusak atau Parang yang lain. Bagi golongan priyayi, batik
yang dikenakan pola Semen dengan latar putih. Untuk golongan kebanyakan, pola batik yang
dikenakan latar hitam atau jenis Ceplokan.
Pada upacara peningsetan, mengenakan batik Satrya Manah, melambangkan pria tersebut
memanah hati calon istrinya. Sementara calon istri mengenakan batik pola Semen Rante yang
mengandung arti sanggup diikat dalam suatu perkawinan. Tradisi ini menurut Toetti diambil dari
wewarah PB IX sewaktu bertahta. Pada upacara siraman, calon mempelai putri mengenakan kain
batik Wahyu Tumurun dan kemben Bangun Tulak, artinya agar kedua mempelai mendapat
bimbingan dari Allah SWT dan terhindar dari marabahaya.
Orangtua mempelai mengenakan baik Nitik Cakar dengan harapan agar putra-putrinya kelak dapat
mencari nafkah dengan mudah seperti ayam mengais makanan, dan tidak tergantung pada kedua
orangtuanya. Dalam upacara ini juga bisa mengenakan batik Wora-wari Tumpuk, melambangkan
rezeki yang berlimpah-limpah atau grompol. Menyusul upacara siraman membuat riasan awal paes
dan calon mempelai putri mengenakan kain Sawitan yang terdiri kain Kembangan yang sama, baik
untuk kebaya maupun kainnya.
Kain Kembangan merupakan wastra yang polanya dibuat dengan jahitan-jahitan atau ikatan-ikatan
(jumputan) sebagai perintangnya dan kemudian dicelup. Makna kain Sawitan adalah bersih lahir
maupun batin, suatu pernyataan keikhlasan untuk mengarungi hidup berumah tangga.
Pada upacara midadareni, yaitu malam sebelum keesokan harinya dilaksanakan upacara akad
nikah, calon pengantin pria yang datang berkunjung ke rumah calon mertuanya mengenakan
busana Jawi Jangkep, dengan kain batik berpola Semen Rama atau Satriya Wibawa (bagi Kraton
Surakarta). Sedangkan untuk masyarakat pada umumnya, kain yang dikenakan adalah Wahyu
Tumurun.
Untuk akad nikah, calon pria mengenakan batik dengan pola yang berawal dengan Sida. Misalnya
Sidamulya, Sidamukti, Sidaluhur tanpa prada bila berpakaian Jawi Jangkep atau Lengenharjan.
Makna filosofis Sidamulya, dengan harapan agar hidupnya kelak mulia. Sidaluhur, dapat mencapai
kedudukan tinggi jadi panutan masyarakat. Sidaasih, agar dalam hidupnya mendapat kasih sayang
dari sesama. Sida-mukti, mempunyai harapan dalam hi-dup mencapai kebahagiaan lahir batin dan
mendapat kedudukan terhormat.
 
(bersambung...)
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber : http//www.kr.co.id
Tags: jawa, batik jawa, batik, makna batik
2 comments share

Batik Tak Pernah Lepas dari Kehidupan Orang Jawa - PART I


Posted by loemboeng on Nov 26, '08 8:04 AM for everyone
BAGI orang Jawa batik tak pernah lepas dari kehidupan, sejak masih dalam kandungan ibu hingga
ajal menjemput, batik selalu menyertai kehidupan manusia Jawa. Setiap pola atau corak batik
tradisional selalu mengandung nilai-nilai adiluhung, terutama yang bermula dari Keraton
Yogyakarta dan Surakarta. Ragam hias yang menyusun polanya selalu mempunyai arti filosofi.
Lebih-lebih ragam hias yang menampilkan pengaruh agama Hindu.

”Seperti garuda yang terdiri sawat, lar dan mirong, lidah api, pohon hayat dan sebagainya,” kata Ir Toetti T Soerjanto,
Kurator Museum Batik Danar Hadi Surakarta saat menguraikan pola batik, ragam hias penyusun dan arti filosofinya di
depan peserta seminar ‘Pengembangan Batik Tulis Tradisional’ yang digelar Jogja Heritage Society (JHS) belum lama
ini.
Menurut mantan Kepala Balai Batik Yogyakarta ini, batik memiliki dua keindahan, yaitu keindahan visual dan
keindahan spiritual yang ditampilkan oleh arti filosofisnya, dan ini tidak ada pada batik-batik di negara lain. Pola batik
di Jawa mempunyai arti yang sakral untuk berbagai upacara, dari mitoni, kelahiran, memasuki usia dewasa, perkawinan
sampai kematian.
Batik untuk upacara mitoni diperlukan enam macam kain batik dan satu macam kain lurik. Batik ini digunakan setelah
upacara siraman yang mengawali upacara mitoni (tujuh bulan usia bayi dalam kandungan). Artinya, batik digunakan
ketika anak manusia masih dalam kandungan. Calon ibu berganti busana sebanyak tujuh kali dengan pola batik berbeda.
Antara lain Sidamulya, Sidaasih, Sidamukti, Sidaluhur, Sidadadi.
Semuanya itu mengandung arti filosofis sendiri-sendiri sesuai dengan macam batik. Selain itu juga diperlukan batik
babon angrem yang melambangkan kasih sayang dan kesabaran seorang ibu. Wahyu Tumurun melambangkan
permohonan agar selalu mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT. Semen Rama sebagai perlambang agar
anak yang dilahirkan nanti mempunyai budi pekerti luhur seperti yang dimiliki raja.
”Sedangkan kain lurik digunakan lurik pola Yuyu Sekandhang adalah lambang harapan agar si anak yang masih di
dalam kandungan kelak dikaruniai rizki berlimpah, mempunyai banyak anak seperti yuyu (kepiting). Makna dari
upacara mitoni ini agar calon ibu dapat melahirkan dengan mudah dan lancar, semudah pakaian berganti tujuh kali,” ujar
Toetti T Soerjanto.
Batik juga menyertai kelahiran yang digunakan untuk alas yang disebut kopohan (basahan). Batik ini sudah lawas, milik
nenek si bayi. Ini mengandung arti agar bayi kelak dikaruniai usia panjang seperti neneknya. Pola batik itupun
mempunyai arti filosofi yang baik, sehingga kebaikan itu akan terbawa oleh bayi yang masih suci hingga dewasa nanti.
Kain batik kopohan ini selanjutnya disimpan dan dirawat oleh orangtua bayi sebagai pusaka.
Saat menanam ari-ari, ayah bayi mengenakan busana Jawa lengkap, kain batik latar hitam dan menggendong kendil
berisi ari-ari, dengan kain batik Sidamulya, Semen Rama, Sidaasih dan lain-lain, yang disebut kain gendhongan. Itu
semua mengandung makna yang baik-baik. Bagi kerabat keraton, kain gendhongan berpola Parang Rusak,
melambangkan bayi itu masih trahing luhur atau keturunan bangsawan.

(bersambung...)

INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK


MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber : http//www.kr.co.id
Tags: batik jawa, jawa, batik, makna batik
1 comment share

Batik dan Alasan Anda Menyukainya


Posted by loemboeng on Nov 20, '08 11:58 PM for everyone
Mari kita berbagi cerita...
Dalam blog ini, kami meminta teman-teman untuk membagi cerita tentang
mengapa anda menyukai batik dan motif batik apa yang menjadi favorit anda
(akan lebih baik jika disertakan alasan mengapa anda menyukai motif tersebut). 3
“jawaban” yang menurut manajemen LB paling menarik akan mendapat souvenir
berupa syal batik tulis motif Djawa kuno berukuran 100 x 10 cm.
Syarat dan ketentuan :
 Program ini dimulai pada 21 November 2008 dan berakhir pada 12
Desember 2008
 Berlaku bagi semua pecinta batik tanah air
 Kriteria “jawaban menarik” mutlak diputuskan oleh pihak penyelenggara
(dalam hal ini LB)
 Bentuk jawaban “bebas” (dalam bentuk cerita maupun jawaban singkat)
 Pengumuman “3 jawaban termenarik” pada 13 Desember 2008
 Souvenir akan dikirimkan pada 22 Desember 2008
 Biaya pengiriman souvenir ditanggung oleh partisipan
 Motif syal ditentukan oleh pihak LB

Salam,
Loemboeng Batik
Tags: motif favorit kami, batik tjap, batik tulis, batik tulis canting, special offer, batik gedhog, lb's
event, batik printing

"Malam" Batik, Berbahayakah???


Posted by loemboeng on Jan 14, '10 8:58 AM for everyone

Sempat menyinggung soal canting listrik beberapa saat yang lalu, membawa topik kita hari ini
membahas soal malam yang digunakan pada proses membatik.

Canting listrik yang tujuan penciptaannya untuk menghindarkan pembatik dari "bahaya" tercium
asap hasil pembakaran malam saat ini masih belum marak digunakan. Apakah benar, malam yang
digunakan pada batik mengandung bahan berbahaya bagi paru-paru kita???

Sebagian besar komposisi malam batik yaitu: lilin, gondorukem, kote, parafin dan minyak.

Bahan-bahan seperti parafin kita ketahui menjadi campuran pada pembuatan sediaan beberapa
macam obat. Namun, bagaimana kita bisa memastikan keamanannya???

Sayang sekali kami sendiri tidak berhasil mengumpulkan data empiris untuk memaparkan tentang
tidak bahayanya asap hasil pembakaran malam batik ini. Namun perlu diingat, hal ini bukan menjadi
rujukan bahwa kita bisa mencium asap hasil pembakaran begitu saja. Penggunaan masker tetap kami
rekomendasikan. Walaubagaimanapun, asap-asap yang berasal dari mana saja dapat membantu
terbentuknya timbunan plak pada saluran pernapasan yang komplikasinya ke berbagai penyakit
saluran pernapasan, termasuk paru-paru.

Kami akan terus mencari bukti empiris tentang tingkat keamanan malam batik ini. Kami mohon
bantuan jika teman-teman mengetahui nara sumber yang bisa dijadikan acuan.

Terima kasih.

Salam,

Canting Listrik
Posted by loemboeng on Jan 12, '10 10:02 AM for everyone

Wah, ada satu perkembangan lagi di dunia perbatikan. Canting Listrik. Sempat
tercengan beberapa saat ketika kami membayangkan kesenian tradisional
Indonesia ini dibuat menggunakan alat yang berbasis teknologi modern.

Sejak dipublish oleh batik.go.id pada 11 Desember 2009 kemarin, ada beberapa
kontroversi juga yang sampai ke telinga kami. Banyak yang kurang setuju perihal
penggunaan Canting Listrik ini walau dengan tujuan agar menjaga kondisi udara
disekitar wilayah pembatikan tetap bersih dan bebas dari asap hasil pembakaran
malam. Selain itu sekaligus merupakan yang terpenting, untuk mencegah
terhirupnya asap ini dalam jumlah banyak oleh pembatik.

Masalahnya adalah, apakah pembatik kita bersedia melepas canting lama dan
beralih ke yang baru? Dari segi form, canting baru ini memang agak sedikit
berbeda dari bentuk canting yang seharusnya. Kami sendiri belum mencoba,
namun sejauh ini, pembatik kami tidak tertarik mengganti canting lama-nya.

Adapun beberapa hal yang menjadi rancu mengenai asap hasil pembakaran
malam. Sejauh yang sudah kami pelajari, asap hasil pembakaran malam tidak
menimbulkan zat kimia beracun yang dapat menyebabkan penyakit akut atau
kronis berbahaya (misalnya: kanker) maupun ringan pada paru. Oleh karena itu,
hingga saat ini penggunaannya masih terus berlanjut dan tidak mendapat
larangan dari pihak-pihak terkait yang berwenang.

Jika teman-teman mengetahui daerah mana yang sudah menggunakan Canting


Listrik ini, kami mohon kesediaannya untuk berbagi informasi. Kami ucapkan
terima kasih sebelumnya.

Di kesempatan selanjutnya, kami akan menguraikan tentang hasil pembakaran


malam yang digunakan untuk membatik. Meliputi keamanan dan dampaknya bagi
pembatik dan lingkungan. Selanjutnya akan kami sertai tips yang dapat membantu
pembatik memelihara kwalitas udara di sekitar tempat pembatikan agar bersih
dan menjaga paru tetap sehat.

Terima kasih.

Salam,

LB

Tags: batik, canting listrik, loemboeng batik

Batik Gedog Tuban


Posted by loemboeng on Nov 16, '08 8:45 AM for everyone
Batik Gedog Tuban is a traditional painting Batik from Tuban - East Java. Kerek, a region of Tuban
is well known as central of Batik Gedog.

This kind of Indonesian Batik is a masterpiece of cultural creation which the existence still accepted
by society until now. There’s many value of art and cultural content that represented by the Batik,
so that this kind of batik have its own special characteristic.

Tuban, as one of the town which located in the east of Java Island, has an unique culture. It’s called
unique, because in this town there are 3 of culture that influenced the society. That 3 of culture
influencing one to another, and they are still exist and develop. That 3 of culture are Majapahit
Kingdom, Islam and Chinese. Culture of Majapahit Kingdom influenced Tuban, because region of
Tuban was included in power of Majapahit, when this Kingdom was in command. Then, Islam
culture, developed by Sunan Bonang, a religious leader that propagating Islam around Tuban
through his art creations. While Chinese culture came to Tuban, because in Majapahit Kingdoms’
era , Tuban was one of the biggest harbor. And from this harbor Kubilai Khan came into Majapahit,
also as well as running away from empire of Majapahit. And until nowadays, the generations of
Kubilai Khan’s solders living in Tuban.

Hence, when we perceives motif of Batik Gedog, we can find that 3 of cultures influences the every
details. Such as the bird picture that being a motif of Batik Gedog, is bird called “ Hong”, which is a
bird from China, and never be found in Tuban. Then, flower motifs, we can found in common
batik’s motif along of Java Island. The last, culture of Islam represented by the religious name of
Batik Gedog’s motifs such as Kijing Miring,etc.

Batik Gedog has so many kinds of motif and design , such as Ganggeng,Kembang Randu, Kembang
Waluh, Cuken, Melati Selangsang, Satriyan, Kijing Miring, Likasan Kothong, Guntingan, Panjiori,
Kenongo Uleren, Panji Krentil, Panji Serong, and Panji Konang. The last 3 of motifs, in former was
only wears by the prince. Then Panji Krentil that has indigo color, believes have a power to healing
some diseases.

Former, Batik Gedog only use or wear in a tradional ceremony such as earth alms (sedekah bumi),
wedding, and funeral. But by the time, Batik Gedog now, is also use as a daily clothes and other
functions such as such as souvenirs, like tablecloth, bad cover, and also wall’s decoration.
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber : http://www.articlesbase.com
Tags: batik tulis, batik tulis canting, batik gedhog
4 comments share

Batik Jawa Timur Batiknya Tulis, Tetapi Tidak Ada Pasar


Posted by loemboeng on Nov 12, '08 2:09 AM for everyone

 “Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela saja memakai batik di setiap kesempatan. Kita yang
punya batik, justru hanya memakai pada saat-saat tertentu.” Mungkin ini kalimat paling pedas
untuk menggambarkan posisi batik Indonesia. Saat ini, batik berasosiasi dengan acara seremonial.
Batik kini tidak lagi menjadi pakaian sehari-hari. Bagi Shahputra, Ketua Asosiasi Produsen dan
Eksportir Handicraft Indonesia (Asephi) Jawa Timur, kondisi batik saat ini sebenarnya sangat
menyedihkan. Shahputra merasa beruntung dengan adanya kiprah Go Tik Swan, Iwan Tirta, Danar
Hadi, Obin, Carmanita, dan perancang lain. Mereka telah memberi nilai tambah bagi batik
Indonesia, sehingga batik terus bertahan dan menjadi produk global. “Apalagi mantan Presiden
Abdurrahman Wahid lebih sering menggunakan batik daripada safari sehingga ikut
mempromosikan pemakaian batik,” ujarnya.

Batik yang dipuja-puja sebagai salah satu identitas keindonesiaan, tidak otomatis mengangkat harkat hidup perajinnya,
di antaranya perajin batik Jawa Timur. Perkembangan batik di Jatim agak lambat dibandingkan dengan batik Jawa
Tengah. Mungkin karena batik di Jawa Tengah dan Yogyakarta memiliki patron dari kalangan keraton sehingga selalu
ada inovasi.

***

PADA zaman penjajahan Belanda, batik dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yakni batik
vorstenlanden dan batik pesisir. Yang disebut batik vorstenlanden menurut buku Ungkapan Sehelai
Batik karya Rahmaniar Soerianata Djoemena adalah batik dari daerah Solo dan Yogyakarta. Yang
dinamakan batik pesisir adalah semua batik yang pembuatannya dikerjakan di luar daerah Solo dan
Yogyakarta. Pembagian asal batik dalam dua kelompok ini terutama berdasarkan sifat ragam hias
dan warnanya.

Batik Jatim mempunyai perbedaan mencolok jika dibandingkan dengan batik Jawa Tengah. Batik Jawa Tengah
pedalaman dari Solo dan Yogyakarta, menggunakan warna-warna sogan, indigo, hitam dan putih. Jawa Tengah
mempunyai motif dasar yang relatif terikat pada pakem tertentu. Motif-motif ini mempunyai sifat simbolis dan
berlatarkan kebudayaan Hindu-Jawa.

Ragam hias batik Jawa Timur bersifat naturalis dan dipengaruhi berbagai kebudayaan asing terlihat
sangat kuat. Warna-warna yang dipakai batik Jawa Timur tampak lebih cerah.

Batik Jawa Timur sebenarnya tersebar merata di seluruh wilayah Jatim. Hanya saja ada lima wilayah
di mana perajin batik lebih banyak ditemukan, yakni di Madura, Tuban, Sidoarjo, Tulungagung,
dan Banyuwangi. Sifatnya yang menyebar se-antero Jatim inilah yang membuat para perajin itu
jalan sendiri-sendiri. Ditambah tidak ada wadah yang menyatukan mereka, sehingga
perkembangannya sangat lambat.

Perkembangan yang lambat ini jika dibandingkan dengan batik Jawa Tengah, ternyata juga
berdampak pada cara produksi. Hanya sedikit -kalau tidak boleh dikatakan tidak ada- perajin batik
yang membuat batik cap. Batik Jawa Timur tetap terpelihara sebagai batik yang pembuatannya
menggunakan malam. Pemakaian cap dari tembaga hanya dilakukan untuk motif pinggir kain atau
motif tertentu. Proses manual itu ternyata memakan waktu cukup lama. Untuk membuat satu kain
batik ukuran 250 x 85 sentimeter memerlukan waktu satu minggu sampai 10 hari. Itu pun masih
tergantung pada motif yang dipakai. Jika motif yang dipakai rumit dan warna yang digunakan
sangat sulit pemunculannya, seorang perajin bisa menghabiskan waktu tiga bulan untuk
menyelesaikannya.

“Mungkin kalau memakai warna-warna sintetis kita bisa sedikit menghemat waktu, tetapi karena
kita memakai warna-warna alam maka kita harus mengulang pewarnaan berkali-kali agar warna
yang dikehendaki bisa muncul. Ini yang membuat proses pembuatannya sangat lama,” kata salah
seorang pengrajin batik gedog Tuban.

Namun, walau harga batik sangat menjanjikan, tetapi sebenarnya ada kekhawatiran dari para
perajin di Jawa Timur. Komunitas mereka yang tersebar di seluruh Jatim, menyulitkan mereka
menciptakan pasar. Para perajin batik sangat menyadari, pembeli lebih senang datang ke satu
tempat yang jelas yang terdiri dari bermacam-macam pembatik, daripada keluar masuk desa
untuk mencari batik yang sesuai selera.

