Professional Documents
Culture Documents
KESANTUNAN (POLITENESS)
Disusun oleh :
Triyani 2009-32-010
SEMESTER 4
TAHUN 2011
I. PENDAHULUAN
Salah satu cabang dari linguistik yang mempelajari tentang ujaran dari sang
penutur adalah pragmatik. Seorang ahli bahasa Leech mengemukakan bahwa
pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran di dalam situasi-situasi tertentu atau
dalam konteks tertentu. Atau dengan kata lain pragmatik adalah ilmu cabang lnguistik
yang mengkaji hubungan timbal balik antara fungsi dan bentuk tuturan. Dan dalam
pragmatik inilah terdapat prinsip-prinsip tentang bagaimana seorang manusia bertutur
dalam situasi tertentu. Salah satu dari prinsip tersebut adalah prinsip kesantunan atau
kesopanan. Dengan mengetahui prinsip-prinsip kesantunan kita sebagai penutur bisa
menerapkan atau mengimplementasikanany dalam situasi atau konteks tertentu dalam
membuat tuturan.
1.3 TUJUAN
Prinsip kesantunan Lakoff berisi 3 kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu
dianggap santun. Ketiganya antara lain yaitu:
a. Kaidah Formalitas
Kaidah ini berarti ‘jangan memaksa atau jangan angkuh’. Yang artinya bahwa
sebuah tuturan yang memaksa dan angkuh dianggap kuarng santun, dan begitu juga
sebaliknya, jika sebuah tuturan dirasa tidak angkuh dan tidak memaksa maka tuturan
tersebut dianggap santun. Seperti contoh di bawah ini:
• Bersihkan lantai itu sekarang juga! (kurang santun)
b. Kaidah Ketidaktegasan
Kaidah ini berisi saran bahwa penutur supaya bertutur sedemikian rupa sehingga
mitra tuturnya dapat menentukan pilihan. Hal ini berarti sebuah tuturan dianggap
santun apabila memberikan pilihan kepada mitra tuturnya, dan juga sebaliknya jika
sebuah tuturan tidak memberikan pilhan kepada mitra tuturnya maka tuturan itu
dianggap tidak santun. Seperti contoh di bawah ini:
• Jika ada waktu dan tidak lelah, perbaiki sepeda saya! (santun)
Prinsip kesantunan Brown dan Levinson ini berkisar pada nosi muka, yaitu
muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah muka yang mengacu pada citra
diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau
apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya, diakui orang sebagai suatu hal yang
baik, menyenangkan, patut dihargai, dst. Seperti contoh di bawah ini:
• Saya salut atas keteknan belajarmu. (santun)
Sedangkan muka negatif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang
berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan panutur membiarkannya bebas melakukan
tindakannnya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.
• Jangan merokok di situ! (kurang santun)
Selain hal di atas Brown dan Levinson juga merumuskan prinsip kesantunannya
ke dalam lima strategi. Kelima strategi tersebut adalah:
1) Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi
prinsip kerjasama Grice.
2) Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan posotif;
3) Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif;
4) Melakukan tindak tutur secara off records; dan
5) Tidak melakukan tindak tutur atau diamm saja.
Pemilihan strategi itu tergantung kepada besar kecilnya ancaman terhadap muka.
Makin kecil ancaman terhadap muka, makin kecil nomor pilihan strateginya dan
makin besar ancaman terhadap muka, makn besar pula nomor pilihan strategi
bertuturnya.
Hal itu bisa dilihat dari jumlah kata atau ekspresi yang kita tuturkan jumlahnya
lebih besar dari tuturan mitra tutur yang berarti meminimalkan biaya kepada mitra
tutur dan memberika keuntungan yang sebesar-besarnya kepada mitra tutur.
• A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
• B : Jangan, tidak usah! (santun)
• A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
• B : Ni, itu baru namanya teman. (kurang santun)
2) Bidal Kemurahhatian (generosity maxim)
a. Minimalkan keuntungan kepada diri sendiri!
b. Maksimalkan keuntungan pada pihak lain!
Nasehat yang dikemukakan dalam bidal ini adalah bahwa pihak lain di dalam
tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya
sementara itu diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan
sekrcil-kecilnya.
Nasehat dari bidal ini adalah bahwa penutur hendaknya meminimalkan pujian
kepada diri sendiri, dan juga memaksimalkan penjelekan kepada mitra tuturnya.
• Saya ini anak kemarin, Pak. (santun)
• Maaf, saya ini orang kampung. (santun)
• Saya ini sudah makan garam. (tidak santun)
• Hanya saya yang bisa seperti ini. (tidak santun)
b. Skala Keopsionalan
Skala keopsionalan adalah rentangan pilihan untuk menghitung jumlah pilihan
tindakan bagi mitra tutur. Makana skala keopsionalan itu adalah semakin memberikan
banyak pilihan pada mitra tutur semakin santunlah tuturan tersebut. Sebaliknya,
semakin tidak memberikan pilihan tindakan pada mitra tutur, semakin kurang
santunlah tuturan itu.
c. Skala Ketaklangsungan
Skala ketaklangsungan menyangkut ketaklangsungan tuturan. Makna skala
ketaklangsungan itu adalah semakin taklangsung, semakin santunlah tuturan tersebut.
Sebalikya, semakin langsung, semakin kurang santunlah tuturan tersebut.
III. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
1) Kita sebagai penutur harus dapat bertutur secara santun agar tercipta
komunikasi yang sehat antara penutur dan mitra tutur.
2) Kita terapkan atau implementasikan konsep-konsep kesantunan dari para ahli
dalam bertutur dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA