You are on page 1of 72

BAB I

PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang semakin meningkat,


termasuk bidang kesehatan secara umum. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah
mencapai taraf yang sangat memuaskan dalam hal mengatasi penderitaan dan kematian penyakit
tertentu. Namun demikian, masalah kesehatan bagi masyarakat umum masih sangat rawan.
Walaupun pada beberapa tahun terakhir ini sejumlah penyakit menular tertentu sudah dapat
diatasi, tetapi di lain pihak timbul pula masalah baru dalam bidang kesehatan masyarakat,
baik yang berhubungan dengan penyakit menular dan tidak menular, maupun yang erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan lainnya.
Dewasa ini banyak penyakit menular yang telah mampu diatasi bahkan ada
yang telah dapat dibasmi berkat kemajuan teknologi dalam mengatasi masalah lingkungan
biologis yang erat hubungannya dengan penyakit menular. Akan tetapi masalah penyakit
menular masih tetap dirasakan oleh sebagian besar penduduk negara sedang berkembang, di
samping munculnya masalah baru pada negara yang sudah maju. Penguasaan teknologi
terhadap pengaruh lingkungan biologi yang erat hubungannya dengan penyakit menular maka
penguasaan terhadap lingkungan fisik sedang dikembangkan di berbagai negara dewasa ini
yang sejalan dengan penguasaan terhadap lingkungan biologis. Di lain pihak, kemajuan
ilmu dan teknologi juga ikut mempengaruhi lingkungan sosial budaya dan sangat erat
hubungannya dengan pola tingkah laku masyarakat. Perubahan lingkungan sosial budaya
tersebut memberikan dampak positif dan negatif terhadap pola penyakit yang ada dalam
masyarakat, termasuk penyakit menular. Di lain pihak, dengan semakin meningkatnya kemajuan di
bidang komunikasi perhubungan dan transportasi antarnegara dewasa ini, maka setiap
kejadian penyakit menular pada suatu negara tertentu akan merupakan ancaman yang potensial
untuk negara lainnya.
Manusia sebagai makhluk sosial sangat dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut di
atas dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam hal ini manusia harus selalu
berusaha untuk mengatasi berbagai pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh ketiga
faktor tersebut dengan: (1) menyesuaikan kebutuhan hidupnya dengan keadaan lingkungan
sekitamya, terutama terhadap keadaan lingkungan yang sulit diubah, atau (2) berusaha
mengubah lingkungannya untuk disesuaikan dengan kebutuhannya, terutama keadaan
lingkungan yang dapat mengganggu ketenteraman hidupnya.

Dewasa ini berbagai jenis penyakit menular telah dapat diatasi terutama pada negara-
negara maju, tetapi sebagian besar penduduk dunia yang mendiami belahan dunia yang sedang
berkembang, masih terancam dengan berbagai penyakit menular tertentu. Dalam hal ini maka
penyakit menular dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok utama yakni:
1. Penyakit yang sangat berbahaya karena kematiannya cukup tinggi
2. Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian atau cacat, walaupun
akibatnya lebih ringan dibanding dengan yang pertama.
3. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian atau cacad, tetapi dapat mewabah
sehingga dapat menimbulkan kerugian waktu maupun materi/biaya.

Untuk dapat rnengambil tindakan yang berarti dalam usaha mengatasi serta
menanggulangi berbagai penyakit menular tertentu, maka harus diketahui dengan pasti berbagai
aspek epidemiologis penyakit menular secara umum.

B A B II
B E B E R A P A D E F IN IS I
IST IL A H PE N T IN G D A L A M
P E N Y A K IT M E N U L A R

1. Carrier: Manusia (orang) atau hewan tempat berdiamnya agent menular spesifik
dengan adanya penyakit yang secara klinis tidak terlihat nyata, tetapi dapat bertindak
sebagai amber infeksi yang cukup penting. Kemampuan sebagai pembawa/carrier bisa
terdapat pada seseorang dengan infeksi yang tidak tampak nyata sepanjang waktu tersebut
(umumnya dikenal sebagai orang sehat atau pembawa yang tidak jelas gejalanya), atau
berada dalam masa tunas (incubatory carrier), masa penyembuhan dan sesudah masa
penyembuhan dari suatu penyakit infeksi tertentu (convalescent carrier). Pada kondisi
tertentu maka kemampuan sebagai pembawa bisa berlaku dalam waktu singkat atau
panjang (temporary carrier/ transient carrier, atau chronic carrier).

2. Case Fatality Rate: Biasanya dinyatakan sebagai persentase dari jumlah orang yang
didiagnosis menderita penyakit yang telah ditentukan dan meninggal karenanya. Istilah
ini lebih sering dipergunakan untuk kejadian luar biasa (outbreak) penyakit akut di
mana semua penderita setelah diikuti dengan periode waktu yang cukup untuk sampai
mengakibatkan kematiannya. Angka kefatalan (fatality rate) harus dengan jelas
dibedakan dan angka kematian (mortality rate). Sinonim: Angka kefatalan (fatality rate),
Persentase kefatalan (Fatality percentage).

1. Chemopraphilaxis: Pemberian bahan kimiawi termasuk antibiotika, untuk


mencegah pertumbuhan atau perkembangan infeksi menjadi penyakit yang nyata.
Selanjutnya chemoteraphy yang berkenaan dengan penggunaan bahan-bahan kimiawi
untuk penyembuhan suatu penyakit yang secara klinis dapat diketahui, atau membatasi
perkembangannya lebih jauh.

2. Cleaning: pembersihan dengan menggosok dan mencuci, seperti dengan air panas,
sabun atau deterjen yang sesuai, ataupun dengan menghisap debu maupun agent
menular atau zat organik dan permukaan badan di mana agent menular tersebut dapat
menemukan keadaan yang menguntungkan untuk bisa bertahan atau berkembang
biak.

1. Communicable disease: penyakit yang disebabkan oleh unsur/agent penyebab menular


tertentu atau hasil racunnya, yang terjadi karena perpindahan/penularan agent atau
hasilnya dan orang yang terinfeksi, hewan, atau reservoir lainnya (benda lain) kepada
pejamu yang rentan (potential host), baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
pejamu perantara hewan (vektor), atau lingkungan yang tidak hidup (lihat
transmission of infectious agent).

2. Communicabel period: waktu atau selama waktu tertentu di mana agent menular dapat
dipindahkan baik secara langsung maupun tidak langsung dan orang terinfeksi ke orang
lain, dan hewan terinfeksi ke manusia atau dan orang terinfeksi ke hewan, termasuk
arthropoda. Pada penyakit-penyakit seperti dipteria dan infeksi oleh streptococcus yang
melibatkan selaput lendir sebagai pintu keluar masuknya penyakit, maka waktu periode
penularannya adalah tanggal pada saat terjadi keterpaparan (eksposur) dengan sumber
infeksi yang pertama kali sampai mikro-organisme yang dapat menularkan tidak lagi
disebarkan dan selaput lendir yang terlibat. Beberapa penyakit lebih bersifat menular
selama periode inkubasi dari pada selama masa klinis penyakitnya. Pada beberapa
penyakit tertentu seperti tuberkulosis, lepra, sifilis, gonorrhea, dan beberapa bentuk
salmonellosis, masa penularannya bisa berada dalam waktu yang lama dan kadangkala
periode yang berselang bilamana luka-luka yang belum sembuh memberikan peluang
masuknya kotoran/agent penyebab dan permukaan kulit atau juga melalui lubang-lubang
tubuh yang manapun. Pada penyakit yang ditularkan oleh vektor arthropoda seperti
malaria dan demam kuning/berdarah, periode penularannya (atau lebih tepatnya
infektivitasnya) adalah selama agent menular terdapat dalam darah atau jaringan lain
orang yang terinfeksi dalam jumlah yang cukup untuk dapat memberikan infeksi pada
vektor. Juga periode penularan pada vektor arthropoda, yaitu pada saat agent berada
dalam jaringan arthropoda (tahap infektif) untuk dapat dipindahkan ke pejamu potensial
tertentu.

