You are on page 1of 11

PRAGMATIC:

KESANTUNAN (POLITENESS)

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PRAGMATIC

DOSEN PENGAMPU : Ahdi Riyono, S.S, M.Hum

Disusun oleh :

Vivin Setiyorini 2009-32-005

Triyani 2009-32-010

Budi Suci Lukmono 2009-32-012

Putri Wijayanti 2009-32-021

Mugi Dewi Susanti 2009-32-023

Handiyani Difla H. 2009-32-028

SEMESTER 4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

TAHUN 2011
I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu cabang dari linguistik yang mempelajari tentang ujaran dari sang
penutur adalah pragmatik. Seorang ahli bahasa Leech mengemukakan bahwa
pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran di dalam situasi-situasi tertentu atau
dalam konteks tertentu. Atau dengan kata lain pragmatik adalah ilmu cabang lnguistik
yang mengkaji hubungan timbal balik antara fungsi dan bentuk tuturan. Dan dalam
pragmatik inilah terdapat prinsip-prinsip tentang bagaimana seorang manusia bertutur
dalam situasi tertentu. Salah satu dari prinsip tersebut adalah prinsip kesantunan atau
kesopanan. Dengan mengetahui prinsip-prinsip kesantunan kita sebagai penutur bisa
menerapkan atau mengimplementasikanany dalam situasi atau konteks tertentu dalam
membuat tuturan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1) Apa saja prinsip-prinsip kesantunan dalam pragmatik itu?


2) Apa saja komponen-komponen dalam kesantunan di pragmatik?
3) Bagaimana kita menilai seseorang bertutur santun atau tidak?
4) Apa saja skala-skala kesantunan itu?

1.3 TUJUAN

1) Menjelaskan prinsip-prinsip kesantunan dalam pragmatik.


2) Menjelaskan komponen-komponen yang ada dalam prinsip-prinsipkesantunan dalam
pragmatik.
3) Menilai atau mengukur santun tidaknya penutur dalam menyampaikan tuturannya
pada mitra tutur.
4) Mengetahui skala kesantunan penutur.
II. ISI

2.1 TEORI DAN PRINSIP KESANTUNAN

Banyak dari ahli linguistik yang mengemukakan konsep tentang kesantunan.


Dan kesemua konsep kesantunan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut berbeda-
beda. Mereka mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang konsep tersebut.
Konsep kesantunan tersebut ada yang dirumuskan dalam bentuk kaidah yang disebut
dengan prinsip-prinsip kesantunan. Sedangkan konsep kesantunan yang dirumuskan
dalam strategi-strategi dinamakan teori kesantunan. Prinsip kesantunan (politeness
principple) itu berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis,
dan moral dalam bertindak tutur. Didalam bertutur seorang penutur tidak hanya
menyampaikan informasi,tugas, kebutuhan, atau amanat, tetapi lebih dari itu, yaitu
menjaga dan memelihara hubungan sosial antara penutur dan mitra penutur.
Sejumlah ahli telah merumuskan konsep kesantunan mereka dalam prinsip
kesantunan seperti Lakoff (1972) dan Leech (1983). Sedangkan, Fraser (1978) dan
Brown dan Levinson (1978) merumuskan konsep kesantunan mereka dalam teori
kesantunan.

2.2 PRINSIP KESANTUNAN LAKOFF (1972)

Prinsip kesantunan Lakoff berisi 3 kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu
dianggap santun. Ketiganya antara lain yaitu:

a. Kaidah Formalitas
Kaidah ini berarti ‘jangan memaksa atau jangan angkuh’. Yang artinya bahwa
sebuah tuturan yang memaksa dan angkuh dianggap kuarng santun, dan begitu juga
sebaliknya, jika sebuah tuturan dirasa tidak angkuh dan tidak memaksa maka tuturan
tersebut dianggap santun. Seperti contoh di bawah ini:
• Bersihkan lantai itu sekarang juga! (kurang santun)
b. Kaidah Ketidaktegasan
Kaidah ini berisi saran bahwa penutur supaya bertutur sedemikian rupa sehingga
mitra tuturnya dapat menentukan pilihan. Hal ini berarti sebuah tuturan dianggap
santun apabila memberikan pilihan kepada mitra tuturnya, dan juga sebaliknya jika
sebuah tuturan tidak memberikan pilhan kepada mitra tuturnya maka tuturan itu
dianggap tidak santun. Seperti contoh di bawah ini:
• Jika ada waktu dan tidak lelah, perbaiki sepeda saya! (santun)

c. Kaidah Persamaan atau Kesekawanan


Kaidah ini berisi bahwa hendaknya penutur bertindak seolah-olah mitra tuturnya
itu sama atau, dengan kata lain buatlah mitra tutur merasa senang. Hal ini berarti
sebuah tuturan dianggap santun apabila tuturan sang penutur membuat senang mitra
tuturnya, dan juga sebaliknya jika tuturan sang penutur membuat tidak senang mitra
tuturnya maka tuturan tersebut dianggap tidak santun. Seperti contoh di bawah ini:
• Halus sekali hatimu seperti kulitku. (santun)

