Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dewasa ini berbagai jenis penyakit menular telah dapat diatasi terutama pada negara-
negara maju, tetapi sebagian besar penduduk dunia yang mendiami belahan dunia yang sedang
berkembang, masih terancam dengan berbagai penyakit menular tertentu. Dalam hal ini maka
penyakit menular dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok utama yakni:
1. Penyakit yang sangat berbahaya karena kematiannya cukup tinggi
2. Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian atau cacat, walaupun
akibatnya lebih ringan dibanding dengan yang pertama.
3. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian atau cacad, tetapi dapat mewabah
sehingga dapat menimbulkan kerugian waktu maupun materi/biaya.
Untuk dapat rnengambil tindakan yang berarti dalam usaha mengatasi serta
menanggulangi berbagai penyakit menular tertentu, maka harus diketahui dengan pasti berbagai
aspek epidemiologis penyakit menular secara umum.
B A B II
B E B E R A P A D E F IN IS I
IST IL A H PE N T IN G D A L A M
P E N Y A K IT M E N U L A R
1. Carrier: Manusia (orang) atau hewan tempat berdiamnya agent menular spesifik
dengan adanya penyakit yang secara klinis tidak terlihat nyata, tetapi dapat bertindak
sebagai amber infeksi yang cukup penting. Kemampuan sebagai pembawa/carrier bisa
terdapat pada seseorang dengan infeksi yang tidak tampak nyata sepanjang waktu tersebut
(umumnya dikenal sebagai orang sehat atau pembawa yang tidak jelas gejalanya), atau
berada dalam masa tunas (incubatory carrier), masa penyembuhan dan sesudah masa
penyembuhan dari suatu penyakit infeksi tertentu (convalescent carrier). Pada kondisi
tertentu maka kemampuan sebagai pembawa bisa berlaku dalam waktu singkat atau
panjang (temporary carrier/ transient carrier, atau chronic carrier).
2. Case Fatality Rate: Biasanya dinyatakan sebagai persentase dari jumlah orang yang
didiagnosis menderita penyakit yang telah ditentukan dan meninggal karenanya. Istilah
ini lebih sering dipergunakan untuk kejadian luar biasa (outbreak) penyakit akut di
mana semua penderita setelah diikuti dengan periode waktu yang cukup untuk sampai
mengakibatkan kematiannya. Angka kefatalan (fatality rate) harus dengan jelas
dibedakan dan angka kematian (mortality rate). Sinonim: Angka kefatalan (fatality rate),
Persentase kefatalan (Fatality percentage).
2. Cleaning: pembersihan dengan menggosok dan mencuci, seperti dengan air panas,
sabun atau deterjen yang sesuai, ataupun dengan menghisap debu maupun agent
menular atau zat organik dan permukaan badan di mana agent menular tersebut dapat
menemukan keadaan yang menguntungkan untuk bisa bertahan atau berkembang
biak.
2. Communicabel period: waktu atau selama waktu tertentu di mana agent menular dapat
dipindahkan baik secara langsung maupun tidak langsung dan orang terinfeksi ke orang
lain, dan hewan terinfeksi ke manusia atau dan orang terinfeksi ke hewan, termasuk
arthropoda. Pada penyakit-penyakit seperti dipteria dan infeksi oleh streptococcus yang
melibatkan selaput lendir sebagai pintu keluar masuknya penyakit, maka waktu periode
penularannya adalah tanggal pada saat terjadi keterpaparan (eksposur) dengan sumber
infeksi yang pertama kali sampai mikro-organisme yang dapat menularkan tidak lagi
disebarkan dan selaput lendir yang terlibat. Beberapa penyakit lebih bersifat menular
selama periode inkubasi dari pada selama masa klinis penyakitnya. Pada beberapa
penyakit tertentu seperti tuberkulosis, lepra, sifilis, gonorrhea, dan beberapa bentuk
salmonellosis, masa penularannya bisa berada dalam waktu yang lama dan kadangkala
periode yang berselang bilamana luka-luka yang belum sembuh memberikan peluang
masuknya kotoran/agent penyebab dan permukaan kulit atau juga melalui lubang-lubang
tubuh yang manapun. Pada penyakit yang ditularkan oleh vektor arthropoda seperti
malaria dan demam kuning/berdarah, periode penularannya (atau lebih tepatnya
infektivitasnya) adalah selama agent menular terdapat dalam darah atau jaringan lain
orang yang terinfeksi dalam jumlah yang cukup untuk dapat memberikan infeksi pada
vektor. Juga periode penularan pada vektor arthropoda, yaitu pada saat agent berada
dalam jaringan arthropoda (tahap infektif) untuk dapat dipindahkan ke pejamu potensial
tertentu.
3. Contact: orang atau hewan yang telah berhubungan/mengalami hubungan dengan orang
atau hewan terinfeksi, atau lingkungan yang terkontaminasi sehingga dapat memberikan
peluang untuk memperoleh agent penyakit menular.
4. Contamination: adanya agent menular pada permukaan tubuh, pada atau dalarn pakaian,
termasuk semua yang berkaitan dengan tempat tidur (bedding), mainan, alat-alat bedah
atau baju operasi maupun benda/zat coati termasuk air dan makanan. Pollution
(pencemaran) berbeda dengan kontaminasi dan secara langsung memperlihatkan adanya
perusakan pada lingkungan tetapi tidak harus menular. Kontaminasi pada permukaan
tubuh tidak- bisa dianggap sebagai pembawa kuman (carrier).
7. Endemic: adanya penyakit atau agent menular yang tetap dalam suatu area geografis
tertentu; dapat juga berkenaan dengan adanya penyakit yang secara normal biasa
timbal dalam suatu area tertentu.
Hyperendemic : Menyatakan suatu penularan hebat yang menetap (terus
menerus).
Holoendernic : Tingkat infeksi yang cukup tinggi sejak awal kehidupan dan
dapat mempengaruhi hampir seluruh populasi; sebagai contoh:
penyakit malaria pada beberapa daerah tertentu (lihat
zoonosis).
8. Epidemic: kejadian atau peristiwa dalam suatu masyarakat atau wilayah dari suatu
kasus penyakit tertentu (atau suatu kasus kejadian yang luar biasa) yang secara nyata
melebihi dari jumlah yang diperkirakan. Jumlah kasus menandakan adanya wabah
yang akan berubah-ubah berdasarkan agent penularannya, jumlah dan jenis populasi
yang terkena, adanya kejadian sebelumnya atau tidak adanya keterbukaan (kerentanan)
terhadap penyakit, dan waktu serta tempat kejadian.
Epidemicity: keadaan yang berkaitan dengan frekuensi penyakit yang sering dalam
satu area yang sama, di antara populasi yang telah ditentukan, dalam satu musim tahun
yang sama. Kasus tunggal suatu penyakit menular yang lama tidak terjadi dalam populasi
tertentu, atau serangan pertama oleh suatu penyakit yang tidak dijumpai sebelumnya
dalam area tersebut memerlukan laporan yang cepat dan penyidikan (investigast)
epidemiologi; dua kasus penyakit tertentu yang berhubungan dalam waktu dan tempat
tertentu adalah bukti transmisi yang cukup untuk dapat dianggap sebagai suatu wabah
atau kejadian luar biasa (lihat report of a disease dan zoonosis).