Yang bisa mereka lakukan hanyalah rajin mendatangi kantor Departemen Perindustrian dan
Perdagangan (Depperindag), baik tingkat kabupaten maupun propinsi. Mereka berharap, jika ada
pameran atau pemda membutuhkan cinderamata, Kandep mengambil batik contoh. Setelah itu,
mereka hanya bisa menunggu hasil promosi dari mulut ke mulut. Jika keadaan ini terus berlanjut,
profesi sebagai pembatik akan semakin tidak diminati karena pemilik batik hanya bisa memberikan
pekerjaan berdasarkan pesanan yang masuk. Kalau tidak ada pesanan, ya tidak ada pekerjaan , dan
tidak ada upah. Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), yang dibentuk secara nasional untuk
membantu para perajin batik dalam pengadaan bahan baku dan pemasaran, ternyata juga tidak
bisa membantu perkembangan batik Jatim.

Yang diinginkan para perajin batik hanyalah tempat berkumpul dan berkembang bersama. Mereka
tidak ingin membangun perusahaan batik besar di mana akhirnya keberadaan para perajin itu luluh
ke dalam perusahaan tersebut.

Menurut seorang pengrajin batik Sidoarjo, kehadiran perusahaan besar justru akan mengganggu
jaringan pasar tradisional yang selama ini mereka tekuni. “Perusahaan besar akan hadir dengan
kekuatan modal, kesiapan institusional, keandalan manajemen, dan memiliki akses pasar yang
luas. Namun, kehadirannya ternyata menghancurkan jaringan pasar tradisional yang selama ini
diisi para perajin batik kelas teri dari lapisan bawah,” katanya.
Para perajin kecil yang tidak mampu bersaing meraih pasar, akan menggantungkan diri kepada perusahaan besar yang
baru berdiri itu. Mereka yang masih bisa bertahan, akhirnya hanya menjadi pemasok produk batik kepada perusahaan
batik besar yang biasanya menampung dengan harga relatif rendah.

Melihat tingginya keinginan para perajin tersebut, memang sudah sewajarnya pemerintah mulai
memikirkan menyediakan tempat komunitas perdagangan untuk perajin batik. Tempat seperti
Pasar Klewer di Solo lebih mempunyai arti bagi mereka daripada Gedung GKBI yang megah di Jalan
Jenderal Sudirman, Jakarta. Mungkin pembatik yang pernah masuk ke gedung tersebut masih bisa
dihitung jumlahnya.

INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK


MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK

Sumber : (M Clara Wresti/Agnes Swetta Pandia) Kompas Cetak, Jakarta

Tags: desa batik, batik tulis


3 comments share

Ditenun Secara Tradisional


Posted by loemboeng on Nov 9, '08 12:01 AM for everyone
Ditenun secara tradisional, dibatik dengan warna alam. Unik dan berciri khas. Tak hanya
warga lokal yang suka, tapi juga turis mancanegara.
"Dog..., dog..., dog..., dog...," suara kayu yang saling beradu terdengar di sudut desa, dibalik
rumah-rumah penduduk di Kecamatan Kerek Tuban. Berirama pelan bagai ketukan drum, tiap lima
detik. Sesekali suara itu berhenti, menghadirkan kesenyapan. Tak lama, suara itu terdengar lagi,
menghadirkan ritme yang sama.
Ya, suara itu bersumber dari sebuah alat tenun yang terbuat dari kayu jati, yang dihentakkan.
Sepasang tangan perempuan tampak sangat terampil memainkan alat tenun tradisional dan
sederhana, yang sudah puluhan tahun usianya. Kedua belah tangannya menghentakkan alat tenun,
sambil sesekali menata puluhan benang yang berjajar rapi, siap ditenun menjadi sehelai kain.
Sumirah, warga Desa Margorejo Kecamatan Kerek, Tuban yang berada di balik alat tenun itu
bertutur, setiap kali alat tenun itu digunakan untuk menenun benang akan menghasilkan suara
dog... dog... yang terdengar sangat khas. "Makanya, kain tenun yang dihasilkan diberi nama tenun
gedog," katanya dengan logat Jawa kental, sambil tersenyum.
Sambil terus menenun, Sumirah, 70 tahun, bercerita dirinya telah ditinggalkan suaminya sejak
puluhan tahun lalu. Ia memiliki seorang anak yang kini sudah berputra satu. Berkali-kali sang anak
mengajaknya hidup satu rumah. Tapi Sumirah menolaknya. Ia memilih tetap hidup sendiri di
rumahnya yang juga sudah tua, sambil terus membuat tenun gedog sebagai penyambung
hidupnya yang kian renta.
“Saya tidak punya sawah, juga sudah tidak kuat buruh di sawah. Jadi, satu-satunya yang bisa saya
kerjakan ya menenun,” katanya lagi. Saat itu, dia sedang nggarap pesanan seorang pedagang,
sepanjang enam meter. Dalam kondisi normal, ukuran itu biasanya bisa diselesaikan dalam tiga
atau empat hari. Tapi dalam kondisinya sekarang, Sumirah baru bisa menyelesaikan dalam waktu
tidak tentu. Kadang seminggu bahkan sepuluh hari.
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
http://dongengdalam.blogspot.com
 
Tags: batik gedhog
6 comments share
History Of Batik (www.aboutbatik.com version)
Posted by loemboeng on Nov 8, '08 11:19 PM for everyone
History of Batik is believed to have originated in China, or more specifically in Yunnan. Until these
days, batik is still the main attire of the Yunnan women and they consider batik as one of their
heritage. This maybe due to the weaving machine invented by the Chinese that spurred the
production of fabrics in Asia, including batiks and sarongs before they made their ways to
neighboring people in Thailand, Cambodia, Vietnam and Peninsular Malaysia and Indonesia. Some
say the word is of Malay roots and translates "to write" or "to dot".

Batik is an art medium and methodology for creating design, usually on cloth, by applying wax to
portions of the material and then dyeing it, then removing the wax. This can be done to make
vibrant colors and incredible designs.
Although the exact origins of batik are unknown, it is most common on the island of Java,
Indonesia. It is known when the art of batik was first practiced in Java, batik belonged only to
royalty and families of wealth and position. It was a hobby for the royal woman. Aristocrats and
royalty had certain designs identifying a family, social status or geographical location on the
island. Many of these designs have survived to this day. Today it is believed that certain patterns
have special meanings and are thought to bring the wearer good luck, wealth, prosperity, health,
etc.

Currently, batik art has spread to India, China, Malaysia, Europe and Africa. It has become a skill
and art of many great cultures. Today it is worn world wide by men and women, and can be seen
almost anywhere. Artists typically decorate their batik fabrics in any way they are inspired. Because
the art is becoming more and more popular there are lots more resources for the artists. This is
creates many types of new designs, colors, and patterns.
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber: http://www.aboutbatik.com/historyofbatik.php
Tags: history of batik
1 comment share

Desa-desa Batik di Jawa Timur


Posted by loemboeng on Nov 8, '08 4:23 AM for everyone

Ketika batik tulis Jawa Timur mulai mendunia, juragan batik di Desa Jetis, Kecamatan Kota,
Sidoarjo, justru kesulitan mencari pembatik. Padahal sejak tahun 1922, desa yang letaknya 25 km
di selatan Surabaya itu mempunyai predikat sebagai ”kampung batik”. Dulu hampir di setiap rumah
bisa ditemukan orang sedang membatik. Kampung batik itu sekarang tinggal kenangan. Yang
tinggal hanya toko-toko penjual pakaian batik, busana muslim, dan kaos. Sedangkan perajin batik
yang tersisa tinggal 15 orang. Akibat kurangnya tenaga pembatik di Desa Jetis, akhirnya
penggarapan batik terpaksa dilimpahkan kepada pembatik di Tulungagung, Jawa Timur, dan
Pekalongan, Jawa Tengah. Upaya itu ternyata memunculkan problem baru dan lebih rumit.
Berhubung pembatiknya berada di luar Sidoarjo, juragan harus bolak-balik mengambil batik serta
menyerahkan bahan baku. Sistem ini menimbulkan biaya tinggi, dan lebih berat lagi jika pembatik
minta seluruh biaya hidup sekeluarga ditanggung juragan batik.

Persoalan semacam ini membuat pengusaha batik di Desa Jetis hilang satu per satu dan kini
tinggal 15 industri rumahan batik di desa itu. Memang ada keinginan bangkit kembali, tetapi
agaknya tenaga sudah terkuras habis, sehingga kerajinan batik di kampung batik tinggal
menunggu lonceng kematian.

Nasib usaha batik rumahan ini pun makin sekarat dengan tumbuhnya desa batik baru di
Kecamatan Tulangan Sidoarjo. Segala upaya ditempuh misalnya dengan berinovasi untuk
menghadapi “serangan” pemain baru di dunia perbatikan. Apalagi, pendatang baru itu lebih berani
dalam menampilkan corak dan warna. Sementara perajin batik Desa Jetis tidak mau melanggar
pakem peninggalan leluhurnya. Faktor ini agaknya membuat batik Desa Jetis sebagai cikal bakal
perbatikan di Jawa Timur sulit menembus pasar. Saingannya berat karena pendatang baru lebih
berinovasi dan tekun dalam upaya pemasaran.

Pemain baru dalam bisnis batik ada yang berani melahirkan corak batik tanpa tema tertentu atau
menujukkan ciri khas daerah pembuatannya.

Tumbuhnya desa batik baru, merupakan upaya dari salah satu pengrajin batik. Di desa yang
letaknya 36 km di selatan Surabaya itu, memang hanya ada satu perajin batik. Tetapi, sejak tahun
1998 ia telah mengajak hampir seluruh ibu rumah tangga dan remaja bekerja sebagai pembatik.

***

BATIK Jawa Timur yang paling khas adalah batik Tuban. Kenapa, karena proses pembatikan di
Tuban vertikal dan merupakan satu kesatuan (integrated). Maksudnya, bahan kain yang digunakan
untuk membatik dipintal langsung dari kapas. Jadi gulungan kapas dipintal menjadi benang, lalu
ditenun, dan setelah jadi selembar kain lalu dibatik. Batik ini kemudian disebut batik gedog.

Dalam buku Batik Fabled Cloth of Java karangan Inger McCabe Elliot dikatakan, sebenarnya batik
Tuban mirip dengan batik Cirebon pada pertengahan abad ke-19. Kemiripan ini terjadi pada
penggunaan benang pintal dan penggunaan warna merah dan biru pada proses pencelupan.
Namun, ketika Kota Cirebon mengalami perubahan dramatis dan diikuti dengan perubahan pada
batiknya, batik Tuban tetap seperti semula.

Menurut salah seorang pembatik gedog dari Tuban, batik gedog sebenarnya hampir punah. Ini
disebabkan orang sudah tidak suka lagi memintal benang. “Kalau membatik, orang masih senang.
Tetapi memintal benang, sangat jarang orang mau. Paling hanya ibu-ibu tua yang mau karena
sudah tidak kuat lagi ke ladang. Tetapi, untuk membatik matanya juga sudah tidak mampu.
Mungkin karena ongkos memintal itu hanya Rp 6.000 Rp 8.000 per gulungan benang, sehingga
orang enggan memintal benang,” kata pembatik tersebut.

Bagi warga Desa Kedungrejo sendiri, pekerjaan yang paling baik adalah bertani. Sedangkan batik
dibuat hanya untuk mengisi waktu luang, saat tanaman sudah ditanam, dan mereka hanya tinggal
menunggu waktu panen saja. “Jadi bagi warga desa, batik itu tidak penting,” ujarnya.

Namun sekarang batik gedog sudah mulai menggeliat. Itu karena pembatik Tuban mulai menyadari
bahwa batiknya unik dan cocok dengan selera masyarakat kelas menengah atas, termasuk turis
mancanegara.

***

KALAU perempuan Tuban membatik karena menunggu masa panen, perempuan di Tanjungbumi,
Bangkalan, Madura, membatik karena menunggu kedatangan suaminya. Kepala rumah tangga di
Tanjungbumi, Bangkalan sebagian besar bermatapencarian sebagai nelayan. Dan kalau sudah pergi
menangkap ikan, mereka bisa pergi berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan.

Bagi perempuan Tanjungbumi, menunggu kedatangan suami merupakan saat-saat paling panjang
dan menegangkan. Mereka selalu gelisah apakah suaminya bisa pulang kembali dengan selamat
dan bisa membawa uang untuk biaya rumah tangga. Untuk mengurangi rasa gelisah tersebut,
akhirnya mereka mulai belajar membatik. Namun, hingga kini belum ada yang dapat memastikan
kapan para istri itu mulai membatik.

Yang menjadi kekhasan batik Tanjungbumi adalah selalu ada warna merahnya, dan ada cecek (titik-titik).

Namun, walau sudah menjadi industri rakyat dan dikenal oleh penggemar batik Tanah Air, tetapi
Tanjungbumi masih menemui kesulitan dalam pemasaran, baik pasar dalam negeri maupun pasar
luar negeri. Kalaupun ada batik Tanjungbumi ditemukan di luar negeri, itu bukan hasil pemasaran
para perajin ke luar negeri, melainkan dibawa oleh para wisatawan asing.

“Sayang wisatawan asing itu datang ke sini hanya kalau ada karapan sapi. Mereka nonton karapan,
lalu pulangnya mampir ke sini. Kalau khusus datang ke sini untuk memborong batik, wah jarang
sekali,” kata salah seorang pengrajin batik.

INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK


MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK

Sumber : (arn/eta) Kompas Cetak, Jakarta

Tags: desa batik, batik tulis


15 comments share

Batik Gedog, Pertahankan Warna Alami


Posted by loemboeng on Nov 6, '08 10:44 AM for everyone

BATIK gedog dari Tuban, merupakan salah satu khasanah batik Nusantara. Kendati tidak setenar
batik Solo, Jogya atau Pekalongan — batik gedog dari Jawa Timur ini tetap sarat akan makna. Baik
yang bersifat filosofis maupun kekuatan ekonomis. Ini terlihat pada motif-motif yang unik.

Dalam buku Batik Fabled Cloth of Java karangan Inger McCabe Elliot dikatakan sebenarnya batik
Tuban mirip dengan batik Cirebon pada pertengahan abad ke-19. Kemiripan ini terjadi pada
penggunaan benang pintal serta penggunaan warna merah dan biru pada proses pencelupan.
Namun ketika Kota Cirebon perubahan dramatis dan diikuti dengan perubahan pada batiknya,
batik Tuban tetap seperti semula.

Salah satu ciri khas batik gedog dari Tuban adalah serta benangnya yang kasar. Menurut Aslichah, seorang pedagang
batik gedog Tuban, biasanya perajin membuat tiga variasi ukuran kain tenun selain ukuran baku tersebut. Yakni panjang
dua meter, tiga meter dan ukuran khusus untuk taplak atau keperluan lainnya.

Selain panjang kain yang beragam, setiap kain juga memiliki kerapatan yang berbeda. Struktur
tenunan yang merangkai kain itu akan menentukan bentuk perlakuan yang akan diterima oleh kain
selanjutnya. Misalnya kain seser yang mempunyai kerapatan rendah. Jalinan benang penyusun kain
tersusun jarang-jarang sehingga terdapat celah antarbenang yang berbentuk kotak-kotak.
Akibatnya kain seser ini tidak dapat diberi motif batik seperti yang saat ini sedang dikembangkan
oleh para perajin.

“Kalau mau dibatik, mending buat tenun putihan saja yang tenunnannya rapat dan kainnya lemas,”
kata Aslicah. Yang juga menjelaskan bahwa sulur warna-warni dalam selembar kain yang
dihasilkan tergantung pada benang, jadi bukan dari celupannya. Setiap kali menenun, setiap
benang sudah diberi warna sendiri. Sehingga warna yang dihasilkan dalam setiap helai kain
merupakan ‘warna asli’ kain itu.

Hal ini berbeda dengan beberapa jenis kain tenun yang pewarnaannya dilakukan usai kain selesai
ditenun. “Khusus untuk tenun gedog batik, proses pembatikan dilakukan setelah kain putihan
selesai ditenun. Prosesnya sama seperti membatik kain biasa,” tambahnya.
Guna memperoleh warna batik yang sangat alami, bisa dilakukan dengan inovasi alami. “Semua
daun, pohon serta tumbuhan, merupakan sumber warna alam. Ciri khas batik gedog warnanya nila,
agak kegelapan sebagai identitas batik gedog. Sedang motif yang tetap abadi adalah panjiori,
kenongo, uleren, ganggeng, panji krentil, panji serong dan panji konang. “Tapi konon batik panji
krentil, panji serong dan panji konang adalah batik yang dikenakan pangeran. Batik panji krentil
berwarna nila diyakini bisa mengusir penyakit,” kata Aslicah.

INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK


MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK

Sumber : (Nur Puji Utami)-s KR

Disadur dari : http://batikindonesia.info/2005/10/02/batik-gedog-pertahankan-warna-alami/

Tags: batik tulis, batik tulis canting, history of batik, batik gedhog
12 comments share

Sejarah Batik di Indonesia (Batik Indonesia Version)


Posted by loemboeng on Nov 3, '08 4:52 AM for everyone

Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan
penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak
dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.

Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus
berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini
menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau
awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan
batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan
dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-
daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan
Muslim melawan perekonomian Belanda.

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu
kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas
dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh
karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh
mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan
kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang
tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik
wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang
dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari
soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.

Jaman Majapahit
Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan
Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa
dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan
perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan
pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu
itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama
daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang
benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.

Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas
dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret.
Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan
tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa
kesenian membuat batik asli.

Daerah pembatikan sekarang di Mojokerto terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo.
Diluar daerah Kabupaten Mojokerto ialah di Jombang. Pada akhir abad ke-XIX ada beberapa orang
kerajinan batik yang dikenal di Mojokerto, bahan-bahan yang dipakai waktu itu kain putih yang
ditenun sendiri dan obat-obat batik dari soga jambal, mengkudu, nila tom, tinggi dan sebagainya.

Obat-obat luar negeri baru dikenal sesudah perang dunia kesatu yang dijual oleh pedagang-
pedagang Cina di Mojokerto. Batik cap dikenal bersamaan dengan masuknya obat-obat batik dari
luar negeri. Cap dibuat di Bangil dan pengusaha-pengusaha batik Mojokerto dapat membelinya
dipasar Porong Sidoarjo, Pasar Porong ini sebelum krisis ekonomi dunia dikenal sebagai pasar yang
ramai, dimana hasil-hasil produksi batik Kedungcangkring dan Jetis Sidoarjo banyak dijual. Waktu
krisis ekonomi, pengusaha batik Mojoketo ikut lumpuh, karena pengusaha-pengusaha kebanyakan
kecil usahanya. Sesudah krisis kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk ke
Indonesia, dan waktu pendudukan Jepang kegiatan pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan
muncul lagi sesudah revolusi dimana Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan.

Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto adalah hampir sama dengan batik-batik keluaran
Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Yang dikenal sejak
lebih dari seabad yang lalu tempat pembatikan didesa Majan dan Simo. Desa ini juga mempunyai
riwayat sebagai peninggalan dari zaman peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825.

Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait namun perkembangan batik mulai menyebar
sejak pesat didaerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata, pada jaman kerajaan di daerah ini. Hal
itu tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung berikutnya lebih
dipenagruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.

Didalam berkecamuknya clash antara tentara kolonial Belanda dengan pasukan-pasukan pangeran
Diponegoro maka sebagian dari pasukan-pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri kearah timur dan
sampai sekarang bernama Majan. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan ini
desa Majan berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala desanya seorang kiyai yang
statusnya Uirun-temurun.Pembuatan batik Majan ini merupakan naluri (peninggalan) dari seni
membuat batik zaman perang Diponegoro itu.

