You are on page 1of 44

REFERAT

PEMBIMBING
Dr. Soehendro sp.KJ

Disusun Oleh :

Andi Dian Reski


0810221002

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Rumah Sakit Raden Said Sukanto
Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta
2010
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Pada dasarnya, setiap manusia menghendaki hidup dan kehidupan yang tenang,
tentram dan bahagia, meskipun tidak selamanya kemauan dan keinginan tersebut tercapai.
Sebab sudah menjadi sunnatullah bahwa kegundahan, kekalutan, kegelisahan dan
berbagai bentuk gangguan psikologis lainnya merupakan bagian yang akan selalu
menyertai kehidupan manusia.1
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh
dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern
dan industrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada
gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah satu
penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia. 2
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak
tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926)
menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang
menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah
skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk
menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku pada
pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari
skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan
Ambivalensi.3
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak aspek
tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Sebagai suatu
sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan
aspek psikososial, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan lain-lain.4
Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan dikalangan sosial ekonomi rendah.
Beberapa pola interaksi keluarga dan faktor genetik diduga merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya skizofrenia.5 75% penderita skizofrenia mulai
mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang beresiko
tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat
disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap
penyesuaian diri.6
I.2 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi
Kepaniteraan Klinik Kesehatan Jiwa RUMKIT POLPUS RS. SUKANTO.

b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami mengenai skizofrenia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom
negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal. 3
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian. 8

II.2 EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu
waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk
atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar
sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau
sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. 3
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari
1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia
menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab
umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah
mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor
risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi
premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30%
sampai 50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar
penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk
karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal
yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3
kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok
membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan
metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa laporan
mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak menikah
tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi
terhadap Skizofrenia.4

Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya


terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun
sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki
dibandingkan wanita. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota
keluarga sedarah.3

II.3 ETIOLOGI
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab
skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang
mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa
individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetik herediter. Penelitian
Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan
perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum
ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain
Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus
frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang
khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai
struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima untuk
skizofrenia.
Gambar 1
www. Cerebromente. Org .br
Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan
penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik
lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita
skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk
gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada :
1. Tanda dan gejala yang ada
2. Rriwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan
putus obat akut.

Penyebab skizofrenia dapat diuraikan sebagai berikut :


1. Model Diatesis-stres
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan
lingkungan yang merupakan model diatesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang
mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) ada kemungkinan lingkungan
akan menimbulkan stres. Pada model diatesis-stres yang paling umum maka diatesis
atau stres dapat berupa biologis atau lingkungan atau keduanya.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis
(sebagai contohnya, situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian orang
terdekat).
Dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh
epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.5
2. Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya
kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana
hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya simptom
skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada
satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal
yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis
muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan
dan sosial. 3

3. Faktor Biologi

Komplikasi kelahiran

Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap
skizofrenia.

Infeksi

Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa
terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang
menjadi skizofrenia.

Hipotesis Dopamin

Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap


gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal
menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem
dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas
dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem
dopaminergik. 4

Hipotesis Serotonin

Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin untuk skizofrenia


menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas
dopaminergik. Teori tersebut timbul dari dua pengamatan. Pertama, Clozapine,
dinyatakan mempunyai khasiat dan potensi anti psikotik serta berhubungan dengan
kemampuannya untuk bertidak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2 (D2).
Kedua, obat-obatan yang meningkatkan dopaminergik, yang paling jelas adalah
amfetamin, yang merupakan salah satu psikotomimetik.