10. Health education: adalah proses yang secara individu maupun secara berkelompok;
orang-orang belajar untuk miningkatkan, memelihara maupun memulihkan derajat
kesehatan. Pendidikan kesehatan ini dimulai dengan segala macam tujuan yang mereka
inginkan dalam usaha memajukan taraf hidup mereka. Tujuannya adalah menumbuhkan
rasa tanggung jawab dalam diri mereka untuk mencapai taraf hidup yang sehat, secara
individu dan sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam penanggulangan penyakit
menular, pendidikan kesehatan pada umumnya termasuk penilaian tentang apa yang
dikenal oleh masyarakat mengenai suatu penyakit tertentu penilaian kebiasaan dan tingkah
laku masyarakat yang berkenan dengan frekuensi serta penyebaran penyakit, maupun
pengenalan cara/alat khusus untuk mengamati kekurangan dalam usaha pengobatan.
11. Host (pejamu) : manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda, yang
dapat memberikan kehidupan atau tempat tinggal untuk agent menular dalam kondisi
alam (lawan dan percobaan). Beberapa protozoa dan cacing melalui tahapan yang
berturut-turut dalam pejamu pilihan (alternatif host) dan jenis yang berbeda. Pejamu di
mana parasit mencapai kematangan/ pendewasaan atau melewati tahap seksual adalah
pejamu definitife atau pejamu primer. Sedangkan parasit dalam tahap larva atau tahap
aseksual adalah pejamu intermediate atau sekunder. Pejamu pembawa (transport host)
adalah pembawa, di mana organisme tetap bertahan hidup tetapi tidak bekembang/ berubah.
12. Imune individual: yaitu manusia atau hewan yang mempunyai perlindungan antibodi
khusus atau kekebalan seluler sebagai hasil infeksi yang terjadi sebelumnya, atau hasil
imunisasi, atau satu keadaan yang disebabkan kejadian khusus sebelumnya dan
memberikan reaksi yang sama untuk mencegah penyakit dan/atau adanya gejala klinis
penyakit tertentu setelah mengalami keterpaparan dengan agent penyakit menular
tersebut. Kekebalan adalah keadaan yang tidak mutlak (relatin: suatu perlindungan
efektif biasa, dapat melemah oleh dosis agent menular yang berlebihan atau oleh
keterpaparan melalui pintu masuk yang tidak lazim. Juga bisa dirusak oleh terapi
dengan obat yang menekan kekebalan, penyakit yang terjadi bersamaan, atau oleh
proses ketuaan.
13. Immunity: kekebalan yang biasanya dihubungkan dengan adanya antibodi atau hasil
aksi sel-sel yang spesifik terhadap mikro-organisme penyebab atau racunnya, dan yang
dapat menimbulkan penyakit menular tertentu. Passive humeral immunity adalah
kekebalan yang didapat dengan pemindahan secara buatan melalui inokulasi antibodi
pelindung yang spesifik (dari hewan yang dikebalkan, atau dengan serum seseorang
yang baru sembuh dari sakit yang daya kekebalannya sangat tinggi atau dengan kekebalan
serum dari sakit yang daya kekebalannya sangat tinggi atau dengan kekebalan serum
globulin); dan yang berlangsung dengan durasi yang pendek (beberapa hari sampai
beberapa bulan). Active Immoral immunity atau kekebalan yang biasanya dapat berlangsung
lama sampai bertahun-tahun, didapat baik secara alamian melalui proses infeksi, dengan
atau tanpa gejala klinis yang jelas, atau secara buatan dengan cara inokulasi agent
penyebabnya itu sendiri yang telah dimatikan, atau telah dilemahkan, atau dari bagian
protein maupun hasil produk agent penyebabnya. Kekebalan efektif tali bergantung pada
kekebalan seluler yang diberikan oleh sel limfosit-T yang dibuat lebih peka dan
humoral immunity yang berdasarkan atas reaksi respon limfosit-B.
14. Inapparent infection: adanya infeksi pejamu tanpa adanya tanda-tanda klinis yang jelas
atau yang dapat dikenal. Infeksi yang tidak nyata dapat diidentifikasi hanya secara
laboratorium, atau oleh timbulnya satu reaksi positif pada tes kulit yang spesifik.
Sinonim: Asymptomatic, subclinical, occult-infection.
15. Insidence rate: nilai suatu hasil bagi (angka), antara jumlah penderita baru suatu
penyakit yang telah didiagnosis sebagai suatu penyakit khusus, atau dilaporkan dalam
periode waktu yang telah ditentukan (sebagai pembilang), dan jumlah person dalam
populasi yang telah ditentukan, di mana kasus tersebut terjadi (sebagai penyebut). Biasanya
ini mencerminkan sebagian kasus per 1000 atau 100.000/tahun. Angka tersebut biasanya
menggambarkan dalam bentuk umur atau jenis kelamin tertentu, atau khusus untuk sifat
populasi yang lain atau sifat suatu subdivisi (lihat morbidity rate dan prevalence rate).
Attack rate, or case rate: adalah angka kejadian yang sering digunakan untuk
kelompok-kelompok khusus yang diamati untuk periode yang terbatas dan dalam keadaan
khusus pula, seperti dalam suatu wabah, dan biasanya dinyatakan dalam nilai persen
(kasus per 100).
The secondary attack rate pada penyakit menular adalah jumlah kasus di antara
keluarga atau hubungan institusional/ serumah yang terjadi di antara periode inkubasi
setelah keterpaparan (eksposur) pada kasus utama dalam kaitannya pada keterpaparan
secara umum; jika ditentukan hanya terbatas pada mereka yang rentan (risk group). Infection
rate menyatakan kejadian dari semua infeksi, yang nyata maupun yang tidak
nyata/tampak.
16. Incubation periode: selang waktu antara terjadinya permulaan kontak dengan agent
penyebab penyakit menular sampai timbulnya gejala yang pertama kali atau gejala
penyakit yang dicurigai atau transmisi yang pertama kali pada vektor penyakit.
17. Infected individual: Manusia atau hewan yang merupakan tempat berdiamnya
suatu agent penyakit menular, yang dapat disertai dengan gejala penyakit yang nyata atau
dalam bentuk infeksi yang tanpa gejala klinis (lihat carrier). Orang atau hewan yang
dapat menularkan salah satu dari agent penyakit menular yang secara alami dapat
diperoleh.
18. Infection: masuknya, bertumbuh dan berkembangnya agent penyakit menular dalam
tubuh manusia atau hewan. Infeksi tidaklah sama dengan penyakit menular; akibatnya
mungkin tidak kelihatan (lihat inapparent infection), atau nyata (lihat infectious
disease). Adanya kehidupan agent menular pada permukaan luar tubuh, atau pada barang
pakaian atau barang-barang lainnya, bukanlah infeksi, tetapi merupakan kontarninasi pada
permukaan tubuh atau benda (lihat Contamination).
19. Infectious agent: suatu organisme (virus, rickettsia, bakteri, jamur, protozoa dan
casing) yang mampu menimbulkan infeksi atau penyakit menular.
20. Infectious disease: penyakit yang secara klinis tampak nyata pada manusia atau
hewan yang merupakan akibat suatu infeksi.