Warna babaran batik Majan dan Simo adalah unik karena warna babarannya merah menyala (dari
kulit mengkudu) dan warna lainnya dari tom. Sebagai batik setra sejak dahulu kala terkenal juga
didaerah desa Sembung, yang para pengusaha batik kebanyakan berasal dari Sala yang datang di
Tulungagung pada akhir abad ke-XIX. Hanya sekarang masih terdapat beberapa keluarga
pembatikan dari Sala yang menetap didaerah Sembung. Selain dari tempat-tempat tesebut juga
terdapat daerah pembatikan di Trenggalek dan juga ada beberapa di Kediri, tetapi sifat pembatikan
sebagian kerajinan rumah tangga dan babarannya batik tulis.

Jaman Penyebaran Islam


Riwayat pembatikan di daerah Jawa Timur lainnya adalah di Ponorogo, yang kisahnya berkaitan
dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini. Riwayat Batik. Disebutkan masalah seni batik
didaerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-kerajaan
dahulu. Konon, di daerah Batoro Katong, ada seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang
namanya Raden Katong adik dari Raden Patah. Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam
ke Ponorogo dan petilasan yang ada sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan Wetan.

Perkembangan selanjutanya, di Ponorogo, di daerah Tegalsari ada sebuah pesantren yang diasuh
Kyai Hasan Basri atau yang dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini
selain mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan
kesusasteraan. Seorang murid yang terkenal dari Tegalsari dibidang sastra ialah Raden
Ronggowarsito. Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh raja Kraton Solo.

Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan kraton. Oleh karena putri keraton Solo
menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiring-
pengiringnya. disamping itu banyak pula keluarga kraton Solo belajar dipesantren ini. Peristiwa
inilah yang membawa seni bafik keluar dari kraton menuju ke Ponorogo. Pemuda-pemudi yang
dididik di Tegalsari ini kalau sudah keluar, dalam masyarakat akan menyumbangkan dharma
batiknya dalam bidang-bidang kepamongan dan agama.

Daerah perbatikan lama yang bisa kita lihat sekarang ialah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan
sekarang dan dari sini meluas ke desa-desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono,
Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut. Waktu itu
obat-obat yang dipakai dalam pembatikan ialah buatan dalam negeri sendiri dari kayu-kayuan
antara lain; pohon tom, mengkudu, kayu tinggi. Sedangkan bahan kainputihnyajugamemakai
buatan sendiri dari tenunan gendong. Kain putih import bam dikenal di Indonesia kira-kira akhir
abad ke-19.

Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia pertama yang dibawa oleh seorang Cina bernama
Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak
luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada
pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo. Akibat dikenalnya batik cap maka produksi Ponorogo setelah perang dunia
petama sampai pecahnya perang dunia kedua terkenal dengan batik kasarnya yaitu batik cap mori biru. Pasaran batik cap
kasar Ponorogo kemudian terkenal seluruh Indonesia.

Batik Solo dan Yogyakarta


Dari kerjaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik kemudian
berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para
keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, pleh masyarakat
batik dikembangkan menjadi komoditi perdagamgan.

Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam
batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai
bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap
antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluruh”.

Sedangkan Asal-usul pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I
dengan raj any a Panembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah didesa Plered.
Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh
wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama pada keluarga
kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan
keluarga kraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombonasi batik dan lurik.
Oleh karena kerajaan ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat tertarik pada pakaian-pakaian
yang dipakai oleh keluarga kraton dan ditiru oleh rakyat dan akhirnya meluaslah pembatikan
keluar dari tembok kraton.

Akibat dari peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga raja-raja maupun antara
penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap
didaerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, dan kedaerah Timur Ponorogo,
Tulungagung dan sebagainy a. Meluasny a daerah pembatikan ini sampai kedaerah-daerah itu
menurut perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimulai abad ke-18. Keluarga-
keluarga kraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan seluruh pelosok pulau
Jawa yang ada sekarang dan berkembang menurut alam dan daerah baru itu.

Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarganya serta
para pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur
dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro
mengembangkan batik.

Ke Timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto
serta Tulung Agung. Selain itu juga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah
Barat batik berkem-bang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon.

Perkembangan Batik di Kota-kota lain


Perkembangan batik di Banyumas berpusat di daerah Sokaraja dibawa oleh pengikut-pengikut
Pangeran Diponegero setelah selesa-inya peperangan tahun 1830, mereka kebanyakan menet-ap
didaerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal waktu itu ialah Najendra dan dialah
mengembangkan batik celup di Sokaraja. Bahan mori yang dipakai hasil tenunan sendiri dan obat
pewama dipakai pohon tom, pohon pace dan mengkudu yang memberi warna merah kesemuan
kuning.

Lama kelamaan pembatikan menjalar pada rakyat Sokaraja dan pada akhir abad ke-XIX
berhubungan langsung dengan pembatik didaerah Solo dan Ponorogo. Daerah pembatikan di
Banyumas sudah dikenal sejak dahulu dengan motif dan wama khususnya dan sekarang
dinamakan batik Banyumas. Setelah perang dunia kesatu pembatikan mulai pula dikerjakan oleh
Cina disamping mereka dagang bahan batik. .

Sama halnya dengan pembatikan di Pekalongan. Para pengikut Pangeran Diponegoro yang
menetap di daerah ini kemudian mengembangkan usaha batik di sekitara daerah pantai ini, yaitu
selain di daerah Pekalongan sendiri, batik tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan dan
Wonopringgo. Adanya pembatikan di daerah-daerah ini hampir bersamaan dengan pembatikan
daerah-daerah lainnya yaitu sekitar abad ke-XIX. Perkembangan pembatikan didaerah-daerah luar
selain dari Yogyakarta dan Solo erat hubungannya dengan perkembangan sejarah kerajaan Yogya
dan Solo.

Meluasnya pembatikan keluar dari kraton setelah berakhirnya perang Diponegoro dan banyaknya keluarga kraton yang
pindah kedaerah-daerah luar Yogya dan Solo karena tidak mau kejasama dengan pemerintah kolonial. Keluarga kraton
itu membawa pengikut-pengikutnya kedaerah baru itu dan ditempat itu kerajinan batik terus dilanjutkan dan kemudian
menjadi pekerjaan untuk pencaharian.

Corak batik di daerah baru ini disesuaikan pula dengan keadaan daerah sekitarnya. Pekalongan
khususnya dilihat dari proses dan designya banyak dipengaruhi oleh batik dari Demak. Sampai
awal abad ke-XX proses pembatikan yang dikenal ialah batik tulis dengan bahan morinya buatan
dalam negeri dan juga sebagian import. Setelah perang dunia kesatu baru dikenal pembikinan
batik cap dan pemakaian obat-obat luar negeri buatan Jerman dan Inggris.

Pada awal abad ke-20 pertama kali dikenal di Pekajangan ialah pertenunan yang menghasilkan
stagen dan benangnya dipintal sendiri secara sederhana. Beberapa tahun belakangan baru dikenal
pembatikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang bekerja disektor pertenunan ini. Pertumbuhan
dan perkembangan pembatikan lebih pesat dari pertenunan stagen dan pernah buruh-buruh
pabrik gula di Wonopringgo dan Tirto lari ke perusahaan-perusahaan batik, karena upahnya lebih
tinggi dari pabrik gula.

Sedang pembatikan dikenal di Tegal akhir abad ke-XIX dan bahwa yang dipakai waktu itu buatan sendiri yang diambil
dari tumbuh-tumbuhan: pace/mengkudu, nila, soga kayu dan kainnya tenunan sendiri. Warna batik Tegal pertama kali
ialah sogan dan babaran abu-abu setelah dikenal nila pabrik, dan kemudian meningkat menjadi warna merah-biru.
Pasaran batik Tegal waktu itu sudah keluar daerah antara lain Jawa Barat dibawa sendiri oleh pengusaha-pengusaha
secara jalan kaki dan mereka inilah menurut sejarah yang mengembangkan batik di Tasik dan Ciamis disamping
pendatang-pendatang lainnya dari kota-kota batik Jawa Tengah.
Pada awal abad ke-XX sudah dikenal mori import dan obat-obat import baru dikenal sesudah
perang dunia kesatu. Pengusaha-pengusaha batik di Tegal kebanyakan lemah dalam permodalan
dan bahan baku didapat dari Pekalongan dan dengan kredit dan batiknya dijual pada Cina yang
memberikan kredit bahan baku tersebut. Waktu krisis ekonomi pembatik-pembatik Tegal ikut lesu
dan baru giat kembali sekitar tahun 1934 sampai permulaan perang dunia kedua. Waktu Jepang
masuk kegiatan pembatikan mati lagi.

Demikian pila sejarah pembatikan di Purworejo bersamaan adanya dengan pembatikan di Kebumen
yaitu berasal dari Yogyakarta sekitar abad ke-XI. Pekembangan kerajinan batik di Purworejo
dibandingkan dengan di Kebumen lebih cepat di Kebumen. Produksinya sama pula dengan Yogya
dan daerah Banyumas lainnya.

Sedangkan di daerah Bayat, Kecamatan Tembayat Kebumen-Klaten yang letaknya lebih kurang 21
Km sebelah Timur kota Klaten. Daerah Bayat ini adalah desa yang terletak dikaki gunung tetapi
tanahnya gersang dan minus. Daerah ini termasuk lingkungan Karesidenan Surakarta dan
Kabupaten Klaten dan riwayat pembatikan disini sudah pasti erat hubungannya dengan sejarah
kerajaan kraton Surakarta masa dahulu. Desa Bayat ini sekarang ada pertilasan yang dapat
dikunjungi oleh penduduknya dalam waktu-waktu tertentu yaitu “makam Sunan Bayat” di atas
gunung Jabarkat. Jadi pembatikan didesa Bayat ini sudah ada sejak zaman kerjaan dahulu.
Pengusaha-pengusaha batik di Bayat tadinya kebanyakan dari kerajinan dan buruh batik di Solo.

Sementara pembatikan di Kebumen dikenal sekitar awal abad ke-XIX yang dibawa oleh pendatang-
pendatang dari Yogya dalam rangka dakwah Islam antara lain yang dikenal ialah: PenghuluNusjaf.
Beliau inilah yang mengembangkan batik di Kebumen dan tempat pertama menetap ialah sebelah
Timur Kali Lukolo sekarang dan juga ada peninggalan masjid atas usaha beliau. Proses batik
pertama di Kebumen dinamakan teng-abang atau blambangan dan selanjutnya proses terakhir
dikerjakan di Banyumas/Solo. Sekitar awal abad ke-XX untuk membuat polanya dipergunakan
kunir yang capnya terbuat dari kayu. Motif-motif Kebumen ialah: pohon-pohon, burung-
burungan. Bahan-bahan lainnya yang dipergunakan ialah pohon pace, kemudu dan nila tom.

Pemakaian obat-obat import di Kebumen dikenal sekitar tahun 1920 yang diperkenalkan oleh pegawai Bank Rakyat
Indonesia yang akhimya meninggalkan bahan-bahan bikinan sendiri, karena menghemat waktu. Pemakaian cap dari
tembaga dikenal sekitar tahun 1930 yang dibawa oleh Purnomo dari Yogyakarta. Daerah pembatikan di Kebumen ialah
didesa: Watugarut, Tanurekso yang banyak dan ada beberapa desa lainnya.

Dilihat dengan peninggalan-peninggalan yang ada sekarang dan cerita-cerita yang turun-temurun
dari terdahulu, maka diperkirakan didaerah Tasikmalaya batik dikenal sejak zaman “Tarumanagara”
dimana peninggalan yang ada sekarang ialah banyaknya pohon tarum didapat disana yang berguna
un-tuk pembuatan batik waktu itu. Desa peninggalan yang sekarang masih ada pembatikan
dikerja-kan ialah: Wurug terkenal dengan batik kerajinannya, Sukapura, Mangunraja, Maronjaya
dan Tasikmalaya kota.

Dahulu pusat dari pemerintahan dan keramaian yang terkenal ialah desa Sukapura, Indihiang yang
terletak dipinggir kota Tasikmalaya sekarang. Kira-kira akhir abad ke-XVII dan awal abad ke-XVIII
akibat dari peperangan antara kerajaan di Jawa Tengah, maka banyak dari penduduk daerah: Tegal,
Pekalongan, Ba-nyumas dan Kudus yang merantau kedaerah Barat dan menetap di Ciamis dan
Tasikmalaya. Sebagian besar dari mereka ini adalah pengusaha-pengusaha batik daerahnya dan
menuju kearah Barat sambil berdagang batik. Dengan datangnya penduduk baru ini, dikenallah
selanjutnya pembutan baik memakai soga yang asalnya dari Jawa Tengah. Produksi batik
Tasikmalaya sekarang adalah campuran dari batik-batik asal Pekalongan, Tegal, Banyumas, Kudus
yang beraneka pola dan warna.

Pembatikan dikenal di Ciamis sekitar abad ke-XIX setelah selesainya peperangan Diponegoro,
dimana pengikut-pengikut Diponegoro banyak yang meninggalkan Yogyakarta, menuju ke selatan.
Sebagian ada yang menetap didaerah Banyumas dan sebagian ada yang meneruskan perjalanan ke
selatan dan menetap di Ciamis dan Tasikmalaya sekarang. Mereka ini merantau dengan keluargany
a dan ditempat baru menetap menjadi penduduk dan melanjutkan tata cara hidup dan
pekerjaannya. Sebagian dari mereka ada yang ahli dalam pembatikan sebagai pekerjaan kerajinan
rumah tangga bagi kaum wanita. Lama kelamaan pekerjaan ini bisa berkembang pada penduduk
sekitarnya akibat adanya pergaulan sehari-hari atau hubungan keluarga. Bahan-bahan yang
dipakai untuk kainnya hasil tenunan sendiri dan bahan catnya dibuat dari pohon seperti:
mengkudu, pohon tom, dan sebagainya.

Motif batik hasil Ciamis adalah campuran dari batik Jawa Tengah dan pengaruh daerah sendiri
terutama motif dan warna Garutan. Sampai awal-awal abad ke-XX pembatikan di Ciamis
berkembang sedikit demi sedikit, dari kebutuhan sendiri menjadi produksi pasaran. Sedang di
daerah Cirebon batik ada kaintannya dengan kerajaan yang ada di aerah ini, yaitu Kanoman,
Kasepuahn dan Keprabonan. Sumber utama batik Cirebon, kasusnya sama seperti yang di
Yogyakarta dan Solo. Batik muncul lingkungan kraton, dan dibawa keluar oleh abdi dalem yang
bertempat tinggal di luar kraton. Raja-raja jaman dulu senang dengan lukisan-lukisan dan
sebelum dikenal benang katun, lukisan itu ditempatkan pada daun lontar. Hal itu terjadi sekitar
abad ke-XIII. Ini ada kaitannya dengan corak-corak batik di atas tenunan. Ciri khas batik Cirebonan
sebagaian besar bermotifkan gambar yang lambang hutan dan margasatwa. Sedangkan adanya
motif laut karena dipengaruhioleh alam pemikiran Cina, dimana kesultanan Cirebon dahulu pernah
menyunting putri Cina. Sementra batik Cirebonan yang bergambar garuda karena dipengaruhi oleh
motif batik Yogya dan Solo.

Pembatikan di Jakarta
Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembangnya bersamaan dengan daerah-daerah pembatikan
lainnya yaitu kira-kira akhir abad ke-XIX. Pembatikan ini dibawa oleh pendatang-pendatang dari
Jawa Tengah dan mereka bertempat tinggal kebanyakan didaerah-daerah pembatikan. Daerah
pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar didekat Tanah Abang yaitu: Karet, Bendungan Ilir dan
Udik, Kebayoran Lama, dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet.

Jakarta sejak zaman sebelum perang dunia kesatu telah menjadi pusat perdagangan antar daerah
Indonesia dengan pelabuhannya Pasar Ikan sekarang. Setelah perang dunia kesatu selesai, dimana
proses pembatikan cap mulai dikenal, produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik
mencari daerah pemasaran baru. Daerah pasaran untuk tekstil dan batik di Jakarta yang terkenal
ialah: Tanah Abang, Jatinegara dan Jakarta Kota, yang terbesar ialah Pasar Tanah Abang sejak dari
dahulu sampai sekarang. Batik-batik produksi daerah Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo,
Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu di
Pasar Tanah Abang dan dari sini baru dikirim kedaerah-daerah diluar Jawa. Pedagang-pedagang
batik yang banyak ialah bangsa Cina dan Arab, bangsa Indonesia sedikit dan kecil.

Oleh karena pusat pemasaran batik sebagian besar di Jakarta khususnya Tanah Abang, dan juga
bahan-bahan baku batik diperdagangkan ditempat yang sama, maka timbul pemikiran dari
pedagang-pedagang batik itu untuk membuka perusahaan batik di Jakarta dan tempatnya ialah
berdekatan dengan Tanah Abang. Pengusaha-pengusaha batik yang muncul sesudah perang dunia
kesatu, terdiri dari bangsa cina, dan buruh-buruh batiknya didatangkan dari daerah-daerah
pembatikan Pekalongan, Yogya, Solo dan lain-lain. Selain dari buruh batik luar Jakarta itu, maka
diambil pula tenaga-tenaga setempat disekitar daerah pembatikan sebagai pembantunya.
Berikutnya, melihat perkembangan pembatikan ini membawa lapangan kerja baru, maka penduduk
asli daerah tersebut juga membuka perusahaan-perusahaan batik. Motif dan proses batik Jakarta
sesuai dengan asal buruhnya didatangkan yaitu: Pekalongan, Yogya, Solo dan Banyumas.

Bahan-bahan baku batik yang dipergunakan ialah hasil tenunan sendiri dan obat-obatnya hasil
ramuan sendiri dari bahan-bahan kayu mengkudu, pace, kunyit dan sebagainya. Batik Jakarta
sebelum perang terkenal dengan batik kasarnya warnanya sama dengan batik Banyumas. Sebelum
perang dunia kesatu bahan-bahan baku cambric sudah dikenal dan pemasaran hasil produksinya
di Pasar Tanah Abang dan daerah sekitar Jakarta.
Pembatikan di Luar Jawa
Dari Jakarta, yang menjadi tujuan pedagang-pedagang di luar Jawa, maka batik kemudian
berkembang di seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia yang ada di luar Jawa, daerah
Sumatera Barat misalnya, khususnya daerah Padang, adalah daerah yang jauh dari pusat
pembatikan dikota-kota Jawa, tetapi pembatikan bisa berkembang didaerah ini.

Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum perang dunia kesatu,
terutama batik-batik produksi Pekalongan (saaingnya) dan Solo serta Yogya. Di Sumatera Barat
yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan yang terkenal “tenun Silungkang”
dan “tenun plekat”. Pembatikan mulai berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang, dimana
sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, maka
persediaan-persediaan batik yang ada pada pedagang-pedagang batik sudah habis dan konsumen
perlu batik untuk pakaian sehari-hari mereka. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia,
dimana hubungan antara kedua pulau bertambah sukar, akibat blokade-blokade Belanda, maka
pedagang-pedagang batik yang biasa hubungan dengan pulau Jawa mencari jalan untuk membuat
batik sendiri.

Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari batik-batik yang dibuat di Jawa,
maka ditirulah pembuatan pola-polanya dan ditrapkan pada kayu sebagai alat cap. Obat-obat
batik yang dipakai juga hasil buatan sendiri yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu,
kunyit, gambir, damar dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas dan
hasil tenun tangan. Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah Sampan Kabupaten Padang
Pariaman tahun 1946 antara lain: Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin
dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim (asal Pekalongan) dan Sutan Razab. Setelah daerah
Padang serta kota-kota lainnya menjadi daerah pendudukan tahun 1949, banyak pedagang-
pedagang batik membuka perusahaan-perusahaan/bengkel batik dengan bahannya didapat dari
Singapore melalui pelabuhan Padang dan Pakanbaru. Tetapi pedagang-pedagang batik ini setelah
ada hubungan terbuka dengan pulau Jawa, kembali berdagang dan perusahaanny a mati.