3. Contact: orang atau hewan yang telah berhubungan/mengalami hubungan dengan orang
atau hewan terinfeksi, atau lingkungan yang terkontaminasi sehingga dapat memberikan
peluang untuk memperoleh agent penyakit menular.

4. Contamination: adanya agent menular pada permukaan tubuh, pada atau dalarn pakaian,
termasuk semua yang berkaitan dengan tempat tidur (bedding), mainan, alat-alat bedah
atau baju operasi maupun benda/zat coati termasuk air dan makanan. Pollution
(pencemaran) berbeda dengan kontaminasi dan secara langsung memperlihatkan adanya
perusakan pada lingkungan tetapi tidak harus menular. Kontaminasi pada permukaan
tubuh tidak- bisa dianggap sebagai pembawa kuman (carrier).

5. Desinfection: mematikan agent penyakit menular dengan bahan-bahan kimiawi


atau alat/cara yang bersifat fisik yang mengena secara langsung agent penyakit
menular di luar tubuh. Concurrent desinfection: penerapan usaha untuk
mendesinfeksi secepatnya setelah pengeluaran bahan yang menular dan tubuh orang
terinfeksi, atau setelah terjadi pengotoran benda-benda dengan kotoran-kotoran
menular; semua hubungan perorangan dengan kotoran-kotoran atau benda-benda
yang sebelumnya dianggap tidak perlu untuk didesinfeksi. Terminal desinfection:
penerapan usaha untuk mendesinfeksi setelah penderita dipindahkan karena meninggal
atau ke rumah sakit, atau setelah tidak lagi menjadi sumber infeksi, atau setelah isolasi
rumah sakit maupun tindakan-tindakan lain yang sudah tidak dilakukan lagi. Tindakan
ini jarang sekali dilakukan; pembersihan terakhir (terminal cleaning) umumnya sudah
mencukupi (lihat cleaning) sejalan dengan mendinginkan dan memanaskan ruangan agar
terkena matahari langsung, juga alat-alat rumah tangga dan semua yang berhubungan
dengan tempat tidur. Disinfeksi hanya penting untuk penyakit-penyakit yang menyebar
melalui hubungan langsung; dianjurkan melakukan usaha sterilisasi dengan uap panas,
atau pembakaran semua yang berhubungan dengan tempat tidur (bedding) dan barang-
barang lain setelah penyakit seperti lassa fever dan penyakit-penyakit lain yang sangat
menular.

6. Desinfestation: semua proses baik secara fisik maupun kimiawi untuk


merusak/menghancurkan atau memusnahkan bentuk-bentuk hewan kecil yang
tidak dikehendaki khususnya arthropoda atau rodent (binatang pengerat), yang ada
pada orang, pakaian, atau dalam lingkungan seseorang, atau pada hewan-hewan
peliharaan (insecticide dan rodenticide). Disinfestasi juga termasuk menghilangkan
kutu-kutu untuk infestasi dengan kutu kepala (pediculus humanus), dan kutu-kutu pada
tubuh. Sinonim: termasuk disinsektasi dan disinsektisasi akhir jika sasaran hanya pada
insekta yang terlibat.

7. Endemic: adanya penyakit atau agent menular yang tetap dalam suatu area geografis
tertentu; dapat juga berkenaan dengan adanya penyakit yang secara normal biasa
timbal dalam suatu area tertentu.
Hyperendemic : Menyatakan suatu penularan hebat yang menetap (terus
menerus).
Holoendernic : Tingkat infeksi yang cukup tinggi sejak awal kehidupan dan
dapat mempengaruhi hampir seluruh populasi; sebagai contoh:
penyakit malaria pada beberapa daerah tertentu (lihat
zoonosis).

8. Epidemic: kejadian atau peristiwa dalam suatu masyarakat atau wilayah dari suatu
kasus penyakit tertentu (atau suatu kasus kejadian yang luar biasa) yang secara nyata
melebihi dari jumlah yang diperkirakan. Jumlah kasus menandakan adanya wabah
yang akan berubah-ubah berdasarkan agent penularannya, jumlah dan jenis populasi
yang terkena, adanya kejadian sebelumnya atau tidak adanya keterbukaan (kerentanan)
terhadap penyakit, dan waktu serta tempat kejadian.
Epidemicity: keadaan yang berkaitan dengan frekuensi penyakit yang sering dalam
satu area yang sama, di antara populasi yang telah ditentukan, dalam satu musim tahun
yang sama. Kasus tunggal suatu penyakit menular yang lama tidak terjadi dalam populasi
tertentu, atau serangan pertama oleh suatu penyakit yang tidak dijumpai sebelumnya
dalam area tersebut memerlukan laporan yang cepat dan penyidikan (investigast)
epidemiologi; dua kasus penyakit tertentu yang berhubungan dalam waktu dan tempat
tertentu adalah bukti transmisi yang cukup untuk dapat dianggap sebagai suatu wabah
atau kejadian luar biasa (lihat report of a disease dan zoonosis).

9. Fumigation: semua proses untuk mematikan bentuk-bentuk hewan khususnya


arthropoda, rodent dan binatang kecil lainnya yang dilakukan dengan menggunakan gas
(lihat Pada insecticide dan rodenticidel.

10. Health education: adalah proses yang secara individu maupun secara berkelompok;
orang-orang belajar untuk miningkatkan, memelihara maupun memulihkan derajat
kesehatan. Pendidikan kesehatan ini dimulai dengan segala macam tujuan yang mereka
inginkan dalam usaha memajukan taraf hidup mereka. Tujuannya adalah menumbuhkan
rasa tanggung jawab dalam diri mereka untuk mencapai taraf hidup yang sehat, secara
individu dan sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam penanggulangan penyakit
menular, pendidikan kesehatan pada umumnya termasuk penilaian tentang apa yang
dikenal oleh masyarakat mengenai suatu penyakit tertentu penilaian kebiasaan dan tingkah
laku masyarakat yang berkenan dengan frekuensi serta penyebaran penyakit, maupun
pengenalan cara/alat khusus untuk mengamati kekurangan dalam usaha pengobatan.

11. Host (pejamu) : manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda, yang
dapat memberikan kehidupan atau tempat tinggal untuk agent menular dalam kondisi
alam (lawan dan percobaan). Beberapa protozoa dan cacing melalui tahapan yang
berturut-turut dalam pejamu pilihan (alternatif host) dan jenis yang berbeda. Pejamu di
mana parasit mencapai kematangan/ pendewasaan atau melewati tahap seksual adalah
pejamu definitife atau pejamu primer. Sedangkan parasit dalam tahap larva atau tahap
aseksual adalah pejamu intermediate atau sekunder. Pejamu pembawa (transport host)
adalah pembawa, di mana organisme tetap bertahan hidup tetapi tidak bekembang/ berubah.

