You are on page 1of 9

Peran Pendidikan Sebagai Modal Utama Membangun Karakter Bangsa

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar karena didukung oleh sejumlah fakta positif yaitu posisi geopolitik yang
sangat strategis, kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, kemajemukan sosial budaya, dan jumlah penduduk yang besar.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi bangsa yang maju, adil, makmur,
berdaulat, dan bermartabat. Namun demikian, untuk mewujudkan itu semua, kita masih menghadapi berbagai masalah
nasional yang kompleks, yang tidak kunjung selesai. Misalnya aspek politik, di mana masalahnya mencakup kerancuan
sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, kelembagaan Negara yang tidak efektif, sistem kepartaian yang tidak mendukung,
dan berkembangnya pragmatism politik. Lalu aspek ekonomi, masalahnya meliputi paradigm ekonomi yang tidak konsisten,
struktur ekonomi dualistis, kebijakan fiskal yang belum mandiri, sistem keuangan dan perbankan yang tidak memihak, dan
kebijakan perdagangan dan industri yang liberal. Dan aspek sosial budaya, masalah yang terjadi saat ini adalah memudarnya
rasa dan ikatan kebangsaan, disorientasi nilai keagamaan, memudarnya kohesi dan integrasi sosial, dan melemahnya
mentalitas positif.
Dari sejumlah fakta positif atas modal besar yang dimiliki bangsa Indonesia, jumlah penduduk yang besar menjadi
modal yang paling penting karena kemajuan dan kemunduran suatu bangsa sangat bergantung pada faktor manusianya
(SDM). Masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya juga dapat diselesaikan dengan SDM. Namun untuk
menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan menghadapi berbagai persaingan peradaban yang tinggi untuk menjadi
Indonesia yang lebih maju diperlukan revitalisasi dan penguatan karakter SDM yang kuat. Salah satu aspek yang dapat
dilakukan untuk mempersiapkan karakter SDM yang kuat adalah melalui pendidikan..
Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar
berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia baik
dilihat dari aspek jasmani maupun ruhani. Manusia yang berakhlak mulia, yang memiliki moralitas tinggi sangat dituntut
untuk dibentuk atau dibangun. Bangsa Indonesia tidak hanya sekedar memancarkan kemilau pentingnya pendidikan,
melainkan bagaimana bangsa Indonesia mampu merealisasikan konsep pendidikan dengan cara pembinaan, pelatihan dan
pemberdayaan SDM Indonesia secara berkelanjutan dan merata.
Melihat kondisi sekarang dan akan datang, ketersediaan SDM yang berkarakter merupakan kebutuhan yang amat
vital. Ini dilakukan untuk mempersiapkan tantangan global dan daya saing bangsa. Memang tidak mudah untuk menghasilkan
SDM yang tertuang dalam UU tersebut. Persoalannya adalah hingga saat ini SDM Indonesia masih belum mencerminkan
cita-cita pendidikan yang diharapkan. Misalnya untuk kasus-kasus aktual, masih banyak ditemukan siswa yang menyontek di
kala sedang menghadapi ujian, bersikap malas, tawuran antar sesama siswa, melakukan pergaulan bebas, terlibat narkoba,
dan lain-lain. Di sisi lain, ditemukan guru, pendidik yang senantiasa memberikan contoh-contoh baik ke siswanya, juga tidak
kalah mentalnya. Misalnya guru tidak jarang melakukan kecurangan-kecurangan dalam sertifikasi dan dalam ujian nasional
(UN). Kondisi ini terus terang sangat memilukan dan mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia yang telah merdeka sejak
tahun 1945. Memang masalah ini tidak dapat digeneralisir, namun setidaknya ini fakta yang tidak boleh diabaikan karena kita
tidak menginginkan anak bangsa kita kelak menjadi manusia yang tidak bermoral sebagaimana saat ini sering kita melihat
tayangan TV yang mempertontonkan berita-berita seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan, korupsi, dan penculikan,
yang dilakukan tidak hanya oleh orang-orang dewasa, tapi juga oleh anak-anak usia belasan.
Mencermati hal ini, saya mencoba memberikan beberapa gagasan untuk penguatan mutu karakter SDM sehingga mampu
membentuk pribadi yang kuat dan tangguh. Pembahasan ini akan mengacu pada peran pendidikan, terutama pendidik sebagai
kunci keberhasilan implementasi pendidikan karakter di sekolah dan lingkungan baik keluarga maupun masyarakat.
Pendidikan merupakan hal terpenting untuk membentuk kepribadian. Pendidikan itu tidak selalu berasal dari
pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal dan non formal pun memiliki peran yang sama
untuk membentuk kepribadian, terutama anak atau peserta didik. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar
masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan. Kegiatan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan
belajar secara mandiri.
Memperhatikan ketiga jenis pendidikan di atas, ada kecenderungan bahwa pendidikan formal, pendidikan informal
dan pendidikan non formal yang selama ini berjalan terpisah satu dengan yang lainnya. Mereka tidak saling mendukung
untuk peningkatan pembentukan kepribadian peserta didik. Setiap lembaga pendidikan tersebut berjalan masing-masing
sehingga yang terjadi sekarang adalah pembentukan pribadi peserta didik menjadi parsial, misalnya anak bersikap baik di
rumah, namun ketika keluar rumah atau berada di sekolah ia melakukan perkelahian antarpelajar, memiliki ’ketertarikan’
bergaul dengan WTS atau melakukan perampokan. Sikap-sikap seperti ini merupakan bagian dari penyimpangan moralitas
dan prilaku sosial pelajar.
Oleh karena itu, ke depan dalam rangka membangun dan melakukan penguatan peserta didik perlu menyinergiskan
ketiga komponen lembaga pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah pendidik dan orangtua berkumpul
bersama mencoba memahami gejala-gejala anak pada fase negatif, yang meliputi keinginan untuk menyendiri, kurang
kemauan untuk bekerja, mengalami kejenuhan, ada rasa kegelisahan, ada pertentangan sosial, ada kepekaan emosional,
kurang percaya diri, mulai timbul minat pada lawan jenis, adanya perasaan malu yang berlebihan, dan kesukaan berkhayal
(Mappiare dalam Suyanto dan Hisyam, 2000: 186-87). Dengan mempelajari gejala-gejala negatif yang dimiliki anak remaja
pada umumnya, orangtua dan pendidik akan dapat menyadari dan melakukan upaya perbaikan perlakuan sikap terhadap anak
dalam proses pendidikan formal, non formal dan informal.