Warna dari batik Padang kebanyakan hitam, kuning dan merah ungu serta polanya Banyumasan,
Indramajunan, Solo dan Yogya. Sekarang batik produksi Padang lebih maju lagi tetapi tetap masih
jauh dari produksi-produksi dipulau Jawa ini. Alat untuk cap sekarang telah dibuat dari tembaga
dan produksinya kebanyakan sarung.

INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK


MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK

Sumber : [Dikutip dari buku 20 Tahun GKBI] via GKBI.info

http://batikindonesia.info/2005/04/18/sejarah-batik-indonesia/

Tags: history of batik


7 comments share

Mercerized Cotton
Posted by loemboeng on Oct 22, '08 3:33 AM for everyone

Terkait dengan adanya beberapa teman yang menanyakan ke saya tentang apa itu kain yang di
mercerized, maka saya memutuskan untuk memuat artikel tentang apa itu mercerized. Saya
mohon maaf karena tidak menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, khawatir terjadi
kesalahan pengertian dari diri saya dan membuat teman-teman menerima info yang salah. Jadi,
mari kita mencerna dengan pengertian masing-masing.
Mercerized cotton is cotton which has been treated with sodium hydroxide to bring out certain
properties first discovered by John Mercer in 1851. In 1890, Horace Lowe added an additional step
to the process, and the British cotton industry began to take an interest in mercerized cotton,
which is available today in a wide range of incarnations from thread to completed garments. When
treated properly, mercerized cotton is stronger, smoother, and shinier than regular cotton. In
addition, it takes dye more readily so that manufacturers can create rich color saturation in their
cottons. The brilliant, lustrous hues of Mercerized cotton can be found in fabric stores, yarn shops,
and department stores all over the world.

John Mercer discovered that immersing fibers such as cotton and linen in a caustic soda bath
would increase their strength and also allow them to take dye more readily. He patented his fiber
work, but the cotton industry did not express very much interest in it. It was Horace Lowe who
popularized the process, by discovering that keeping the fibers under tension while they were
soaked yielded a more lustrous thread. Mercer's name is presumably given to the process to
recognize his important initial discovery, which paved the way to Lowe's refinement of the
treatment.

Mercerization starts with gathering the cotton and spinning it normally. Because cottons with long
fibers take better to mercerization, Pima, Egyptian, and Sea Island cotton are usually chosen for the
process. The cotton thread is held under tension and submerged in a highly alkaline bath of
sodium hydroxide in a percentage which ranges, but usually hovers around 22%. After treatment,
the mercerized cotton is placed into an acidic bath to neutralize it. Once this process is complete,
the cotton can be dyed and knitted, woven, or packed as stand-alone spools of thread.

The terms "pearl cotton" and "pearle cotton" are also used to refer to Mercerized cotton, because of
the deeply lustrous appearance of the finished cotton thread. In addition to having rich color
saturation and a shimmering appearance, mercerized cotton is also much stronger than
conventional cotton thread. The process shrinks the cotton fibers, tightening and smoothing the
grain of the thread. Because the cotton is preshrunk, mercerized cotton also tends not to shrink as
much as regular cotton, so consumers can be more confident about the fit of mercerized
garments.

INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK


MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK

Sumber : wiseGEEK.com.

Tags: mercerized, batik gedhog, batik printing, batik tjap, batik tulis, batik tulis canting
2 comments share

Dari Kapas Menjadi Kain


Posted by loemboeng on Oct 16, '08 10:59 PM for everyone
Proses pembuatan kain tenun gedhog secara ringkas dibagi ke
dalam 5 tahap, yaitu:
 Menggiling kapas, yaitu memisahkan kapas dari bijinya
 Musoni, yaitu mengurai kapas yang sudah digiling, kemudian digulung
 Ngantih, yaitu memintal benang yang dihasilkan dari gulungan kapas. Proses ini sangat
membutuhkan ketelitian dan ketekunan
 Nglikasi, yaitu menggulung benang yang sudah diantih menggunakan sebuah alat tertentu

Menenun, yaitu menganyam benang menjadi kain tenun


Setiap proses diatas menggunakan alat-alat tradisional yang memiliki nama masing-masing.
Kain yang dihasilkan dari menenun selalu memiliki serat yang tebal dan kasar. Namun, hal inilah yang justru menjadi
ciri khas dari Batik Gedhog Tuban.
Kain gedhog terbagi menjadi 2 warna sesuai bahan dasarnya. Jika kapas yang digunakan sebagai bahan dasar berwarna
putih (kapas putih), maka kain hasil tenunan juga akan berwarna putih. Jika kapas yang digunakan sebagai bahan dasar
berwarna coklat (disebut kapas lawa), maka kain hasil tenunan akan berwarna coklat.
Harga kapas lawa mencapai 2 kali harga kapas putih. Hal ini dikarenakan hasil panen kapas lawa sering gagal sehingga
tidak bisa diolah. Akibatnya petani yang menanam kapas lawa-pun menjadi berkurang.
 
Pada umumnya, batik gedhog jarang digunakan sebagai baju. Masyarakat daerah biasa memakai kain gedhog ini sebagai
jarik. Di kota besar, batik gedhog dimanfaatkan sebagai taplak meja atau selendang. Di luar negri, batik gedhog banyak
digunakan sebagai selendang, sweater, atau syal karena sangat nyaman digunakan pada musim dingin.
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber: Dinas Pariwisata Kab. Tuban
Tags: batik gedhog
6 comments share

Minal Aidin Wal Fa Izin


Posted by loemboeng on Sep 29, '08 10:48 AM for everyone
 

 
Loemboeng Batik mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H kepada semua
teman-teman yang merayakan. Mohon maaf lahir dan batin jika selama ini pernah
melakukan kesalahan atau mengucapkan kata-kata yang kurang berkenan dihati
teman-teman sekalian.
 
 
Tags: lebaran, batik tulis canting, batik tulis, batik tjap
1 comment share

Pewarna Batik
Posted by loemboeng on Sep 27, '08 9:27 AM for everyone
Yang dimaksud pewarna atau zat pewarna batik adalah zat warna tekstil yang dapat digunakan
dalam proses pewarnaan batik baik dengan cara pencelupan maupun coletan pada suhu kamar
sehingga tidak merusak lilin sebagai perintang warnanya.
Berdasarkan sumbernya/asalnya zat pewarna batik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a.      Pewarna alami
Didapat langsung dari alam seperti kulit kayu tingi, kayu tegeran, dan daun tom/nila.
b.     Pewarna buatan/pewarna sintetis
Zat warna yang dibuat menurut reaksi-reaksi kimia tertentu. Jenis zat warna sintetis untuk
tekstil cukup banyak, namun hanya beberapa diantaranya yang dapat digunakan sebagai
pewarna batik.
Hal ini dikarenakan dalam proses pewarnaan batik suhu pencelupan harus pada suhu kamar.
Adapun zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai batik antara lain:
a)     Zat warna reaktif
Zat warna reaktif umumnya dapat bereaksi dan mengadakan ikatan langsung dengan
serat sehingga merupakan bagian dari serat tersebut. Jenisnya cukup banyak dengan
nama dan struktur kimia yang berbeda tergantung pabrik yang membuatnya. Salah satu
yang saat ini sering digunakan untuk pewarnaan batik adalah Remazol. Ditinjau dari
segi teknis praktis pewarnaan batik dengan remazol dapat digunakan secara
pencelupan, coletan maupun kuwasan. Zat warna ini mempunyai sifat antara lain : larut
dalam air, mempunyai warna yang briliant dengan ketahanan luntur yang baik, daya
afinitasnya rendah, untuk memperbaiki sifat tersebut pada pewarnaan batik diatasi
dengan cara kuwasan dan fixasi menggunakan Natrium silikat.
b)    Zat warna indigosol
Zat warna indigosol adalah jenis zat warna Bejana yang larut dalam air. Larutan zat
warnanya merupakan suatu larutan berwarna jernih. Pada saat kain dicelupkan ke dalam
larutan zat warna belum diperoleh warna yang diharapkan. Setelah
dioksidasi/dimasukkan ke dalam larutan asam (HCl atau H2SO4) akan diperoleh warna
yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna
indigosol adalah Natrium Nitrit (NaNO2) sebagai oksidator. Warna yang dihasilkan
cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat warna indigosol dipakai
secara celupan maupun coletan.
c)     Zat warna napthol
Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk melarutkannya
diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan naphtol dikerjakan dalam 2 tingkat.
Pertama pencelupan dengan larutan naphtolnya sendiri (penaphtolan). Pada pencelupan
pertama ini belum diperoleh warna atau warna belum timbul, kemudian dicelup tahap
kedua/dibangkitkan dengan larutan garam diazodium akan diperoleh warna yang
dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya naphtol yang diserap oleh
serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini digunakan untuk mendapatkan warna-
warna tua/dop dan hanya dipakai secara pencelupan.
d)    Zat warna rapid
Zat warna ini adalah naphtol yang telah dicampur dengan garam diazodium dalam
bentuk yang tidak dapat bergabung (koppelen). Untuk membangkitkan warna difixasi
dengan asam sulfat atau asam cuka. Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya
dipakai untuk pewarnaan secara coletan.
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber: Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tuban
Tags: pewarna batik
0 comments share

Peran Lilin Dalam Proses Membatik


Posted by loemboeng on Sep 27, '08 9:24 AM for everyone
Lilin batik/malam digunakan pada pembuatan batik sebagai media penerapan ragam hias desain
batik dan berfungsi sebagai bahan perintang warna atau resist agent. Jenis lilin batik bermacam-
macam sesuai dengan fungsi dan kegunaannya dilihat dari segi kekuatan dan luas bidang yang
akan dirintangi. Macam-macam lilin adalah:
a.         Lilin batik klowong, berfungsi sebagai media penerapan ragam hias/desain
batik yang dikerjakan secara ngengreng dan nerusi (bolak-balik pada kedua
permukaan kain), yaitu kerangka motif batik terdiri dari ornamen-ornamen pokok
dan pengisi serta isen-isennya (motif penghias ornamen pokok dan pengisi
seperti cecek,sawut dsb). Lilin klowong mempunyai sifat sebagai berikut:
1)   Mudah encer dan membeku
2)   Dapat membuat garis motif yang tajam
3)   Daya lekatnya cukup tapi mudah lepas atau remuk
4)   Mudah tembus pada kain tapi mudah dilorod
5)   Tidak terlalu tahan terhadap alkali
6)   Mudah lepas dalam rendaman air
7)   Tidak meninggalkan bekas setelah dikerok maupun dilorod
b.         Lilin batik tembokan/popokan, berfungsi menutup bagian motif yang akan
tetap putih, menutup dasaran kain agar tetap putih (disebut nembok/mopok),
menutup pinggiran pada kain panjang (seret). Lilin tembok mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
1)   Lama mencair dan cepat membeku
2)   Daya lekatnya sangat kuat sehingga tidak mudah lepas/remuk
3)   Mudah meresap pada kain
4)   Tahan terhadap larutan alkali
5)   Tidak mudah lepas dalam rendaman air
6)   Sukar dilorod
7)   Tidak meninggalkan bekas setelah dilorod
c.         Lilin batik tutupan/biron, berfungsi menutup bagian motif yang akan
dipertahankan warnanya setelah dicelup atau dicolet, menutupi warna biru
wedel/biru tua (mbironi) setelah sebagain lilin dikerok atau dilorod, merining yaitu
memberi efek titik-titik/cecek pada bagian kerangka motif/klowongan. Lilin batik
tutupan/biron mempunyai sifat:
1)   Mudah mencair dan membeku
2)   Daya lekat cukup
3)   Mudah tembus dalam kain
4)   Tidak tahan dalam larutan alkali
5)   Mudah dilorod
Sifat-sifat lilin batik sesuai jenisnya tersebut sangat tergantung dan dipengaruhi oleh sifat-sifat
bahan sebagai unsur campuran pembentuk lilin batik seperti damar mata kucing, gondorukem,
parafin, lilin lebah/kote/lilin gombal, lilin mikro, dan lemak binatang atau minyak nabati.
Komposisi bahan lilin tersebut disesuaikan menurut fungsinya dan kegunaannya, karenanya unsur
bahan lilin batik mempunyai peranan penting untuk mendapatkan spesifikasi lilin serta ikut
menentukan kualitas batiknya.
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
Sumber : Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tuban
Tags: lilin batik
0 comments share

LB Customer Care
Posted by loemboeng on Sep 23, '08 9:01 AM for everyone

Bagi para konsumen, calon konsumen maupun teman-teman Loemboeng Batik, silahkan
menyampaikan komentar, saran atau keluhan berkaitan dengan produk dan layanan
Loemboeng Batik sejauh ini. Terima kasih.

salam,

LoemboengBatik

Tags: customer care


15 comments share

Sejarah Batik (Batikguild version)


Posted by loemboeng on Sep 12, '08 5:29 AM for everyone
Evidence of early examples of batik have been found in the Far East, Middle East, Central Asia and
India from over 2000 years ago. It is conceivable that these areas developed independently,
without the influence from trade or cultural exchanges. However, it is more likely that the craft
spread from Asia to the islands of the Malay Archipelago and west to the Middle East through the
caravan route. Batik was practised in China as early as the Sui Dynasty (AD 581-618). These were
silk batiks and these have also been discovered in Nara, Japan in the form of screens and ascribed
to the Nara period (AD 710-794). It is probable that these were made by Chinese artists. They are
decorated with trees, animals, flute players, hunting scenes and stylised mountains.
No evidence of very old cotton batiks have been found in India but frescoes in the Ajunta caves
depict head wraps and garments which could well have been batiks. In Java and Bali temple ruins
contain figures whose garments are patterned in a manner suggestive of batik. By 1677 there is
evidence of a considerable export trade, mostly on silk from China to Java, Sumatra, Persia and
Hindustan. In Egypt linen and occasionally woollen fabrics have been excavated bearing white
patterns on a blue ground and are the oldest known and date from the 5th century A.D. They were
made in Egypt, possibly Syria. In central Africa resist dyeing using cassava and rice paste has
existed for centuries in the Yoruba tribe of Southern Nigeria and Senegal.
Indonesia, most particularly the island of Java, is the area where batik has reached the greatest peak
of accomplishment. The Dutch brought Indonesian craftsmen to teach the craft to Dutch warders in
several factories in Holland from 1835. The Swiss produced imitation batik in the early 1940s. A
wax block form of printing was developed in Java using a cap.
By the early 1900s the Germans had developed mass production of batiks. There are many
examples of this form of batik as well as hand-produced work in many parts of the world today.
Computerisation of batik techniques is a very recent development.
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
SUMBER : www.batikguild.org
Tags: history of batik
0 comments share

Tentang Kain yang Digunakan Untuk Membatik


Posted by loemboeng on Sep 12, '08 5:13 AM for everyone
Kain yang digunakan untuk batik harus memenuhi persyaratan teknis antara lain tidak
rusak karena pengaruh proses batik, dan dapat diberi warna pada suhu dingin atau suhu kamar
karena lilin batik sebagai perintang warna tidak tahan suhu panas.
Pada umumnya jenis-jenis kain yang dapat dibuat dari serat alami seperti serat selulosa atau tumbuh-tumbuhan dan serat
protein atau binatang dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Sesuai dengan persyaratan teknis tersebut, kain yang dapat digunakan untuk batik adalah:
A.      Kain kapas
Kain kapas adalah kain yang terbuat dari serat kapas. Sifat umum kain kapas adalah daya
serapnya baik, tahan terhadap panas, kelenturannya rendah, penghantar panasnya baik.
Beberapa jenis kain kapas yang dapat digunakan sebagai bahan dasar batik yaitu:
1)                  Kain mori
Kain Mori adalah kain tenun benang kapas hasil olahan pabrik dengan anyaman polos dan
diputihkan, diklasifikasikan menjadi:
a.  Mori Primissima, termasuk jenis kain mori yang paling tinggi kualitasnya dengan
spesifikasi halus nomor benangnya, tebal benangnya tinggi, konstruksi anyaman rapat
sehingga pegangan kainnya halus dan padat. Namun demikian kemampuan daya serap
kurang. Sehingga untuk meningkatkan daya serap, saat ini telah diproduksi mori
primissima mercerized maupun sanforized. Di pasaran antara lain dapat ditemukan
dengan merek dagang Kereta Kencana, Crown, Bendera.
b.  Mori Prima, merupakan mori kualitas sedang dengan spesifikasi nomor benang sedikit
lebih kasar, tebal benang labih rendah. Saat ini juga telah diproduksi mori prima
mercerized dengan merek dagang antara lain Bendera, Gong, Kupu, Ayam Mas,
Menjangan.
c.  Mori Biru, merupakan mori kualitas rendah dengan spesifikasi nomor benang, tebal
benang dan pegangan kain lebih kasar. Dipasaran dapat dijumpai antara lain dengan
merek dagang Cendrawasih, Nanas, Garuda Dunia.
d.  Mori Voalisima, kualitasnya sama dengan mori primissima hanya tebal benangnya lebih
rendah.
e.  Berkolin, kualitasnya sama dengan mori primissima dan telah diproses mercerized. Di
pasaran dapat ditemukan dengan lebar 90 cm dan 115 cm.
2)                Kain kapas grey
Kain grey adalah kain tenun benang kapas yang tidak mengalami proses pemutihan,
sehingga warnanya masih alami. Kain grey dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.  Kain Blacu, yaitu kain tenun kapas olahan pabrik. Di pasaran terdapat kain blacu dengan
lebar 90 cm, 115 cm, dan 150 cm.
b.  Kain tenun ATBM, yaitu kain tenun kapas yang dihasilkan dengan menggunakan alat
tenun bukan mesin, diproduksi dengan berbagai variasi ukuran kain dengan desain
struktur anyaman yang dibuat dengan doby. Sebagai bahan batik banyak digunakan
sebagai busana wanita maupun aksesoris
c.  Kain tenun Gedhog
     Kain tenun gedhog dibuat dari serat kapas dengan alat tenun tradisional batik. Batik yang
menggunakan tenun gedhog merupakan ciri khas batik Tuban yang tidak ditemukan di tempat
lain. Tampilan fisiknya yang unik karena mulai dari penanaman kapas, menenun sampai jadi
batik dikerjakan di Tuban. Tidak diketahui secara pasti kapan kain tenun gedhog mulai
diproduksi. Dari seorang pembatik yang kini telah berusia lebih dari 80 tahun diperoleh
keterangan bahwa tenun gedhog telah dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu. Disebut tenun
gedhog karena bunyi ”dhog-dhog” yang terdengar pada saat proses menenun. Ada 2 jenis
kapas sebagai bahan baku kain tenun gedhog yaitu yang berwarna putih dan cokelat. Kapas
yang aslinya berwarna cokelat dengan nama kapas ”lawa” (”lowo” dalam bahasa Jawa), akan
menghasilkan kain tenun berwarna cokelat, dan apabila digunakan sebagai bahan batik maka
batik yang dihasilkan akan berwarna cokelat dan tidak pernah memiliki warna putih.
     Produk kain tenun gedhog mempunyai warna da motif yang bermacan-macam. Ada
yang polos, bermotif lurik, kotak-kotak dan motif lain, serta dengan satu warna atau
lebih. Masing-masing kain tenun gedhog mempunyai nama, antara lain Intip Ian, Cele,
Cleret blungko, Dom Sumelap, Upan-upan. Sebanyak 36 produk tenun gedhog telah
didaftarkan hak ciptanya pada tahun 2004.
3)                Kain rayon
Kain rayon adalah kain benang rayon yaitu serat hasil regenerasi serat selulosa, sifatnya
menyerupai kapas akan tetapi kekuatannya lebih rendah terutama terhadap alkali. Dalam
keadaan basah kekuatan kapas akan bertambah sementara rayon akan berkurang.
Keunggulan kain rayon lebih berkilau dan mempunyai draping atau sifat menggantung
lebih baik. Contoh antar lain kain shantung, kain paris rayon.
4)                Kaos kapas
Kaos kapan adalah kain katun hasil rajutan, biasanya dibuat batik dalam bentuk produk
kaos oblong atau T-shirt. Batik Tuban juga menggunakan kaos kapas untuk T-shirt dengan
motif khas Tuban.
B.       Kain Sutra
Kain sutra terbuat dari serat protein, yang diperoleh dari sejenis serangga Iepidoptera dan
spesies utama yang dipelihara untuk menghasilkan sutra adalah Bombyx mori. Serat sutra
berbentuk filamen dihasilkan dari larva ulat sutra pada saat membuat kepompong. Serat
sutra mentah terdiri dari lebih kurang 75% fibroin dan 25% serisin yaitu sejenis perekat
yang melapisi fibroin, berfungsi untuk melindungi fibroin dari gaya mekanik. Untuk proses
pewarnaan lapisan serisin ini harus dihilangkan dengan proses degumming atau boil off,
karena akan mengganggu penyerapan warna.
Saat ini sutra yang ada di pasaran adalah :
a.       Sutra import, yaitu kain sutra yang ditenun secara masinal yang dikenal dengan sutra super
T54, sutra super T56, Abote, Organdi, Sifon, sutra kaca kotak, sutra salur yaitu kombinasi
anyaman sutra super denan organdi, sutra krepe, sutra kembang batu yang anyaman
desain struktur dengan doby.
b.       Sutra lokal, yaitu kain sutra buatan dalam negri ditenun dengan ATBM antara lain sutra
polos, sutra granitan yang anyaman desain struktur dengan doby, sutra salur.
c.       Sutra liar, yaitu sutra yang dibuat dari serat ulat sutra yang dibudidayakan secara liar. Ulat-ulat
sutra ini dibiarkan hidup di pohon mahoni, jambu mete, kedondong, sehingga makanannya adalah
daun-daun dimana mereka hidup. Jenis serat yang dihasilkan dari ulat yang makanannya jambu
mete atau daun kedondong disebut criccula, berwarna kuning keemasan. Sedangkan serat yang
dihasilkan dari ulat yang makanannya daun mahoni disebut attacus, berwarna cokelat. Warna-
warna tersebut warna alami.
 