12. Imune individual: yaitu manusia atau hewan yang mempunyai perlindungan antibodi
khusus atau kekebalan seluler sebagai hasil infeksi yang terjadi sebelumnya, atau hasil
imunisasi, atau satu keadaan yang disebabkan kejadian khusus sebelumnya dan
memberikan reaksi yang sama untuk mencegah penyakit dan/atau adanya gejala klinis
penyakit tertentu setelah mengalami keterpaparan dengan agent penyakit menular
tersebut. Kekebalan adalah keadaan yang tidak mutlak (relatin: suatu perlindungan
efektif biasa, dapat melemah oleh dosis agent menular yang berlebihan atau oleh
keterpaparan melalui pintu masuk yang tidak lazim. Juga bisa dirusak oleh terapi
dengan obat yang menekan kekebalan, penyakit yang terjadi bersamaan, atau oleh
proses ketuaan.

13. Immunity: kekebalan yang biasanya dihubungkan dengan adanya antibodi atau hasil
aksi sel-sel yang spesifik terhadap mikro-organisme penyebab atau racunnya, dan yang
dapat menimbulkan penyakit menular tertentu. Passive humeral immunity adalah
kekebalan yang didapat dengan pemindahan secara buatan melalui inokulasi antibodi
pelindung yang spesifik (dari hewan yang dikebalkan, atau dengan serum seseorang
yang baru sembuh dari sakit yang daya kekebalannya sangat tinggi atau dengan kekebalan
serum dari sakit yang daya kekebalannya sangat tinggi atau dengan kekebalan serum
globulin); dan yang berlangsung dengan durasi yang pendek (beberapa hari sampai
beberapa bulan). Active Immoral immunity atau kekebalan yang biasanya dapat berlangsung
lama sampai bertahun-tahun, didapat baik secara alamian melalui proses infeksi, dengan
atau tanpa gejala klinis yang jelas, atau secara buatan dengan cara inokulasi agent
penyebabnya itu sendiri yang telah dimatikan, atau telah dilemahkan, atau dari bagian
protein maupun hasil produk agent penyebabnya. Kekebalan efektif tali bergantung pada
kekebalan seluler yang diberikan oleh sel limfosit-T yang dibuat lebih peka dan
humoral immunity yang berdasarkan atas reaksi respon limfosit-B.

14. Inapparent infection: adanya infeksi pejamu tanpa adanya tanda-tanda klinis yang jelas
atau yang dapat dikenal. Infeksi yang tidak nyata dapat diidentifikasi hanya secara
laboratorium, atau oleh timbulnya satu reaksi positif pada tes kulit yang spesifik.
Sinonim: Asymptomatic, subclinical, occult-infection.

15. Insidence rate: nilai suatu hasil bagi (angka), antara jumlah penderita baru suatu
penyakit yang telah didiagnosis sebagai suatu penyakit khusus, atau dilaporkan dalam
periode waktu yang telah ditentukan (sebagai pembilang), dan jumlah person dalam
populasi yang telah ditentukan, di mana kasus tersebut terjadi (sebagai penyebut). Biasanya
ini mencerminkan sebagian kasus per 1000 atau 100.000/tahun. Angka tersebut biasanya
menggambarkan dalam bentuk umur atau jenis kelamin tertentu, atau khusus untuk sifat
populasi yang lain atau sifat suatu subdivisi (lihat morbidity rate dan prevalence rate).
Attack rate, or case rate: adalah angka kejadian yang sering digunakan untuk
kelompok-kelompok khusus yang diamati untuk periode yang terbatas dan dalam keadaan
khusus pula, seperti dalam suatu wabah, dan biasanya dinyatakan dalam nilai persen
(kasus per 100).
The secondary attack rate pada penyakit menular adalah jumlah kasus di antara
keluarga atau hubungan institusional/ serumah yang terjadi di antara periode inkubasi
setelah keterpaparan (eksposur) pada kasus utama dalam kaitannya pada keterpaparan
secara umum; jika ditentukan hanya terbatas pada mereka yang rentan (risk group). Infection
rate menyatakan kejadian dari semua infeksi, yang nyata maupun yang tidak
nyata/tampak.

16. Incubation periode: selang waktu antara terjadinya permulaan kontak dengan agent
penyebab penyakit menular sampai timbulnya gejala yang pertama kali atau gejala
penyakit yang dicurigai atau transmisi yang pertama kali pada vektor penyakit.

17. Infected individual: Manusia atau hewan yang merupakan tempat berdiamnya
suatu agent penyakit menular, yang dapat disertai dengan gejala penyakit yang nyata atau
dalam bentuk infeksi yang tanpa gejala klinis (lihat carrier). Orang atau hewan yang
dapat menularkan salah satu dari agent penyakit menular yang secara alami dapat
diperoleh.

18. Infection: masuknya, bertumbuh dan berkembangnya agent penyakit menular dalam
tubuh manusia atau hewan. Infeksi tidaklah sama dengan penyakit menular; akibatnya
mungkin tidak kelihatan (lihat inapparent infection), atau nyata (lihat infectious
disease). Adanya kehidupan agent menular pada permukaan luar tubuh, atau pada barang
pakaian atau barang-barang lainnya, bukanlah infeksi, tetapi merupakan kontarninasi pada
permukaan tubuh atau benda (lihat Contamination).
19. Infectious agent: suatu organisme (virus, rickettsia, bakteri, jamur, protozoa dan
casing) yang mampu menimbulkan infeksi atau penyakit menular.

20. Infectious disease: penyakit yang secara klinis tampak nyata pada manusia atau
hewan yang merupakan akibat suatu infeksi.

21. Infestation: manusia atau hewan sebagai tempat menempelnya, berkembang biaknya
arthropoda pada permukaan tubuh atau di dalam pakaian. Barang, benda atau tempat-
tempat yang tertular adalah semua yang merupakan tempat berdiamnya atau memberi
tempat untuk tinggal pada agent penyakit tersebut, khususnya arthropoda dan rodent.
22. Insecticide: semua zat kimia yang digunakan untuk mematikan, menghancurkan /
membasmi serangga, bisa berupa sebagai tepung, cairan, cairan yang disemprotkan,
aerosol atau seperti cat semprot; lazim adanya residu (akibat sisa penggunaan zat
tersebut). Pada istilah larvasida seringkali digunakan untuk menunjukkan pemakaian
insektisida khususnya pemakan bentuk jentik sebelum tahap dewasa (tahap larva) dari
arthropoda; adultisida atau imagosida menunjukkan pemakaian untuk merusak
bentuk serangga yang dewasa. Istilah insektisida seringkali digunakan secara luas
mencakup zat-zat untuk membasmi semua arthropoda, tetapi akarisida lebih tepat
dipakai untuk agent pembunuh caplak dan kutu-kutu. Istilah-istilah yang lebih khusus,
seperti lousisida (pembasmi belalang) dan mitisida (pembasmi rayap) kadang juga
dipakai.
23. Isolation: untuk penderita isolasi dilakukan dengan melakukan pemisahan, selama
masa penularan terhadap orang atau hewan yang terinfeksi dari yang lain pada tempat
tertentu, serta dalam kondisi tertentu, sebagai usaha untuk mencegah maupun
membatasi penularan langsung dan tidak langsung terhadap agent menular dan
mereka yang terinfeksi kepada mereka yang rentan atau mereka yang dapat
menyebarkan agent tersebut kepada yang lain. Sebaliknya adalah karantina yang
berarti mencegah semua hubungan mereka yang sehat dan suatu kasus menular.
Rekomendasi yang dibuat untuk mengisolasi kasus-kasus adalah didasarkan pada
metode-metode yang direkomendasikan oleh CDC (CDC Guideline for Isolation
Precautions in Hospital) sebagai tindakan pencegahan isolasi kategori khusus.
Kategori khusus tersebut dibedakan menjadi 7 hal tertentu, dan terdapat dua syarat
umum untuk semua ketegori:
1. Tangan harus dicuci setelah kontak dengan penderita atau barang-barang yang
sangat berpotensi untuk terkontaminasi dan sebelum merawat penderita lain.
1. Semua barang yang terkontaminasi dengan bahan yang menular seharusnya
dibuang atau dibungkus dan diberi tanda sebelum dikirimkan untuk dilakukan
dekontaminasi dan diproses kembali.