Membangun Karakter dan Watak Bangsa Melalui Pendidikan Mutlak Diperlukan


Apabila kita simak bersama, bahwa dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu saja,
namun lebih jauh dan pengertian itu yang lebih utama adalah dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang
agar menjadi lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Memang idealnya demikian. Namun apa yang terjadi di era sekarang? Banyak kita jumpai perilaku para anak didik kita yang
kurang sopan, bahkan lebih ironis lagi sudah tidak mau menghormati kepada orang tua, baik guru maupun sesama. Banyak
kalangan yang mengatakan bahwa "watak" dengan "watuk" (batuk) sangat tipis perbedaannya. Apabila "watak" bisa terjadi
karena sudah dari sononya atau bisa juga karena faktor bawaan yang sulit untuk diubah, namun apabila "watak" = batuk,
mudah disembuhkan dengan minum obat batuk. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jelas hal ini tidak dapat terlepas adanya
perkembangan atau laju ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang mengglobal, bahkan sudah tidak mengenal
batas-batas negara hingga mempengaruhi ke seluruh sendi kehidupan manusia.

Makna Pendidikan
Banyak kalangan memberikan makna tentang pendidikan sangat beragam, bahkan sesuai dengan pandangannya
masing-masing. Azyumardi Azra dalam buku "Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi",
memberikan pengertian tentang "pendidikan" adalah merupakan suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi
mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Bahkan ia menegaskan,
bahwa pendidikan lebih sekedar pengajaran, artinya, bahwa pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara
membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.
Di samping itu, pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan selain menempa fisik, mental dan moral
bagi individu-individu, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya, sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya
sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam sebagai makhluk yang sempurna dan terpilih sebagai
khalifahNya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara.