INFORMASI DI BLOG INI SILAHKAN DICOPY DAN DIMANFAATKAN UNTUK
MENAMBAH PENGETAHUAN TENTANG BATIK
 
SUMBER: Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tuban.
Tags: kain, batik gedhog, batik printing, batik tjap, batik tulis, batik tulis canting
2 comments share
Our Showroom
Posted by loemboeng on Aug 16, '08 3:50 AM for everyone

Jika ingin melihat-lihat koleksi


kami secara langsung silahkan mampir k gallery kami yang terletak
di:
Jl. Pasar Sore No.154 Tuban, Jawa Timur
Telp : 0356-320516
Tags: showroom

Jumat, 22 Januari 2010


Batik Tulis Keraton, A-Z!!!
FILOSOFI BATIK

Batik adalah teknik perintang warna dengan menggunakan lilin (malam), yang telah ada sejak
pertama kali diperkenalkan nama batex oleh Chastelein, seorang anggota Raad van Indie (dewan
Hindia) pada tahun 1705. Pada masa itu penanaman dan penenunan kapas sebagian besar berpusat di
pulau Jawa. Penduduk biasa mengenakan kain yang dilukis dengan cara mereka sendiri. Tetapi
kaum bangsawan Jawa pada masa itu selalu mengenakan kain dari Gujarat. "Seharusnya mereka
selalu mengenakan kain batik," gerutu Chastelein. Akhirnya teknik itu berkembang dan dikenakan
oleh hampir semua kalangan, sampai dengan sekarang.

Batik, sebagaimana namanya mbatik adalah ngemban titik. Secara filosofis berarti : padat karya.
Karena membatik membutukan banyak tenaga kerja. Dari mulai mendesain, menggambar motif,
membuka-tutup kain dengan malam, mewarnai, hingga memasarkan batik itu sendiri. Mbatik juga
bisa berarti mbabate teko sitik. Membatik membutuhkan kesabaran luar biasa, mengingat membatik
bersumber dari kata hati.

Batik pada mulanya menjadi bagian dari craftmanship, seiring penetrasi teknologi produksi dan
pewarnaan, kental sekali nuansa industrinya. Kita hanya mengenal batik tulis (handdrawn) dan
teknik yang ditinggalkan sejak abad 19, batik cap (handstamp). Paling mutakhir inovasi di
Pekalongan adalah membatik malam dengan screen yang biasa dipakai dalam teknik
sablon/printing.

Batik dan masyarakat Pekalongan tidak bisa dipisahkan, karena mereka hidup dan menghidupi
batik. Lebih dari itu batik adalah bagian dari masa lalu, masa kini dan masa depan masyarakat
pesisir utara pulau Jawa itu.

from : Festival Batik Pekalongan

PERLENGKAPAN BATIK

Kain batik tulis memang mahal harganya. Butuh ketelitian dan kerapihan dari pembuatnya.

Inilah kain mori, kain putih yang digambar dengan aneka motif sebelum dibatik dengan malam yang
dilumerkan di atas wajan dan digambar dengan menggunakan canting. Nah kain mori yang sudah
bermotif ini dijual oleh seorang pedagang di Pasar Klewer. Harganya Rp. 40.000,00.

Inilah canting yang dibeli, sebenarnya ada berbagai ukuran. Sebagaimana halnya pensil, ada ukuran
2B, 3B, 4B, dst nah kalau yang ini ukurannya 1, 2, 3, 4, dst sampai dengan 6. Harganya Rp.
2.500,00 per canting.
Mata canting ini dibuat berbagai ukuran, sesuai besar kecilnya garis yang akan diblok pada motif
yang tersedia. Gagang canting adalah kayu yang diraut disesuaikan dengan ukuran canting.
Digunakan sebagai pegangan canting, Ukurannya relatif sama.

Ini gambar etalase wajan yang dijual oleh pedagang di dekat beteng Keraton. Harganya Rp. 7000,00
per buah.

Ini gambar etalase kompor yang dijual oleh pedagang di dekat beteng Keraton. Harganya Rp.
7000,00 per buah.
Kirakira seperti ini perangkatnya yang diperlukan.

Nah ini adalah Jarik dengan motif Sidoluhur yang sudah jadi. Sayang kain yang ini babarannya
(finishing pembuatan kain) tidak terlalu bagus. Jadina warna agak pucat gitu.

Seni Batik Tradisional dikenal sejak beberapa abad yang lalu di tanah Jawa. Bila kita menelusuri
perjalan perkembangan batik di tanah Jawa tidak akan lepas dari perkembangan seni batik di Jawa
Tengah. Batik Jogja merupakan bagian dari perkembangan sejarah batik di Jawa Tengah yang telah
mengalami perpaduan beberapa corak dari daerah lain.

Perjalanan “Batik Yogya” tidak bisa lepas dari perjanjian Giyanti 1755. Begitu Mataram terbelah
dua, dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri, busana Mataram diangkut dari Surakarta ke
Ngayogyakarta maka Sri Susuhunan Pakubuwono II merancang busana baru dan pakaian adat
Kraton Surakarta berbeda dengan busana Yogya.

Di desa Giyanti, perundingan itu berlangsung. Yang hasilnya antara lain , Daerah atau Wilayah
Mataram dibagi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB II di Surakarta
Hadiningrat , sebagian lagi dibawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah
dinobatkan sebagai raja bergelar Ngersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan
Hamengku Buwana Senopati ing Ngalaga Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatullah
ingkang jumeneng kaping I , yang kemudian kratonnya dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Semua pusaka dan benda-benda keraton juga dibagi dua. Busana Mataraman dibawa ke
Yogyakarta , karena Kangjeng Pangeran Mangkubumi yang berkehendak melestarikannya. Oleh
karena itu Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB III merancang tata busana baru
dan berhasil membuat Busana Adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat sampai sekarang ini.

Ciri khas batik gaya Yogyakarta , ada dua macam latar atau warna dasar kain. Putih dan Hitam.
Sementara warna batik bisa putih (warna kain mori) , biru tua kehitaman dan coklat soga. Sered atau
pinggiran kain, putih, diusahakan tidak sampai pecah sehingga kemasukan soga, baik kain berlatar
hitam maupun putih. Ragam hiasnya pertama Geometris : garis miring lerek atau lereng , garis
silang atau ceplok dan kawung , serta anyaman dan limaran.Ragam hias yang bersifat kedua non-
geometris semen , lung- lungan dan boketan.Ragam hias yang bersifat simbolis erat hubungannya
dengan falsafah Hindu – Jawa ( Ny.Nian S Jumena ) antara lain :
Sawat Melambangkan mahkota atau penguasa tinggi , Meru melambangkan gunung atau tanah
( bumi ) , Naga melambangkan air , Burung melambangkan angin atau dunia atas , Lidah api
melambangkan nyala atau geni.

Sejak pertama sudah ada kain larangan. Setiap Sultan yang bertahta berhak membuat peraturan baru
atau larangan-larangan.
Terakhir, Sri Paduka Sultan HB VIII membuat peraturan baru ( revisi ) berjudul Pranatan dalem bab
namanipun peangangge keprabon ing Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dimuat dalam
Rijksblad van Djokjakarta No 19. th 1927, Yang dimaksud pangangge keprabon ( busana keprabon )
adalah : kuluk ( wangkidan ), dodot / kampuh serta bebet prajuritan, bebet nyamping ( kain
panjang ) , celana sarta glisire ( celana cindhe , beludru , sutra , katun dan gelisirnya ), payung atau
songsong.

Motif batik larangan : Parang rusak ( parang rusak barong , parang rusak gendreh < 8 cm , parang
rusak klithik < 4 cm), semen ageng sawat grudha ( gurdha ) , semen ageng sawat lar , udan riris ,
rujak senthe , parang-parangan yang bukan parang rusak, semua ini besar-kecilnya sesuai menurut
ukuran parang rusak.

Semua putra dalem diperbolehkan mengenakan kain-kain tersebut di atas. Busana batik untuk
Permaisuri diperbolehkan sama dengan raja. Garwa ampeyan dalem diizinkan memakai parang
rusak gendreh kebawah. Garwa Padmi KG Pangeran Adipati sama dengan suaminya. Garwa
Ampeyan KG Pangeran Adipati diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah. Demikian
pula putra KG Pangeran Adipati. Istri para Pangeran Putra dan Pangeran Putra Raja yang terdahulu (
Pangeran Putra Sentananing Panjenengan dalem Nata ) sama dengan suaminya . Garwa Ampeyan
para Pangeran diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah.

topiq pake batik larangan:

Wayah dalem ( cucu Raja ) mengenakan parang rusak gendreh ke bawah. Pun Buyut dalem ( cicit
Raja) dan Canggah dalem ( Putranya buyut ). Warengipun Panjenengan dalem Nata ( putra dan putri
) kebawah diperbolehkan mengenakan kain batik parang – parangan harus seling , tidak
diperbolehkan byur atau polos.
Pepatih dalem ( Patih Raja ) diperkenankan memakai parang rusak barong kebawah.

Abdidalem : Pengulu Hakim , Wedana Ageng Prajurit , Bupati Nayaka Jawi lan lebet diperkenankan
mengenakan parang rusak gendreh kebawah.
Bupati Patih Kadipaten dan Bupati Polisi sama dengan abdidalem tersebut diatas.

Penghulu Landrad , Wedana Keparak para Gusti ( Nyai Riya ), Bupati Anom , Riya Bupati Anom ,
parang rusak gendreh kebawah.
Abdidalem yang pangkatnya dibawah abdi dalem Riya Bupati Anom dan yang bukan pangkat bupati
Anom, yakni yang berpangkat Penewu Tua

sumber: Taman Bacaan Bastari Samarinda


BATIK KRATON (Part I - Kisah Batik Truntum)

Pada zaman dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh putri-
putri di lingkungan kraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai kerohanian yang memerlukan
pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa dengan dilandasi permohonan, petunjuk, dan
ridha Tuhan YME. Itulah sebabnya ragam hias wastra batik senantiasa menyembulkan keindahan
abadi dan mengandung nilai-nilai perlambang yang berkait erat dengan latar belakang penciptaan,
penggunaan, dan penghargaan yang dimiliknya.

Dalam forum Roundtable On Museum Textile di Washington D.C. pada tahun 1979, K.P.T.
Hardjonagoro mengisahkan proses penciptaan ragam hias truntum karya Kanjeng Ratu Beruk,
permaisuri Sri Susuhunan Paku Buwono III. Dalam keprihatinan dan kesedihan yang amat dalam
karena tidak lagi memperoleh cinta kasih sri baginda, Kanjeng Ratu Beruk menciptakan suatu pola
batik dengan disertai doa dan permohonan rahmat kepada Sang Pencipta agar sri baginda kembali
mencintainya

Doa sang permaisuri terkabul. Pada suatu hari Sri Susuhunan hadir di tempat permaisuri membatik.
Kehadiran sri Baginda ternyata kemudian diikuti oleh kehadiran sri baginda pada hari-hari
berikutnya. Setelah menyaksikan hasil akhir dari wastra batik karya permaisuri, sri baginda
memanggil Kanjeng Ratu Beruk kembali ke istana. Permaisuri mengabdikan peristiwa "kembali
tumbuhnya cinta kasih sribaginda" dan "kembali berkumpulnya sri baginda-permaisuri" dengan
memberi nama truntum pada ragam hias batik karyanya yang memang belum diberi nama itu.
Secara harafiah truntum berarti 'timbul' atau 'berkumpul'.

BATIK KRATON (Part II - pengertian)

"Batik Kraton" adalah wastra batik dengan pola tradisional, terutama yang semula tumbuh dan
berkembang di kraton-kraton di Jawa. Tata susun ragam hias dan pewarnaannya merupakan paduan
mengagumkan antara seni, adat, pandangan hidup, dan kepribadian lingkungan yang melahirkannya,
yaitu lingkungan kraton. Karya seni para putri dan seniman kraton ini tercipta melalui proses kreatif
yang selalu terkait dengan pandangan hidup dan tradisi yang ada pada lingkup kraton serta ditunjang
oleh teknologi pada saat itu.

Sebagian besar pola batik kraton mencerminkan pengaruh Hindu-Jawa yang pada jaman Pajajaran
dan Majapahit berpengaruh sangat besar dalam seluruh tata kehidupan dan kepercayaan masyarakat
Jawa dan pada masa kemudian menampakkan nuansa Islam dalam hal "stilasi" bentuk hiasan yang
berkait dengan manusia dan satwa.

Pengaruh Hindu Jawa tercermin dengan jelas pada batik-batik kraton yang berpola semen dan
merupakan salah satu gejala yang menarik dalam batik kraton. Meskipun ragam hias batik kraton
memiliki aturan yang baku, namun berkat kebebasan menyusun serta memilih ragam hias utama,
isen, dan ragam hias pengisi, terdapat jenis pola semen yang cukup banyak jumlahnya. Hiasan
utama berupa burung garuda dan pohon hayat mencerminkan unsur mitologi Hindu-Jawa, sementara
hiasan pengisi beragam taru 'tetumbuhan' merupakan unsur-unsur asli Jawa. Sedang stilasi
perwujudan hingga menjadi tidak wadag merupakan hasil sentuhan Islam yang melarang manusia
dan satwa ditampilkan secara nyata dalam karya seni. Stilasi bentuk ini menjadi kecenderungan
umum dalam pola batik. Salah satu pola yang merupakan pengecualian dalam hal ini adalah pola
Sudarawerti, suatu pola batik kraton Yogyakarta yang menampilkan sosok manusia secara nyata.
Pengaruh Islam terlihat pula pada pola Kawung Bouraq.
Sekedar tambahan : semen disini bukan berarti semen bahan bangunan, melainkan dari kata "semi".
Semi artinya permulaan tumbuh (bersemi, musim semi.

Pola Batik Sudarawerti


Pola Batik Kawung Bouraq

Sebagian besar warisan budaya klasik Jawa yang bertahan hingga dewasa ini masih mengandung
unsur Hindu-Jawa, suatu akulturasi budaya yang tetap dipelihara di dalam lingkup tembok keraton,
sekalipun perubahan kehidupan masyarakat di luar tembok kraton senantiasa berlangsung dari masa
kemasa dan pengaruh Hindu-Jawa perlahan-lahan surut dari permukaan. Hal ini seperti yang terlihat
pada perkembangan pola-pola batik yang berasal dari kraton dan di luar kraton.

BATIK KRATON (Part III - Perkembangan)

Pada awalnya, pembuatan batik kraton secara keseluruhan_sejak penciptaan dan pembuatan ragam
hias sampai pencelupan akhir_dikerjakan di dalam kraton dan dibuat khusus untuk keluarga raja.
Pola-pola dan pembatikannya dikerjakan oleh para putri istana, sedang pekerjaan lanjutan
dilaksanakan oleh para abdi dalem. Dengan demikian, jumlah wastra yang dihasilkan pun terbatas.
Seiring dengan kebutuhan wastra batik di lingkungan keluarga dan kerabat keraton yang semakin
meningkat, pembuatan wastra batik tidak mungkin lagi tergantung pada putri dan abdi dalem kraton.
Keadaan ini menyebabkan munculnya kegiatan pembatikan di luar tembok istana.

Pembatikan di luar istana mula-mula hanya dalam bentuk kegiatan rumah tangga yang dikelola oleh
para kerabat dan abdi dalem yang tinggal di luar kraton. Ketika kebutuhan batik meningkat pesat,
usaha rumah tangga para kerabat dan abdi dalem berkembang menjadi indutri yang dikelola oleh
para saudagar. Mereka mempekerjakan para pembatik terampil dan mengawasi seluruh proses
pembatikan. Oleh karena itu hasilnya pun menjadi lebih halus dan lebih indah jika dibandingkan
dengan wastra batik pada masa sebelumnya.

Kehadiran para saudagar batik di luar tembok kraton, yang semula hanya untuk memenuhi
kebutuhan lingkungan istana, mendorong masyarakat di luar tembok kraton yang tadinya memakai
kain tenun ingin pula mengenakan batik. Gayung pun bersambut karena para saudagar batik
menangkap kesempatan dengan membuat batik yang diperuntukkkan bagi masyarakat luas.

Perluasan pemakaian batik menyebabkan pihak kraton Surakarta dan Yogyakarta membuat
ketentuan mengenai pemakaian pola batik. Ketentuan tersebut diantaranya mengatur sejumlah pola
yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarga istana. Pola yang hanya boleh dikenakan oleh
keluarga istana ini disebut sebagai "pola larangan". Pemberlakuan adanya pola larangan hanya
terdapat di istana-istana Surakarta dan Yogyakarta meskipun jenis masing-masing pola larangan
tidak sama antar isatana Mataram. Menurut catatan, pemberlakuan pola larangan di kraton
Yogyakarta lebih terinci dibanding yang berlaku di kraton Surakarta. Semua pola parang, terutama
Parang-rusak Barong, Cemukiran, dan Udan Liris, serta berbagai semen yang menggunakan sawat
ageng merupakan pola larangan kraton Surakarta. Adapun pola larangan kraton Yogyakarta antara
lain berupa pola parang besar, terutama Parang-rusak Barong, Semen Ageng, dan Sawat Gurdha.