Ke-7 kategori tersebutadalah


a. Isolasi yang tegas/keras: kategori ini diciptakan untuk mencegah penularan
penyakit yang sangat menular atau yang virulen, yang dapat disebarkan
melalui udara dan hubungan kontak. Spesifikasinya, dan sebagai tambahan
pengertian tersebut di atas, juga termasuk ruangan khusus dan pemakaian
masker, baju pelindung dan sarung tangan untuk semua orang yang masuk ke dalam
ruangan. Syarat-syarat ventilasi khusus dengan ruangan pada tekanan negatif
untuk area sekitarnya sangat diperlukan.
b. Isolasi kontak: untuk mengurangi infeksi yang sangat cepat menular atau serius, dan
untuk penyakit atau kondisi yang terutama menyebar oleh hubungan yang dekat atau
langsung. Sebagai tambahan untuk syarat-syarat pokok, disediakan adanya ruangan
khusus, tetapi penderita yang terinfeksi dengan patogen yang sama, dapat
ditempatkan dalam satu ruangan. Di anjurkan pemakaian masker untuk mereka yang
mendekat pada penderita juga pemakaian baju pelindung jika kemungkinan
keadaannya kotor dan sarung tangan dipergunakan untuk memegang benda/bahan
yang menular.
c. Isolasi pemapasan: untuk mencegah penularan penyakit menular dalam jarak dekat
melalui udara, diusulkan adanya ruangan khusus, tetapi penderita yang terinfeksi
dengan organisme yang sama dapat ditempatkan dalam satu ruangan. Sebagai
tambahan untuk syarat-syarat pokok, maka masker di anjurkan bagi mereka yang
datang mendekat pada penderita sedangkan baju pelindung dan sarung tangan
tidak.
d. Isolasi tuberkulosis (AFB isolation): untuk penderita TBC paru-paru yang positif
terhadap ulasan sputum atau X -ray dada yang menunjukkan adanya TBC yang
sangat aktif. Spesifikasinya termasuk menggunakan ruangan khusus dengan
ventilasi khusus dan pintu yang tertutup. Sebagai tambahan untuk syarat-syarat
pokok, masker digunakan hanya untuk penderita yang batuk, serta tidak dapat
diandalkan untuk terus menerus menutup mulutnya. Baju pelindung digunakan
untuk mencegah kontaminasi yang lebih besar pada pakaian.
e. Tindakan pencegahan bagian dalam: untuk infeksi yang ditularkan melalui
kontak langsung, atau tidak langsung dengan kotoran (feces). Sebagai tambahan
untuk syarat-syarat pokok, spesifikasinya termasuk menggunakan ruangan khusus jika
kebersihan penderita amat jelek (jorok). Tidak dianjurkan pemakaian masker, dan baju
pelindung seharusnya digunakan jika kemungkinan keadaannya kotor, begitu juga
sarung tangan untuk memegang materi yang terkontaminasi.
f. Tindakan pencegahan pembuangan: untuk mencegah infeksi yang ditularkan
melalui kontak langsung dan tidak langsung dengan materi yang purulent atau
pembuangan dan bagian tubuh yang terinfeksi. Tidak dianjurkan untuk
menyediakan ruangan khusus dan penggunaan masker; dan sebagai tambahan
syarat-syarat pokok, baju pelindung seharusnya digunakan, jika kemungkinan
keadaannya kotor dan sarung tangan untuk memegang materi yang
terkontaminasi.
g. Tindakan pencegahan darah/cairan tubuh: untuk mencegah infeksi yang
ditularkan oleh adanya kontak langsung atau tidak langsung dengan darah yang
terinfeksi atau cairan tubuh. Sebagai tambahan syarat-syarat pokok, ruangan
khusus dianjurkan jika kebersihan penderita jelek, sedang masker tidak
dilanjutkan. Baju pelindung seharusnya digunakan jika kemungkinan terdapat
pengotoran pakaian dengan darah atau cairan tubuh, begitu juga penggunaan
sarung tangan jika memegang darah atau cairan tubuh.
1. Molluscicide: zat kimia yang digunakan untuk membasmi bekicot (snails) atau
molluska (binatang lunak) yang lain.
2. Morbidity rate: angka kejadian insidensi yang digunakan dengan memasukkan
semua orang dalam populasi tertentu yang diamati yang secara klinis menderita penyakit
dalam satu batas waktu tertentu. Populasinya dapat dibatasi untuk jenis kelamin atau
golongan umur tertentu, atau dengan sifat khusus yang lain.
3. Mortality rate: suatu angka yang dihitung dengan cara yang sama seperti pada
perhitungan incidence rate dengan pembilang adalah jumlah orang yang meninggal
dalam satu populasi selama periode waktu tertentu, biasanya 1 (satu) tahun. Angka
kematian total atau perkiraan angka kematian kasar yang menggunakan kematian
dari semua sebab, biasanya mencerminkan sebagai kematian per 1000 penduduk,
sedangkan angka kematian penyakit khusus hanya meliputi kematian akibat satu penyakit
tertentu dan biasanya dilaporkan berdasarkan pada kejadian per 100.000 penduduk. Dasar
populasinya dapat ditentukan berdasarkan jenis kelamin, umur atau sifat-sifat lainnya.
Angka kematian harus tidak dikacaukan dengan angka kematian karena penyakit tertentu
(case fatality rate)
4. Nosocomial infection: terjadinya infeksi pada penderita di rumah sakit atau pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang lain dan pada siapa pun yang pada waktu masuk
tidak terdapat tanda-tanda infeksi atau dalam masa inkubasi. Termasuk mendapatkan
infeksi dan rumah sakit, tetapi muncul setelah ke luar dari rumah sakit, atau kejadian
infeksi petugas maupun pengunjung fasilitas tersebut.
5. Pathogenicity: kemampuan agent penyebab penyakit menular untuk menyebabkan
penyakit pada pejamu (host) yang rentan.
6. Patient or sick people: adalah orang yang secara jelas sakit
7. Personal hygiene: tindakan pencegahan yang menyangkut tanggung jawab individu
untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi menyebamya penyakit menular,
terutama yang ditularkan secara kontak langsung. Tindakan tersebut menyangkut:
a. Mencuci tangan dengan sabun dan menyiram dengan air segera setelah buang air
besar air kecil dan selalu sebelum menangani makanan atau makan.
b. Hindari memegang semua benda yang tidak bersih atau segala benda yang sudah
terpakai oleh orang lain untuk keperluan di kamar kecil (toilet), jauhkan dan mulut,
hidung, mata, telinga, alat genitalia dan luka-luka.
c. Hindarkan penggunaan secara umum atau peralatan makan yang tidak bersih, gelas
minum, handuk, sapu tangan, sisir dan rambut serta pipa-pipa.
d. Hindari adanya keterpaparan (eksposur) dari orang lain, karena semprotan dan hidung
dan mulut seperti pada saat batuk, bersin, tertawa atau bicara.
e. Mencuci tangan seluruhnya setelah menangani penderita atau semua barang miliknya.
f. Menjaga kebersihan tubuh dengan sering menyabun dan mandi.
1. Prevalence rate: suatu hasil bagi (angka) yang diperoleh dengan menggunakan
pembilang sebagai jumlah orang yang sakit atau gambaran dari suatu keadaan yang
sebenamya dalam suatu populasi tertentu pada satu waktu tertentu (point prevalence)
atau selama jangka waktu tertentu (periode prevalence), tanpa memperhatikan
kapan mereka mulai sakit atau mulai mengalami kondisi tersebut; dan sebagai penyebut
adalah jumlah orang dalam populasi di mana kasus tersebut terjadi.
2. Quarantine: larangan/pembatasan kegiatan orang atau hewan yang sehat yang telah
mengalami kontak/terpapar dengan kasus penyakit menular selama periode
penularan, untuk mencegah penularan penyakit selama periode inkubasi andai kata
infeksi sudah terjadi.
a. Absolute or Complete Quarantine: pembatasan kebebasan bergerak bagi mereka
yang terpapar/kontak dengan kasus penyakit menular untuk periode waktu yang
tidak lebih dari waktu inkubasi terpanjang dan penyakit tersebut, sebagai usaha
untuk mencegah hubungan dengan mereka yang tidak terpapar.