Hipotesis tersebut memiliki dua masalah. Pertama, antagonis dopamin efektif


dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien yang teragitasi berat, tidak
tergantung pada diagnosis. Dengan demikian tidak mungkin menyimpulkan bahwa
terjadi hiperaktivitas dopaminergik. Sebagai contohnya antagonis dopamin digunakan
juga untuk mengobati mania akut. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan
bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya
sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat anti psikotik. Data
tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien ini mungkin melibatkan
keadaan hipodominergik. 5

Struktur Otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan
ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang
normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan
jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada
masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak
setelah lahir.
Gambar 2

Sehat-enak.blogspot.com

Genetika

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari


populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat
pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia.
Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek /
nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar
identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar
dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu
orang tua 12%. 4
Gambar 3

Loss of brain volume associated with schizophrenia is clearly shown by magnetic resonance imaging
(MRI) scans comparing the size of ventricles (butterfly shaped, fluid-filled spaces in the midbrain) of
identical twins, one of whom has schizophrenia (right). The ventricles of the twin with schizophrenia
are larger. This suggests structural brain changes associated with the illness. Note that such MRI scans
cannot be used to diagnose schizophrenia in the general population, due to normal genetic variation in
ventricle size -- many unaffected people have large ventricles.

Source: Daniel Weinberger, M.D. NIMH Clinical Brain Disorders Branch

Faktor Psikososial
1 Teori Tentang Individu Pasien
- Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan,
yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik
antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar.
Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap
munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia
merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk. Konflik
intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego yang
mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk turut memperparah symptom
skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek
dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh
kesulitan interpersonal yangyang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan
dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego
mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari
dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam
hubungan timbal balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki
makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat
mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.
Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk
menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan
atau harapan terdalam yang dimilikinya.
- Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik
setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus.
Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase
perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan
interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan
onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan
adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan
karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam
hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin
juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar. Tanpa memandang model
teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa
symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham
kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu,
menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang
menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
- Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia
belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak
rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah
emosional.
2. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami
nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang
patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi
oleh pasien skizofrenia. Antara lain:
- Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan
keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua
berkaitan dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi
bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri
kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
- Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang
jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak
yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi
hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang
melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi
dari salah satu orang tua.
- Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi
emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau
pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang
unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan
dengan orang lain di luar rumah.
- Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan
sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan
keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun
maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia
3. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak
berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun
penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya
onset dan keparahan penyakit. 9
II.4 GAMBARAN KLINIS
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal,
fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non
spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset
psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi
sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan
perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman,
mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase
prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif / psikotik
menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai
gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak
mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat
mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase
residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif /
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase
diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial). 4

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu
primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang
terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan,
sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya
“tani” tetapi dikatakan “sawah”.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila
dimaksudkan “berani”. Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering
tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau “…dulu waktu hari,
jah memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada
skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan
inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal,
umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada
disampingnya juga dimarahi dan dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini
dinamakan “blocking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-
kadang sampai beberapa hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain
didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran
atau “pressure of thoughts”. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan
olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi
sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada
efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada
pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
2. Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :
• Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita
menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan
keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
• Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.
• Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan “incongruity
of affect” dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan “inadequat”.
• Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk
skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :
Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti
penderita yang sedang bermain sandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk
melakukan hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”). Karena itu
sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.
Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan
mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu
orang yang sama ; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini
dinamakan ambivalensi pada afek.
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.
Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat,
umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran
terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan.
Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk
berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk
kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi
sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga
dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok
gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder
sebab didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila
gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes
atau yang agak kaku. Penderita dalam keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan
sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-
kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita
mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia
bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan
penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin
mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan
hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-
kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi;
umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok
piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat
diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang
dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang
lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan
seperti pada lilin.
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang
disuruh. Otomatisme komando (“command automatism”) sebetulnya merupakan
lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana
ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata
yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau
pergerakan orang lain).

Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre.
Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan
tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang
bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main
dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar.Mayer
gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham
sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional
interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari
luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia.
Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan
dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata “dunia akan kiamat sebab ia
melihat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara
bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan
menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran,
waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada
keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia,
bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman
(olfaktorik), halusinasi cita rasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil).
Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang
menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya
Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut
yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada
stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka
orang yang menakutkan. 3

. Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia
luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang
terjadi di sekitarnya. Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme
digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi
karena sangat terganggunya afek dan kemauan.

Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Gejala
skizofrenia dalam tiga kategori sebagai berikut :
Gejala positif
- Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa
dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal,
berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki
keyakinan agama yang berlebihan.
- Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat
menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap
suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
- Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada
seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya
ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.
Gejala negatif
- Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada
semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan
hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah.
- Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan
ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa
terisolasi.
Gejala kognitif
- Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga
tidak bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit
mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.
- Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal
hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
- Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat
mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk
melakukannya. 10

Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai symptom / gejala klinis
skizofrenia adalah :
1. tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untuk skizofrenia.
Artinya tidak ada symptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia.
Tiap symptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau
gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat
ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien
merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
2. symptom/gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipe mungkin
berubah.
3. Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar
belakang sosial budaya pasien. Sebab prilaku atau pola pikir masyarakat dari
sosial budaya tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi
budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa
namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selainitu hal yang
tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan
intelektual dan pendidikan pasien. 11

II.5 KRITERIA DIAGNOSIS


Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kulitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
(withdrawal); dan
- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
(b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dati luar; atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan
diri secara sosial.4,8,9
Menurut Diagnostic and statistical manual of Mental Disorders Fourth Text Revised
(DSM-IV-TR) :
A. Terdapat 2 atau lebih gejala dibawah ini selama 1 bulan atau kurang dari
sebulan jika pengobatan berhasil
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara disorganisasi
4. Perilaku disorganisasi/katatonik yang jelas
5. Symptom negative (afek datar, alogia, avolition)
Catatan = dapat hanya 1 gejala bila dijumpai waham bizarre/halusinasi dengar
B. Disfungsi social/pekerjaan
C. Durasi gangguan terus menerus selama 6 bulan
D. Disingkirkan gangguan penggunaan zat atau kondisi medis umum
E. Disingkirkan gangguan penggunaan zat atau kondisi medis umum
F. Jika terdapat gangguan perkembangan parsive, diagnosis tambahan
skizofrenia dibuat bila waham dan halusinasi menonjol 11

II.6 KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka,
dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai
berikut :

1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia Sebagai tambahan : Halusinasi dan atau
waham harus menonjol :
(a)Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b)Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c)Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / menonjol. Pasien skizofrenik paranoid biasanya
berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika
mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir
usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional,
dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid
menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak
harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang
menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan
lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang
benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan
tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran
pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe
terdisorganisasi.

3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari
perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan
bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia.
Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau
alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif. Selama
stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan
yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain.
Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).


Seringkali, pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe
tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi
episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua:
(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau
gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran
asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau
halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek
yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala
“negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya
dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul
pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya
sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama
ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi
pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan
menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

8. Skizofrenia lainnya

9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang
tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama
gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa
kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya
dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.

Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat
sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten
sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan
skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala
psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline
schizophrenia) di masa lalu.

Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagi pasien skizofrenik yang
khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan
keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus
berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau
neurologist dari gejala tersebut.

Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”.
Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang
memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti
ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam
mengkomunikasikan informasi.

Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti
kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala
gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas,
panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak
seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami
kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang.
Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan
parah.

Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.

Skizofrenia tipe II.


Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom
negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian.
Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk
terhadap pengobatan. 9

II.9 PENATALAKSANAAN
2.3.1 Terapi Somatik (Medikamentosa)
----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang
terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik
sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok
bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan
terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3
kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu :
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).

a. Antipsikotik Konvensional
----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan
efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.
----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada
pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan
antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua,
bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.

b. Newer Atypcal Antipsycotic


----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan
antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
• Risperdal (risperidone)
• Seroquel (quetiapine)
• Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia.

c. Clozaril
----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang
pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil)
dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek
samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%),
Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan
infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel
darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila
paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran


No Nama Generik Sediaan Dosis
1 Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg 150-600 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
2 Haloperidol Tablet 0,5 mg,1,5 mg, 5-15 mg/hari
5mg
Injeksi 5mg/ml
3 Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12-24 mg/hari
4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10-15 mg/hari
5 Flufenazin Dekanoat Injeksi 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6 Levomeprazin Tablet 25 mg 25-50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
7 Trifluperazin Tablet 1 mg, 5 mg 10-15 mg/hari
8 Tioridazin Tablet 50 mg, 100 mg 150-600 mg/hari
9 Sulpirid Tablet 200 mg 300-600 mg/hari
Injeksi 50mg/ml
10 Pimozid Tablet 1 mg, 4 mg 1-4 mg/hari
11 Risperidon Tablet 1 mg, 2 mg, 3 mg 2-6 mg/hari
Obat Antipsikosis yang Mempunyai Efek Samping Gejala Ekstrapiramidal