Pola Parang-rusak Barong

Pola Modang Cemukiran


Pola Udan Liris

Pola Parang Kesit Sawat Gurdha

MENEROPONG "MAKNA SPIRITUAL BATIK JAWA"


BATIK TIDAK HANYA MENAMPILKAN KEINDAHAN UJUD SECARA KASAT MATA.
MELAINKAN JUGA MENYIMPAN KEDALAMAN SPIRITUAL YANG DIPANCARKAN
MELALUI MOTIF-MOTIFNYA YANG “SAKRAL”. TAK MENGHERANKAN JIKA JENIS
KAIN KEMUDIAN RAJIN MENYERTAI DAUR KEHIDUPAN MASYARAKAT JAWA.
SEJAK LAHIR HINGGA AJAL TIBA.

Hal serupa pernah disampaikan oleh Sri Sultan HB X saat meresmikan Museum Batik di Kraton
Yogyakarta 2005 silam. “Sejak lahir, menjalani hidup di dunia hingga meninggal, dibungkus dengan
kain batik. Batik sangat dekat dengan kehidupan. Khususnya dalam lingkungan keluarga.”

Kedekatan batik dengan kehidupan masyarakat Jawa telah menjadikannya bagian hidup yang tak
terpisahkan. Melalui selembar kain dengan goresan warna lembut terlukis di atasnya, bisa terlihat
gambaran hidup masyarakat Jawa secara keseluruhan. Itulah yang membuat batik menjadi karya
seni sangat istimewa. Baik dalam proses pembuatan, filosofi yang terkandung, hingga etika dan tata
cara pemakaiannya.

Sebagai pusaka warisan leluhur, proses pembuatan kain batik dilakukan dengan melibatkan seluruh
indera perasa. Merunut jauh ke belakang, kain yang bersumber dari dalam kraton dan menjadi
ageman dalem ingkang sinuwun ini, tak jarang dibuat melalui serangkaian ritual tertentu. Apalagi
dahulu, batik dikerjakan sendiri oleh putri-putri kraton.

“Dulu, mereka sering nglakoni yang terwujud dalam puasa dengan mengurangi diri dari makan,
minum, tidur, dan kesenangan duniawi yang lain, serta bersemedi. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan ilham dalam menciptakan motif batik,” ungkap Ir Toetti T Soerjanto.

Menurut wanita yang mengaku sangat mencintai batik ini, pada zaman dulu membatik merupakan
kegiatan yang penuh nilai rohani. Selain memerlukan pemusatan pikiran dan kesabaran, juga
dilakukan dengan kebersihan jiwa untuk memohon petunjuk dari Gusti Yang Murbeng Dumadi agar
mendapatkan ilham dalam menciptakan motif batik. Dari sinilah kemudian motif batik diyakini
mengandung filosofi sesuai motifnya.

Hal senada diungkapkan oleh Mari S Condronegoro. Menurut wanita keturunan Sri Sultan
Hamengku Buwono VII ini, ritual yang mengiringi proses pembuatan batik biasanya adalah laku
puasa. Dengan berpuasa, kata Mari, diharapkan akan muncul ketenangan diri hingga bisa
mendapatkan ilham untuk menciptakan motif yang baru. Biasanya, semakin penting batik yang
dibuat, semakin lama pula puasa dilakukan.

Selain puasa, dilakukan pula pembacaan doa-doa. Mengikuti dhawuh dalem dulu di mana Sultan
merupakan seorang Panatagama, maka doa-doa yang dibaca adalah doa-doa muslim yang
merupakan agama yang dianut oleh Sultan. Dengan ritual tersebut, diharapkan proses pembuatan
batik akan berlangsung lancar. Syukur bisa menghasilkan batik bernilai tinggi yang bisa
memancarkan aura bagi pemakainya atau “pecah pamore”. Terlebih bila batik yang dibuat itu
ditujukan atau akan dipakai oleh sinuwun atau keluarga kraton yang lain.

Meski tidak terpaparkan secara gamblang, laku ritual yang mengiringi proses membatik juga
terungkap dari beberapa sumber dari njeron beteng yang turun-temurun mendapat cerita dari eyang
buyut dan leluhurnya. Disebutkan, ritual dilakukan secara bertahap sebelum proses pembuatan batik
dimulai. Khususnya, jika batik tersebut akan diagem oleh raja, bupati, atau lurah.

Pertama, mengadakan selamatan yang dilanjutkan dengan puasa. Kedua, menyiapkan uba rampe
berbentuk kembang setaman dan jajan pasar yang diletakkan di dekat tempat yang akan digunakan
untuk membatik. Waktu untuk memulai proses pembuatan batik juga dihitung berdasarkan neton
atau hari lahir dan pasaran orang yang nantinya akan mengenakannya.

“Selain itu, mori atau kain yang akan dibatik harus direndam dulu selama 40 hari 40 malam. Jadi,
membuat batik itu tidak asal jadi karena ada serangkaian ritual yang harus dilakukan agar auranya
keluar,” ujarnya.

Terlepas dari percaya atau tidak, ada satu pengalaman tersendiri yang dialami oleh Larasati
Soeliantoro Soeleman saat akan membuat kampuh untuk pernikahan salah satu putrinya dulu. Saat
itu, wanita yang mengkoleksi batik-batik Jawa klasik ini meminta tolong perajin batik di Imogiri
untuk membuatkan kain tersebut.

Ketika proses berlangsung, ternyata lilin batik tidak bisa keluar dari lubang canting meski berulang
kali dibersihkan. Perajin batik yang mengerjakan akhirnya mengusulkan untuk mengadakan
selamatan beserta pembacaan doa-doa dulu sebelum proses batik dilanjutkan. “Believe it or not,
setelah ritual tersebut akhirnya pekerjaan itu berlangsung lancar,” ujar wanita yang selalu
mengenakan batik ini.

Kendati begitu, diakuinya sekarang ini jarang sekali menjumpai ritual-ritual yang mengiringi proses
pembuatan batik. Barangkali, selain karena motif yang dibuat kebanyakan tinggal menjimplak, juga
karena batik sekarang telah diproduksi secara massal.

FILOSOFI POLA BATIK

Selain proses pembuatannya yang rumit dan selalu disertai dengan serangkaian ritual khusus, batik
juga mengandung filosofi tinggi yang terungkap dari motifnya. Hal ini terkait dengan sejarah
penciptaan motif batik sendiri yang biasanya diciptakan oleh sinuwun, permaisuri atau putri-putri
kraton yang semuanya mengandung falsafah hidup tersendiri bagi pemakainya.

Motif Parang Rusak misalnya. Motif ini diciptakan oleh Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan
Mataram. Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Mataram, Senopati sering bertapa di
sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yang dipenuhi oleh jajaran pegunungan seribu yang tampak
seperti pereng (tebing) berbaris. Akhirnya, ia menamai tempat bertapanya dengan pereng yang
kemudian berubah menjadi parang. Di salah satu tempat tersebut ada bagian yang terdiri dari tebing-
tebing atau pereng yang rusak karena deburan ombak laut selatan sehingga lahirlah ilham untuk
menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak.

Pola Parang Rusak Barong, diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang ingin mengekspresikan
pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya, dan kesadaran sebagai seorang
manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta. Kata “barong” berarti sesuatu yang besar dan
hal ini tercermin pada besarnya ukuran motif tersebut pada kain. Merupakan induk dari semua pola
parang, pola barong dulu hanya boleh dikenakan oleh seorang raja. Mempunyai makna agar seorang
raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri.

Motif parang sendiri mengalami perkembangan dan memunculkan motif-motif lain seperti Parang
Rusak Barong, Parang Kusuma, Parang Pamo, Parang Klithik, dan Lereng Sobrah. Karena
penciptanya pendiri Kerajaan Mataram, maka oleh kerajaan, motif-motif parang tersebut hanya
diperkenankan dipakai oleh raja dan keturunannya dan tidak boleh dipakai oleh rakyat biasa. Jenis
batik itu kemudian dimasukkan sebagai kelompok “batik larangan”.

Bila dilihat secara mendalam, garis-garis lengkung pada motif parang sering diartikan sebagai
ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah raja.
Komposisi miring pada parang juga melambangkan kekuasaan, kewibawaan, kebesaran, dan gerak
cepat sehingga pemakainya diharapkan dapat bergerak cepat.

Menurut penuturan Mari S Condronegoro, pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, motif
parang menjadi pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan seseorang dan menjadi
ketentuan yang termuat dalam Pranatan Dalem Jenenge Panganggo Keprabon Ing Karaton Nagari
Ngajogjakarta tahun 1927. “Selain motif Parang Rusak Barong, motif Batik Larangan pada zaman
itu adalah, motif Semen, Udan Liris, Sawat dan Cemungkiran,” jelasnya.

Motif batik Semen yang mengutamakan bentuk tumbuhan dengan akar sulurnya ini bermakna semi
atau tumbuh sebagai lambang kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta. Sedangkan motif Udan
Liris termasuk dalam pola geometris yang tergolong motif lereng disusun secara garis miring
diartikan sebagai hujan gerimis yang menyuburkan tumbuhan dan ternak.

Secara keseluruhan, motif yang juga tersusun dari motif Lidah Api, Setengah Kawung, Banji,
Sawut, Mlinjon, Tritis, ada-ada dan Untu Walang yang diatur diagonal memanjang ini bermakna
pengharapan agar pemakainya dapat selamat sejahtera, tabah dan berprakarsa dalam menunaikan
kewajiban bagi kepentingan nusa dan bangsa.

Motif lain Sawat bermakna ketabahan hati. Sedangkan motif Cemungkiran yang berbentuk seperti
lidah api dan sinar merupakan unsur kehidupan yang melambangkan keberanian, kesaktian, ambisi,
kehebatan, dan keagungan yang diibaratkan seperti Dewa Syiwa yang dalam masyaraka Jawa
dipercaya menjelma dalam diri seorang raja sehingga hanya berhak dipakai oleh raja dan putra
mahkota.

Seiring dengan perkembangan zaman, Batik Larangan sudah tidak sekuat dulu lagi dalam
penerapannya. Bahkan, motif-motif tersebut sekarang sudah banyak dikenakan masyarakat di luar
tembok kraton. Kendati begitu, Mari S Condronegoro dan GBRAy Hj Murdhokusumo mengimbau
masyarakat umum yang bukan kerabat kraton untuk tidak mengenakan motif tersebut, terutama
Parang Rusak Barong saat berada di dalam tembok kraton, untuk menjaga wibawa Sultan.

Lebih lanjut, Gusti Murdhokusumo mengatakan bahwa batik akan selalu menandai setiap peristiwa
penting dalam kehidupan manusia Jawa sejak lahir hingga ajal tiba. Menurutnya, ada beberapa motif
batik yang sebaiknya dikenakan pada peristiwa-peristiwa penting yang dialami masyarakat Jawa.
Peristiwa kelahiran, misalnya, sebaiknya jabang bayi dialasi dengan kain batik tua milik neneknya
atau kopohan yang berarti basah. Ini mengandung harapan agar si bayi berumur panjang seperti sang
nenek.

Untuk pernikahan, disarankan mempelai mengenakan kain batik dengan motif yang berawalan
dengan “sida”, seperti Sidamulya, Sidaluhur, Sida Asih, dan Sidomukti. Atau kalau tidak, bisa
mengenakan motif Truntum, Wahyu Tumurun, Semen Gurdha, Semen Rama dan Semen Jlekithet.
Masing-masing mengandung maksud agar kedua mempelai mendapat kebahagiaan, kemakmuran
dan menjadi orang terpandang.

“Yang pasti, pengantin jangan mengenakan motif Parang Rusak agar rumah tangganya terhindar
dari kerusakan dan malapetaka,” ungkapnya. Sebaliknya, ketika akan melayat ke tempat keluarga
yang sedang kesripahan (meninggal dunia) maka sebaiknya mengenakan kain batik yang berwarna
dasar hitam dan menghindari batik dengan warna dominan putih seperti motif parang. Jenis batik
yang cocok untuk melayat, misalnya motif Semen Gurda atau motif lain yang warna dasar senada.

ETIKA MENGENAKAN BATIK


Memahami makna filosofis dari setiap motif batik yang ada, ternyata belum bisa menjadi jaminan
untuk bisa mengenakan busana batik secara benar. Sebab, masih ada serangkaian etika berikut tata
cara pemakaiannya. Setiap motif, kata GBRAy Hj Murdhokusumo, membutuhkan cara pemakaian
yang berbeda-beda. Baik dari penempatan waktu dan tempatnya maupun dari sisi pemakainya.

Untuk batik dengan motif Lereng, misalnya, ketika dikenakan kaum wanita harus dimulai dari kiri
ke kanan. Maksudnya, kain mulai diikatkan dari sebelah kiri sehingga ujung kain akan berakhir di
sebelah kanan. Sebaliknya untuk laki-laki dimulai dari sisi kanan dan ujungnya berakhir di sebelah
kiri. Selain itu, garis lereng atau parang-nya harus mengadap ke bawah.

Mengenakan kain batik tak bisa dipisahkan dengan urusan wiru. Untuk melipat wiru, dimulai
dengan warna putih berada di arah luar dan “wiron” harus jatuh di atas paha kanan untuk putri.
Sedangkan untuk laki-laki, wiru berada di tengah dan menghadap ke arah kiri. Biasanya, wiron
untuk laki-laki lipatannya lebih besar dibanding wiron untuk kain yang dikenakan perempuan.

Di lingkungan kraton, bagi generasi cucu laki-laki ke bawah dan abdi dalem, sebaiknya mengenakan
wiru engkol. Sedang untuk putri, tergantung dhawuh dalem. Harus pakai wiron atau seredhan (kain
yang tidak diwiru), Hal yang terlihat sepele tapi penting adalah jika mengenakan motif Gurdha,
motif binatang atau kembang, maka ceploknya harus menghadap ke atas.

Saat mengenakan kain batik, tutur Mari Condronegoro, bagian mata kaki harus tertutup. Begitupun
untuk bagian atas, terutama bagi perempuan, sebaiknya dibuat agak longgar sehingga tidak
memperlihatkan lekuk tubuh pemakainya. Sepintas, potongan seperti ini terkesan tidak rapi, tetapi
memang seperti inilah etika yang harus dipatuhi.

Begitulah, dari ribuan motif atau pola tradisional yang ada, dalam kesempatan ini hanya beberapa
yang diuraikan karena keterbatasan ruang. Apalagi untuk menganalisa makna filosofis dari simbol-
simbol yang terkadang bersifat ganda dan menyejarah, diperlukan interpretasi dan reinterpretasi
makna yang cerdas, jujur dan dengan kesungguhan agar makna-makna yang disampaikan dapat
diterima oleh masyarakat Dan, dengan begitu akan bisa menambah pemahaman dan kecintaan kita
terhadap batik. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan nguri-uri warisan budaya adiluhung itu?

MELACAK SEJARAH MOTIF BATIK KRATON

PROF DR SUJOKO (ALM), PAKAR SENI RUPA DARI ITB PERNAH MENYAMPAIKAN DI
YOGYAKARTA, BAHWA PELUKIS PERTAMA DARI INDONESIA ADALAH PEREMPUAN
JAWA YANG “MELUKIS” DENGAN CANTING DI ATAS BAHAN TENUNANNYA.

Melukis dengan canting, sudah jelas yang dimaksud tentu membatik. Dan, merujuk pada penjelasan
waktu pada kalimat sang profesor tersebut, sudah sangat menjelaskan pula bahwa batik Jawa telah
lama ada, bahkan merupakan produk seni rupa paling tua di Indonesia.

Secara terminologi, kata batik berasal dari kosa kata bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan
“titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” yang
diaplikasikan ke atas kain untuk menahan masuknya bahan pewarna.

Dari zaman kerajaan Mataram Hindu sampai masuknya agama demi agama ke Pulau Jawa, sejak
datangnya para pedagang India, Cina, Arab, yang kemudian disusul oleh para pedagang dari Eropa,
sejak berdirinya kerajaan Mataram Islam yang dalam perjalanannya memunculkan Kraton
Yogyakarta dan Surakarta, batik telah hadir dengan corak dan warna yang dapat menggambarkan
zaman dan lingkungan yang melahirkan.

Pada abad XVII, batik bertahan menjadi bahan perantara tukar-menukar di Nusantara hingga tahun-
tahun permulaan abab XIX. Memang. Ketika itu batik di Pulau Jawa yang menjadi suatu hasil seni
di dalam kraton telah menjadi komoditi perdagangan yang menarik di sepanjang pesisir utara.

Menurut Mari S Condronegoro dari trah Sri Sultan Hamengku Buwono VII, di lingkungan
bangsawan kraton di Jawa, kain batik dikenakan sebagai busana mereka. Kain batik di lingkungan
kraton merupakan kelengkapan busana yang dipergunakan untuk segala keperluan, busana harian,
busana keprabon, busana untuk menghadiri upacara tradisi, dan sebagainya. Busana pria Jawa yang
terdiri dari tutup kepala, nyamping, kampuh, semuanya berupa kain batik. Begitu pula dengan
kelengkapan busana putri Jawa yang juga berupa kain batik.

Dahulu, kain batik dibuat oleh para putri sultan sejak masih berupa mori, diproses, hingga menjadi
kain batik siap pakai. Semuanya dikerjakan oleh para putri dibantu para abdi dalem. Seperti yang
disampaikan oleh Ibu Murdijati Gardjito dari Paguyuban Pencinta Batik Sekar Jagad, membatik di
lingkungan kraton merupakan pekerjaan domestik para perempuan. Sebagai perempuan Jawa, ada
keharusan bisa membatik, karena membatik sama dengan melatih kesabaran, ketekunan, olah rasa,
dan olah karsa.

Keberadaan batik Yogyakarta tentu saja tidak terlepas dari sejarah berdirinya kerajaan Mataram
Islam oleh Panembahan Senopati. Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Mataram, ia
sering bertapa di sepanjang pesisir Pulau Jawa, antara lain Parangkusuma menuju Dlepih Parang
Gupito, menelasuri tebing Pegunungan Seribu yang tampak seperti “pereng” atau tebing berbaris.

Sebagai raja Jawa yang tentu saja menguasai seni, maka keadaan tempat tersebut mengilhaminya
menciptakan pola batik lereng atau parang, yang merupakan ciri ageman Mataram yang berbeda
dengan pola batik sebelumnya. Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram, maka
oleh keturunannya, pola-pola parang tersebut hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya di
lingkungan istana.

Motif larangan tersebut dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Pola batik
yang termasuk larangan antara lain: Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik,
Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, serta motif
parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak.

Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan
sepenuhnya oleh Kraton Surakarta kepada Kraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian
menjadikan kraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya, termasuk pula khazanah batik.

Kalaupun batik di kraton Surakarta mengalami beragam inovasi, namun sebenarnya motif pakemnya
tetap bersumber pada motif batik Kraton Yogyakarta. Ketika tahun 1813, muncul Kadipaten
Pakualaman di Yogyakarta akibat persengketaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Letnan
Gubernur Inggris Thomas Stamford Raffles, perpecahan itu ternyata tidak melahirkan perbedaan
mencolok pada perkembangan motif batik tlatah tersebut.

Menurut KRAy SM Anglingkusumo, menantu KGPAA Paku Alam VIII, motif-motif larangan
tersebut diizinkan memasuki tlatah Kraton Puro Pakualaman, Kasultanan Surakarta maupun
Mangkunegaran. Para raja dan kerabat ketiga kraton tersebut berhak mengenakan batik parang rusak
barong sebab sama-sama masih keturunan Panembahan Senopati.