21. Infestation: manusia atau hewan sebagai tempat menempelnya, berkembang biaknya
arthropoda pada permukaan tubuh atau di dalam pakaian. Barang, benda atau tempat-
tempat yang tertular adalah semua yang merupakan tempat berdiamnya atau memberi
tempat untuk tinggal pada agent penyakit tersebut, khususnya arthropoda dan rodent.
22. Insecticide: semua zat kimia yang digunakan untuk mematikan, menghancurkan /
membasmi serangga, bisa berupa sebagai tepung, cairan, cairan yang disemprotkan,
aerosol atau seperti cat semprot; lazim adanya residu (akibat sisa penggunaan zat
tersebut). Pada istilah larvasida seringkali digunakan untuk menunjukkan pemakaian
insektisida khususnya pemakan bentuk jentik sebelum tahap dewasa (tahap larva) dari
arthropoda; adultisida atau imagosida menunjukkan pemakaian untuk merusak
bentuk serangga yang dewasa. Istilah insektisida seringkali digunakan secara luas
mencakup zat-zat untuk membasmi semua arthropoda, tetapi akarisida lebih tepat
dipakai untuk agent pembunuh caplak dan kutu-kutu. Istilah-istilah yang lebih khusus,
seperti lousisida (pembasmi belalang) dan mitisida (pembasmi rayap) kadang juga
dipakai.
23. Isolation: untuk penderita isolasi dilakukan dengan melakukan pemisahan, selama
masa penularan terhadap orang atau hewan yang terinfeksi dari yang lain pada tempat
tertentu, serta dalam kondisi tertentu, sebagai usaha untuk mencegah maupun
membatasi penularan langsung dan tidak langsung terhadap agent menular dan
mereka yang terinfeksi kepada mereka yang rentan atau mereka yang dapat
menyebarkan agent tersebut kepada yang lain. Sebaliknya adalah karantina yang
berarti mencegah semua hubungan mereka yang sehat dan suatu kasus menular.
Rekomendasi yang dibuat untuk mengisolasi kasus-kasus adalah didasarkan pada
metode-metode yang direkomendasikan oleh CDC (CDC Guideline for Isolation
Precautions in Hospital) sebagai tindakan pencegahan isolasi kategori khusus.
Kategori khusus tersebut dibedakan menjadi 7 hal tertentu, dan terdapat dua syarat
umum untuk semua ketegori:
1. Tangan harus dicuci setelah kontak dengan penderita atau barang-barang yang
sangat berpotensi untuk terkontaminasi dan sebelum merawat penderita lain.
1. Semua barang yang terkontaminasi dengan bahan yang menular seharusnya
dibuang atau dibungkus dan diberi tanda sebelum dikirimkan untuk dilakukan
dekontaminasi dan diproses kembali.
Tata cara ini berlaku untuk semua tingkat yurisdiksi kesehatan masyarakat dari tingkat
lokal sampai ke tingkat internasional. Pengawasan serologi mengidentifikasi bentuk-
bentuk infeksi sekarang ini dan sebelumnya dengan menggunakan tes serologi.
1. Susceptible: orang atau hewan yang dianggap tidak mempunyai kekebalan (daya tahan)
yang cukup untuk melawan agent patogen khusus untuk mencegah terjadinya infeksi
atau penyakit jika mengalami keterpaparan pada agent (rentan).
2. Suspect case: orang yang mempunyai riwayat kesehatan dan tanda-tanda yang dianggap
bahwa dia mungkin menderita atau sedang terjangkit penyakit yang menular.
3. Transmission of infectious agent: segala cara atau mekanisme di mana agent menular
menyebar dari sumber atau reservoir ke manusia.
Mekanisme-mekanisme tersebut adalah:
a. Direct transmission: penularan langsung yang pada dasarnya pemindahan yang
cepat dari agent menular ke pintu masuk yang sesuai di mana akan menimbulkan
infeksi pada manusia atau hewan. Hal ini bisa karena adanya kontak langsung
seperti sentuhan, gigitan, ciuman atau hubungan kelamin, atau secara proyeksi
langsung dan semprotan droplet pada conjunctiva atau pada selaput lendir mata,
hidung atau mulut pada waktu bersin, batuk, meludah, bernyanyi atau berbicara
(biasanya pada jarak sekitar 1 meter atau kurang).
b. Indirect transmission:
1. Vehicle-Borne: bahan/benda mati yang terkontaminasi atau benda fomites
seperti mainan, sapu tangan, pakaian kotor, segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan tempat tidur, alat-alat masak dan makan, alat-alat bedah
atau bajunya, air, makanan, susu, produk-produk biologi termasuk darah, serum,
plasma, jaringan atau anggota tubuh atau semua bahan yang dapat dipakai
sebagai media perantara di mana agent menular diangkut dan masuk ke dalam
pejamu (host) yang rentan melalui pintu masuk yang sesuai.
2. V e c t o r - B o r n e :
a. Secara mekanis: termasuk mekanisme penularan yang sederhana di mana
serangga yang pada kakinya melekat berlumpur/kotoran, lalu hinggap dan
merangkak atau berjalan atau dengan jalan organisme masuk ke dalam
saluran pencernaan. Di sini organisme tersebut tidak memerlukan pembiakan
pertumbuhan dalam tubuh vektor.
b. Secara biologis: perkembangbiakan, siklus maupun pertumbuhan atau
kombinasi dari keduanya diperlukan sebelum arthropoda dapat memindahkan
bentuk infektif unsur penyebab ke manusia. Setelah terjadi infeksi diperlukan
masa inkubasi sebelum arthropoda menjadi infektif. Unsur penyebab yang
menular dapat dilewati secara vertikal untuk generasi berikutnya (penularan
transovarium): menunjukkan adanya jalan pintas dari satu tahap siklus hidup
ke yang lain, sebagaimana bentuk ke dewasa. Transmisi mungkin melalui
injeksi cairan kelenjar saliva sewaktu penggigitan, atau dengan muntah
atau endapan tinja pada kulit, atau bahan lain yang dapat menembus melalui
luka gigitan ataupun masuk melalui area yang luka karena garukan atau
gosokan. Penularan ini adalah oleh pejamu (host) invertebrata yang
terinfeksi dan pemindahan terjadi melalui suatu mekanisme yang cukup
kompleks oleh vektor sebagai penghubung. Walaupun arthropoda di sini pada
setiap peranan, adalah sebagai vektor.
1. Air-Borne: penyebaran unsur penyebab secara aerosol ke pintu masuk yang
sesuai, biasanya saluran pernapasan. Unsur aerosol adalah pengandung partikel-
partikel di udara yang terdiri dari sebagian, atau dapat seluruhnya jasad renik.
Keberadaannya di udara dapat mencapai periode waktu yang lama, di mana
sebagian kembali aktif dan lainnya kemudian menjadi tidak efektif dan tidak
virulen. Partikel di antara diameter 1- 5 u dengan mudah masuk ke dalam alveolus
paru-paru dan mungkin tertahan di sana. Yang tidak dianggap sebagai air-borne
ialah droplet dan partikel besar yang lain.
a. Droplet nuclei: biasanya merupakan sisa/residu yang hanya sedikit, dihasilkan
dari penguapan cairan droplet yang dipancarkan oleh pejamu yang terinfeksi.
