Professional Documents
Culture Documents
1
nilai-nilai umum yang berlaku yang disebut charter yang diartikan
sebagai suatu sistem yang terorganisir tentang aktivitas sosial yang
penuh tujuan.(didasarkan nilai umum dan tujuan bersama). Sistem
nilai dan tujuan bersama ini dapat diartikulasikan sebagai norma
Prinsip-prinsip integrasi akan tercermin dalam institusi bersama
dan inilah basic needs manusia. Prinsip-prinsip integrasi
merupakan bagian dari basic needs itu sendiri. Sementara itu
responnya adalah kebudayaan yang diwujudkan dalam institusi
sosial. Kebudayaan sebagai respon dari basic needs dapat
diindikasikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan, sehingga
memuaskan basic needs tersebut.
3. Radcliffe Brown dengan pendekatan komparasi untuk memperoleh
pemahaman tentang keseluruhan komunitas.Dan yang
dikompromikan adalah struktur keseluruhan komunitas dan bukan
bagian-bagian.Brown mengadopsi apa yang telah dikerjakan Emil
Durkheim sebelum berubah ke pendekatan analisis struktural
Fungsionalisme bagi Brown untuk membentuk suatu struktur sosial
dalam konteks masa kini (tanpa menggunakan fakta historis karena
dianggap tidak terlalu berguna). Hal yang ditekankan adalah proses
adaptasi yang terjadi dalam masyarakat yang diteliti itu sendiri.Hal
ini berarti berbeda dengan Malinowski.
4. Menurut Sofa, Struktur sosial budaya dalam ruang lingkup sebagai
berikut :
a. Struktur sosial: pola perilaku dari setiap individu masyarakat
yang tersusun sebagai suatu sistem
b. Masyarakat merupakan suatu sistem sosial budaya terdiri dari
sejumlah orang yang berhubungan secara timbal balik melalui
budaya tertentu.
c.Setiap individu mempunyai ciri dan kemampuan sendiri,
perbedaan ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan sosial.
2
d. Perbedaan sosial bersifat universal, ini berarti perbedaan sosial
dimiliki setiap masyarakat dimanapun.
e. Perbedaan dalam masyarakat seringkali menunjukkan lapisan-
lapisan yang bertingkat.
f. Lapisan yang bertingkat dalam masyarakat disebut Stratifikasi
sosial
g. Ukuran yang digunakan untuk menggolongkan penduduk dalam
lapisan-lapisan tertentu yaitu:
1) Ukuran kekayaan (kaya miskin, tuan tanah penyewa, )
2) Ukuran kekuasaan (penguasa/ dikuasai) penguasa punya
wewenang lebih tinggi
3) Ukuran kehormatan (berpengarug / terpengaruh) ukuran ini
ada di masyarakat tradisional(pemimpin informal)
4). Prinsip-prinsip integrasi ukuran ilmu pengetahuan (golongan
cendekiawan/ rakyat awam). (Google ,
file:///e:/perub%20sos%20struktur%20sos%20pranata%20down%
20load%2008/skruktur%20sosial%20down%20load%2020-10-
08.htm down load tggl 29-10-08)
5. Anthony Gidden dalam Bagong Suyanto membahas strukturasi
adalah proses dialektika dimana apa yang dilakukan individu
adalah juga yang mereka bangun . Sehingga struktur adalah
sumber daya yang bisa memberdayakan sekaligus membatasi
masyarakat.
C. Perubahan Sosial
Mengawali pembahasan perubahan sosial, maka perlu diawali dengan makna
proses sosial sebagai berikut :
Menurut J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (2004): proses sosial adalah
sikap interaksi sosial yang berlangsung dalam suatu jangka waktu , sedemikian
rupa, sehingga menunjukkan pola-pola pengulangan hubungan perilaku dalam
kehidupan masyarakat. Sedangkan. Dengan perkataan lain proses sosial
3
diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan
bersama.
Bertolak dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa proses sosial dalam
masyarakat selalu terjadi proses saling mempengaruhi(interaksi sosial), dan
dalam interaksi tersebut terjadi proses saling menyesuaikan (adaptasi). Proses
sosial terjadi apabila interaksi sosial berlangsung sedemikian rupa, secara terus
menerus dalam waktu yang relatif lama sehingga telah mempola dalam bentu
perilaku tertentu, tindakan yang dilakukan terstruktur dan berpola. Dalam setiap
proses sosial akan selalu mengakibatkan terjadinya dua bentuk interaksi sosial
yaitu dapat berbentuk kerjasama (asosiatif) atau persaingan dan bahkan konflik
(dissosiatif).
Akibat dari proses sosial yang dinamis, maka terjadi perubahan sosial.
Perubahan sosial budaya menurut Wikipedia adalah sebuah gejala berubahnya
struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial
budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap
masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar
manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan
penyebab dari perubahan.
Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor antara lain :
1. komunikasi;
2. cara dan pola pikir masyarakat;
3. faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk,
4. penemuan baru
5. terjadinya konflik atau revolusi;
6. faktor eksternal seperti bencana alam
7. perubahan iklim,
8. peperangan,
9. pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Terjadi juga beberapa kasus faktor penyebab perubahan sosial terjadi oleh
beberapa unsur di atas seperti karena perbahan iklim terjadi hujan yang terus
4
menerus, kondisi tanggil sungai yang tidak mampu menahan air , terjadilah
bencana alam berupa banjir, yang mengakibatkan berbagai perubahan sosial
pula seperti alat transportasi yang biasanya jalan darat. Harus ditempuh
memakai perahu karet (seperti yang marak terjadi di berbagai daerah saat ini).
Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misal :
kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain;
5
dapat dipertanggung jawabkan. Ini tentu tidak mungkin dilakukan jika berada
pada masa berberapa tahun lalu terutama sebelum era reformasi.
Dinamika informasi yang terjadi memotivasi masyarakat dan mencerdaskan
masyarakat. Saat ini setiap orang dapat memanfaatkan informasi dengan tujuan
menambah wawasan, belajar atau hanya sekedar untuk hiburan, mereka dapat
mengakses informasi tanpa membedakan status sosial yang disandang seiring
dengan demokratisasi informasi. Fenomena ini tentu sangat menggembirakan
bangsa ini karena dapat berperan dalam mencerdaskan bangsa Indonesia.
Untuk perubahan yang terjadi dalam konteks pranata sosial dapat dilihat dengan
berubahnya format pranata sosial serta munculnya lembaga-lembaga baru
dibidang pengelolaan informasi. Sekarang lembaga-lembaga pelayanan publik
atau banyak lembaga sosial lainnya mulai berubah dengan menerapkan e-
government dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang informative dan
akuntable. Lembaga-lembaga tersebut mulai menerapakan automasi dalam
layanannya. Hal ini dilakukan sejalan dengan tuntutan masyarakat akan
pemerintahan yang cepat, informative dan transparan.
Selain itu melihat urgensi dari informasi bagi masyarakat pemerintah juga
membentuk Departemen baru dengan nama Departemen Komunikasi dan
Informasi yang bertanggung jawab terhadap manajemen komunikasi dan
informasi di Tanah Air. Lembaga ini merupakan salah satu pranata sosial yang
ada dimasyarakat kita.
Sedangkan perubahan pranata sosial dibidang pengelolaan informasi adalah
dengan semakin meningkatnya kualitas layanan lembaga-lembaga pengelola
informasi. Lembaga-lembaga tersebut antar lain perpustakaan, kantor arsip atau
lembaga pengelola informasi-informasi baru. Perpustakaan dan kantor arsip
mulai berbenah dengan mengaplikasikan teknologi informasi dalam layanannya.
Saat ini kualitas layanan perpustakaan semakit cepat dan depat. Dalam dunia
perpustakaan muncul istilah digital library, koleksi digital atau dalam bidang arsip
muncul istilah arsip digital. Selain itu perpustakaan atau kantor arsip yang
dulunya merupakan lembaga non profit mulai bergeser kearah lembaga semi
profit ini tentu merupakan bagian dari perubahan sosial.Muncul lembaga-
6
lembaga informasi baru yang memfokuskan layanannya dalam bidang tertentu.
Misalnya munculnya pusat informasi pariwisata, pusat informasi bisnis atau
pusat informasi rumah kontrakan. Lembaga-lembaga tersebut merupakan
pranata sosial yang muncul karena informasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat
bahkan dapat menjadi komoditi bisnis.Informasi memang membawa perubahan
dalam masyarakat mulai dari gaya hidup sampai pola berpikir. Perubahan ini
akan terus terjadi sejalan dengan dinamika informasi dan teknologi yang terjadi.
D. Stratifikasi Sosial
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas menjelaskan bahwa
pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan
atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal
(bertingkat).Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin
bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya
lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-
lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman
menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu
golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran
akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan.
Istilah stand juga dipakai oleh Max Weber.
7
tumbuh dengan sendirinya adalah kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan
harta dalam batas-batas tertentu.
8
pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu
pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem
pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu
pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik
(kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang,
misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar
profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat
negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut
lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga
banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar
untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli
skripsi, menyuap, ijazah palsu dan
seterusnya.(http://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial2 Maret
2009)
Untuk menjelaskan stratifikasi sosial ada tiga dimensi yang dapat dipergunakan
yaitu : privilege, prestise, dan power. Ketiga dimensi ini dapat dipergunakan
sendiri-sendiri, namun juga dapat didigunakan secara bersama.Karl Marx
menggunakan satu dimensi, yaitu privilege atau ekonomi untuk membagi
masyarakat industri menjadi dua kelas, yaitu kelas Borjuis dan Proletar.
Sedangkan Max Weber, Peter Berger, Jeffries dan Ransford mempergunakan
9
ketiga dimensi tersebut. Dari penggunaan ketiga dimensi tersebut Max Weber
memperkenalkan konsep : kelas, kelompok status, dan partai.Menurut Horton
and Hunt keberadaan kelas sosial dalam masyarakat berpengaruh terhadap
beberapa hal, diantaranya adalah identifikasi diri dan kesadaran kelas sosial,
pola-pola keluarga, dan munculnya simbol status dalam masyarakat.
http://massofa.wordpress.com/2008/01/25/sosialisasi-dan-stratifikasi-sosial/
1. Ascribed Status
Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis
kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.