Perkembangan Pendidikan
Bangkitnya dunia pendidikan yang dirintis oleh Pahlawan kita Ki Hadjar Dewantara untuk menentang penjajah pada
massa lalu, sungguh sangat berarti apabila kita cermati dengan saksama. Untuk itu tidak terlalu berlebihan apabila bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang besar memperingati hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Mei ini, sebagai
bentuk refteksi penghargaan sekaligus bentuk penghormatan yang tiada terhingga kepada para Perintis Kemerdekaan dan
Pahlawan Nasional. Di samping itu, betapa jiwa nasionalisme dan kejuangannya serta wawasan kebangsaan yang dimiliki
para pendahulu kita sangat besar, bahkan rela berkorban demi nusa dan bangsa. Lantas bagaimana perkembangan sekarang?
Sangat ironis, memang. Banyak para pemuda kita yang tidak memiliki jiwa besar, bahkan sangat mengkhawatirkan,
janganjangan terhadap lagu kebangsaan kita pun sudah tidak hafal, jangankan menghayati. Namun, kita sangat yakin dan
semakin sadar, bahwa hanya melalui dunia pendidikanlah bangsa kita akan menjadi maju, sehingga dapat mengejar
ketertinggalan dengan bangsa lain di dunia, sekaligus merupakan barometer terhadap kualitas sumber daya manusia.
Krisis moneter yang berlanjut dalam krisis ekonomi yang terjadi hingga puncaknya ditandai dengan jatuhnya rezim
Soeharto dari kekuasaannya pada Mei 1998 yang lalu, telah mendorong reformasi bukan hanya dalam bidang politik dan
ekonomi saja, melainkan juga terimbas dalam dunia pendidikan juga. Reformasi dalam bidang pendidikan, pada dasarnya
merupakan reposisi dan bahkan rekonstruksi pendidikan secara keseluruhan atau secara komprehensif integral. Reformasi,
reposisi dan rekonstruksi pendidikan jelas harus melibatkan penilaian kembali secara kritis pencapaian dan masalah-masalah
yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Apabila kita amati secara garis besar, pencapaian pendidikan nasional kita masih jauh dan harapan, apalagi untuk
mampu bersaing secara kompetitif dengan perkembangan pendidikan pada tingkat global. Baik secara kuantitatif maupun
kualitatif, pendidikan nasional masih memiliki banyak kelemahan mendasar. Bahkan pendidikan nasional, menurut banyak
kalangan, bukan hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan keterampilan anak didik, melainkan gagal dalam
membentuk karakter dan watak kepribadian (nation and character building), bahkan terjadi adanya degradasi moral.
Reformasi Pendidikan
Kita harus sadar, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan sangat
mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar lagi). Hal ini cukup beralasan. Mengapa mutlak diperlukan? Karena
adanya krisis yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan
tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu
yang lalu Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Suatu
pemimpin bangsa yang besar untuk mengajak bangsa atau rakyatnya menjadi "pemimpi" dalam menggapai kemakmuran
yang dicita-citakan.
Banyak kalangan masyarakat yang mempunyai pandangan terhadap istilah "kelatahan sosial" yang terjadi akhir-akhir
ini. Hal ini memang terjadi dengan berbagai peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa
aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak
asasi manusia yang terkadang mendahulukan hak daripada kewajiban. Pada akhirnya berkembang ke arah berlakunya hukum
rimba yang memicu kesukubangsaan (ethnicity). Kerancuan ini menyebabkan orang frustasi dan cenderung meluapkan
perasaan tanpa kendali dalam bentuk "amuk massa atau amuk sosial".
Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) tetap
memikul peran multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas
pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul beban lebih berat Pendidikan berperan
bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi)
yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah pembentukan karakter dan watak (nation and character building),
yang pada gilirannya sangat krusial bagi notion building atau dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan
bangsa yang lebih maju dan beradab.
Oleh karena itu, reformasi pendidikan sangat mutlak diperlukan untuk membangun karakter atau watak suatu bangsa,
bahkan merupakan kebutuhan mendesak. Reformasi kehidupan nasional secara singkat, pada intinya bertujuan untuk
membangun Indonesia yang lebih genuinely dan authentically demokratis dan berkeadaban, sehingga betul-betul menjadi
Indonesia baru yang madani, yang bersatu padu (integrated). Di samping itu, peran pendidikan nasional dengan berbagai
jenjang dan jalurnya merupakan sarana paling strategis untuk mengasuh, membesarkan dan mengembangkan warga negara
yang demokratis dan memiliki keadaban (civility) kemampuan, keterampilan, etos dan motivasi serta berpartisipasi aktif,
merupakan ciri dan karakter paling pokok dari suatu masyarakat madani Indonesia. Jangan sampai yang terjadi malah
kekerasan yang meregenerasi seperti halnya yang terjadi di IPDN yang menjadi sorotan akhir-akhir ini (Kompas 16/4),
Kekerasan fisik yang mengorbankan nyawa dan harta benda tersebut, sangat jelas terkait pula dengan masih bertahannya
"kekerasan struktural" (structural violence) pada tingkat tertentu. Akibatnya, perdamaian hati secara hakiki tidak atau belum
berhasil diwujudkan.

Pendidikan Karakter
Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik
rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali
hubungan dan educational networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan
berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan.
Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan
utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love,
sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang
sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran
pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain
sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar,
menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya
nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (characterbase education) dengan
menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran
Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan sebagainya.
Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi
terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman
nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan
sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan
pandangan mereka terbatas pada kini dan di sini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.
Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas
sesungguhnya sejak masa kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad
Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung
kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas
cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku
yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi" pendidikan modern
Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali mendesain integrasi kurikulum dengan penambahan berbagai
ilmu pengetahuan dan keterampilan. Namun mengapa dunia pendidikan kita yang masih berkutat dengan problem
internalnya, seperti penyakit dikotomi, profesionalitas pendidiknya, sistem pendidikan yang masih lemah, perilaku
pendidiknya dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa
ditunda, mulai dari lingklingan rumah tangga, sekolah dan masyarakat dengan meneladani para tokoh yang memang patut
untuk dicontoh. Semoga ke depan bangsa kita lebih beradab, maju, sejahtera kini, esok dan selamanya. Seiring dengan
peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei Tahun 2007 yang lalu dan mereka yang lahir pada tanggal yang sama, semoga
panjang umur dan berjiwa pendidik yang patut disuri tau-ladani generasi yang akan datang, bahkan lestari selamanya. Amin.
©