Bentuk ini dapat juga diciptakan dengan sengaja oleh alat yang dapat
mengubah cairan menjadi bagian yang sangat kecil atau dengan tidak
sengaja seperti pada laboratorium mikrobiologi atau pada rumah potong
hewan, atau ruang autopsi. Biasanya mereka berada di udara dalam
periode waktu yang lama.
b. Dust: partikel kecil yang ukurannya sangat bervariasi, bisa berasal dari
tanah (umpanianya spora jamur yang terpisah dan tanah kering karena
angin), pakaian, segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat tidur
dan lantai yang terkontaminasi.
1. Virulence: adalah tingkat patogenitas suatu agent menular, yang dinyatakan oleh angka
kefatalan kasus atau kemampuannya untuk menyerang dan merusak jaringan pada
pejamu.
2. Zoonosuis: adalah suatu infeksi atau penyakit menular yang secara alam dapat
ditularkan dari hewan vertebrata ke pejamu manusia. Bisa enzootik atau epizootik (lihat
"Endemic" dan "Epidemic").
BAB III
MANIFESTASI KLINIK
SECARA UMUM
Gambar 1
Proses Kejadian Penyakit
Meningal
Penyakit dengan insidensi rendah tetapi dengan CFR yang tinggi seperti
rabies, merupakan penyakit yang berat secara perorangan, sedangkan penyakit dengan
insidensi yang tinggi tetapi tidak berat (umpamanya diare) akan memberikan keadaan
yang lebih serius sebagai masalah kesehatan masyarakat karena merupakan unsur
yang menimbulkan peningkatan kematian populasi secara keseluruhan. Dalam hal ini
maka yang dimaksud dengan peningkatan kematian dalam masyarakat adalah jumlah
kematian di atas dan tingkat/batas normal yang telah diperkirakan pada suatu daerah
tertentu dalam jangka waktu tertentu pula (di luar kejadian luar biasa/wabah).
Adapun bentuk berat ringannya penyakit secara individu juga akan memberikan
dampak terhadap status kesehatan masyarakat terutama yang berkaitan dengan sumber
penularan baik sebagai penderita maupun sebagai pembawa kuman (karier). Manifestasi
klinik penyakit menular pada penderita dapat dibagi dalam tiga kelompok utama. (lihat
gambar 2)
Gambar 2
Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik dari Tiga Jenis
Penyakit menular
I. Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik
Contoh : tuberk
II. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas
Contoh : campak
III. Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian
Contoh : rabies
fatal
Tanp
Gejal
a
gejal
ringa
sedan
berat
a
n
g
Infeksi terselubung adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan diri
secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas. Dengan demikian maka
berbeda dengan penyakit yang jelas diagnosisnya, yang dapat diketahui dengan cara
klinis raja, maka infeksi terselubung tidak dapat didiagnosis tanpa cara tertentu seperti
tes tuberkulosis, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam tubuh dan bentuk
lainnya. Penderita campak umpamanya sangat mudah dikenal berdasarkan gejala klinik,
begitu pula penderita penyakit rabies. Sebaliknya, mereka yang ketularan polio
umpamanya, sangat sulit untuk mendeteksi keseluruhannya, karena sebagian besar dan
mereka tanpa gejala klinik atau dengan gejala klinik yang tidak jelas.
Untuk mendapatkan perkiraan yang tepat tentang besamya clan luasnya kejadian
infeksi terselubung penyakit tertentu dalam masyarakat, dibutuhkan pengamatan/survei
epidemiologis di mana dilakukan tes tertentu pada semua populasi untuk mengetahui
berapa besarnya penyebaran penyakit dalam masyarakat. Hasil survei ini sangat
berguna untuk kepentingan pelaksanaan program, di samping sangat bernilai dalam
memberikan keterangan untuk kepentingan pendidikan. Di samping itu, pemeriksaan
laboratorium juga memegang peranan untuk pengobatan berbagai penyakit dengan
gejala yang bersifat umum selain untuk kepentingan epidemiologis.
Berbagai sifat karakteristik unsur penyebab ditentukan oleh unsur itu sendiri
dan tidak tergantung pada interaksinya dengan pejamu. Sifat-sifat tersebut antara lain
adalah morfologi/bentuk, sifat kimiawi, perubahan antigenik, kebutuhan akan
pertumbuhan (suhu, makanan dan lainnya), kesanggupan hidup di luar tubuh pejamu
pada berbagai perantara (seperti air, susu dan tanah), kesanggupan hidup di dalam
berbagai keadaan suhu dan kelembaban, macamnya pejamu (binatang, manusia dan lain-
lain), kesanggupan menghasilkan toksin, kesanggupan untuk resisten terhadap
antibiotik dan berbagai zat kimiawi lainnya, serta kesanggupan untuk mendapat
informasi genetik yang baru dan plasmid atau partikel kehidupan lainnya. Pada
umumnya, semua penyebab penyakit infeksi/menular bervariasi nyata dalam sifat-
sifat intrinsik ini. Pengertian sifat intrinsik mungkin sangat esensial untuk memahami
sifat epidemiologi dan faktor penyebab, termasuk di dalamnya cara penularan.
Selain itu strain atau isolasi penyebab tertentu dan berbagai kejadian luar biasa serta
dari berbagai daerah geografis dan pada berbagai waktu tertentu dapat memberikan
perbedaan yang nyata dalam sifat-sifat yang ada.
1. Interaksi Penyebab dengan Pejamu
Berbagai sifat yang sering dianggap berasal dan unsur penyebab tetapi temyata
sesungguhnya bukanlah sifat intrinsik penyebab, melainkan merupakan sifat yang
sangat tergantung/dipengaruhi oleh interaksi antara pejamu dengan penyebab tersebut.
Termasuk dalam hal ini tingkat infeksivitas, patogenesis, virulensi, serta imunogenitis.
Kondisi lingkungan, besamya dosis dan cara penularan tertentu dapat mengubah sifat-
sifat penyebab tersebut. Pada patogenitas yang sama tetapi berasal dan sumber yang
berbeda akan berbeda pula dalam berbagai sifat tersebut di atas. Faktor pejamu seperti
umur, ras, status gizi, dapat pula secara drastis mengubah kesanggupan penyebab
dalam menimbulkan infeksi, atau menghasilkan penyakit dengan gejala sedang
maupun berat, bahkan dapat meningkatkan kekebalan pejamu maupun kekebalan
masyarakat secara umum.
Infektivitas dapat diartikan sebagai kemampuan unsur penyebab (agent) untuk
masuk dan berkembang biak (menghasilkan infeksi) dalam tubuh pejamu.
Berdasarkan hasil percobaan maka infeksivitas dapat dianggap sebagai jumlah minimal
dari unsur penyebab (mikroorganisme) yang dibutuhkan untuk menimbulkan infeksi
terhadap 50% dari sekelompok pejamu pada spesies yang sama (LD50). Angka
ini dapat bervariasi tergantung pada sifat penyebab, cara penularan, sumber
penularan serta berbagai faktor yang berhubungan dengan pejamu seperti umur, jenis
kelamin dan lain-lain. Contoh penyakit dengan derajat infektivitas yang tinggi
adalah campak sedangkan yang infektivitasnya relatif rendah adalah lepra.