2. Achieved Status
Achieved status adalah status sosial yang didapat sesorang karena kerja keras
dan usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti harta
kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.
3. Assigned Status
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam
lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena
usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang
dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.
10
Macam-Macam / Jenis-Jenis Stratifikasi Sosial
Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali
serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak
mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi
keturunan ningrat / bangsawan darah biru.
E. Diferensiasi Sosial
1. Pengertian Diferensiasi Sosial : adalah pengkelasan / penggolongan /
pembagian masyarakat secara horisontal atau sejajar. Contohnya seperti
pembedaan agama di mana orang yang beragama islam tingkatannya sama
11
dengan pemeluk agama lain seperti agama konghucu, budha, hindu, katolik dan
kristen protestan.
(http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-status-sosial-kelas-sosial-stratifikasi-
diferensiasi-dalam-masyarakat)
http://id.wikipedia.org/wiki/Diferensiasi_Sosial
12
- American Mongoloid (Penduduk asli Amerika).
3) Kaukasoid
- Nordic (Erofa Utara, sekitar Laut Baltik).
- Alpine (Erofa Tengah dan Erofa Timur).
- Mediterania (sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, Iran).
- Indic (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Langka).
4) Negroid
- African Negroid (Benua Afrika).
- Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Malaya yang dikenal dengan
nama orang Semang, Filipina).
- Malanesian (Irian, Melanesia).
5) Ras-ras Khusus (tidak dapat diklasifikasikan kedalam empat ras pokok)
- Bushman (gurun Kalahari, Afrika Selatan).
- Veddoid (pedalaman Sri Langka, Sulawesi Selatan).
- Polynesian (kepulauan Micronesia, dan Polinesia).
- Ainu ( di pulau Hokkaido dan Karafuto Jepang).
13
- rambut pirang sampai coklat kepirang kehitaman
- kelopak mata lurus
· Ras Nordic
· Alpin Mediteran
· Armenoid
· India
3) Negroid
Ciri-ciri:
- rambut keriting
- kulit hitam
- bibir tebal
- kelopak mata lurus
· Sub Ras Negroid
· Nilitz
· Negro Rimba
· Negro Oseanis
· Hetentot Boysesman
14
kesamaan budaya sebagai berikut:
- Ciri fisik
- Bahasa daerah
- Kesenian
- Adat-istiadat
15
- Masyarakat Flores (klennya disebut Fam) antara lain : Fernandes,
Wangge, Da Costa, Leimena, Kleden, De-Rosari, Paeira.
· Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal) antara lain terdapat pada
masyarakat :
- Minangkabau, klennya disebut suku yang merupakan gabungan dari
kampung-kampung, nama klennya antara lain : Koto, Piliang, Chaniago,
Sikumbang, Melayu, Solo, Dalimo, Kampai dan sebagainya.
- Masyarakat Flores, yaitu suku Ngadu juga menggunakan system
matrilineal.
4. Diferensiasi Agama
Diferensiasi agama adalah pengelompokan masyarakat berdasarkan
agama/kepercayaannya.
a. Komponen-komponen Agama
· Emosi keagamaan
· System keyakinan
· Upacara keagamaan
· Tempat ibadah
· Umat
b. Agama dan Masyarakat
Dalam perkembangan agama mempengaruhi masyarakat begitu juga
masyarakat mempengaruhi agama.
16
6. Diferensiasi Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan kategori dalam masyarakat yang didasarkan pada
perbedaan seks atau jenis kelamin (perbedaan biologis). Perbedaan biologis
ini dapat kita lihat dari struktur organ reproduksi, bentuk tubuh, suara, dan
sebagainya. Atas dasar itu maka ada kelompok laki-laki/pria dan kelompok
wanita/perempuan.
8. Diferensiasi Partai
Diferensiasi partai adalah perbedaan masyarakat dalam kegiatannya
mengatur kekuasaan negara, yang berupa kesatuan-kesatuan social, seazas,
seideologi dan sealiran.
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/29/bentuk-bentuk-
diferensiasi-sosial/
17
1. Dya dalam Kompas dalam Google yang menelaah fenomena kaum laki-
laki sebagai superioritas.
Dya berpendapat dalam Akseptor laki-laki, Superioritas Tetap
Mendominasi Struktur Sosial, dengan penjelasan sebagai berikut :
Partisipasi laki-laki menjadi akseptor program keluarga berencana belum
sepenuhnya mampu mengubah struktur sosial yang banyak merugikan
perempuan. Dominasi laki-laki dalam rumah tangga masih menonjol
meskipun mereka memberikan diri untuk menjalani vasektomi.
Superioritas suami ini masih terlihat ketika motivasi mereka menjadi
akseptor KB adalah rasa kasihan terhadap istri. Manajer Media,
Research, and Training Center Rifka Annisa Women's Crisis Center Nur
Hasyim menuturkan, nyaris semua laki-laki yang menjadi akseptor KB
mengikuti program tersebut karena kasihan terhadap istri.
"Motivasi ini masih menjadi manivestasi dalam konsep mainstream yang
menempatkan laki-laki sebagai pemegang tanggung jawab, pihak yang
bisa mengasihani perempuan. Konsep mengasihani dan dikasihani ini
menunjukkan bahwa laki-laki masih superior," kata Hasyim dalam Diskusi
Film Priyo Utomo di Lembaga Penelitian dan Penerbitan Yogyakarta
(LP3Y), Jumat (31/8) sore.