b. Mudifled Quarantine: suatu pilihan pembatasan sebagian dan kebebasan bergerak


terhadap mereka yang mengalami kontak, umumnya atas dasar diduga atau dicurigai
memiliki tingkat kerentanan yang berbeda dan dihubungkan dengan bahaya
terjadinya penularan penyakit. Hal semacam ini dilakukan pada keadaan yang
khusus. Sebagai contoh: diberlakukannya larangan masuk sekolah bagi murid
tertentu, pembebasan orang yang kebal dari perlengkapan yang khusus dapat
dipakai untuk orang yang rentan, atau larangan bagi anggota mileter ke barak
atau markasnya. Hal ini termasuk: pengawasan perorangan atau surveillans
individu, yakni pengawasan langsung secara sederhana oleh dokter atau
supervisor lainnya terhadap mereka yang mengalami kontak agar dapat
dengan segera mengenal tiap kejadian penyakit infeksi atau penderita tanpa
melakukan larangan yang ketat terhadap kebebasan bergerak; sedangkan
segregation atau pemisahan adalah memisahkan sebagian dari anggota
sekelompok orang atau hewan ternak dari yang lainnya, untuk suatu
pertimbangan khusus, kontrol atau pengamatan/observasi adalah usaha
pemindahan anak yang rentan ke rumah orang yang kebal, atau penentuan
batas sehat atau batas lingkungan sehat untuk melindungi mereka yang tidak
terinfeksi terhadap kelompok populasi yang terkena infeksi.
1. Repellent: bahan kimia yang di aplikasikan pada kulit atau pakaian atau tempat lain
untuk mengurangi:
a. Penyinaran dan penyerangan arthropoda secara individu.
b. Penusukan agent lain pada kulit seperti larva cacing.
1. Report of a Disease : laporan resmi memberitahukan kepada pihak yang
berwewenang atas terjadinya penularan tertentu atau penyakit menular yang lain pada
manusia atau pada hewan. Penyakit pada manusia dilaporkan di Dinas Kesehatan
setempat; sedang pada hewan, ke Dinas Kehewanan atau Dinas Pertanian atau Dinas
Petemakan. Sebagian kecil penyakit pada yang menular ke manusia bisa dilaporkan ke dua
dinas tersebut di atas. Setiap penegak hukum kesehatan dapat mengeluarkan daftar
penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan sesuai kebutuhan khusus. Laporan juga
seharusnya mencatat daftar kasus-kasus penyakit tertentu yang dicurigai, untuk
kepentingan kesehatan masyarakat, biasanya memerlukan investigasi epidemiologi
atau permulaan tindakan pengawasan khusus. Jika seorang terkena infeksi dalam satu
yurisdiksi kesehatan dan kasus dilaporkan dan pihak lain, maka Dinas Kesehatan yang
menerima laporan harus memberitahukan yurisdiksi yang lain, khususnya jika
penyakit tersebut memerlukan pengujian kontak untuk infeksi, atau apabila makanan
atau air atau wahana infeksi lain yang umum mungkin terlibat. Sebagai tambahan
laporan rutin kasus penyakit tertentu, diperlukan pemberitahuan khusus dan semua
wabah atau kejadian luar biasa (outbreak) penyakit, termasuk semua penyakit yang
tidak didaftar sebagai penyakit yang harus dilaporkan.
2. Reservoir of infectious agent: hewan, arthropoda, tanaman, tanah atau zat atau
kombinasinya di mana agent yang menular dapat secara normal hidup dan
berkembang. Pertama bergantung untuk bisa bertahan, kemudian bisa memproduksi
diri sendiri (berbiak), dan pada kondisi tertentu akan bisa ditransmisikan ke pejamu
yang rentan.
3. Resistence: mekanisme tubuh yang secara keseluruhan membuat rintangan untuk
berkembangnya penyerangan atau pembiakan agent menular atau kerusakan oleh racun
yang dihasilkannya.
Inherent resistence: kemampuan untuk melawan penyakit tidak bergantung kepada
antibodi atau respon jaringan yang tumbuh secara khusus; umumnya terletak pada
sifat-sifat anatomi atau faali yang khusus dan pejamu dan kemungkinan secara genetis
atau diperoleh secara permanen atau sementara. Sinonim: Non Specific Immunity
(kekebalan yang tidak khusus).
4. Rodenticide: bahan kimia yang digunakan untuk memusnahkan kelompok rodensia
(binatang pengerat sebangsa tikus) umumnya melalui pencernaan (ingestion).
5. Source of infection : manusia, hewan, objek atau zat lainnya, di mana suatu agent
menular berada pada/di dalam tubuh pejamu (host). Sumber infeksi harus jelas dapat
dibedakan dari sumber kontaminasi, seperti meluapnya bak penampung kotoran sehingga
mencemari persediaan air bersih, atau tukang masak yang sedang terinfeksi mencemari
masakan. (lihat “Reservoir").
6. Surveillance of disease: berbeda dari pengawasan pada orang, maka pengawasan
penyakit merupakan kelanjutan penelitian yang cermat dari segala aspek terjadinya dan
penyebaran penyakit yang berhubungan dengan penanggulangan yang berlaku.
Termasuk di dalamnya pengumpulan dan penilaian yang sistematik dari:
a. Laporan-laporan morbiditas dan mortalitas.
b. Laporan khusus investigasi lapangan dari wabah dan kasus perorangan.
c. Isolasi dan identifikasi faktor penyebab penyakit menular melalui
pemeriksaan laboratorium.
d. Data tentang adanya, guna dan efek yang tidak menguntungkan dari vaksin
dan toksoid, imun globulin, insektisida dan zat lain yang digunakan dalam
kontrol.
e. Informasi mengenai tingkat kekebalan dalam kelompok atau golongan dalam
suatu populasi tertentu.
f. Data epidemiologi lainnya yang berhubungan. Keseluruhan laporan dari data
di atas harus disiapkan dan disebarkan kepada semua pihak yang bekerja
sama dan pihak lain yang perlu mengetahui hasil kegiatan pengawasan.

Tata cara ini berlaku untuk semua tingkat yurisdiksi kesehatan masyarakat dari tingkat
lokal sampai ke tingkat internasional. Pengawasan serologi mengidentifikasi bentuk-
bentuk infeksi sekarang ini dan sebelumnya dengan menggunakan tes serologi.