Obat antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai


berikut:

Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gej. ekstrapiramidal

Chlorpromazine
150-1600 ++
Thioridazine
100-900 +
Perphenazine
8-48 +++
trifluoperazine
5-60 +++
Fluphenazine
5-60 +++
Haloperidol
2-100 ++++
Pimozide
2-6 ++
Clozapine
25-100 -
Zotepine
75-100 +
Sulpride
200-1600 +
Risperidon
2-9 +
Quetapine
50-400 +
Olanzapine
10-20 +
Aripiprazole
10-20 +

Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-


4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Cara penggunaan
• Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
• Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
• Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya
dimana profil efek samping belum tentu sama.
• Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
• Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien
• Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai
dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) stop
• Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan
dapat diberikan palong sedikit selama 5 tahun.
• Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
• Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun
waktu 2 minggu - 2bulan.
• Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil
sekali.
• Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini
akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg
IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
• Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak
mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral.
Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan
menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi
stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
• Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik
pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan
mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
----
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
----Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia
episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk
terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat
lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih
lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
----Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk
efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih
rendah.
----Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti
obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu.
Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
----Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan
yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal
antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal
lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan
obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat
setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan
pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama
12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama
membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian
pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
----Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin
masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan
kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan
akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah
tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk
mencegah atau mengobati efek samping ini.
----Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan
dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
----Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual,
sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan
tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif
terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya
lebih sedikit.
----Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
----Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.

Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian
atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa
dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
----Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam
cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut
berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah
menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam
penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan
tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,
dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara
perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
----Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan menambah efek
terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien
skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional
antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan
oleh pasien.
----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan,
pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan
kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama
yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
----Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh,
prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga
mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
----Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan
di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan
termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang
membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.—

Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di
rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo
cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum
diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran
listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus.
Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
· Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
· Penderita harus puasa
· Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
· Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.
· Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
· Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis)
dibersihkan.
· Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya

Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
• 2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
• 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
• Maintenance tiap 2-4 minggu
• Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut
lagi
----Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien
karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya
perbaikan setelah pemberian antipsikotik .
----Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma
aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas
otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak
adalah tumor otak.
----Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada
vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi
sel-sel otak. 12

II.10 PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat
kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar
25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk.
Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan
ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.Keluarga
Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya, tapi
juga bagi orang-orang terdekat kepadanya. Biasanya, keluarganyalah yang paling
terkena dampak dari hadirnya skizofrenia. Pasien membutuhkan perhatian dari
masyarakat, terutama dari keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang
mengalami Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami
gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan
lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah. Karena
orang yang mempunyai inteligensi tinggi biasanya mudah diberi pemahaman, mudah
mengerti akan pentingnya pengobatan.
3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi
mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek
merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri
obat Risperidone serta Clozapine.
4.Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih
bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap
pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Dengan semakin bertambah meningkatnya perkembangan teknologi, akan
mempengaruhi juga pada proses penyembuhan penyakit skizofrenia. Biasanya negara
berkembang, penderita skizofrenia bisa lebih cepat disembuhkan karena adanya
dukungan dari masyarakat sekitar. Sedangkan pada Negara-negara maju, prognosis
lebih susah dikarenakan, biasanya pada Negara-negara maju masyarakatnya
cenderung individual, tidak mengenal tetangga, dan tidak perdui terhadap lingkungan
sekitar.
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi dampak
yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir atau
dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan
bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau
akan bertambah parah.
6.Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk. Dengan
seringnya penderita skizofrenia kambuh maka akan semakin lemah pula system yang
ada pada dirinya.
7.Gangguan Kepribadian
Pada gangguan kepribadian ini, orang yang mempunyai tipe introvert lebih susah
dideteksi apakah ia mempunyai gejala skizofrenia karena orang tersebut cenderung
menutup diri. Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan
sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat
besar terhadap kesembuhan.
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan
akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih baik.
9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai prognosis
yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih baik
dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah yang
menunjukkan prognosisnya baik nantinya. 13