Ia memaparkan, situasi masyarakat saat ini masih menempatkan
persoalan di seputar pengaturan kelahiran anak, termasuk di dalamnya
kapan mengandung, jarak kelahiran, dan berapa anak yang akan dimiliki,
menjadi tanggung jawab perempuan atau istri. Laki-laki belum banyak
terlibat untuk memikirkan bersama.
"Hal ini bisa dilihat dari jauhnya perbedaan tingkat partisipasi KB nasional
antara laki-laki dan perempuan. Sekitar 95 persen akseptor KB adalah
perempuan, laki-laki hanya sekitar 4-5 persen saja," ujarnya. Kalaupun
menjadi akseptor, sebagian besar mendasarkan pada rasa kasihan.
Kontribusi
Adanya akseptor KB laki-laki ini memang berkontribusi pada peningkatan
keterlibatan laki-laki pada persoalan yang selama ini hanya dibebankan
18
pada perempuan. Meskipun demikian, hal ini tidak serta-merta dapat
mengubah struktur sosial perempuan dalam rumah tangga. Idealnya,
menurut Hasyim, partisipasi laki-laki mampu mengubah struktur. Hal yang
berkaitan dengan pengaturan kelahiran pun seharusnya diputuskan
bersama, suami dan istri.
Untuk mencapainya, peningkatan partisipasi laki-laki ini perlu dibarengi
dengan perluasan pengetahuan masyarakat tentang konsep maskulinitas.
Hal ini bisa dikampanyekan bahwa laki-laki masa kini adalah mereka yang
peduli terhadap persoalan yang dihadapi istri, egaliter, dan antikekerasan.
(DYA)
(Google dalam http://www2.kompas.com/kompas-
cetak/0709/01/jogja/1041833.htm down load tanggal 29 - 10 -200
2. Berikut ini tidak kalah menarik yang mengkaji oleh Rudi Hartono (dalam
Google) tentang korupsi dengan ulasan sebagai berikut :
Korupsi Produk Struktur Sosial Feodalisme
Di Indonesia. praktek korupsi semakin marak dan vulgar di mata publik. Korupsi
yang terjadi meluas dan menjangkiti hampir seluruh lembaga negara, sehingga
sangat susah menemukan lembaga negara yang benar-benar bersih. Kasus
suap yang menimpa jaksa Urip Trigunawan merupakan aib bagi lembaga
penegakan hukum di Indonesia. belum lepas ingatan masyarakat pada kasus
tersebut, anggota DPR, Amin Nasution, tertangkap tangan menerima suap dari
sekda bintan, Azirwan, terkait kasus pengalihan hutan lindung menjadi pusat
kota. Rentetan kejadian diatas sudah cukup untuk menjadi bukti untuk
19
membenarkan temuan lembaga Transfarancy International yang menyebutkan
bahwa DPR merupakan lembaga terkorup di Indonesia.
Karena kasus ini pula, seharusnya DPR harus membatalkan niatnya untuk
menggugat grup band Slank, karena lirik lagu “gossip jalanan” yang dianggap
melecehkan lembaga DPR. Apa yang selalu disangkal dan mau ditutup-tutupi
oleh DPR lama kelamaan semakin terbongkar dihadapan publik. Kejadian ini
berkecenderungan membawa reputasi DPR sebagai sebuah lembaga perwakilan
rakyat semakin menurun dimata rakyat.
20
sepenuhnya tidak pernah diputus. Malahan administrator belanda memanfaatkan
budaya ini untuk memperkuat dan memaksimalkan profit keuntungannya. Istilah
“pangreh praja” merujuk kepada administrator hindia-belanda yang direkrut dari
para bupati, patih, wedana dan lain-lain. Setelah Indonesia merdeka, bentuk
budaya lama (korupsi) tidak terhapus oleh kelahiran budaya baru yang
progressif. Penyebabnya adalah lapisan sosial yang banyak mengisi jabatan
pemerintahan setelah Indonesia merdeka masih didominasi kaum priayi. Sebuah
kelompok elit Jawa yang banyak menikmati status sosialnya dari kerja dan
pengabdian masyarakat bawah.
Menurut Pramoedya Ananta Toer, salah satu persoalan yang melatarbelakangi
korupsi adalah lemahnya produktifitas dan sebaliknya, nafsu untuk
mengkonsumsi sangat kuat. Sehingga korupsi bukan hanya melingkupi lembaga
negara tetapi masuk kedalam hampir seluruh struktur sosial masyarakat
Indonesia.