2.3 PRINSIP KESANTUNAN BROWN DAN LEVINSON (1978)

Prinsip kesantunan Brown dan Levinson ini berkisar pada nosi muka, yaitu
muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah muka yang mengacu pada citra
diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau
apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya, diakui orang sebagai suatu hal yang
baik, menyenangkan, patut dihargai, dst. Seperti contoh di bawah ini:
• Saya salut atas keteknan belajarmu. (santun)
Sedangkan muka negatif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang
berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan panutur membiarkannya bebas melakukan
tindakannnya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.
• Jangan merokok di situ! (kurang santun)
Selain hal di atas Brown dan Levinson juga merumuskan prinsip kesantunannya
ke dalam lima strategi. Kelima strategi tersebut adalah:
1) Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi
prinsip kerjasama Grice.
2) Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan posotif;
3) Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif;
4) Melakukan tindak tutur secara off records; dan
5) Tidak melakukan tindak tutur atau diamm saja.

Pemilihan strategi itu tergantung kepada besar kecilnya ancaman terhadap muka.
Makin kecil ancaman terhadap muka, makin kecil nomor pilihan strateginya dan
makin besar ancaman terhadap muka, makn besar pula nomor pilihan strategi
bertuturnya.

2.5 PRINSIP KESANTUNAN LEECH (1983)

Prinsip kesantunan Leech didasarkan pada kaidah-kaidah. Kaidah-kaidah itu


adalah bidal-bidal atau pepatah yang berisi nasehat yang harus dipatuhi agar tuturan
penutur memenuhi prinsip kesantunan. Prinsip kesantunan Leech itu juga didasarkan
pada nosi-nosi: biaya (cost) dan keuntungan (benefit), celaan atau penjelekan
(dispraise) dan pujian (praise), kesetujuan (agreement), serta kesimpatian dan
keantipatian (sympathy/antipathy). Berikut ini adalah bidal-bidal dalam prinsip
kesantunan Leech:

1) Bidal Ketimbangrasaan (tact maxim)


a. Minimalkan biaya kepada pihak lain!
b. Maksimalkan keuntungan pada pihak lain!

Hal itu bisa dilihat dari jumlah kata atau ekspresi yang kita tuturkan jumlahnya
lebih besar dari tuturan mitra tutur yang berarti meminimalkan biaya kepada mitra
tutur dan memberika keuntungan yang sebesar-besarnya kepada mitra tutur.
• A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
• B : Jangan, tidak usah! (santun)
• A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
• B : Ni, itu baru namanya teman. (kurang santun)
2) Bidal Kemurahhatian (generosity maxim)
a. Minimalkan keuntungan kepada diri sendiri!
b. Maksimalkan keuntungan pada pihak lain!

Nasehat yang dikemukakan dalam bidal ini adalah bahwa pihak lain di dalam
tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya
sementara itu diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan
sekrcil-kecilnya.

• A : Pukulanmu sangat keras.


• B : Saya kira biasa saja, Pak. (santun)
• A : Pukulanmu sangat keras.
• B : Siapa dulu? (tidak santun)

3) Bidal Keperkenaan (approbation maxim)


a. Minimalkan penjelekan kepada pihak lain!
b. Maksimalkan pujian pada pihak lain!

Bidal keperkenaan adalah petunjuk untuk meminimalkan penjelekan terhadap


pihak lain, dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain. Contohnya di bawah ini:
• A : Mari Pak, seadanya.
• B : Terlalu banyak, sampai-sampai saya susah memilihnya.(santun)
• A : Mari Pak, seadanya.
• B : Ya, segini saja nanti kan habis semua. (tidak santun)

4) Bidal Kerendahhatian (modesty maxim)


a. Minimalkan pujian kepada diri sendiri!
b. Maksimalkan penjelekan kepeda diri sendiri!

Nasehat dari bidal ini adalah bahwa penutur hendaknya meminimalkan pujian
kepada diri sendiri, dan juga memaksimalkan penjelekan kepada mitra tuturnya.
• Saya ini anak kemarin, Pak. (santun)
• Maaf, saya ini orang kampung. (santun)
• Saya ini sudah makan garam. (tidak santun)
• Hanya saya yang bisa seperti ini. (tidak santun)

5) Bidal Kesetujuan (agreement maxim)


a. Minimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain!
b. Maksimalkan kesutujuan antara diri sendiri dengan pihak lain!
Bidal kesetujuan adalah bidal yang memberikan nasehat untuk meminimalkan
ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan kesutujuan
antara diri sendiri dengan pihak lain.