Peranan Pendidikan Nasional Dalam Pembangunan Karakter Bangsa


Pada sesi kedua pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan 2010 (3/03), menghadirkan mantan Menteri Pertahanan Nasional
Prof Dr Juwono Sudarsono sebagi pembicara dalam seminar yang berjudul “ Peranan Pendidikan dalam Pembangunan
Karakter Bangsa “. Seminar yang dipandu oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional Prof dr. Fasli Jalal PhD, SpGk ini banyak
membahas mengenai pembentukan identitas bangsa sebagai wahana pendidikan yang berkarakter. Bapak Juwono Sudarsono
menjelaskan bahwa pendidikan kebangsaan bila dilihat dari kacamata pertahanan sebuah negara, dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu pendidikan militer dan non militer. Di negara maju seperti Jepang, mereka menerapkan pertahanan rakyat
semesta atau wajib militer. Dalam wajib militer ini tidak hanya diberikan pelatihan fisik saja namun diberikan juga
pendidikan bela negara yang menanamkan pembentukan karakter sebuah bangsa.
Bapak Juwono melihat pendidikan dan pertahanan sebuah bangsa selalu berkaitan, karena dengan pendidikan
kebangsaan yang baik akan tercipta suatu kebhinekaan, dimana hal tersebut akan menjadi modal pertahanan sebuah negara.
Beliau berpendapat setiap percikan budaya merupakan bagian dari ke-Indonesiaan untuk mengisi ulang jati diri bangsa
Indonesia.
Dalam kesempatan ini pula bapak Juwono menghimbau seluruh peserta Rembuk Nasional menjaga nilai-nilai budaya
bangsa Indonesia, termasuk bahasa. Hal ini menjadi penting karena beliau melihat bahasa sebagai suatu proses pertama
transformasi nilai-nilai karakter bangsa. Beliau berharap dengan pengamalan budaya ini dapat menyaring persepsi dan
pandangan-pandangan yang mengikis karakter
Di tengah derasnya arus informasi, beliau menganggap bahwa masyrakat Indonesia cenderung tidak tertarik lagi pada
buku dan bacaan-bacaan. Masyarakat Indonesia lebih tertarik kepada gambar dan tayangan-tayangan,  hal ini mempengaruhi
persepsi kita sebagai bangsa Indonesia. Bapak Juwono mengharapkan pendidikan Indonesia kembali pada budaya gemar
membaca buku.
Pada akhir pidatonya, beliau mengatakan bahwa pendidikan karakter yang terpenting dimulai dari seorang ibu.
Betapapun kuatnya pengaruh sekolah formal, informal dan non formal,  Ibulah yang menanamkan nilai-nilai yang diperlukan
dalam kehidupan. Ibu mengajarkan semangat juang dan pantang menyerah. Selain ibu, faktor lingkungan seperti rumah yang
nyaman dan  kondusif adalah tempat yang paling tepat bagi seorang anak untuk menumbuhkan rasa percaya diri, berdaya
saing dan beradab. (Yoggi/Risma)