Derajat infektivitas pada manusia tidak dapat dihitung melalui suatu percobaan
karena hal ini melanggar etik. Beberapa teknik untuk menganalisis dan mempelajari
besarnya infektivitas dengan melihat kemudahan dan kecepatan dari unsur penyebab
menyebar dalam masyarakat, proporsi dan kontak langsung (kontak serumah) yang
mengalami infeksi/ketularan (angka serangan sekunder) atau dengan melakukan survei
sero-epidemiologis pada saat segera setelah epidemi berakhir untuk menentukan
banyaknya anggota masyarakat yang ketularan/terkena infeksi.
Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit dengan gejala
klinik yang jelas. Bila pada suatu populasi tertentu dilakukan penelitian
laboratorium selama dan/atau mengikut suatu letusan (kejadian luar biasa) suatu
penyakit tertentu dengan menggunakan cara diagnosis laboratorium yang tepat, cukup
sensitif dan spesifik, maka patogenesis atau proporsi infeksi yang muncul dengan
gejala klinik jelas dapat ditentukan/dihitung. Seperti halnya dengan derajat infektivitas,
maka faktor pejamu dan faktor lingkungan, dosis penyebab, serta cara masuknya
penyebab ke dalam pejamu serta bentuk sumber penularan mungkin dapat mengubah atau
mempengaruhi tingkat patogenesis penyebab atau penyakit menular tertentu. Sebagai
contoh, staphilococcus tidak bersifat patogen bila berada dalam rektum, tetapi
dengan organisme yang sama bila ditemukan di rongga peritoneum atau selaput
otak, akan menimbulkan penyakit yang cukup serius. Bentuk ini merupakan penyakit
infeksi dan bukan suatu bentuk penyakit menular. Beberapa mekanisme lain di
mana satu penyebab patogen akan mengakibatkan kelainan yang sedang atau bcrat
pada pejamu akan diterangkan tersendiri.
Virulensi dapat diartikan sebagai nilai proporsi penderita dengan gejala klinis
yang berat, terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas. Dalam hal ini maka
Case Fatality Rate (CFR) dapat pula merupakan ukuran virulensi. Virulensi dapat
tergantung pada dosis, cara masuknya faktor penyebab atau cara penularan, serta faktor
pejamu sendiri seperti umur, jenis kelamin, ras dan lainnya. Contoh dapat kita lihat
pada penyakit pes yang akan menjadi berat bila masuk melalui pernapasan ke paru-
paru (bubonik) dari pada masuk tubuh pejamu melalui gigitan kutu tikus (pes kelenjar).
Begitu pula penyakit oleh bakteri Nisseria Meningitis akan sangat ringan bila hanya
infeksi pada nasopharinx, tetapi dapat berat bahkan fatal bila terjadi meningitis. Pada
penyakit poliomyelitis, kemungkinan akan lebih berat bila mengenai orang dewasa bila
dibanding dengan infeksi pada anak. Sedangkan untuk penyakit tetanus, akan banyak
dipengaruhi oleh cara masuknya ke dalam tubuh serta umur penderita di mana tetanus
neonatorum biasanya lebih fatal dibanding tetanus pada orang dewasa.
Imunogenisitas adalah kemampuan menghasilkan kekebalan atau imunitas.
Tergantung pada jenis patogen penyebab, maka bentuk kekebalan dapat berupa
kekebalan humoral primer, kekebalan selular atau campuran keduanya. Imunitas dapat
dipengaruhi oleh faktor keadaan pejamu seperti umur, ras, status gizi, dan juga dapat
oleh dosis dan virulensi daripada infeksi yang terjadi. Unsur penyebab yang
berkembang biak pada tempat tertentu seperti pada saluran pernapasan, saluran
genitalia serta permukaan/mukosa saluran pencemaan akan mungkin hanya
menghasilkan imunitas lokal/ setempat dan bukan dalam bentuk sistemik. Di samping
itu berbagai unsur penyebab juga berbeda dalam kesanggupan intrinsiknya merangsang
pembentukan dan kelangsungan imunitas. Umpamanya unsur penyebab penyakit
campak dapat menghasilkan kekebalan seumur hidup, sedangkan di lain pihak,
gonococcus tidak memiliki kemampuan semacam itu sehingga seseorang dapat
terserang gonorrhoe beberapa kali.
2. Mekanisme Patogenesis
Bila unsur penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh pejamu berbagai
kemungkinan akan timbul. Kemungkinan pertama adalah tidak terjadi proses
patogenesis seperti masuknya bakteri tetanus melalui makanan ke dalam rongga perut.
Akibat lain adalah terjadinya proses patogenesis tetapi tidak menimbulkan gejala
klinis, dan seterusnya berbagai kondisi tersebut telah diterangkan pada bab
sebelumnya.
Efek patogen yang dihasilkan oleh unsur penyebab penyakit menular/infeksi
dapat terjadi karena berbagai mekanisme tertentu. Di antara mekanisme tersebut
antara lain: invasi jaringan secara langsung, produksi toksin, rangsangan imunologis
atau reaksi alergi yang menyebabkan kerusakan pada tubuh pejamu, infeksi yang
menetap (infeksi laten), merangsang kerentanan pejamu terhadap obat dalam
menetralisasi toksititas, serta ketidakmampuan membentuk daya tangkal (immuno
supression). Dan berbagai mekanisme tersebut tidak jarang dijumpai lebih dari satu
mekanisme terlibat secara bersamaan, atau dapat pula terjadi perbedaan
manifestasi klinik karena perbedaan mekanisme yang terjadi walaupun oleh unsur
penyebab patogen yang sama.
Sejumlah besar unsur penyebab menimbulkan penyakit melalui mekanisme
invasi langsung ke jaringan. Termasuk dalam kelompok ini sejumlah penyakit
parasit seperti amubiasis, giardiasis, serta beberapa jenis cacing nematoda,
cestoda serta nematoda. Juga beberapa jenis infeksi oleh bakteri seperti
meninghitis bakteri, berbagai jenis infeksi saluran kemih, pharingitis dan lain
sebagainya. Sedangkan infeksi virus dalam kelompok ini seperti infeksi virus
saluran pernapasan atas, saluran pencemaan serta virus selaput otak (arbovirus
encephalitis dan rabies).
Sejumlah tertentu penyakit terjadi karena mekanisme produksi toksin oleh
unsur penyebab. Berbagai penyakit dalam kelompok ini seperti tetanus, dipteria,
serta infeksi oleh enterotoksin dan E. Coli. Di lain pihak, infeksi oleh
Staphilococcus aureus yang termasuk dalam kelompok invasi langsung, dapat pula
menimbulkan penyakit karena produksi toksinnya seperti pada penyakit keracunan
makanan (food poisoning).