Prognosis Baik 3 Prognosis Buruk 3


•Onset lambat •Onset muda
•Faktor pencetus yang •Tidak ada factor pencetus
jelas •Onset tidak jelas
•Onset akut •Riwayat social dan pekerjaan premorbid
•Riwayat sosial, seksual yang buruk
dan pekerjaan •Prilaku menarik diri atau autistic
premorbid yang baik •Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda
•Gejala gangguan mood •Sistem pendukung yang buruk
(terutama gangguan •Gejala negatif
depresif) •Tanda dan gejala neurologist
•Menikah •Riwayat trauma perinatal
•Riwayat keluarga •Tidak ada remisi dalam 3 tahun
gangguan mood •Banyak relaps
•Sistem pendukung yang •Riwayat penyerangan
baik
•Gejala positif

II.11 DIAGNOSA BANDING


Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan
medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau
katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat,
diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum,
atau gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis
nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum
perkembangan gejala lain. Dengan demikian klinisi harus mempertimbangkan
berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam diagnosis banding psikosis,
bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan
neurologist mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita
akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat
membantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman
umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup
agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya
gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara.
Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap,
termasuk riwayat gangguan medis, neurologist, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus
mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada
pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia
mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang menyebabkan
gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik.
Berpura-pura dan Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis
yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak
menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan
diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi
gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering); pasien tersebut
biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien
yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi
diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan
skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk
mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang
terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan
skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama
(durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan.
Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala
berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak
kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis
yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan
gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh
(nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia
lainnya atau suatu gangguan mood.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting
karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi.
Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala
primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus
menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya
membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri
skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan
kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti
skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan
selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi.
BAB III
KESIMPULAN

Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan dikalangan sosial ekonomi rendah.


Beberapa pola interaksi keluarga dan faktor genetik diduga merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya skizofrenia.75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya
pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang beresiko tinggi karena
tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat disadari
keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian
diri.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik,
fisik, dan sosial budaya.
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab
skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang
mempunyai gejala-gejala serupa
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal,
fase aktif dan fase residual. Terdapat beberapa jenis skizofrenia yaitu skizofrenia
paranoid, skizofrenia herbefrenik, skizofrenia katatonik, depresi pasca skizofrenia,
skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia tak terinci, skizofrenia lainnya
dan skizofrenia yang tidak tergolongkan.
Terapi skizofrenia meliputi 2 hal yaitu psikofarmaka dan psikoterapi. Terapi
psikofarmaka digunakan golongan antipsikosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamdani, M, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar pustaka baru,


Yogyakarta, 2004
2. Prof. Dr. Dr. Dadang Hawari, Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kesehatan Jiwa, PT Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997
3. Yumizone. Wordpress. Com/category/kesehatan-jiwa, diunduh tanggal 16
November 2010
4. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Diunduh dari
http//www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm tanggal 16 November
2010
5. Sani, Ayub prof.dr. Splitting Personality. PT Dian Ariesta. Jakarta. 2002
6. Skizofrenia. Diunduh dari : http://id.wikipedia.org/wiki/skizofrenia pada
tanggal 15 November 2010
7. www.docstoc.com/wahyunirautami. diunduh tanggal 16 November 2010
8. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya, Jakarta, 2001
9. Skizofrenia. Naruto. blogspot. Com/2009/12 diunduh tanggal 16
November 2010
10. www.psikomedia.com/article/psikologi-klinis/1006/skizofrenia diunduh
tanggal 15 November 2010
11. Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri,
ed 7, vol 1, Binarupa aksara, 1997
12. Yayakhnaakhyar. Files. Wordpress. Com/ penatalaksanaan-skizofrenia,
diunduh tanggal 15 November 2010
13. itsnasahma. Blogspot. Com/2008/04/prognosis-skizofrenia.html, diunduh
tanggal 16 November 2010

You might also like