Peran Pendidikan dalam Membangun Bangsa


Tidak ada kegiatan bangsa yang lepas dari peran pendidikan. Bahkan dalam banyak hal peran pendidikan sangat
menentukan untuk dapat melakukan kegiatan yang bermutu. Sebab itu setiap bangsa menjadikan pendidikan kegiatan utama
dalam mengusahakan kemajuannya. Dengan mengusahakan kemajuan sekali gus dibangun kekuatan bangsa itu. Sebab utama
mengapa pendidikan berpengaruh terhadap setiap kegiatan bangsa adalah karena faktor manusia. Hampir tidak ada kegiatan
bangsa yang tidak memerlukan peran manusia. Bahkan peran manusia sangat menentukan dalam pelaksanaan berbagai
kegiatan itu, juga ketika terjadi kemajuan teknologi yang amat pesat. Dalam kemajuan teknologi itu banyak pekerjaan
manusia dapat digantikan oleh peran mesin atau robot. Meskipun demikian, juga penggunaan mesin dan robot itu banyak
ditentukan peran manusia. Malahan diperlukan peran manusia yang makin cerdas dan arif bijaksana. Faktor manusia juga
amat penting bagi bangsa dalam memperkuat kondisi mentalnya. Meskipun ada yang berpendapat bahwa Nation State atau
Negara-Bangsa berakhir eksistensinya dalam masa globalisasi sekarang ini, dalam kenyataan tetap Negara-Bangsa menjadi
aktor utama dalam arena dunia. Untuk itu peran nasionalisme tetap penting yang amat tergantung dari sikap warga bangsa itu.
Melalui pendidikan pula dapat dan harus ditumbuhkan kondisi mental para warga bangsa itu, khususnya semangat
nasionalisme yang kuat. Namun pembangunan manusia tidak hanya untuk kepentingan bangsa. Pembangunan manusia juga
dan terutama untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Perjuangan kita sejak permulaan abad ke 20 dan sebelumnya adalah untuk menjadikan Manusia Indonesia mahluk
yang bermartabat dan tidak kalah dari manusia lainnya, terutama dari bangsa-bangsa yang sudah maju. Kita ingin agar
Manusia Indonesia cerdas, mempunyai perasaan yang halus dan peka, sehingga dapat menghasilkan kehidupan yang
bermakna. Malahan kita ingin Manusia Indonesia lebih dari itu, kalau kita perhatikan kelemahan-kelemahan yang masih ada
pada bangsa kita.
Salah satu kelemahan Manusia Indonesia adalah kecenderungan menjadi manja karena hidup dalam Alam yang
serba murah dan mudah. Akibatnya adalah bahwa berbagai potensi positif yang dimiliki Manusia dan Alam Indonesia tidak
dapat berkembang secara wajar untuk kepentingan Indonesia sendiri. Kelemahan ini cenderung membuat kondisi mental yang
kurang kuat, mudah menyerah dan mencari jalan termudah yang belum tentu memberikan penyelesaian terbaik. Energi yang
kurang dapat dikembangkan Manusia Indonesia yang manja itu juga berakibat kurang kuatnya karakter. Antara lain itu
menonjol dalam kenyataan bahwa Manusia Indonesia pandai membuat teori dan konsep, tetapi kurang sekali dalam
implementasi teori dan konsep itu karena kurang kuatnya komitmen. Juga lemahnya disiplin adalah akibat kelemahan ini,
disertai kurang ada niat untuk menghasilkan yang terbaik dalam berbagai perbuatan. Tidak jarang pekerjaan dilakukan
dengan “asal jadi”. Juga nampak sekali sekarang betapa rendahnya semangat nasionalisme di banyak kalangan di Indonesia,
jauh lebih rendah dari semangat nasionalisme di Vietnam, Thailand dan Singapura. Kelemahan yang amat mendasar ini harus
dapat kita atasi dan perbaiki kalau kita ingin Indonesia menjadi negara dan bangsa yang selamat, maju dan sejahtera.
Untuk mewujudkan Manusia Indonesia yang kuat menghadapi Alam yang mudah dan murah diperlukan
pendidikan. Dengan pendidikan kita transfer dan tumbuhkan pada Manusia Indonesia nilai-nilai, kecerdasan dan kecakapan,
serta sikap mental yang ulet dan tangguh tetapi juga perasaan yang halus. Karena faktor manusia demikian penting dalam
kehidupan bangsa, maka pendidikan menjadi amat menentukan perannya. Sebab partisipasi yang dilakukan manusia harus
bermutu agar memberikan hasil semaksimal mungkin.. Maka agar partisipasi manusia benar-benar bermutu, ia harus
memperoleh pendidikan yang diperlukan. Sudah lampau masanya bahwa manusia secara alamiah dapat tumbuh menjadi
manusia bermartabat, manusia yang melakukan pekerjaan dalam masyarakat secara efektif. Manusia harus dibantu untuk
memahami dan meraih berbagai nilai kehidupan yang menjadikannya bermartabat. Selain itu ia harus disiapkan untuk
melakukan berbagai pekerjaan yang dihadapi.
Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menyampaikan kepada orang atau pihak lain segala hal
untuk menjadikannya mampu berkembang menjadi manusia yang lebih baik, lebih bermutu, dan dapat berperan lebih baik
pula dalam kehidupan lingkungannya dan masyarakatnya. Hal yang disampaikan itu meliputi sistem nilai, pengetahuan,
pandangan, kecakapan dan pengalaman. Makin baik penyampaian itu, makin besar kemungkinan manusia menjadi
bermartabat. Dan makin baik perannya dalam kehidupan lingkungan dan masyarakatnya. Itu juga menjadi persiapan yang
baik untuk menghadapi pekerjaan dan kehidupan, menjadikan manusia makin mampu melakukan pekerjaannya.
Penyampaian itulah yang dilakukan pendidikan, baik secara mental, intelektual maupun fisik. Dapat dikatakan bahwa
pendidikan itu harus
selalu bermutu karena pendidikan yang tidak bermutu tidak ada manfaatnya sama sekali. . Bahkan pendidikan yang tidak
bermutu dapat berakibat sebaliknya dengan menghasilkan manusia asosial, manusia yang menjadi ancaman bagi kehidupan.
Pendidikan yang tidak bermutu juga tidak dapat menyiapkan manusia secara baik dan benar untuk melakukan
pekerjaannya. Ini berarti bahwa pendidikan yang tidak bermutu bukanlah pendidikan. Hal ini seringkali kurang diperhatikan
orang-orang yang menjalankan fungsi pendidikan. Agar dapat menjalankan sesuatu dengan baik, manusia dipengaruhi oleh
faktor mentalnya, faktor inteleknya dan faktor fisiknya. Sebab itu pendidikan harus selalu mengandung aspek mental, aspek
intelektual dan aspek fisik yang diusahakan dalam harmoni satu sama lainnya. Pada dasarnya pendidikan dilakukan di
lingkungan keluarga, dalam masyarakat dan melalui sistem sekolah. Karena setiap manusia bermula kehidupannya dengan
dilahirkan ibunya dalam lingkungan keluarganya, maka dapat dikatakan bahwa Pendidikan di Lingkungan Keluarga menjadi
landasan segenap usaha pendidikan sepanjang hidup manusia. Celakalah satu bangsa yang tidak dapat menjaga kehidupan
keluarga yang teratur.

Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia termasuk
aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan lainnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa. Dalam perjalanannya proses pembangunan ekonomi membutuhkan sumber daya pendidikan yang berkualitas tinggi.
Oleh karena itu diputuskan untuk mengadakan pembaruan secara menyeluruh terhadap peranan pendidikan. Tetapi sejauh ini,
usaha yang mengarah kesana masih belum mencapai target yang tinggi. Sebab dari belum seimbangnya peranan pendidikan
Indonesia dalam proses pembangunan bangsa adalah karena penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah masih belum
menyatu dalam mewujudkan peranan pendidikan yang dapat mendongkrak kemajuan pembangunan ekonomi bangsa.
Problem-problem pendidikan kita semakin kompleks dan semakin sarat dengan tantangan. Kebijakan dan program-
program pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, nampak tidak memberi jawaban solutif terhadap permasalahan-
permasalahan pendidikan yang berkembang. Dibutuhkan suatu reformasi pendidikan untuk dapat memperbaharui semua
system pendidikan dan peranannya terhadap pembangunan bangsa ini. Waktu yang diperlukan tidaklah singkat.
Perlu pengorbanan dan kesediaan dari semua pihak yang terkait, seperti pemerintah, instansi pendidikan, kementrian
pendidikan dan pelaksana pendidikan Indonesia. Reformasi pendidikan juga harus memberikan peluang bagi siapapun untuk
mengembangkan langkah atau cara baru dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Reformasi pendidikan pada dasarnya mempunyai tujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan pendidikan nasional Indonesia.
Pemerintah dan masyarakat harus mau bekerjasama demi tercapainya kualitas pemberdayaan manusia yang diinginkan. Agar
sesuai dengan perkembangan jaman, sistem pendidikan harus disesuai pula dengan tuntutan yang paling terkini.
Pendidikan Indonesia merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia yang peranannya
sangat penting bagi pembangunan suatu bangsa. Diperlukan suatu strategi pendidikan untuk membuat program pendidikan
merata di seluruh tanah air, seperti :

1. Penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia

2. Pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan kembali pada masyarakat sebagai sumber daya utama juga pengguna
hasil pendidikan itu sendiri.

3. Pendidikan dilakukan secara transparan dan demokratis tanpa mengurangi mutu pendidikan

4. Penyelenggaraan pendidikan yang efisien

5. Peluang untuk belajar seluas-luasnya kepada masyarakat Indonesia sehingga kemampuan dasar masyarakat kita pun
akan meningkat.

6. Mengurangi kesulitan birokrasi pendidikan yang sering menjadi kendala kelancaran proses pendidikan saat ini.

Dengan adanya reformasi besar-besaran di berbagai bidang sejak lengsernya era pemerintahan Soeharto maka bidang
pendidikan juga tidak mau kalah. Sistem pendidikan Indonesia diubah dan disesuaikan secara otonomi yang diharapkan akan
membawa angin segar dan perbaikan dalam sistem pendidikan yang selama ini dipergunakan. Namun karena sistem ini masih
baru tentunya kita masih harus banyak belajar dan berjuang untuk memecahkan berbagai kendala yang ada di depan.
Ada beberapa langkah baru untuk melakukan rekonstruksi pendidikan dalam rangka membangun paradigma baru
system pendidikan pasca reformasi, seperti berikut ini :

1. Membuat visi pendidikan Indonesia yang baru sehingga semua komponen masyarkat dapat diberdayakan secara luas

2. Misi pendidikan yang jelas untuk membuat masyarakat ikut berpartisipasi aktif di dalamnya.

3. Mengembangkan potensi dan kreatifitas pembelajaran

4. Pengembangan system pembelajaran yang demokratis agar tidak terdapat suatu pengelompokkan pengajaran.

5. Kebijakan kurikulum seharusnya disesuaikan dengan lingkungan serta komponen bangsa yang lain seperti ilmu
pengetahuan, teknologi, budaya, seni, social dan agama.

Jika langkah-langkah ini dapat direalisasikan maka Pendidikan Indonesia akan mempunyai harapan untuk menuju kehidupan
berbangsa yang lebih berkualitas.

PERANAN PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN


Di muka telah diuraikan bahwa pendidikan mempunyai peranan dalam meningkatkan kualitas manusia sebagai
sumberdaya pembangunan dan menjadi titik sentral pembangunan. Manusia yang berkualitas me¬miliki keseimbangan antara
tiga aspek yang ada padanya, yaitu aspek pribadi sebagai individu, aspek sosial dan aspek kebangsaan. Manusia sebagai
makhluk individu memiliki potensi fisik dan nirfisik; dengan potensi potensi tersebut manusia mampu berkarya dan berbudi
pekerti luhur. Manusia sebagai makhluk soslaJ mempunyai kesetiakawanan sosial, tanggung jawab sosial dan disiplin sosial.
Manusia yang memiliki aspek kebangsaan mernpunyai rasa cinta tanah air, jiwa patriotik dan berwawasan masa depan.
    Berorientasi pada peningkatan kualitas manusia Indonesia tersebut, maka peranan pendidikan dalam pembangunan
dapat dirumuskan sebagai berikut
: Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang berpotensi fisik dan nirfisik, dilaksanakan dengan
pemberian pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya bangsa dan juga nilai-
nilai keagamaan sesuai dengan agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Proses transformasi tersebut berlangsung dalam jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
John Vaizei dalam bukunya Education in the Modern World (1965) mengemukakan peranan pendidikan sebagai berikut :
(1) melalui lembaga mengemukakan peranan pendidikan tinggi dan lembaga riset memberikan gagasan-gagasan dan teknik
baru,
(2) melalui sekolah dan latihan-latihan mempersiapkan tenaga kerja terampil berpengetahuan, dan
(3) penanaman sikap
Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara cepat manusia dituntut untuk selalu
belajar dan adaptasi dengan perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan
menjadi ”pelajar seumur hidup”. Untuk itu sekolah berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur
hidup yang mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang ada di sekolah maupun
di luar sekolah. Menurut Moedjiono dalam buku dasar-dasar Kependidikan (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar
dalam rangka menghadapi perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat menghendaki
(1) kemampuan untuk mendapatkan informasi,
(2) keterampilan kognitif yang tinggi,
(3) kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah,
(4) kemampuan menentukan tujuan yang ingin dicapai,
(5) mengevaluasi hasil belajar sendiri,
(6) adanya motivasi untuk belajar, dan
(7) adanya pemahaman diri sendiri.