Batik tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna
dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri kraton Kasultanan Yogyakarta sangat khas, besar-
besar, dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik. Sementara itu, batik di Puro
Pakualaman merupakan perpaduan antara pola batik Kraton KasultananYogyakarta dan warna batik
Kraton Surakarta.

Jika warna putih menjadi ciri khas batik Kasultanan Yogyakarta, maka warna putih kecoklatan atau
krem menjadi ciri khas batik Kraton Surakarta. Perpaduan ini dimulai sejak adanya hubungan
keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Kraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII
mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X. Putri Kraton Surakarta inilah yang memberi
warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya.

Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman, yakni Pola Candi Baruna yang tekenal sejak
sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo. Sedangkan
pola batik Kasultanan yang terkenal, antara lain: Ceplok Blah Kedaton, Kawung, Tambal Nitik,
Parang Barong Bintang Leider, dan sebagainya.

Begitulah. Batik painting pada awal kelahirannya di lingkungan kraton dibuat dengan penuh
perhitungan makna filosofi yang dalam. Kini, batik telah meruyak ke luar wilayah benteng istana
menjadi produk industri busana yang dibuat secara massal melalui teknik printing atau melalui
proses lainnya. Bahkan diperebutkan sejumlah negara sebagai produk budaya miliknya.

Barangkali sah-sah saja. Tetapi selama itu masih bernama batik, maka sebenarnya tak ada yang
perlu diperdebatkan tentang siapa pemilik aslinya. Bukankah kata “batik” (amba titik), sudah
menjelaskan dari mana asal muasal bahasanya?

POLA BATIK

Pola Batik Semen

Oleh : Ny. Toetti Toekajati Soerjanto

I. Pendahuluan
Pola batik semen tampil dalam batik dari setiap daerah, terutama di Pulau Jawa, yang meliputi
antara lain Yogyakarta, Surakarta, Banyumas dan Cirebon. Pola batik semen dijumpai terutama pada
jenis Batik Kraton, Batik Pengaruh Kraton, Batik Sudagaran, Batik Petani, dan Batik Indonesia.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola batik semen terdapat pada sebagian besar jenis batik.
Pola semen sangat mudah dikenali karena mempunyai ragam hias penyusun yang khas yang selalu
hadir dalam pola-polanya.

II. Sejarah Pola Semen


Asal mula hadirnya pola semen berawal pada saat pemerintahan Sunan Paku Buwono IV (1787
1816) di saat beliau mengangkat putera mahkota sebagai calon penggantinya. Beliau menciptakan
pola tersebut guna mengingatkan puteranya kepada perilaku dan watak seorang penguasa seperti
wejangan yang diberikan oleh Prabu Rama kepada Raden Gunawan Wibisana saat akan menjadi
raja. Wejangan tersebut dikenal dengan sebutan Hasta Brata.
Wejangan ini terdiri dari 8 (hasta) hal yang masing-masing ditampilkan dalam pola semen dengan
bentuk ragam-ragam hias yang mempunyai arti filosofis sesuai dengan makna masing masing ragam
hias tersebut. Oleh karena itu, pola batik ciptaan beliau tersebut diberi nama semen Rama (dari
Prabu Rama). Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa pola semen merupakan salah satu pola batik
yang mencerminkan pengaruh agama Hindhu-Budha pada batik. Hal tersebut dapat dimengerti
karena pada saat pola-pola batik diciptakan yaitu kira-kira pada zaman kerajaan Mataram (pada
masa Sultan Agung Hanyokrokusumo, abad 17 M), peradaban di kerajaan tersebut masih
mempertahankan unsur-unsur tradisi Jawa yang sangat dipengaruhi oleh agama Hindhu-Budha.
Pengaruh tersebut tidak hanya terdapat pada unsur-unsur kesenian dan kesusasteraan saja,
melainkan juga unsur-unsur yang terdapat dalam upacara adat dan keagamaan hingga saat ini.
Dibandingkan dengan pola Parang atau Lereng yang sudah ada sejak zaman Mataram (pada masa
Penembahan Senopati), pola semen tergolong lebih muda. Pola semen yang diciptakan setelah pola
semen Rama selalu mengandung ragam-ragam hias yang terdapat pada pola semen Rama, baik
sebagian ataupun seluruhnya. Namun demikian, ada satu ragam hias yang selalu harus dihadirkan
dan merupakan ciri dari sebuah pola semen adalah ragam hias gunung atau meru. Hal ini disebabkan
karena nama dari pola semen diperoleh dari ragam hias tersebut.
Asal kata semen adalah semi. Ragam hias gunung atau meru berasal dari kata Mahameru yaitu
gunung tertinggi tempat bersemayam para dewa dari agama Hindhu. Di gunung pasti terdapat tanah
tempat tumbuh-tumbuhan bersemi. Dari sinilah asal kata semen.
Pola semen termasuk dalam golongan pola batik non geometris, selain pola-pola batik Lung-lungan
Buketan, Dan Pinggiran.

III. Perkembangan Pola Semen


Sebagaimana disebutkan diatas, pola semen pertama-tama menampilkan ragam-ragam hias yang
mengikuti arti filosofis agama Hindhu (diambil dari ceritera Ramayana), sehingga arti filosofis pola
semen sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam Hastabrata Ramayana.
Dalam perkembangan selanjutnya, kandungan nilai filosofis pola semen, selain yang dilambangkan
oleh ragam hias dari Hastabrata, ada pula yang ditambah dengan ragam-ragam hias lain yang
menjadi dasar pemberian nama polanya, sebagai contoh adalah pola semen Gajah Birawa. Dalam
pola tersebut nampak adanya ragam hias berupa gajah, pada semen rante terdapat bentuk-bentuk
seperti rantai, dan seterusnya. Selain itu, banyak pola semen dengan ragam hias pokok yang sudah
mengalami improvisasi sesuai selera penciptanya tetapi tetap alam arti filosofis yang sama, diberi
nama yang mempunyai arti sebagai cerminan serta harapan. Sebagai contoh adalah semen Sidoasih
dengan berbagai versi namun mencerminkan arti yang sama.
IV. Jenis jenis batik yang memiliki pola semen
1. Batik Kraton - Kraton Yogyakarta (semen gurdho, semen sinom), Kraton Surakarta (semen
gendhong, semen rama), Puro Pakualaman (semen sidoasih), Puro Mangkunegaran (semen jolen),
Cirebon (semen rama, sawat pengantin).
2. Batik Pengaruh Kraton - Banyumas (semen klewer banyumasan).
3. Batik Sudagaran - Yogyakarta (semen sidoasih, semen giri), Surakarta (semen rama, semen
kakrasana).
4. Batik Pedesaan - Yogyakarta (semen rante), Surakarta (semen rama).
5. Batik Indonesia

Bermacam-macam pola semen terdapat dalam jenis Batik Indonesia ini. Bahkan pada pemunculan
pertamanya yaitu kurang lebih pada tahun 1950, pola batik semen mendominasi jenis Batik
Indonesia ini disamping pola parang dan lereng karena pada prinsipnya Batik Indonesia merupakan
perpaduan antara pola batik klasik atau tradisional (pola semen dan pola parang atau lereng) dengan
pewarnaan Batik Pesisiran.

Contoh Pola Batik Semen:

Blenderan

Cuwiri

Cuwiri Ceceg

Cuwiri Sala
Semen Condro

Semen Gunung

Semen Gurdo

Semen Jlekethit
Jlekethit - Keraton Sala

Semen Nogo

Pola Batik Nitik

Oleh: Ny Ir. Toetti T. Surjanto

Batik merupakan hasil seni budaya yang memiliki keindahan visual dan mengandung makna
filosofis pada setiap motifnya.

Penampilan sehelai batik tradisional baik dari segi motif maupun warnanya dapat mengatakan
kepada kita dari mana batik tersebut berasal. Motif batik berkembang sejalan dengan perjalanan
waktu, tempat, peristiwa yang menyertai, serta perkembangan kebutuhan masyarakat. Sering kali
tempat memberi pengaruh yang cukup besar pada motif batik. Meskipun berasal dari sumber atau
tempat yang sama, namun karena tempat berkembangnya berbeda, maka akan menghasilkan motif
baru yang berbeda pula. Sebagai contohnya adalah motif Nitik.

Motif Nitik sebenarnya berasal dari pengaruh luar yang berkembang di pantai utara laut Jawa,
sampai akhirnya berkembang pula di pedalaman menjadi suatu motif yang sangat indah. Pada saat
pedagang dari Gujarat datang di pantai utara pulau Jawa, dalam dagangannya terdapat kain tenun
dan bahan sutera khas Gujarat. Motif dan kain tersebut berbentuk geometris dan sangat indah, dibuat
dengan teknik dobel ikat yang disebut "Patola" yang dikenal di Jawa sebagai kain "cinde". Warna
yang digunakan adalah merah dan biru indigo.
Motif kain patola memberi inspirasi para pembatik di daerah pesisir maupun pedalaman, bahkan
lingkungan Kraton. Di daerah Pekalongan terciptalah kain batik yang disebut Jlamprang, bermotif
Ceplok dengan warna khas Pekalongan. Karena terinspirasi motif tenunan, maka motif yang tercipta
terdiri dari bujur sangkar dan persegi panjang yang disusun sedemikian rupa sehingga
menggambarkan anyaman yang terdapat pada tenunan Patola. Karena kain batik Jlamprang
berkembang di daerah pesisir, maka warnanya pun bermacam-macam sesuai selera konsumennya
yang kebanyakan berasal dari Eropa, Cina, dan negara-negara lain. Warna yang dominan digunakan
adalah rnerah, hijau, biru dan kuning, meskipun masih juga menggunakan warna soga dan wedelan.

Selain terdiri dari bujur sangkar dan persegi panjang, Nitik dari Yogyakarta juga diperindah dengan
hadirnya isen-isen batik lain seperti, cecek (cecek pitu, cecek telu), bahkan ada yang diberi ornamen
batik dengan Klowong maupun Tembokan, sehingga penampilannya baik bentuk dan warnanya lain
dari motif Jlamprang Pekalongan. Nitik dari Yogyakarta menggunakan warna indigo, soga (coklat)
dan putih. Seperti motif batik yang berasal dari Kraton lainnya, motif Nitik kreasi Kraton juga
berkembang keluar tembok Kraton. Lingkungan Kraton Yogyakarta yang terkenal dengan motif
Nitik yang indah adalah Ndalem Brongtodiningrat. Pada tahun 1940, GBRAy Brongtodiningrat
pernah membuat dokumen diatas mori berupa batik kelengan dan lima puluh enam motif Nitik.
Sejak kira-kira tahun 1950 sampai saat ini, pembatikan yang membuat batik Nitik adalah Desa
Wonokromo dekat Kotagede.

Untuk membuat batikan yang berbentuk bujur sangkar dan persegi panjang diperlukan canting tulis
khusus dengan lubang canting yang berbeda dengan canting biasa. Canting tulis Nitik di buat
dengan membelah lubang canting biasa ke dua arah yang saling tegak lurus. Dalam pengerjaannya,
setelah pencelupan pertama dalam warna biru, proses mengerok hanya dikerjakan untuk bagian
cecek saja, atau bila ada bagian klowongnya. Agar warna soga dapat masuk di bagian motif yang
berupa bujur sangkar dan persegi panjang yang sangat kecil tersebut, maka bagian tersebut "diuyek"
sehingga pada bagian tertentu lilinnya dapat lepas dan warna soga dapat masuk ke dalamnya. Oleh
karena itu untuk membuat batik Nitik memerlukan lilin khusus yaitu lilin yang kekuatan
menempelnya antara lilin klowong dan lilin tembok. Langkah selanjutnyaadalah "mbironi",
menyoga dan akhimya "melorod".

Sampai saat ini terdapat kurang lebih 70 motif nitik. Sebagian besar motif Nitik di beri nama dengan
nama bunga, seperti kembang kenthang, sekar kemuning, sekar randu, dan sebagainya. Ada pula
yang di beri nama lain, misalnya, nitik cakar, nitik jonggrang, tanjung gunung dan sebagainya.
Selain tampil sendiri, motif Nitik sering di padu dengan motif Parang, ditampilkan dalam bentuk
ceplok, kothak atau sebagai pengisi bentuk keyong, dan juga sebagal motif untuk sekar jagad,
tambal, dan sebagainya. Paduan motif ini terdiri dan satu macam maupun bermacam-macam motif
Nitik. Tampilan yang merupakan paduan motif Nitik dengan motif lain membawa perubahan nama,
misalnya parang seling nitik, nitik tambal, nitik kasatrian dan sebagainya.

Seperti halnya motif batik yang lain, motif nitik juga mempunyai arti filosofis, misalnya nitik cakar
yang sering digunakan pada upacara adat perkawinan. Diberi nama demikian karena pada bagian
motifnya terdapat ornamen yang berbentuk seperti cakar. Cakar yang di maksud adalah cakar ayam
atau kaki bagian bawah. Cakar ini oleh ayam digunakan untuk mengais tanah mencari makanan atau
sesuatu untuk dimakan. Motif nitik cakar dikenakan pada upacara adat perkawinan dimaksudkan
agar pasangan yang menikah dapat mencani nafkah dengan halal sepandai ayam mencari makan
dengan cakarnya. Nitik cakar dapat berdiri sendiri sebagai motif dan satu kain atau sebagai bagian
dan motif kain tertentu, seperti motif Wirasat atau Sidodrajat, yang juga sening digunakan dalam
upacara adat perkawinan.

Contoh Pola Batik Nitik:

Arum Dalu
Brendi

Cakar Ayam

Ceplok Liring

Cinde Wilis
Gendhagan

Jaya Kirana

Jaya Kusuma
Kawung Nitik

Kemukus

Klampok Arum
Krawitan

Kuncul Kanthil

Manggar
Pola Batik Ceplok

Sebagian besar Pola Ceplok itu merupakan pola-pola batik kuno yang terdapat pada hiasan arca di
Candi Hindu/Budha dengan bentuk kotao-kotak, lingkaran, binatang, bentuk tertutup serta garis-
garis miring.
Pola dasar yang terdapat pada candi Hindu di arca Ganesha dari Banon Borobudur, arca Hari Hara
dari Blitar, Ganesha dari Kediri dan arca arca Parwati dari Jawa merupakan pola dasar dari pola
Kawung.

Dasar pola Ceplok terdapat di arca Budha antara lain Budha Mahadewa dari Tumpang dan arca
Brkhuti dari candi Jago.
Terlihat dari uraian diatas pola Kawung merupakan pola ceplok tertua dan terdiri dari 4 ragam hias
elips atau lingkaran yang disusun sedemikian rupa sehingga keempatnya besinggungan satu sama
lainnya dan ditengahnya terdapat ragam hias Mlinjon.
Selanjutnya elips/lingkaran ini dimodifikasi dengan menambah ragam hias isen atau mengubah
bentuk sehingga diperoleh pola kawung yang indah dan beragam dengan nama beragam pula, antara
lain kawung prabu, brendi, geger mendut, gelar, sisik dan sebagainya.
Dari ukuran lingkaran juga diciptakan berbagai pola seperti kawung ndil, sen, benggol, semar, raja
dan lainnya.

Pola Kawung seperti halnya pola nitik, pola banji, pola ganggong karena jumlahnya sangat banyak
sering dikelompokan sebagai pola tersendiri. Dengan demikian pembagian golongan dalam pola
geometris menjadi golongan Ceplokan, golongan pola Kawung, Pola Nitik, Pola Ganggong, Pola
Banji, Pola Parang dan pola Lereng.
Pola Ceplok kuno Yogyakarta adalah dari keraton Kotagede [Mataram] sedangkan pola Ceplok
Surakarta diciptakan setelah pembagian kerajaan Mataram menjadi dua.
Kadang ada pola yang dinamakan sama tetapi polanya beda antara satu tempat dan lainnya, seperti
pola ceplok Yogya kadang mempunyai nama sama dengan pola semen Surakarta, contohnya pola
ceplok Kokrosono di Yogya kalau di Surakarta dikenal sebagai pola Semen.

Contoh Pola Batik Ceplok:

Ambar Kumitir
Campur Sari

Dhempel

Ganggong

Keteblem
Kitiran

Lintang Rahino

Namnaman Ceplok Rider

Peksi Kekaring
Ratu Ratih Yogya

Rider

Ron Telo

Tri Mino
Wastra Bawana

MOTIF CIREBON

Hampir di seluruh wilayah Jawa memiliki kekayaan budaya batik yang khas. tentu saja ada daerah-
daerah yang lebih menonjol seperti Solo, Yogya, dan Pekalongan. tetapi kekayaan seni batik daerah
Cirebon juga tidak kalah dibanding kota-kota lainnya.
Menurut sejarahnya, di daerah Cirebon terdapat pelabuhan yang ramai disinggahi berbagai
pendatang dari dalam maupun luar negri. Salah satu pendatang yang cukup berpengaruh adalah
pendatang dari Cina yang membawa kepercayaan dan seni dari negerinya.

Batik Tiga Negeri

Motif Dewa-Dewa
Primisan

Obar-Abir

Dalam Sejarah diterangkan bahwa Sunan Gunung Jati yang mengembangkan ajaran Islam di daerah
Cirebon menikah dengan seorang putri Cina Bernama Ong TIe. Istri beliau ini sangat menaruh
perhatian pada bidang seni, khususnya keramik. Motif-motif pada keramik yang dibawa dari negeri
cina ini akhirnya mempengaruhi motif-motif batik hingga terjadi perpaduan antara kebudayaan
Cirebon-Cina.
Salah satu motif yang paling terkenal dari daerah Cirebon adalah batik Mega Mendung atau Awan-
awanan. Pada motif ini dapat dilihat baik dalam bentuk maupun warnanya bergaya selera cina.

Motif mega mendung melambangkan pembawa hujan yang di nanti-natikan sebagai pembawa
kesuburan, dan pemberi kehidupan. Motif ini didominasi dengan warna biru, mulai biru muda hingg
biru tua. Warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi
penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan.

MOTIF YOGYAKARTA
Batik Cuwiri [Batik Tulis]

Zat Warna : Soga Alam


Kegunaan : Sebagai “Semek’an” dan Kemben. Dipakai saat upacara “mitoni”
Unsur Motif : Meru, Gurda
Filosofi : Cuwiri artinya kecil-kecil, Diharapkan pemakainya terlihat pantas dan dihormati

Batik Sido Mukti [Batik Tulis]

Zat Warna : Soga Alam


Kegunaan : Sebagai kain dalam upacara perkawinan
Unsur Motif : Gurda
Filosofi : Diharapkan selalu dalam kecukupan dan kebahagiaan.

Batik Kawung [Batik Tulis]

Zat Warna : Naphtol


Kegunaan : Sebagai Kain Panjang
Unsur Motif : Geometris
Filosofi : Biasa dipakai raja dan keluarganya sebagai lambang keperkasaan dan keadilan

Batik Pamiluto [Batik Tulis]


Zat Warna : Soga Alam
Kegunaan : Sebagai kain panjang saat pertunangan
Unsur Motif : Parang, Ceplok, Truntum dan lainnya
Filosofi : Pamiluto berasal dari kata “pulut”, berarti perekat, dalam bahasa Jawa bisa artinya kepilut
[tertarik].