Memberantas Korupsi
Memberantas korupsi yang sudah berurat dan berakar dalam struktur sosial
masyarakat Indonesia memang bukan pekerjaan yang mudah. Kerugian besar
yang diderita negara belum cukup untuk mengundang protes luas dan massal
dari rakyat. Persoalannya, kritisisme dari rakyat sangat susah muncul mengingat
ada kecenderungan sikap “diam” atas permasalahan ini. Karakter masyarakat
yang seperti ini, juga dimotivasi dan dilahirkan oleh struktur sosial masyarakat
yang masih kuat dipengaruhi budaya feodalistik. Akan tetapi, yang terpenting
untuk dilakukan dalam situasi sekarang adalah penyelamatan uang negara dari
nafsu serakah koruptor. Ujung tombak dari gerakan ini terletak pada; pertama
lembaga pemberantasan korupsi negara, yakni KPK, Kepolisian, Kejaksaan,
BPK, dan institusi negara lainnya. Kedua gerakan protes yang terdiri dari
gerakan mahasiswa, LSM, Serikat pekerja, organisasi tani, partai politik, pekerja
seni dan lain-lain.
Untuk memperkuat capaian KPK memburu koruptor, maka sudah seharusnya
KPK dibentuk hingga kabupaten/kota diseluruh Indonesia. perluasan struktur
21
KPK ke kabupaten akan mempersempit ruang dan kesempatan apparatus
birokrasi untuk melakukan tindakan korupsi.
Kritisisme rakyat akan muncul oleh kenyataan-kenyataan berikut; besarnya
kerugian negara dalam bentuk anggaran publik yang diselewengkan, semakin
menipisnya anggaran yang jatuh untuk proyek pembangunan dan proyek sosial
karena disunat oleh aparat birokrasi, dan kemiskinan yang semakin meluas
berhadapan (kontras) dengan kekayaan segelintir elit yang memperoleh
kekayaan dengan jalan korupsi. Perkembangan maju dari kritisme rakyat mulai
memperlihatkan diri dari survey-survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga
independent. Tidak salah kalau tuntutan hukuman mati bagi koruptor menjadi
pilihan banyak anggota masyarakat.
Rudi Hartono memang patut membuat label apabila korupsi itu produr struktur
sosial feodalisme memang kenyataan yang ditulisnya demikian adanya.
Harapanya warisan tersebut dapat diputus mata rantainya sehingga generasi ke
depan tidk mau melakukan korupsi.
3. Untuk Aplikasi selanjutnya mengenai analisis peran ganda wanita Indonesia
dalam struktur sosial yang ada dengan ulasan sebagai berikut :
Wanita dan Struktural ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia)
oleh Lina Sudarwati, yang menulis dengan tahapan pendahuluan, permasalahan,
pembahasan dan penutup, sebagai berikut
a. Pendahuluan
Masyarakat dunia pada umumnya masih dibayangi oleh sistem Patriarkal,
demikian juga di Indonesia. Struktur masyarakat umumnya masih bersifat
patriarkal dan lembaga utama dari sistem ini adalah keluarga. sistem Patriarkal
merupakan struktur yang mengabsahkan bentuk struktur kekuasaan dimana
lelaki mendominasi wanita. Dominasi ini terjadi karena posisi ekonomis wanita
lebih lemah dari lelaki (Arief Budiman: 1985,60) sehingga wanita dalam
pemenuhan kebutuhan materialnya sangat tergantung pada lelaki. Kondisi ini
merupakan implikasi dari sistem patriarkal yang memisahkan peran utama
antara lelaki dan wanita dalam keluarga, lelaki berperan sebagai kepala
22
keluarga, terutama bertugas di sektor publik sebagai pencari nafkah, memberi
peluang bagi lelaki untuk memperoleh uang dari pekerjaannya, sedang wanita
sebagai "Ratu rumah tangga", terutama bertugas disektor domestik sebagai
pendidik anak dan pengatur rumah tangga yang tidak memperoleh bayaran.
Untuk pemenuhan kebutuhan materialnya wanita tergantung kepada lelaki
sebagai pencari nafkah.
Pembagian peran di sektor publik untuk lelaki dan di sektor domestik untuk
wanita ini terutama terlihat jelas di lingkungan keluarga ekonomi menengah ke
atas, sedangkan pada keluarga ekonomi rendah/bawah dikotomi pembagian
peran kerja berdasarkan sistem patriarkal mengalami perubahan. Kesulitan
ekonomi memaksa mereka kaum wanita dari kelas ekonomi rendah untuk ikut
berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarganya dengan bekerja di luar
sektor domestik. Keterlibatan wanita sekaligus dalam sektor domestik (yang
memang dianggap sebagai peran kodrati mereka) dan di sektor publik
selanjutnya akan disebut peran ganda.
b. Permasalahan
Jika dominasi lelaki terhadap wanita karena ditentukan oleh kelemahan posisi
ekonomis wanita daripada lelaki, apakah dengan turut sertanya wanita dari
golongan ekonomi lemah ini bekerja untuk meningkatkan pendapatan keluarga
akan berhasil melepaskannya dari dominasi lelaki, sehingga menempatkannya
sejajar bagi lelaki atau sebaliknya peran ganda wanita justru menempatkannya
pada posisi yang semakin tertekan/tereksploitasi, karena beban tugas yang
ditanggungnya semakin berat, sementara lelaki masih tetap pada peran
tunggalnya sebagai pencari nafkah, bukanlah hal ini lebih menguntungkan kaum
lelaki.
Akhirnya berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan terlihat
kecenderungan bahwa dengan peran gandanya wanita dari golongan ekonomi
lemah ini justru semakin tertekan/tereksploitasi. Mengapa demikian?
permasalahan inilah yang menarik untuk dikaji dalam tulisan ini.