Eksistensi kebangsaan nasional perlu dipertahankan dengan berbagai cara antara lain memupuk identitas nasional
pada generasi muda, penanaman kesadaran nasional. Kesadaran nasional perlu dibangkitkan melalui kesadaran sejarah.
Kesadaran ini mencakup pengalaman kolektif di masa lampau atau nasib bersama di masa lampau yang menggembleng
nation. Tanpa kesadaran sejarah tak ada identitas dan tanpa orang tak kepribadian atau kepribadian nasional. Kesadarari
nasional, menciptakan inspirasi dan aspirasi nasional, keduanya penting untuk membangkitkan semangat nasional.
Nasionalisme sebagai ideologi perlu menjiwai setiap warga negara yang wajib secara moral (moral com-mitment) dengan
loyalitas penuh pengabdian diri kepada kepentingan negara, (Kartidirdjo, 1993).
Prinsip nasionalisme sebagaian tujuan pendidikan nasional adalah :
(1) Unity (kesatuan persatuan) lewat proses integrasi dalam sejarah berdasarkan solidaritas nasional yang melampaui
solidaritas lokal, etnis, tradisional,
(2) Libcrty (kebebasan) setiap individu dilindungi hak-hak azasinya, kebebasan berpendapat, berkelompok, kebebasan
dihayati dengan penuh tanggung jawab sosial,
(3) Equality (persamaan) hak dan kewajiban, persamaan kesempatan,
(4) Berkaitan dengan prinsip ke 2, ke 3 ada prinsip kepribadian atau individualitas. Pribadi perorangan dilindungi hukum
antara lain dalam hak milik, kontrak, pembebasan dari ikatan komunal dan primoriaL
(5) Performance (hasil kerja) baik secara individual atau kolektif. Setiap kelompok membutuhkan rang¬sangan dan
inspirasi untuk memacu prestasi yang dapat dibanggakan.
Dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan mem¬punyai peranan penting dalam pembudayaan, pernyatan dan
peng¬amalan nilai nilai budaya nasional yang akan mampu memupuk per¬satuan dan kesatuan bangsa.

Revitalisasi Pendidikan untuk Membangun Bangsa yang Bermartabat dan Berdaya


Saing Tinggi
Manusia sempurna sebagaimana yang diidealisasikan sebagai titik puncak pendidikan nasional dalam upaya reaktualisasi
hakikat kemanusiaan dan manifestasinya dalam sistem dan struktur sosial perlu adanya penguatan kembali (revitalisasi). Hal
ini seiring dengan konteks zamannya di mana pendidikan hingga sekarang masih diyakini sebagai aspek terpenting dalam
kehidupan bangsa untuk dijadikan strategi dalam mengangkat derajat masyarakat Indonesia melalui pemberdayaan SDM
yang ada. (Rembangy, 2008:vii). Secara nasional pendidikan harus mempunyai arti positif bagi bangsa. Arti positif
pendidikan adalah harapan bersama bangsa Indonesia, bahkan merupakan kesepakatan hukum yang ditetapkan berdasarkan
undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan sebagai Human Investment


Visi pendidikan adalah pembangunan manusia seutuhnya. Manusia yang mempunyai daya saing, penuh kreasi,
mandiri, berdaya dan berpartisipasi aktif dalam peningkatan hidup sesama. Selain merupakan fungsi pembangunan bidang
ekonomi, persoalan kesejahteraan merupakan aspek penting yang harus dicapai dalam rangka proses pendidikan. Pendidikan
yang menyejahterakan adalah pendidikan yang membebaskan, terutama membebaskan dari kebodohan, keterbelakangan, dan
kemiskinan, tiga unit masalah yang menjadi kewajiban sektor pendidikan. (Sanusi: 2008).
Kita tahu bahwa modal ekonomi Indonesia berupa kekayaan alam (SDA) yang melimpah tidak berarti ketika tidak diimbangi
kualitas SDM yang memadai, maka pendidikan di sini memegang peran penting membangun kualitas SDM. Banyak negara
yang memfokuskan ekonominya pada eksploitasi SDA akhirnya gagal membuat rakyatnya sejahtera. Indonesia termasuk
dalam deretan negara seperti ini. Untuk konteks Indonesia, kegagalan ini bukan karena kekayaan yang dieksploitasi tidak
laku dipasaran, namun akibat SDA yang besar itu tidak dikelola sendiri namun meminta pertolongan kepada pihak luar,
sehingga keuntungannya pun tidak sepenuhnya milik Indonesia. Sebaliknya, negara seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang,
berbeda jauh dari Indonesia. Meski minim SDA, tetapi SDMnya begitu terlatih dan siap saing, sehingga kesejahteraan yang
diraih melebihi negara-negara yang kaya SDA tapi minus kualitas SDM.
Menurut Driyakarya dalam Setiawan (2008:84) pendidikan adalah pilar kemandirian bangsa. Artinya, pendidikan adalah
solusi tepat menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul di tanah air. Malik Fadjar (2005:103) berkeyakinan bahwa
pendidikan merupakan wahana ampuh untuk membawa bangsa dan negara menjadi maju dan terpandang dalam pergaulan
bangsa-bangsa dan dunia internasional. John Naisbitt dan Patricia Aburdence dalam Megatrend 2000 mengatakan, “Tepi Asia
Pasifik telah memperlihatkan, Negara miskin pun bangkit, tanpa sumber daya alam melimpah asalkan negara melakukan
investasinya yang cukup dalam hal sumber daya manusia”.