Batik Parang Kusumo [Batik Tulis]

Zat Warna : Naphtol


Kegunaan : Sebagai kain saat tukar cincin
Unsur Motif : Parang, Mlinjon
Ciri Khas : Kerokan
Filosofi : Kusumo artinya bunga yang mekar, diharapkan pemakainya terlihat indah

Batik Ceplok Kasatrian [Batik Tulis]

Zat Warna : Soga Alam


Kegunaan : Sebagai kain saat kirab pengantin
Unsur Motif : Parang, Gurda, Meru
Ciri Khas : Kerokan
Filosofi : Dipakai golongan menengah kebawah, agar terlihat gagah

Batik Nitik Karawitan [Batik Tulis]


Zat Warna : Soga Alam
Kegunaan : Sebagai kain panjang
Ciri Khas : Kerokan
Unsur Motif : Ceplok
Filosofi : Pemakainya orang yang bijaksana

Batik Truntum [Batik Tulis]

Zat Warna : Soga Alam


Kegunaan : Dipakai saat pernikahan
Ciri Khas : Kerokan
Filosofi : Truntum artinya menuntun, diharapkan orang tua bisa menuntun calon pengantin.

Batik Ciptoning [Batik Tulis]

Zat Warna : Soga Alam


Kegunaan : Sebagai kain panjang
Unsur Motif : Parang, Wayang
Ciri Khas : Kerokan
Filosofi : Diharapkan pemakainya menjadi orang bijak, mampu memberi petunjuk jalan yang benar

Batik Tambal [Batik Tulis]


Zat Warna : Soga Alam
Kegunaan : Sebagai Kain Panjang
Unsur Motif : Ceplok, Parang, Meru dll
Ciri Khas : Kerokan
Filosofi : Ada kepercayaan bila orang sakit menggunakan kain ini sebagai selimut, sakitnya cepat
sembuh, karena tambal artinya menambah semangat baru

Batik Slobog [Batik Tulis]

Zat Warna : Naphtol


Kegunaan : Sebagai kain panjang
Unsur Motif : Ceplok
Ciri Khas : Kerokan
Filosofi : Slobog bisa juga “lobok” atau longgar, kain ini biasa dipakai untuk melayat agar yang
meninggal tidak mengalami kesulitan menghadap yang kuasa

Batik Parang Rusak Barong [Batik Tulis]

Zat Warna : Soga Alam


Kegunaan : Sebagai kain panjang
Unsur Motif : Parang, Mlinjon
Ciri Khas : Kerokan
Filosofi : Parang menggambarkan senjata, kekuasaan. Ksatria yang menggunakan batik ini bisa
berlipat kekuatannya.
Batik Udan Liris

Zat Warna : Soga Alam


Kegunaan : Sebagai kain panjang
Unsur Motif : Kombinasi Geometris dan Suluran
Ciri Khas : Kerokan
Filosofi : Artinya udan gerimis, lambang kesuburan

PROSES PEMBUATAN KAIN BATIK


1. kain mori dibuat sketsa menggunakan pensil

2. sketsa kemudian dilukis menggunakan malam (lilin)

namun ada juga yang langsung diwarnai


3. setelah dilukis, kain dimasak ke dalam larutan pewarna

4. lalu dijemur dgn cara diangin-anginkan

Berikut adalah kain batik dipakai oleh para Puteri Keraton Yogyakarta
(jangan membayangkan mrk masih muda2 yah, hehehe)
Perhatikan cara pemakaian batik mrk yg berbeda2
(jangan tanya saya berbagai tata cara pemakaiannya, soalnya saya juga ngga tau)
PROSES PEMBUATAN WARNA ALAMI

Menurut Standard Industri Indonesia [SII]. Batik adalah bahan tekstil hasil perwanaan menurut
ornamen khas motif batik Indonesia, secara pencelupan rintang [resist dyeing technique] dan dengan
menggunakan lilin batik sebagai bahan perintang [resist agent].

Teknologi Batik dapat dilihat dari :


1. Bahan kain putih [mori, sutera, wool]
2. Lilin/malam
3. Bahan pewarna
4. Bahan pembantu pewarnaan
5. Proses pembuatan batik

Simbolisme pada batik ditampilkan oleh warna-warna yang diterapkan pada motif-motifnya. Seperti
halnya dengan ornamen pada batik tradisional penyusunan warna-warnanya mempunyai arti
filosofis yang selalu dikaitkan dengan faham kesaktian.
Warna batik tradisional adalah biru/hitam, merah coklat/soga dan putih. Warna biru/hitam
melambangkan keabadian, warna putih melambangkan hidup atau sinar kehidupan dan warna
merah/soga memberikan arti kebahagiaan.

Bahan Pewarna Alam

Di Yogyakarta khususnya, warna batik tradisional adalah biru/hitam, soga coklat dan putih dari
pewarna alam :
Biru/Hitam diambil dari daun tanaman indigofera yang disebut juga nila atau tom yang difermentasi

Cara Pencelupan/Pewarnaannya :

- 500 gram pasta indigo dilarutkan dalam 5 liter air


- Ditambahkan 100gr kapur dan 100gr gula aren yang telah dilarutkan, diaduk lalu didiamkan,
larutan sudah bisa digunakan.
- Kain direndam dalam larutan selama +/- 15 menit, diangkat, ditiriskan, mula-mula kain berwarna
kuning, hijau kemudian setelah teroksidasi berwarna biru
- Pencelupan dilakukan berulang sampai diperoleh warna yang dikehendaki

Soga/Coklat

Warna ini diambil dari campuran kulit pohon tinggi arah warna merah, kulit pohon jambal arah
warna merah coklat dan kayu tegeran arah warna kuning.
SENI RUPA, ALAT TEKHNIK MEDIA DAN PENYAJIANNYA

A. PENDAHULUAN

Kata “seni” adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar
pemahaman yang berbeda. Konon kabarnya kata seni berasal dari kata “SANI” yang kurang lebih
artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”.

menurut kajian ilimu di eropa mengatakan “ART” (artivisial) adalah barang/ atau karya dari sebuah
kegiatan. Berdasarkan penelitian para ahli menyatakan seni/ karya seni sudah ada kurang lebih sejak
60.000 tahun yang lampau. Bukti ini terdapat pada dinding-dinding gua di Prancis Selatan. berupa
lukisan yang torehan-torehan pada dinding dengan menggunakan warna yang menggambarkan
kehidupan manusia purba. Artefak/bukti ini mengingatkan kita pada lukisan moderen yang penuh
ekspresi.

Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata
dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah
konsep garis, bidang, bentuk,volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.

Seni rupa dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu seni rupa murni atau seni murni, kriya, dan desain.
Seni rupa murni mengacu kepada karya-karya yang hanya untuk tujuan pemuasan eksresi pribadi,
sementara kriya dan desain lebih menitikberatkan fungsi dan kemudahan produksi.

B. SENI RUPA

Seni rupa merupakan hasil interpretasi dan tanggapan pengalaman manusia dalam bentuk visual dan
rabaan. Seni rupa berperanan dalam memenuhi tujuan-tujuan tertentu dalam kehidupan manusia
maupun semata-mata memenuhi kebutuhan estetik. Karya seni rupa dapat menimbulkan berbagai
kesan (indah, unik, atau kegetiran) serta memiliki kemampuan untuk membangkitkan pikiran dan
perasaan. Dengan memahami makna tentang bentuk-bentuk seni rupa, akan diperoleh rasa kepuasan
dan kesenangan.

Seni rupa dapat dibedakan menjadi seni rupa murni, seni kria, dan desain. Jenis-jenis seni rupa ini
menunjukkan proses pembuatan dan bentuk karya yang dihasilkan, serta nama pembuatnya, yaitu
seniman, kriawan, dan desainer. Seni murni menekankan pada ungkapan pikiran dan perasaan,
meliputi seni lukis, seni patung, dan seni grafis. Seni kria menekankan pada keterampilan teknik
pembuatan karya, dengan hasil berupa karya kria fungsional dan nonfungsional. Seni kria
menggunakan berbagai teknik dan media tertentu, misalnya kria kayu, kria logam, dan kria tekstil.
Desain menunjukkan proses pembuatan karya yang maksud dan tujuannya telah ditentukan lebih
dahulu. Karya desain merupakan rancangan gambar, benda, atau lingkungan yang didasarkan pada
persyaratan-persyaratan tertentu. Seniman atau kriawan dapat bekerja secara mandiri, sedangkan
desainer bekerja untuk keperluan klien.

Pembelajaran seni rupa di sekolah mengembangkan kemampuan siswa dalam berkarya seni yang
bersifat visual dan rabaan. Pembelajaran seni rupa memberikan kemampuan bagi siswa untuk
memahami dan memperoleh kepuasan dalam menanggapi karya seni rupa ciptaan siswa sendiri
maupun karya seni rupa ciptaan orang lain.

Melalui pengalaman berkarya, siswa memperoleh pemahaman tentang berbagai penggunaan media,
baik media untuk seni rupa dwimatra maupun seni rupa trimatra. Dalam berkarya seni rupa, siswa
belajar menggunakan berbagai teknik tradisional dan modern untuk mengeksploitasi sifat-sifat dan
potensi estetik media. Melalui seni rupa, siswa belajar berkomunikasi melalui gambar dan bentuk,
serta mengembangkan rasa kebanggaan dalam menciptakan ungkapan pikiran dan perasaannya.

Dalam pembelajaran seni rupa, peranan seni murni, kria, maupun desain bersifat saling melengkapi
dan saling berkaitan. Pembelajaran seni rupa dapat dilakukan dengan pendekatan studio, misalnya
studio seni lukis, seni patung, seni grafis, dan kria. Pembelajaran seni rupa dapat juga dipisahkan
menjadi kegiatan pembelajaran seni rupa murni, kria, dan desain.

Materi pokok seni rupa meliputi aspek apresiasi seni, berkarya seni, kritik seni, dan penyajian seni.
Apresiasi seni rupa berarti mengenal, memahami, dan memberikan penghargaan atau tanggapan
estetis (respons estetis) terhadap karya seni rupa. Materi apresiasi seni pada dasarnya adalah
pengenalan tentang konsep atau makna, bentuk, dan fungsi seni rupa. Apresiasi seni rupa dapat
mencakup materi yang lebih luas, yaitu pengenalan seni rupa dalam konteks berbagai kebudayaan.

Materi pelajaran apresiasi seni di SMA/MA meliputi pengenalan terhadap budaya lokal, budaya
daerah lain, dan budaya mancanegara, baik yang bercorak primitif, tradisional, klasik, moderen,
maupun kontemporer. Selain pengenalan bentuk-bentuk seni rupa, materi apresiasi juga meliputi
pengenalan tentang latar belakang sosial, budaya, dan sejarah di mana karya seni rupa dihasilkan
serta makna-makna dan nilai-nilai pada seni rupa tersebut.

Pembahasan konsep seni rupa meliputi struktur bentuk dan ungkapan (ekspresi) dalam seni murni
dan hubungan bentuk, fungsi, dan elemen estetik dalam seni rupa terapan. Pembahasan tentang
media seni rupa meliptui ciri-ciri media, proses, dan teknik pembuatan karya seni rupa. Selain itu,
apresiasi seni juga perlu memberikan pemahaman hubungan antara seni rupa dengan bentuk-bentuk
seni yang lain, bidang-bidang studi yang lain, serta keberadaan seni rupa, kerajinan, dan desain
sebagai bidang profesi.

Berkarya seni rupa pada dasarnya adalah proses membentuk gagasan dan mengolah media seni rupa
untuk mewujudkan bentuk-bentuk atau gambaran-gambaran yang baru. Untuk membentuk gagasan,
siswa perlu dilibatkan dalam berbagai pendekatan seperti menggambar, mengobservasi, mencatat,
membuat sketsa, bereskperimen, dan menyelidiki gambar-gambar atau bentuk-bentuk lainnya.
Selain itu, siswa juga perlu dilibatkan dalam proses pengamatan terhadap masalah pribadi, realitas
sosial, tema-tema universal, fantasi, dan imajinasi.

Mengolah media pada dasarnya adalah menggunakan bahan dan alat untuk menyusun unsur-unsur
visual seperti garis, bidang, warna, tekstur, dan bentuk. Dalam mengolah media, siswa perlu
diperkenalkan dengan teknik penggunaan berbagai bahan, dengan memperhatikan keterbatasan-
keterbatasan maupun kelebihan-kelebihannya. Dalam menyusun bentuk, siswa perlu diberi
kesempatan untuk mengembangkan bentuk sehingga menjadi gaya yang bersifat pribadi.

Dalam kritik seni, siswa dilibatkan dalam pembahasan karya sendiri maupun karya teman atau orang
lain. Pembahasan karya seni rupa di sini merupakan proses analisis kritis, meliputi deskripsi,
analisis, interpretasi, dan penilaian. Unsur yang dianalisis adalah gaya, teknik, tema, dan komposisi
karya seni rupa. Melalui kegiatan ini, siswa dapat mengasah keterampilan pengamatan visualnya.

Pembelajaran kritik seni rupa memberikan pengenalan dan latihan menggunakan bahasa dan
terminologi seni rupa untuk mendeskripsikan dan memberikan tanggapan terhadap karya seni rupa.
Tanggapan ini berkaitan dengan sifat-sifat sensoris karya seni rupa, seperti aspek-aspek taktil
(rabaan), spasial (keruangan), dan kinestetik (gerak). Pembelajaran kritik seni juga melatih
kemampuan untuk memahami makna-makna yang disampaikan melalui simbol-simbol visual,
bentuk-bentuk, dan metafora.

Selain berkarya seni rupa, materi pokok seni rupa juga mencakup penyajian karya seni rupa. Materi
penyajian karya seni meliputi penyajian secara lisan di kelas dan pameran di lingkungan kelas,
sekolah, bahkan juga di masyarakat. Materi pokok pameran adalah seleksi, pemajangan karya, dan
publikasi. Materi pameran juga mencakup kegiatan pengorganisasian pameran, meliputi
perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi pameran.

C. MACAM-MACAM SENI RUPA

Seni Ukir

Seni Ukir dalam masyarakat melayu mempunyai hubungan rapat dengan hasil-hasil kerja tangan
yang dicipta melalui kepandaian mengukir. Ciri-ciri ukiran itu dihasilkan melalui ukiran timbul,
ukiran terbenam, ukiran tebuk dan ukiran timbus.

SENI KRAFTANGAN

Seni kraftangan adalah hasil seni yang dicipta untuk digunakan, tetapi digubah dengan memasukkan
unsur-unsur seni untuk memberi bentuk yang indah dan menarik hati. Penciptaan kraftangan itu
memerlukan keahlian dan kecekapan dalam penggunaan bahan-bahan asas yang teratur sejak dari
proses awal hinggalah sesuatu hasil kraftangan itu tercipta. Proses penciptaan kraftangan tersebut
memerlukan daya estetika demi untuk memberikan rekabentuk yang indah dan menarik.

SENI TEMBIKAR

Seni tembikar merupakan sejenis hasil kraftangan orang melayu yang menggunakan tanah liat yang
dibakar dan digilap. Reka bentuknya dicipta berdasarkan fungsi sesuatu barang itu seperti periuk
nasi, bekas air, bekas mennyimpan makanan seperti jeruk, pekasam dan lain-lain. Perusahaan
membuat tembiran secara tradisoanl ini masih dilakukanoleh orang melayu khususnya di Sayung,
Perak.

SENI ANYAMAN

Menganyam meruapakn proses menjalin jaluran daun, lidi, rotan, akar, buluh dan beberapa jenis
tumbuhan yang lain. Beberapa jenis reka bentuk kraftangan dihasilkan melalui nyaman demi untuk
mencipta sesuatu alat keperluan harian contohnya mengahsilkan topi, tudung saji, bakul dan
mengayam tikar untuk mengalas tempat duduk.

TEKATAN

Tekatan dikenali juga dengan nama suji dan merupakan sejenis seni kraftangan yang popular dalam
masyarakat melayu. Tekatan menggunakan kain baldu sebagai kain dasar dan bentuk hiasannya
mengambarkan rekabentuk bunga dan pohon – pohon. Tekatan digunakan untuk membuat kasut ,
kipas . muka bantal dan balutan tepak sirih. Hasil tekatan ini dibuat bagi tujuan upacara tertentu
seperti dijadikan hiasan pada upacara perkahwinan , upacara berkhatan , pertabalan raja dan upacara
– upacara kebesaran yang lain.

SENI TENUNAN

Seni tenunan terbahagi kepada tiga jenis iaitu tenunan biasa , tenunan ikat celup dan songket.
Tenunan songket merupakan tenunan yang paling lengkap dan cantik. Tenunan ini merupakan satu
perkembangan daripada proses tenunan biasa. Sementara tenunan ikat pula dipercayai berkembang
di istana raja – raja. Penciptaannya lebih rumit terutama dalam proses menyongket solek atau
menyolek. Jenis kain tenunan ini dikenali juga dengan panggilan kain benang emas.

SENI BATIK

Batik merupakan seni tekstil yang dihasilkan melalui proses menerapkan lilin dan mencelup kain.
Pada permulaannya kain putih yang hendak diproses menjadi kain batik itu direbus dan dikeringkan.
Kemudian kain batik itu diterapkan dengan blok tembaga yang dicelupkan ke dalam lilin cair yang
dipanaskan. Selepas diterapkan kain itu akan diwarnakan dengan cara celupan yang berperingkat –
peringkat. Selanjutnya kain itu direbus dan divasuh sehingga bersih lalu dijemur hingga kering.

SENI TEMBAGA

Seni tembaga merupakan satu lagi kraftangan orang melayu. Seni ini diperkenalkan denagn tujuan
untuk mencipta alat-alat daripada tembaga yang canti dan indah bentuknya. Alat-alat yang dicipta
dalam proses seni tembaga ini digunakan dalam upacara-upacara adat khususnya diistana raja-raja
melayu seperti alat-alat pertabalan raja, upacara perlkahwinan atau upacara diraja yang lain. Alat-
alat tembaga ini digunakan sebagi hiasan atau perkakasan kegunaan dirumah seperti dulang, tempat
letak sireh, sudu, tempat bara, bekas perenjis air mawar dan sebagainya

SENI BINA

Reka bentuk seni bina melayu lahir daripada bentuk rumah-rumah yang menjadi tempat penginapan
orang melayu. Walaupun terdapat berbagai jenis rumah melayu namun struktur binaanya tdiak
banyak berbeza . Reka bentuk rumah-rumah melayu juga meperlihatkan wujudnya unsur-unsur seni
bina dari daerah-daerah lain dialam melayu atau dari luar alam melayu. Contohnya rumah-rumah
orang melayu di negeri Sembilan adalah bercorak seni bina rumah minangkabau.

D. ALAT TEKNIK MEDIA DAN PENYAJIANNYA


Alat Tekhnik media dan penyajian seni meliputi penyajian dalam diskusi kelas dan pameran atau
pementasan, baik dalam lingkup kelas, sekolah, maupun masyarakat.

 Diskusi kelas bertujuan untuk menampilkan, menjelaskan, dan berdialog tentang hasil karya
seni rupa dan proses kreatif yang dilakukan siswa. Pembelajaran diskusi seni rupa ini dapat
pula dipadukan dengan kritik seni secara lisan.
 Pameran dan pementasan seni rupa dalam lingkup kelas bertujuan untuk menampilkan hasil
kreasi siswa dalam rangka apresiasi seni di kalangan siswa sekelas.
 Pameran dan pementasan di lingkup masyarakat dapat dilakukan di dalam atau di luar
sekolah dengan tujuan untuk menampilkan hasil kreasi siswa dalam rangka apresiasi seni
rupa di kalangan siswa khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Posted by SUPRIYADI HS on 14 Januari 2010 at 3:41 AM


Filed under: Alat tekhnik Media dan Penyajiannya  |  Leave a comment  |  Trackback URI

http://supriyadihs.wordpress.com/2010/01/14/seni-rupa-alat-tekhnik-media-dan-penyajiannya/

You might also like