Berdasarkan beberapa faktor, maka dalam tulisan ini unit analisanya ialah
23
bentuk keluarga batih dari golongan ekonomi lemah sedang fokus analisanya
ialah kondisi sosial ekonomi wanita bekerja dari golongan ini. Sesuai dengan
fokus analisanya maka penulis mempergunakan perspektif Karl Marx untuk
membantu menyoroti masalah ini.© 2003 Digitized by USU digital library 2
c. Pembahasan
1). Keberadaan Pekerja Wanita di Pasar Tenaga Kerja
Keterlibatan wanita dalam pasar tenaga kerja ditinjau dari perspektif Karl
Marx erat kaitannya dengan perkembangan sistem kapitalis. Pada dasarnya
perkembangan kapitalis sangat tergantung pada akumulasi modal dengan
demikian kedudukan buruh dalam sistem ini hanya merupakan komoditi yang
dinilai dengan nilai tukar di pasar bebas. Untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya dari proses produksinya maka sistem ini berupaya untuk
menekan biaya proses produksi seminimal mungkin, sehingga pada prakteknya
upah buruh dibayar murah, tapi buruh harus mencurahkan waktu yang panjang
untuk bekerja bagi kepentingan kapitalis. Perspektif Marx menggambarkan
dengan cara ini kapitalis memperoleh keuntungan yang besar sehingga bisa
menjadi modal untuk mengembangkan usaha. Perkembangan usaha ini
selanjutnya memerlukan penambahan jumlah tenaga kerja, karena tenaga kerja
yang tersedia sudah tidak memadai lagi, maka kekurangan tenaga kerja diambil
dari keluarga buruh, yakni dengan melibatkan anggota keluarga mereka. Marx
dan Engels dalam hal ini mengemukakan keluarga kelas proletar.
Khususnya ekonomi individu dalam kelas buruh sedemikian memprihatinkan
sehingga istri dan anak-anak mereka terpaksa bekerja berjam-jam lamanya
dalam pabrik untuk mencukupi pendapatan demi kelangsungan keluarga mereka
(Doyle; 1986, 137).
Memperhatikan faktor di atas terlihat bahwa keterlibatan wanita dalam
pasar tenaga kerja merupakan pengaruh dari:
a). Faktor ekstern yang merupakan faktor penarik untuk bekerja yakni adanya
kesempatan kerja yang ditawarkan oleh kapitalis.
b). Faktor intern, yang merupakan faktor pendorong untuk bekerja yakni
24
desakan/kesulitan ekonomi keluarga.
Faktor kesempatan kerja dan faktor untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi inilah
yang pada hakekatnya menghantarkan kaum wanita untuk bekerja di sektor
publik.
2). Kedudukan Pekerja Wanita di Dalam Struktur Ketenagakerjaan
Dalam persepsi Marx untuk melihat kedudukan pekerja wanita maka tidak
terlepas dari fokus analisanya terhadap masyarakat kapitalis. Dalam struktur
kapitalis kedudukan seseorang ditentukan oleh penguasaan alat produksi, dalam
kasus pekerja kelas bawah ini maka kedudukan seseorang ditentukan oleh
kemampuannya untuk menghasilkan produksi berdasarkan pekerjaannya. Dalam
kapitalisme pembagian kerja dalam perusahaan ditentukan oleh dorongan
efisiensi produksi dalam hubungannya untuk memaksimalkan keuntungan (Marx:
Anthony Giddens: 1987: 122). Artinya bahwa penempatan posisi seseorang
dalam struktur ketenagakerjaan ditentukan oleh tingkat produktifitasnya dan
ketrampilannya, selanjutnya akan memperlihatkan variasi upah yang berbeda
berdasarkan tingkat produktifitasnya. Akibatnya siapa yang mampu bekerja lebih
keras dalam jangka waktu yang panjang akan menghasilkan produksi yang lebih
banyak berarti akan memperoleh upah yang lebih besar. Pada gilirannya akan
menempatkan posisinya pada kedudukan yang lebih baik dalam struktur
ketenagakerjaannya. Konsekuensinya terhadap pekerja wanita kriteria ini jelas
tidak menguntungkan. Wanita dari golongan ekonomi lemah yang secara umum
identik dengan kemiskinan dan tingkat pendidikan maupun ketrampilan rendah,
maka ketika wanita memutuskan untuk terlibat bekerja di sektor publik maka ia
harus mau menerima jenis pekerjaan apa saja yang ditawarkan kapitalis, yang
umumnya menempatkan mereka pada pekerjaan yang tidak memerlukan
ketrampilan khusus dan umumnya berupah rendah. Sedang kesulitan ekonomi
memaksa mereka untuk tetap melaksanakan sendiri tugas-tugas
kerumahtanggaannya, untuk menggaji orang lain merupakan hal yang tidak
mungkin. Keterikatannya terhadap pekerjaan domestik/rumahtangga
menyebabkan waktu yang tercurah untuk bekerja di sektorpublik sangat terbatas.