1. Susceptible: orang atau hewan yang dianggap tidak mempunyai kekebalan (daya tahan)
yang cukup untuk melawan agent patogen khusus untuk mencegah terjadinya infeksi
atau penyakit jika mengalami keterpaparan pada agent (rentan).
2. Suspect case: orang yang mempunyai riwayat kesehatan dan tanda-tanda yang dianggap
bahwa dia mungkin menderita atau sedang terjangkit penyakit yang menular.
3. Transmission of infectious agent: segala cara atau mekanisme di mana agent menular
menyebar dari sumber atau reservoir ke manusia.
Mekanisme-mekanisme tersebut adalah:
a. Direct transmission: penularan langsung yang pada dasarnya pemindahan yang
cepat dari agent menular ke pintu masuk yang sesuai di mana akan menimbulkan
infeksi pada manusia atau hewan. Hal ini bisa karena adanya kontak langsung
seperti sentuhan, gigitan, ciuman atau hubungan kelamin, atau secara proyeksi
langsung dan semprotan droplet pada conjunctiva atau pada selaput lendir mata,
hidung atau mulut pada waktu bersin, batuk, meludah, bernyanyi atau berbicara
(biasanya pada jarak sekitar 1 meter atau kurang).
b. Indirect transmission:
1. Vehicle-Borne: bahan/benda mati yang terkontaminasi atau benda fomites
seperti mainan, sapu tangan, pakaian kotor, segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan tempat tidur, alat-alat masak dan makan, alat-alat bedah
atau bajunya, air, makanan, susu, produk-produk biologi termasuk darah, serum,
plasma, jaringan atau anggota tubuh atau semua bahan yang dapat dipakai
sebagai media perantara di mana agent menular diangkut dan masuk ke dalam
pejamu (host) yang rentan melalui pintu masuk yang sesuai.
2. V e c t o r - B o r n e :
a. Secara mekanis: termasuk mekanisme penularan yang sederhana di mana
serangga yang pada kakinya melekat berlumpur/kotoran, lalu hinggap dan
merangkak atau berjalan atau dengan jalan organisme masuk ke dalam
saluran pencernaan. Di sini organisme tersebut tidak memerlukan pembiakan
pertumbuhan dalam tubuh vektor.
b. Secara biologis: perkembangbiakan, siklus maupun pertumbuhan atau
kombinasi dari keduanya diperlukan sebelum arthropoda dapat memindahkan
bentuk infektif unsur penyebab ke manusia. Setelah terjadi infeksi diperlukan
masa inkubasi sebelum arthropoda menjadi infektif. Unsur penyebab yang
menular dapat dilewati secara vertikal untuk generasi berikutnya (penularan
transovarium): menunjukkan adanya jalan pintas dari satu tahap siklus hidup
ke yang lain, sebagaimana bentuk ke dewasa. Transmisi mungkin melalui
injeksi cairan kelenjar saliva sewaktu penggigitan, atau dengan muntah
atau endapan tinja pada kulit, atau bahan lain yang dapat menembus melalui
luka gigitan ataupun masuk melalui area yang luka karena garukan atau
gosokan. Penularan ini adalah oleh pejamu (host) invertebrata yang
terinfeksi dan pemindahan terjadi melalui suatu mekanisme yang cukup
kompleks oleh vektor sebagai penghubung. Walaupun arthropoda di sini pada
setiap peranan, adalah sebagai vektor.
1. Air-Borne: penyebaran unsur penyebab secara aerosol ke pintu masuk yang
sesuai, biasanya saluran pernapasan. Unsur aerosol adalah pengandung partikel-
partikel di udara yang terdiri dari sebagian, atau dapat seluruhnya jasad renik.
Keberadaannya di udara dapat mencapai periode waktu yang lama, di mana
sebagian kembali aktif dan lainnya kemudian menjadi tidak efektif dan tidak
virulen. Partikel di antara diameter 1- 5 u dengan mudah masuk ke dalam alveolus
paru-paru dan mungkin tertahan di sana. Yang tidak dianggap sebagai air-borne
ialah droplet dan partikel besar yang lain.
a. Droplet nuclei: biasanya merupakan sisa/residu yang hanya sedikit, dihasilkan
dari penguapan cairan droplet yang dipancarkan oleh pejamu yang terinfeksi.
Bentuk ini dapat juga diciptakan dengan sengaja oleh alat yang dapat
mengubah cairan menjadi bagian yang sangat kecil atau dengan tidak
sengaja seperti pada laboratorium mikrobiologi atau pada rumah potong
hewan, atau ruang autopsi. Biasanya mereka berada di udara dalam
periode waktu yang lama.
b. Dust: partikel kecil yang ukurannya sangat bervariasi, bisa berasal dari
tanah (umpanianya spora jamur yang terpisah dan tanah kering karena
angin), pakaian, segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat tidur
dan lantai yang terkontaminasi.
1. Virulence: adalah tingkat patogenitas suatu agent menular, yang dinyatakan oleh angka
kefatalan kasus atau kemampuannya untuk menyerang dan merusak jaringan pada
pejamu.
2. Zoonosuis: adalah suatu infeksi atau penyakit menular yang secara alam dapat
ditularkan dari hewan vertebrata ke pejamu manusia. Bisa enzootik atau epizootik (lihat
"Endemic" dan "Epidemic").

BAB III
MANIFESTASI KLINIK
SECARA UMUM

1. Spektrum Penyakit Menular


Pada proses penyakit menular secara umum, maka dapat dijumpai berbagai
manifestasi klinik sebagai hasil proses penyakit pada individu, mulai dari gejala klinik yang
tidak tampak (inapparent infection) sampai pada keadaan yang berat disertai komplikasi dan
berakhir cacat atau meninggal dunia.
Akhir dari proses penyakit adalah sembuh atau meninggal dunia. Penyembuhan
dapat lengkap atau dapat berlangsung jinak (mild) atau dapat pula dengan gejala sisa yang
berat (severe sequele). Ada pula penyakit yang biasanya tidak tampak secara jelas tetapi
dianggap sebagai kelompok penyakit berat karena mempunyai angka kematian (case fatality
rate) yang tinggi atau angka manifestasi klinik berat yang cukup tinggi. Dalam hal ini
harus diingat bahwa CFR merupakan jumlah kematian penyakit tertentu dibagi dengan
jumlah penderita penyakit dengan gejala Minis jelas, sedangkan arteka kematian
penyakit tertentu (mortality rate) adalah jumlah kematian penyakit tertentu dibagi
dengan jumlah penduduk yang risk terhadap penyakit tersebut.
Suatu penyakit menular dianggap berat bila penyakit tersebut mempunyai CFR yang
tinggi atau apabila sembuh maka sebagian besar penderita sembuh dengan disertai gejala
sisa (neat). Dalam menilai berat ringannya penyakit dapat dilihat dari dua segi yakni dari
segi perorangan/individual serta dari segi masyarakat yakni pengaruhnya terhadap
kelompok populasi.