Gambar 5
Spektrum patogenesis antara penyebab dengan pejamu
Tetanus + ++++ 0
Diphtheria ++ ++++ 0
Pneumococcosis ++++ 0 -
Streptococcosis +++ ++ ++
Gambar 7
Di samping itu, pada berbagai penyakit ditandai dengan sifat-sifat yang lebih
kompleks. Gambarannya mungkin melibatkan beberapa reservoir dan tingkat
perkembangan unsur penyebab yang juga berbeda. Lingkaran penularannya
mungkin melibatkan berbagai tuan rumah maupun pejamu tertentu yang juga berbeda
sifatnya. Contoh beberapa lingkaran penularan yang cukup rumit seperti pada penyakit
echinococus, schistosomiasis, malaria serta infeksi virus yang ditularkan melalui vektor.
BAB V
M EKANISM E PENULARAN
P E N Y A K IT
Peristiwa keluarnya unsur penyebab penyakit dan pejamu tidak semudah dan
sesederhana seperti apa yang sering diperkirakan orang pada umumnya. Sebagai contoh pada
penyakit sifilis, spirochaeta pada umumnya keluar melalui alat kelamin hanya pada saat
kontak langsung, kecuali bila terjadi proses biologis tertentu. Demikian pula unsur
penyebab lainnya, hanya mampu keluar dan pejamu potensial sangat erat
hubungannya dengan cara penularan yang terjadi, walaupun pada sejumlah
penyakit menular tertentu, menggunakan cara yang sama dengan cara keluarnya
dari pejamu.
Dalam kelompok ini termasuk semua penyakit yang hanya dapat menyerang
manusia di mana reservoir satu-satunya adalah manusia semata. Kelompok
terbesar dalam penularan langsung dari orang ke orang, adalah berbagai
penyakit kelamin yang ditularkan secara seksual. Dalam kelompok ini,
selain penyakit kelamin tradisional seperti sifilis , gonorrhoe,
lymphogranuloma venerum, chancroid dan granuloma inguinale, dikenal pula
sejumlah penyakit kelamin bentuk baru seperti chlamydia trachomatis,
trichomonas vaginalis, herpes simplex tipe I dan II.
Risiko AIDS yang tinggi pada pria homoseks, mungkin sekali karena
seringnya hubungan seksual dengan berbagai pasangan yang berbeda-beda.
Namun demikian, penyakit ini tidak terbatas hanya pada pria yang
homoseks tetapi juga pada mereka yang heteroseks, termasuk wanita dan
anak-anak. Adapun faktor risiko tambahan untuk penyakit AIDS termasuk
pemberian obat intravenous, transfusi darah serta berbagai faktor tambahan
lainnya. Sedang anak-anak yang terserang penyakit ini pada umumnya dari
orang tua dengan risiko tinggi. Sampai saat ini belum dijumpai pengobatan
yang memuaskan terhadap AIDS, sedangkan pencegahan hanya dengan
menghindari kontak maupun menghindari hubungan seksual yang multipamer.
Selain itu usaha pengurangan risiko termasuk berhati-hati dalam
menggunakan obat intravenous, mencegah kelompok risiko tinggi untuk
menjadi donor darah serta mendorong usaha untuk penyaringan (screening)
yang lebih sering dan terarah untuk mendeteksi penyakit tersebut dalam
masyarakat.
Dalam kelompok ini termasuk penyakit yang disebabkan oleh jamur, yang
selain penularannya dapat melalui kontak langsung dengan tumbuhan maupun
dengan tanah yang mengandung jamur, juga ada yang menular melalui udara.
Juga dapat terjadi dan orang ke orang.
Gambar 8
Perbandingan tingkat kekebalan kelompok A dan B
sebelum dan sesudah epidemiologi
Sebelum Epidemi Sesudah Epidemi
Kelompok A (Semuanya Rentan)
Dari keadaan tersebut di atas tampak bahwa pada waktu epidemi semua
anggota kelompok A menderita sakit karena seluruhnya berada pada keadaan tidak
kebal/rentan terhadap penyakit tersebut serta terjadi kontak antaranggota kelompok
yang menyebabkan terjadinya proses penularan. Sedangkan pada kelompok B, dengan
adanya anggota X yang kebal dan tidak ketularan, maka selama kontak dengan
anggota lainnya tidak terjadi dengan penderita sebagai sumber penularan dan
selama X dapat berfungsi sebagai barier, selama itu pula tidak akan terjadi
penularan yang meluas. Jadi selama masa epidemi pada kelompok B, ketiga teman
dekat X tidak akan ketularan kecuali bila terjadi kontak langsung dengan penderita.
Dengan demikian, maka X telah berhasil melindungi teman dekatnya yang tidak
kebal terhadap penyakit tersebut.
Herd immunity dianggap sebagai faktor yang utama dalam proses kejadian
wabah dalam masyarakat, serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk
tertentu, seperti penyakit campak dan cacar air/ sang mewabah pada setiap periode
tertentu sebelum adanya usaha imunisasi. Keadaan tersebut terjadi karena selama
berlangsungnya wabah penyakit tertentu dalam masyarakat, maka sejumlah mereka yang
rentan akan jatuh sakit dan merupakan sumber penularan untuk anggota kelompok lainnya
yang tidak kebal. Akan tetapi karena setiap penderita akan membentuk kekebalan
aktif dalam tubulmya, maka selama wabah berlangsung, banyak bekas penderita yang
akan menjadi kebal, sehingga proporsi anggota masyarakat yang kebal menjadi
meningkat sehingga proses penularan menjadi lebih lambat. Namun demikian, dengan
kelahiran bayi yang terus berlangsung dalam kelompok tersebut dengan kerentanan yang
tinggi, maka pada kondisi proporsi anggota-kelompok yang rentan menjadi tinggi,
mendorong terjadinya wabah berikutnya dalam kelompok tersebut.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam menilai pengaruh herd
immunity pada masyarakat secara umum ialah proporsi tingkat kekebalan suatu
kelompok masyarakat yang dapat dianggap mempunyai cukup daya tangkal untuk
mencegah terjadinya wabah. Secara teori, dapat dikatakan bahwa untuk suatu
masyarakat tertentu maka tingkat kekebalan yang dibutuhkan secara merata adalah
70%-80% atau dengan kata lain tingkat kekebalan masyarakat tidak harus 100%
untuk mencegah terjadinya wabah penyakit tertentu dalam masyarakat tersebut. Namun
demikian Bari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk masyarakat
yang berpenduduk padat proporsi tersebut tidak dapat menahan suatu wabah, demikian
pula bila nilai proporsi tersebut tidak merata dalam masyarakat. Hal ini dapat kita
lihat bahwa pada penyakit dipteri, tingkat kekebalan masyarakat harus lebih tinggi
karena sebagian dari yang telah mendapatkan imunisasi dipteri masih mungkin
mengandung bakteri tersebut dan merupakan sumber penularan bagi anggota
masyarakat lain yang tidak kebal. Demikian pula halnya pada penyakit campak
yang mewabah pada tahun 1986 di South Carolina USA timbul pada kelompok
anak sekolah yang mayoritas kulit hitam, yang pada umumnya lolos dari imunisasi
sebelumnya. Dalam hal ini, walaupun mereka tinggal menyebar dalam masyarakat tetapi
karena berkumpul dalam satu sekolah menyebabkan mereka membentuk satu kelompok
masyarakat dengan tingkat kekebalan yang rendah.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan herd immunity
adalah kemungkinan terjadinya kantong-kantong kelompok kecil dalam masyarakat
tanpa kekebalan, walaupun proporsi tingkat kekebalan masyarakat cukup tiaggi. Hal ini
mungkin karena keadaan sosio-kultural dari kelompok tersebut yang berbeda dengan
umumnya masyarakat di sekitamya, atau adanya faktor lain dalam kelompok tersebut
yang menyebabkan tingkat kekebalannya lebih rendah. Pada negara maju
umpamanya, masih ditemukan adanya letusan wabah polio maupun dipteri pada
subkelompok masyarakat tertentu, walaupun tingkat kekebalan masyarakatnya secara
umum sudah cukup tinggi. Pada kondisi yang demikian ini, umumnya terjadi
pergeseran umur rata-rata penderita yang menjadi lebih tinggi. Hal ini dijumpai pada
penyakit campak di beberapa subkelompok penduduk tertentu.