Anggaran Pendidikan 20 Persen: Harapan dan Tantangannya

Sebagai sebuah amanat konstitusi, kenaikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN memang tidak terlepas dari
perdebatan yang panjang. Kenaikan anggaran selalu mengandung risiko, misalnya masalah efisiensi, efektivitas, bahkan
korupsi dalam berbagai modusnya. Oleh karena itu, mutlak kiranya kenaikan anggaran diikuti dengan sistem anggaran yang
berpihak pada kepentingan publik, misalnya prinsip alokasi, distribusi, pengawasan, dan akuntabilitas yang tinggi.
Terkait anggaran pendidikan 20 persen, menurut Sunaryanto (2008), ada beberapa hal yang perlu dikaji bersama, yakni:
Pertama, masalah alokasi pembiayaan (unit cost) bagi operasional unit-unit pendidikan, termasuk rehabilitasi infrastruktur
pendidikan yang rusak. Kedua, penguatan kapasitas. Di era desentralisasi pendidikan, sudah sewajibnya sekolah diberi
otonomi, termasuk dalam pengelolaan dana, khususnya yang terkait dengan operasionalisasi sekolah. Ketiga, revisi peraturan.
Ketetapan Mahkamah Konstitusi yang mempertegas undang-undang tentang kewajiban pemerintah mengalokasikan 20
persen anggaran untuk pendidikan harus dikawal dengan merevisi peraturan yang masih memberikan celah pungutan di
masyarakat, misalnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang komite sekolah dan
peraturan daerah yang mengadopsinya. Keempat, perluasan partisipasi. Pada prinsipnya, kelembagaan komite sekolah
berperan sebagai penyambung aspirasi dan partisipasi masyarakat.

Kesimpulan
Berpijak pada uraian singkat di atas, sudah tidak diragukan lagi bahwa pendidikan merupakan investasi masa depan yang
berharga untuk kemajuan dan kesejahteraan sumber daya manusia. Logikanya, semakin besar investasi yang ditanamkan hari
ini, semakin besarlah peluang memetik keberhasilan dari investasi tersebut di masa mendatang. Seandainya pemerintah
menyadari betul efek futuristik pendidikan bagi kesejahteraan rakyat, tentu sektor pendidikan telah dari dulu diperhatikan.
Tapi realitanya, bangsa Indonesia harus menunggu sekian tahun untuk benar-benar menikmati besaran anggaran 20% itu.
Padahal, biaya besar pendidikan tidak akan terbuang percuma jika benar-benar dilakukan pengawalan dan kontrol yang ketat
untuk menutup penyelewengan.
Meski akhirnya pemerintah memenuhi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN sebagaimana diamanatkan
konstitusi, namun porsi anggaran yang dialokasikan dalam RAPBN 2009 tersebut belum tentu menjamin seluruh warga
negara (terutama usia pendidikan dasar) bisa mengikuti pendidikan atas biaya pemerintah. Padahal, jika mengacu pada
amanat UUD 1945 amendemen keempat Pasal 31 Ayat (1) yang menyatakan, “Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”, dan Ayat (2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Yang lebih kita mengkhawatirkan lagi adalah ketika nantinya peningkatan anggaran pendidikan nasional yang mencapai 20
persen itu banyak tersedot untuk birokrasi dan rawan penyimpangan. Untuk itu, mutlak kiranya kenaikan anggaran diikuti
dengan sistem anggaran yang berpihak pada kepentingan publik, misalnya prinsip alokasi, distribusi, pengawasan, dan
akuntabilitas yang tinggi.
Bagaimana dengan mutu guru? Sudah seharusnya anggaran yang disediakan itu harus juga menjadi jaminan untuk
meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru yang paling bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan anak bangsa kita. Hal
ini dilandasi argumentasi, bahwa guru yang mutunya bertambah baik akan mampu memberikan kepada anak didik bekal ilmu
pengetahuan yang diperlukan sebagai kekuatan yang luar biasa untuk bangsa yang maju. Kekuatan ilmu pengetahuan, apabila
disertai kemampuan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, akan memberi kemampuan anak bangsa ini
mengembangkan berbagai prakarsa dan inovasi pembangunan untuk memajukan pemerataan pembangunan yang
berjangkauan luas.
Semoga dengan anggaran 20 persen ini, dunia pendidikan Indonesia akan lebih berkualitas dan dapat bersaing dengan
negara-negara lain yang telah lebih dulu menikmati “kejayaannya”. Dengan demikian, maka Indonesia akan menjadi bangsa
merdeka yang terpandang di kancah internasional dan semakin diperhitungkan perannya dalam membangun peradaban.

You might also like