Gambar 1
Proses Kejadian Penyakit
Meningal
Penyakit dengan insidensi rendah tetapi dengan CFR yang tinggi seperti
rabies, merupakan penyakit yang berat secara perorangan, sedangkan penyakit dengan
insidensi yang tinggi tetapi tidak berat (umpamanya diare) akan memberikan keadaan
yang lebih serius sebagai masalah kesehatan masyarakat karena merupakan unsur
yang menimbulkan peningkatan kematian populasi secara keseluruhan. Dalam hal ini
maka yang dimaksud dengan peningkatan kematian dalam masyarakat adalah jumlah
kematian di atas dan tingkat/batas normal yang telah diperkirakan pada suatu daerah
tertentu dalam jangka waktu tertentu pula (di luar kejadian luar biasa/wabah).
Adapun bentuk berat ringannya penyakit secara individu juga akan memberikan
dampak terhadap status kesehatan masyarakat terutama yang berkaitan dengan sumber
penularan baik sebagai penderita maupun sebagai pembawa kuman (karier). Manifestasi
klinik penyakit menular pada penderita dapat dibagi dalam tiga kelompok utama. (lihat
gambar 2)
Gambar 2
Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik dari Tiga Jenis
Penyakit menular
I. Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik

Contoh : tuberk
II. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas

Contoh : campak
III. Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian

Contoh : rabies
fatal
Tanp
Gejal
a
gejal
ringa
sedan
berat
a
n
g

1. Kelompok pertama, yakni penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita


terselubung yakni penderita tanpa gejala atau hanya disertai gejala ringan saja, di
mana penyakit tidak menampakkan diri pada berbagai tingkatan. Bentuk
demikian ini mempunyai tingkat patogenitas yang rendah, di mana hanya
sebagian kecil yang menampakkan diri secara klinis dan sangat sedikit yang
menjadi berat atau meninggal dunia. Bentuk penyakit seperti ini dalam
masyarakat disebut sebagai bentuk gunung es (iceberg), di mana yang tampak di
permukaan hanya sebagian kecil saja dan keseluruhan.Contoh penyakit seperti ini
umpamanya tuberkulosis, di mana jumlah penduduk dengan tes tuberkulosis cukup
tinggi berarti pernah terserang penyakit TBC pada waktu yang lampau, tetapi hanya
sejumlah kecil anggota populasi yang dilaporkan menderita TBC selama ini.
Contoh lain adalah poliomyelitis dalam masyarakat, hepatitis A pada anak
serta infeksi lainnya.
2. Kelompok kedua, adalah penyakit dengan bagian yang berselubung (tanpa
gejala) relatif sudah kecil. Sebagian besar penderita tampak secara klinis dan
dapat dengan mudah didiagnosis, karena umumnya penderita muncul dengan gejala
klasik. Di antara mereka yang menderita, hanya sebagian kecil saja yang menjadi
berat atau berakhir dengan kematian. Contoh penyakit kelompok ini antara lain
penyakit campak (measles), penyakit cacar air (chickenpox)dan lainnya.
3. Kelompok terakhir,adalah penyakit yang menunjukkan proses kejadian yang umumnya
berakhir dengan kelainan atau berakhir dengan kematian. Kelompok penyakit ini
secara klinik selalu disertai dengan gejala klinis berat, dan sebagian besar meninggal.
Contoh yang paling klasik adalah penyakit rabies (gila anjing) dengan angka
kematian (CFR) sangat tinggi. Selain itu dikenal pula penyakit tetanus bayi serta
beberapa penyakit virus yang menyerang selaput otak dan lain-lain.

1. Infeksi Terselubung (Tanpa Gejala Minis)

Infeksi terselubung adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan diri
secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas. Dengan demikian maka
berbeda dengan penyakit yang jelas diagnosisnya, yang dapat diketahui dengan cara
klinis raja, maka infeksi terselubung tidak dapat didiagnosis tanpa cara tertentu seperti
tes tuberkulosis, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam tubuh dan bentuk
lainnya. Penderita campak umpamanya sangat mudah dikenal berdasarkan gejala klinik,
begitu pula penderita penyakit rabies. Sebaliknya, mereka yang ketularan polio
umpamanya, sangat sulit untuk mendeteksi keseluruhannya, karena sebagian besar dan
mereka tanpa gejala klinik atau dengan gejala klinik yang tidak jelas.

Untuk mendapatkan perkiraan yang tepat tentang besamya clan luasnya kejadian
infeksi terselubung penyakit tertentu dalam masyarakat, dibutuhkan pengamatan/survei
epidemiologis di mana dilakukan tes tertentu pada semua populasi untuk mengetahui
berapa besarnya penyebaran penyakit dalam masyarakat. Hasil survei ini sangat
berguna untuk kepentingan pelaksanaan program, di samping sangat bernilai dalam
memberikan keterangan untuk kepentingan pendidikan. Di samping itu, pemeriksaan
laboratorium juga memegang peranan untuk pengobatan berbagai penyakit dengan
gejala yang bersifat umum selain untuk kepentingan epidemiologis.

Peranan infeksi terselubung dalam usaha pencegahan serta penanggulangan


penyakit menular tertentu sangat penting karena infeksi terselubung mempunyai
potensi sebagai sumber penularan yang cukup berbahaya. Pada waktu yang lalu
sebelum dikenal adanya infeksi terseluhung, maka usaha penanggulangan penyakit
menular diarahkan pada kasus/penderita yang tampak jelas saja. Penekanan kegiatan lebih
diarahkan pada isolasi penderita, membebas hamakan barang/alat, serta melakukan tindakan
karantina terhadap mereka yang terpapar dan dicurigai sedang dalam masa tunas
penyakit.
Gambar 3
Hubungan Antara Keadaan Manifestasi Penyakit dengan
Pencatatan dan pelaporan

Tanpa gejala klinik Ringan Sedang Berat


Fatal

Dewasa ini walaupun isolasi penderita beberapa penyakit menular tertentu


masih dilakukan demikian pula berbagai usaha membebas hamakan benda/alat, akan tetapi
dalam usaha penanggulangan penyakit menular pada umumnya lebih diarahkan pada
kemungkinan penyebaran organisme penyebab dalam masyarakat. Penderita tanpa gejala
klinik memegang peranan penting karena mereka merupakan sumber utama
penyebaran penyakit menular tertentu di masyarakat. Sebagai contoh adalah usaha
penyembuhan dan pengobatan penderita penyakit gonorrhoe tanpa gejala (melalui
usaha penyaringan kelompok dengan risiko yang tinggi) merupakan salah satu usaha
penanggulangan penyakit tersebut dalam masyarakat.

Dengan adanya perbedaan manifestasi klinik pada berbagai jenis penyakit


menular maka tidak semua penderita/kejadian penyakit menular dalam masyarakat dapat
tercatat dengan baik (gambar 3) oleh petugas kesehatan. Pada umumnya, hanya
penyakit dengan manifestasi penyakit yang berat yang akan tercatat sebagai penderita
rawat nginap di rumah sakit. Sedangkan penderita dengan gejala klinik ringan atau
sedang, mungkin sebagian besar akan pergi ke pusat pelayanan kesehatan atau ke
dokter untuk berobat sehingga dapat tercatat pada laporan kejadian penyakit.
Sedangkan penyakit tanpa gejala klinik umumnya tidak tercatat dan tidak
dilaporkan. Oleh sebab itu, pada penyakit tertentu akan terjadi pelaporan
peristiwa kejadian infeksi lebih rendah dan sebenamya, sedangkan untuk penyakit
yang manifestasi klinik berat, akan menghasilkan angka kematian (CFR) lebih tinggi
dari yang sebenamya. Dcngan demikian, maka pada analisis penyakit menular dalam
masyarakat, harus ditetapkan pula kriteria diagnosis yang digunakan.
BAB IV
KOMPONEN PROSES
PENYAKIT MENULAR

1. Faktor Penyebab Penyakit Menular


Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat, maka dikenal
adanya beberapa faktor yang memegang peranan penting antara lain adanya faktor
penyebab (agent) yakni organisme penyebab penyakit, adanya sumber penularan
(reservoir maupun resources), adanya cara penularan khusus (mode of transmission),
adanya cara meninggalkan pejamu dan cara masuk ke pejamu lainnya, serta keadaan
ketahanan pejamu itu sendiri.
Yang merupakan penyebab kausal (agent) penyakit menular adalah unsur
biologis, yang bervariasi mulai dari partikel virus yang paling sederhana sampai organisme
multiselular yang cukup kompleks yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Unsur penyebab ini dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok yakni:
1. Kelompok arthropoda (serangga), seperti pada penyakit scabies, pediculosis dan
lain-lain;
2. kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupun cacing perut dan lain
sebagainya;
3. kelompok protozoa, seperti plasmodium, amuba dan lain-lain..
4. fungus atau jamur, baik uni maupun multiselular,
5. bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia yang memiliki sifat tersendiri;
6. virus sebagai kelompok penyebab yang paling sederhana.