• A : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?


• B : Boleh. (santun)
• A : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?
• B : Saya tidak setuju. (tidak santun)

6) Bidal Kesimpatian (sympathy maxim)


a. Minimalkan antipati antara diri sendiri dengan orang lain!
b. Maksimalkan simpati antara diri sendiri dengan pihak lain!

Bidal ini berarti bahwa penutur hendaknya meminimalkan ketidaksetujuan antara


diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan kesutujuan antara diri sendiri
dengan pihak lain.
Saya ikut berduka cita atas meniggalnya ibunda.
• A : Pak, Ibu saya meninggal.
• B : Tumben. (tidak santun)

2.6 SKALA KESANTUNAN


Skala yaitu rentangan rentangan tingkatan untuk menentukan sesuatu. Skala
kesantunan adalah rentangan tingkatan untuk mementukan kesantunan suatu tuturan.
Menurut Leech ada tiga macam skala yang digunakan untuk mengukur atau menilai
kesantunan suatu tuturan berkenaan dengan bidal kesetimbangrasaan prinsip
kesantunan. Ketiga skala itu adalah skala biaya-keuntungan, skala keopsionalan, dan
skala ketidaklangsungan.
a. Skala Biaya-Keuntungan
Skala biaya-keuntungan berupa rentangan tingkatan untuk menghitung biaya dan
keuntungan di dalam melakukan suatu tindakan berkenaan dengan penutur dan mitra
tuturnya. Matukna skala biaya-keuntungan itu adalah semakin memberikan bebab
biaya (sosial) kepada mitra tutur semakin kurang santunlah tuturan itu. Sebaliknya,
semakin memberikan keuntungan kepada mitra tutur, semakin santunlah tuturan
tersebut.

b. Skala Keopsionalan
Skala keopsionalan adalah rentangan pilihan untuk menghitung jumlah pilihan
tindakan bagi mitra tutur. Makana skala keopsionalan itu adalah semakin memberikan
banyak pilihan pada mitra tutur semakin santunlah tuturan tersebut. Sebaliknya,
semakin tidak memberikan pilihan tindakan pada mitra tutur, semakin kurang
santunlah tuturan itu.

c. Skala Ketaklangsungan
Skala ketaklangsungan menyangkut ketaklangsungan tuturan. Makna skala
ketaklangsungan itu adalah semakin taklangsung, semakin santunlah tuturan tersebut.
Sebalikya, semakin langsung, semakin kurang santunlah tuturan tersebut.
III. PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Di dalam pragmatik terdapat konsep kesantunan. Banyak ahli linguistik yang


mengemukakan pendapatnya tentang konsep kesantunan. Mereka diantaranya adalah
Lakoff, Leech, Brown dan Levinson. Mereka ada yang merumuskannya menjadi
prinsip kesantunan melalui kaidah-kaidah, ada yang menjadi teori kesantunan melalui
strategi-strategi.

1) PRINSIP KESANTUNAN LAKOFF (1972)


a. Kaidah formalitas
b. Kaidah ketidak tegasan
c. Kaidah kese

2) PRINSIP KESANTUNAN BROWN DAN LEVINSON


a. Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi
prinsip kerjasama Grice.
b. Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan posotif;
c. Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif;
d. Melakukan tindak tutur secara off records; dan
e. Tidak melakukan tindak tutur atau diam saja.

3) PRINSIP KESANTUNAN LEECH


a. Bidal Ketimbangrasaan (tact maxim)
b. Bidal Kemurahhatian (generosity maxim)
c. Bidal Keperkenaan (approbation maxim)
d. Bidal Kerendahhatian (modesty maxim)
e. Bidal Kesetujuan (agreement maxim)
f. Bidal Kesimpatian (sympathy maxim)
4) SKALA KESANTUNAN
Skala kesantunan adalah rentangan tingkatan untuk mementukan kesantunan
suatu tuturan.
Ada 3 skala kesantunan:
a. Skala Biaya-Keuntungan
b. Skala Keopsionalan
c. Skala Ketaklangsungan

3.2 SARAN

1) Kita sebagai penutur harus dapat bertutur secara santun agar tercipta
komunikasi yang sehat antara penutur dan mitra tutur.
2) Kita terapkan atau implementasikan konsep-konsep kesantunan dari para ahli
dalam bertutur dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.

You might also like