Pada dasarnya ada dua keadaan khusus yang dapat mempengaruhi
perkembangan wabah dalam masyarakat. Pertama, keadaan kekebalan populasi yakni
suatu wabah besar dapat terjadi bila agent penyebab infeksi masuk ke dalarn suatu
populasi yang tidak pemah terpapar oleh agent tersebut, atau kemasukan suatu agent
penyakit menular yang sudah lama absen dari populasi bersangkutan (disebut populasi
yang masih perawan). Kedua, bila suatu populasi yang tertutup seperti asrama,
barak dan lain-lain, di mana keadaan kehidupan sangat padat dan mudah terjadi kontak
langsung, kemasukan sejumlah orang-orang yang peka/rentan terhadap penyakit tertentu,
maka penyebaran penyakit akan lebih mudah dan lebih cepat sehingga dapat
mewabah/Keadaan seperti ini dapat terjadi pada kelompok tentara atau asrama
mahasiswa untuk beberapa penyakit menular tertentu.
Penularan penyakit dalam masyarakat umum biasanya berjalan sesuai dengan poly
kejadian penyakit serta sifat penularannya secara umum. Mekanisme penularan penyakit
dalam masyarakat dapat menyebabkan terjadinya tingkat kesakitan yang biasa (bersifat
endemik) dan mungkin pula tingkat kesakitan lebih dari yang diharapkan (keadaan luar
biasa atau wabah). Menurut sifatnya wabah dapat dibagi dalam dua bentuk utama yakni:
bentuk common sourcedan bentuk propagated atau progressive.Secara umum, kedua
bentuk wabah ini dapat dibedakan dengan membuat grafik penyebaran kasus/kejadian
berdasarkan waktu mulainya sakit (waktu onset)yang biasanya disebut kurva epidemi.
Keadaan wabah dengan bentuk common source (CSE) adalah suatu letusan
penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok
secara menyeluruh dan terjadinya dalam waktu yang relatif singkat (sangat mendadak).
Jika keterpaparan kelompok serta penularan penyakit berlangsung sangat cepat dalam
waktu yang sangat singkat (point of epidemicatau poit source ofepidemic), maka
resultan dari semua kasus/kejadian berkembang hanya dalam satu masa tunas saja.
Pada dasarnya dijumpai bahwa pada CSE kurva epidemi mengikuti suatu
distribusi normal, sehingga dengan demikian bila proporsi kumulatif kasus
digambarkan menurut lamanya kejadian sakit (onset) akan berbentuk suatu garis
lurus. Median dari masa tunas dapat ditentukan secara mudah dengan membaca waktu
dari setengah (50%) yang terjadi pada grafik. Dalam hal ini, pengetahuan tentang
median dari masa tunas dapat menolong kita dalam mengidentifikasi agent
penyebab, mengingat tiap jenis agent mempunyai masa tunas tertentu.
10 SEPTEMBER 11
SEPTEMBER
Waktu terjadinya gejala pertama
menurut jam
Jika bahan perantara (vehicle) atau sumber epidemi (termasuk makanan, air
maupun udara) masih memungkinkan epidemi terus berlangsung, maka keadaan akan
menjadi lebih kompleks. Mengingat bahwa kurva epidemi terbentuk dari keterpaparan
berganda pada waktu yang berbeda dan disertai dengan masa tunas yang bervariasi,
maka puncak kurva akan kurang memperlihatkan puncak yang tajam dan letusan
penyakit akan berlangsung lebih lama.
Dari bentuk letusan yang terjadi biasanya dapat diterka faktor penyebabnya
atau sekurang-kurangnya dan kelompok penyebab yang mana yang menimbulkan
wabah tersebut. Salah satu contoh yang menarik adalah timbulnya letusan pada tahun
1976 di Philadelphia selama musim panas yakni sewaktu dilakukan suatu konvensi
American Legion. Penelitian wabah yang dilakukan oleh tim ahli menemukan patogen
penyebab yang sebelumnya belum dikenal yakni Legionella pneumophili. Tetapi
setelah dipelajari dan dianalisis sifat epidemiologis wabah, maka dikemukakan bahwa
penyakit seperti ini bukanlah sesuatu yang baru tetapi sebenarnya organisme ini telah
menimbulkan beberapa wabah yang sama sebelumnya. Dengan demikian maka sejak
terjadinya wabah di Philadelphia tahun 1976 tersebut dengan 221 penderita dan 34
orang meninggal, maka beberapa letusan lainnya dapat segera dikenal. Sejak adanya
letusan penyakit tersebut di Philadelphia, maka secara epidemiologis telah ditemukan
berbagai informasi tentang penyakit tersebut yang ternyata sudah sering terjadi letusan
pada beberapa tempat walaupun dalam keadaan yang lebih ringan dengan angka
kematian yang rendah sekali. Di samping itu, diketemukan pula berbagai gambaran
sifat pidemiologis penyakit ini seperti angka insidensi lebih tinggi pada pria dari pada
wanita, serta beberapa faktor lain ikut mempengaruhi kejadian penyakit ini.
Point source epidemic dapat pula terjadi pada penyakit oleh aktor penyebab
bukan infeksi yang menimbulkan keterpaparan umum seperti adanya zat beracun
polusi zat kimia yang beracun udara terbuka.
Bentuk epidemi ini terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui udara, makanan maupun vektor.
Kejadian epidemi semacam ini relative waktunya sesuai dengan sifat penyakit serta
lamanya masa tunas. Juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta
penyebaran anggota masyarakat yang rental terhadap penyakit tersebut. Masa tunas
penyakit tersebut di atas adalah sekitar satu bulan sehingga tampak bahwa masa
epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dan waktu ke
waktu sampai pada saat di mana jumlah anggota masyarakat yang rentan mencapai
batas yang minimal. Pada saat sebagian besar anggota masyarakat sudah terserang
penyakit maka jumlah yang rentan mencapai batas kritis, sehingga kurva epidemi
mulai menurun sampai batas minimal.
Bila kita membandingkan kedua bentuk epidemi tersebut di atas, maka jelas
tampak perbedaan terutama dalam kurva epidemi menurut waktu. Pada letusan dengan
bentuk common source epidemic, tampak kurva epidemi yang meningkat secara
cepat dan juga menurun sangat cepat dalam batas satu masa tunas saja, sehingga
angka serangan kedua (secundary attack rate) tidak dijumpai pada bentuk ini. Di lain
pihak, bentuk kurva epidemi pada propagated epidemic berkembang lanjut dan
melampaui satu masa tunas. Pada keadaan tertentu dengan sistem surveillans yang
baik, kita dapat menentukan turunan dan setiap kasus pada angka serangan berikutnya.