© 2003 Digitized by USU digital library 3
25
Kesempatan kerja bagi kaum wanita yang umumnya hanya terbatas pada
pekerjaan berupah rendah serta keterbatasan waktu yang bias dicurahkan untuk
bekerja diluar sektor domestik menempatkan mereka pada posisi yang rendah
dalam struktur ketenagakerjaan. Sementara lelaki memperoleh posisi yang lebih
baik, karena bisa mencurahkan waktunya secara penuh untuk bekerja di sektor
publik, sebab mereka tidak terbebani oleh tugas-tugas di sektor domestik.
Dengan demikian mereka dapat berproduksi dan memperoleh upah lebih besar
dari wanita. Akhirnya baik di sektor domestik maupun di sektor publik wanita
tetap didominasi oleh kaum lelaki, karena pada kenyataan struktur
ketenagakerjaan juga menempatkan lelaki pada posisi ekonomis yang lebih kuat
dari kaum wanita, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan materialnya wanita
masih tergantung pada kaum lelaki.
Marx mengemukakan bahwa situasi yang terjadi dalam hubungan ekonomi
akan merembet/mempengaruhi bentuk hubungan pada struktur sosial
nonekonomis. Dengan kata lain sistem struktur hubungan kerja yang diciptakan
oleh sistem kapitalis akan mempengaruhi terciptanya struktur masyarakat
patriarkal. Kedua sistem ini, kapitalis dan patriarkal menempatkan wanita pada
posisi yang terdominasi dan semakin tereksploitasi dalam sistem kapitalis.
26
waktu yang terus menerus serta dapat dilakukan dilingkungan domestik,
sehingga tidak mengganggu tugas kerumahtanggaan, tidak menuntut adanya
pendidikan dan ketrampilan khusus, berarti diferensiasi pekerjaan kurang
mempengaruhi upah yang diterima. Pada dekade 1970-an, ketika mekanisasi
melanda di sektor ini, banyak jenis pekerjaan yang semula merupakan lapangan
pekerjaan bagi wanita beralih menjadi pekerjaan lelaki, karena pemakaian
mekanisasi dan teknik modern di sektor pertanian memerlukan cara pengerjaan
yang dianggap lebih pantas untuk dikerjakan oleh kaum lelaki. Sehingga terjadi
penurunan drastis dalam penyerapan tenaga kerja wanita di sektor ini.
Turunnya daya serap sektor pertanian terhadap tenaga kerja wanita mendorong
wanita untuk terpaksa bekerja di sektor publik terutama di sektor industri. Hal ini
dimungkinkan karena pengembangan industrialisasi di Indonesia masih
diorientasi pada usaha padat karya, agar sektor indus tri dapat menyerap
tenagakerja lebih banyak. Berbeda dengan sektor pertanian maka di sektor
industri ada hirarki jenis pekerjaan dan upah berdasarkan skill. Pada struktur
kerja primer, seseorang memperoleh ganjaran yang lebih baik, adanya promosi
jabatan, hanya untuk dapat memasuki sektor primer ini seseorang harus memiliki
pendidikan, skill/ketrampilan khusus serta terikat pada peraturan dan disiplin
kerja yang ditetapkan, terutama masalah waktu bekerja. Sedang sektor
sekunder, biasanya ditandai dengan pekerjaan yang tidak memerlukan
ketrampilan khusus dan berupah rendah, kadang kala bersifat musiman.
© 2003 Digitized by USU digital library 4
Pekerja wanita kelas rendah karena umumnya tidak memiliki pendidikan dan
ketrampilan khusus mereka cenderung bekerja di sektor sekunder tersebut.
Peran didalam keluarga juga masih membelenggu mereka sehingga waktu yang
tercurah untuk bekerja di sektor publik ini tidak sepenuhnya. Akibatnya upah
yang rendah akan semakin rendah karena produktifitasnya rendah. Biasanya
pekerjaan di sektor ini diupah berdasarkan jam kerja atau jumlah produksi
barang yang dihasilkan, sehingga ketika wanita harus cuti untuk tidak bekerja
karena tugas kerumahtanggaan maka ia tidak memperoleh upah.
27
Sektor industrialisasi ini khususnya dalam sistem kapitalis sangat peka
terhadap fluktuasi pasar, sehingga jenis, jumlah barang yang diproduksinya
sangat tergantung kepada permintaan pasar, sebagai pekerja musiman dan
disektor sekunder posisi pekerja wanita sangat tergantung kepada
perkembangan dan fluktuasi pasar ini. Jika krisis/resesi ekonomi melanda
dimana pabrik harus mengurangi barangnya serta mengurangi pekerjanya maka
pertama kali yang menjadi korban adalah pekerja musiman dan pekerja di sektor
sekunder yang sebagian besar terdiri dari kaum wanita.
28
mengurus keluarga, persepsi ini yang merugikan kaum wanita karena dianggap
kurang penting memperoleh pendidikan yang tinggi. Posisi wanita akan kurang
menguntungkan dan semakin tidak menguntungkan jika ia berperan ganda,
dimana ia harus bersaing dengan kaum pria yang dari segi pendidikan dan
pencurahan waktu ke sektor publik sudah unggul dari kaum wanita.
Ketimpangan kelas berdasarkan jenis kelamin ini sepertinya kurang
dipersoalkan di Indonesia karena sistem masyarakatnya yang bersifat patriarkal
membenarkan hal ini berlangsung. Bahkan hal ini dianggap wajar karena
pembagian peran kedua jenis kelamin ini memang dipersiapkan sesuai dengan
nilai-nilai kodratnya masing-masing.