Namun demikian, kadang-kadang terjadi variasi masa tunas yang dapat
mengaburkan pola epidemi yang terjadi.
Selain dan kedua bentuk epidemi tersebut di atas, masih dikenal pula
bentuk epidemi lain yang dihasilkan oleh penyakit menular yang penyebarannya
melalui vektor (vector borne epidemics). Bentuk epidemi ini biasanya agak sama kecilnya
dengan area dan common source epidemic, tetapi dalam lingkaran penularannya dapat
dijumpai peranan zoonosis, manusia, atau campuran dan keduanya sebagai sumber
penularan kepada vektor. Kebanyakan wabah vector baru mempunyai lingkaran
penularan berganda antara vektor dan host sebelum cukup banyak kasus manusia
yang terserang untuk dapat dinyatakan sebagai suatu wabah.
Gambar 10
Bentuk khusus dari suatu epidemi yang bersifat
propagated di mana penularan terjadi melalui kontak
langsung
Secara konseptual dan secara teoretis maka rantai peristiwa pada suatu
letusan common source (common vehicle)epidemic relatif tampaknya sangat sederhana.
Dengan melakukan pengamatan yang berkesinambungan terhadap keterpaparan
umum, maka pada suatu saat sejumlah tertentu dari mereka yang terpapar tersebut
akan menderita penyakit (tidak seluruhnya). Penderita yang muncul dari kelompok
tersebut mempunyai waktu sakit (onset) yang berbeda-beda sesuai dengan
rentangan masa tunas kejadian penyakit tersebut.
a. Penentuan/penegakan diagnosis
Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan penelitian/pengamatan klinis dan
pemeriksaan laboratorium. Harus diamati secara tuntas apakah laporan awal
yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenamya (perhatikan tingkat
kebenarannya). Umpamanya wabah penyakit "demam berdarah" harus jelas
secara klinis maupun laboratorium. Hal ini mengingat bahwa gejala
demam berdarah dapat didiagnosis secara tidak tepat. Di samping itu,
pemeriksaan laboratorium kadang-kadang harus dilakukan lebih dan satu
kali.
Dalam hal menegakkan diagnosis, harus pula ditetapkan kapan seseorang
dapat dinyatakan sebagai kasus. Dalam hal ini sangat tergantung pada
keadaan dan jenis masalah yang sedang dihadapi. Seseorang dapat dinyatakan
kasus dapat dengan gejala klinis saja, atau dengan pemeriksa dan
laboratorium saja atau keduanya. Umpamanya wabah diare, bila kita
mengarah pada masalah diare secara umum, maka gejala klinis tertentu
sudah cukup untuk menentukan kasus atau bukan kasus. Tetapi bila
masalah diare lebih diarahkan khusus untuk kolera eltor, maka
pemeriksaan laboratorium sangat menentukan di samping gejala klinis dan
analisis epidemiologi.
c . U raia n k e ada an w a ba h
Bila keadaan dinyatakan wabah, lakukan uraian keadaan wabah berdasarkan
tiga unsur utama yakni waktu, tempat dan orang. Buatlah kurva epidemi
dengan menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul
gejala penyakit. Di samping itu, gambarkan penyebaran sifat epidemi
berdasarkan penyebaran kasus menurut tempat (spot map epidemi).
Lakukanlah berbagai perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka
kejadian penyakit pada populasi dengan risiko menurut umur, jenis
kelamin, pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor tertentu (makanan, minuman
atau faktor penyebab lainnya) serta berbagai sifat orang lainnya yang
mungkin berguna dalam analisis. Juga hal yang sama untuk kasus yang
mengalami kematian karena wabah. Dalam hal ini melakukan identhfikasi
berbagai sifat yang mungkin berkaitan dengan timbulnya penyakit
merupakan langkah yang sangat penting sekali dalam usaha memecahkan
masalah wabah.
1. Analisis Lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi
wabah, maka selain tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut
serta analisis yang berkesinambungan. Ada beberapa hal pokok yang perlu
mendapatkan perhatian pada tindak lanjut tersebut.
a. Analisis data
Lakukan analisis data secara berkesinambungan sesuai dengan tambahan
informasi yang didapatkan dan laporkan hasil interpretasi data tersebut.
b. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dan seluruh kegiatan, dibuat keputusan yang
bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Dalam hal ini harus
diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan
diketahui harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis
tersebut.
a. Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab yang bertujuan untuk mengurangi
penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan
usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, yang bertujuan untuk
menghilangkan mikro-organisme penyebab penyakit, penyemprotan
/insektisida dalam rangka menurunkan dan menghilangkan sumber penularan
maupun memutuskan rantai penularan, di samping karantina dan isolasi yang
juga dalam rangka memutuskan rantai penularan. Selain itu usaha untuk
mengurangi/menghilangkan sumber penularan dapat dilakukan melalui
pengobatan penderita serta pemusnahan sumber yang ada (biasanya pada
binatang yang menderita), serta mengurangi/menghindari perilaku yang
dapat meningkatkan risiko perorangan dan masyarakat.
c. Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi perbaikan status gizi, status
kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi serta
berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikhologis,
persiapan perkawinan seta usaha menghindari pengaruh faktor keturunan,
dan peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan kualitas gizi, serta
olah raga kesehatan.
Berbagai penyakit dewasa ini dapat dicegah melalui usaha imunisasi yakni
peningkatan kekebalan aktif pada pejamu dengan pemberian vaksinasi.
Pemberian imunisasi aktif untuk perlindungan terhadap penyakit dipteria,
pertusis dan tetanus (DPT) merupakan pemberian imunisasi dasar kepada
anak-anak sebagai bagian terpenting dalam program kegiatan kesehatan
masyarakat. Di samping itu, juga termasuk imunisasi dasar yang
diprogramkan pemerintah secara umum di Indonesia adalah BCG (Bacillus
CalmetteGuerine) untuk mencegah penyakit tuberkulosis, vaksinasi campak
(measles) serta vainasi poliomyelitis. Sedangkan vaksinasi yang ditujukan
untuk perlindungan terhadap hepatitis belum diprogramkan secara umum.
1. Surveillans Epidemiologi
Surveillans epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus-menerus
terhadap semua aspek penyakit tertentu. baik keadaan maupun penyebarannya dalam satu
kelompok penduduk tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan.
Surveillans penyakit menular adalah suatu kegiatan pengumpulan data teratur,
peringkasan dan analisis data kasus baru dari semua jenis penyakit infeksi dengan tujuan
untuk identifikasi kelompok risiko tinggi dalam masyarakat, memahami cara penularan
penyakit serta berusaha memutuskan rantai penularan. Dalam hal ini setiap kasus harus
dilaporkan secara lengkap dan tepat. Keterangan mengenai tiap kasus meliputi diagnosis
penyakit, tanggal mulainya timbul gejala, keterangan tentang orang yang meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat dan nomor telepon (bila ada), serta sumber rujukan bila
penderita hasil rujukan (dokter, klinik, Puskesmas dan lain-lain).