Selama struktur masyarakat patriarkal ini masih bertahan, maka selama itu
pula wanita akan tetap menjadi warga "kelas dua" di dalam kehidupan sosial
ekonominya, lantas upaya apa yang harus dilakukan agar dapat mengangkat
derajat wanita, untuk mampu menjadi mitra sejajar kaum lelaki ?
© 2003 Digitized by USU digital library 5
Melihat persoalan ini ternyata bukan hanya sekedar persoalan sektoral dalam
arti wanita di sektor domestik dan lelaki disektor publik. Tetapi ternyata lebih
tertuju pada persoalan struktural, yakni persepsi struktur sosial yang bersifat
patriarkal yang telah mengakar di dalam masyarakat Indonesia yang perlu
diubah.
d. Penutup
Peran ganda wanita tidak akan menempatkan wanita pada posisi yang
semakin terdominasi jika diimbangi oleh adanya peran ganda pria. Berarti harus
ada perubahan struktural, dimana sistem patriarkal yang cenderung "menganak
emaskan" lelaki harus ditinjau kembali. Peran wanita dan lelaki tidak lagi
dipisahkan secara dikotomis, tetapi perlu adanya pembagian peran yang saling
menguntungkan, karena pada hakekatnya terselenggaranya kehidupan keluarga
dengan segala faktor sosial ekonomi yang mendukungnya menjadi
tanggungjawab bersama. Akhirnya penulis berpendapat jika ada peran ganda
29
wanita maka ada juga peran ganda pria, sehingga wanita dan pria dapat saling
mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya, tidak terikat oleh struktur
sosial yang tidak menguntungkan, dengan demikian wanita dan pria akan
menjadi sumber daya manusia yang potensial dan bermanfaat bagi
terselenggaranya keberlangsungan hidup keluarga, bangsa dan negara.
30
DAFTAR PUSTAKA
Azawahidin dalam Google
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/29/bentuk-bentuk-
diferensiasi-sosial/
Budiman, Arief, Pembagian Kerja Secara Seksual, Gramedia, 1985, Jakarta.
Dya dalam Kompas 1 September 2007, Akseptor Laki-laki
Superioritas Tetap Mendominasi Struktur Sosial , dalam Google
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0709/01/jogja/1041833.htm down
load tanggal 3 Nop 2008
Giddens, Anthony, Kelompok, Kekuasaan dan Konflik, Rajawali, 1987, Jakarta.
Gornick, Vivian, Wanita Dalam Sains, Pustaka Sinar Harapan, 1988, Jakarta.
Hartono Rudi,Posted in debat-debat, politik , Korupsi Produk Struktur Sosial
Feodalisme , dalam Google
http://arahkiri2009.blogspot.com/2008/04/korupsi-produk-struktur-
sosial.html, down load 19-10-2008
http://www.heri abi.staf.ugm.ac.id//index.php?option=com_content&d google
http://bonita 165.blog spot.com/2008/01/institusi-sosial-html
http//www.e-dukasi.net/mol/mo full.php? moid =498 f name = sos 201_04htm
http://id.wikipedia.org//wiki/sosiologi
file:///e:/perub%20sos%20struktur%20sos%20pranata%20down%20load%2008/
skruktur%20sosial%20down%20load%2020-10-08.htm down load tggl 29-
10-08)
http://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial2 Maret 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Diferensiasi_Sosial
http://massofa.wordpress.com/2008/01/25/sosialisasi-dan-stratifikasi-sosial/
.(http://organisasi.org/jenis-jenis-macam-macam-status-sosial-stratifikasi-sosial-
dalam-masyarakat-sosiologi
http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-status-sosial-kelas-sosial-stratifikasi-
diferensiasi-dalam-masyarakat
Jhonson, Doyle Paul, Teori Sosioloai Klasik dan Modern, Jilid I, Gramedia, 1986,
31
Jakarta.
Narwoko Dwi.I, Suryanto Bagong. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Prenada Media
Pakde Sofa, 2007, Struktur Sosial Budaya Pranata Sosial Budaya dan Proses
Sosial Budaya dalam Google
file:///e:/perub%20sos%20struktur%20sos%20pranata%20down%20load%2
008/skruktur%20sosial%20down%20load%2020-10-08.htm down load tggl
29-10-08
Sajogyo, pudjiwati, Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa,
Rajawali, 1983, Jakarta.
Suyanto Bagong, 2008. Struktur Sosial. Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan PKn dan IPS
SOEKANTO, Soerjono. 1975. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta ; Yayasan
Penerbitan Universitas Indonesia
SUNARTO, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta; Lembaga Penerbitan
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Wahyudi Kumorotomo dan Subandono Agus Margono. 1998. Sistem Informasi
Manajemen dalam Organisasi Publik. Yogyakarta; Gadjah Mada
University Press
Yusup, Pawit. M. 2001. Pengantar Aplikasi Teori Ilmu Sosial Komunikasi untuk
Perpustakaan dan Informasi. Bandung; Program Studi Ilmu Perpustakaan
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran
32