Sebagai makhluk biologis yang sebagian besar adalah kelompok


mikroorganisme, unsur penyebab penyakit menular tersebut juga mempunyai potensi
untuk tetap berusaha untuk mempertahankan diri terhadap faktor lingkungan di mana
ia berada dalam usaha mempertahankan hidupnya serta mengembangkan
keturunannya.
Adapun usaha tersebut yang meliputi berkembang biak pada lingkungan yang
sesuai/menguntungkan, terutama pada host/pejamu di mana mikro-organisme tersebut
berada, berpindah tempat dari satu pejamu ke pejamu lainnya yang lebih
sesuai/menguntungkan, serta membentuk pertahanan khusus pada gituasi lingkungan
yang jelek seperti membentuk spora atau bentuk lainnya.
Gambir 4
Proses penularan penyakit
Sumber
Keadaan
Cara Penularan
Pejamu
penularan
Keadaan
Penderitaumum
Kontak langsung
Pembawa
Kekebalan kuman
Melalui udara
Binatang
Status gizi
Melalui sakit
makanan
Tumbuhan/benda
Keturunan
dan minuman
Melalui vektor

Cara keluar dari sumber dan cara masuk ke pejamu melalui :


1. Mukosa/kulit
2. Saluran pencernaan
3. Saluran pernafasan
4. Saluran urogenitalia
5. Gigitan, suntikan, luka
6. Placenta

Berbagai sifat karakteristik unsur penyebab ditentukan oleh unsur itu sendiri
dan tidak tergantung pada interaksinya dengan pejamu. Sifat-sifat tersebut antara lain
adalah morfologi/bentuk, sifat kimiawi, perubahan antigenik, kebutuhan akan
pertumbuhan (suhu, makanan dan lainnya), kesanggupan hidup di luar tubuh pejamu
pada berbagai perantara (seperti air, susu dan tanah), kesanggupan hidup di dalam
berbagai keadaan suhu dan kelembaban, macamnya pejamu (binatang, manusia dan lain-
lain), kesanggupan menghasilkan toksin, kesanggupan untuk resisten terhadap
antibiotik dan berbagai zat kimiawi lainnya, serta kesanggupan untuk mendapat
informasi genetik yang baru dan plasmid atau partikel kehidupan lainnya. Pada
umumnya, semua penyebab penyakit infeksi/menular bervariasi nyata dalam sifat-
sifat intrinsik ini. Pengertian sifat intrinsik mungkin sangat esensial untuk memahami
sifat epidemiologi dan faktor penyebab, termasuk di dalamnya cara penularan.
Selain itu strain atau isolasi penyebab tertentu dan berbagai kejadian luar biasa serta
dari berbagai daerah geografis dan pada berbagai waktu tertentu dapat memberikan
perbedaan yang nyata dalam sifat-sifat yang ada.
1. Interaksi Penyebab dengan Pejamu
Berbagai sifat yang sering dianggap berasal dan unsur penyebab tetapi temyata
sesungguhnya bukanlah sifat intrinsik penyebab, melainkan merupakan sifat yang
sangat tergantung/dipengaruhi oleh interaksi antara pejamu dengan penyebab tersebut.
Termasuk dalam hal ini tingkat infeksivitas, patogenesis, virulensi, serta imunogenitis.
Kondisi lingkungan, besamya dosis dan cara penularan tertentu dapat mengubah sifat-
sifat penyebab tersebut. Pada patogenitas yang sama tetapi berasal dan sumber yang
berbeda akan berbeda pula dalam berbagai sifat tersebut di atas. Faktor pejamu seperti
umur, ras, status gizi, dapat pula secara drastis mengubah kesanggupan penyebab
dalam menimbulkan infeksi, atau menghasilkan penyakit dengan gejala sedang
maupun berat, bahkan dapat meningkatkan kekebalan pejamu maupun kekebalan
masyarakat secara umum.
Infektivitas dapat diartikan sebagai kemampuan unsur penyebab (agent) untuk
masuk dan berkembang biak (menghasilkan infeksi) dalam tubuh pejamu.
Berdasarkan hasil percobaan maka infeksivitas dapat dianggap sebagai jumlah minimal
dari unsur penyebab (mikroorganisme) yang dibutuhkan untuk menimbulkan infeksi
terhadap 50% dari sekelompok pejamu pada spesies yang sama (LD50). Angka
ini dapat bervariasi tergantung pada sifat penyebab, cara penularan, sumber
penularan serta berbagai faktor yang berhubungan dengan pejamu seperti umur, jenis
kelamin dan lain-lain. Contoh penyakit dengan derajat infektivitas yang tinggi
adalah campak sedangkan yang infektivitasnya relatif rendah adalah lepra.
Derajat infektivitas pada manusia tidak dapat dihitung melalui suatu percobaan
karena hal ini melanggar etik. Beberapa teknik untuk menganalisis dan mempelajari
besarnya infektivitas dengan melihat kemudahan dan kecepatan dari unsur penyebab
menyebar dalam masyarakat, proporsi dan kontak langsung (kontak serumah) yang
mengalami infeksi/ketularan (angka serangan sekunder) atau dengan melakukan survei
sero-epidemiologis pada saat segera setelah epidemi berakhir untuk menentukan
banyaknya anggota masyarakat yang ketularan/terkena infeksi.
Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit dengan gejala
klinik yang jelas. Bila pada suatu populasi tertentu dilakukan penelitian
laboratorium selama dan/atau mengikut suatu letusan (kejadian luar biasa) suatu
penyakit tertentu dengan menggunakan cara diagnosis laboratorium yang tepat, cukup
sensitif dan spesifik, maka patogenesis atau proporsi infeksi yang muncul dengan
gejala klinik jelas dapat ditentukan/dihitung. Seperti halnya dengan derajat infektivitas,
maka faktor pejamu dan faktor lingkungan, dosis penyebab, serta cara masuknya
penyebab ke dalam pejamu serta bentuk sumber penularan mungkin dapat mengubah atau
mempengaruhi tingkat patogenesis penyebab atau penyakit menular tertentu. Sebagai
contoh, staphilococcus tidak bersifat patogen bila berada dalam rektum, tetapi
dengan organisme yang sama bila ditemukan di rongga peritoneum atau selaput
otak, akan menimbulkan penyakit yang cukup serius. Bentuk ini merupakan penyakit
infeksi dan bukan suatu bentuk penyakit menular. Beberapa mekanisme lain di
mana satu penyebab patogen akan mengakibatkan kelainan yang sedang atau bcrat
pada pejamu akan diterangkan tersendiri.
Virulensi dapat diartikan sebagai nilai proporsi penderita dengan gejala klinis
yang berat, terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas. Dalam hal ini maka
Case Fatality Rate (CFR) dapat pula merupakan ukuran virulensi. Virulensi dapat
tergantung pada dosis, cara masuknya faktor penyebab atau cara penularan, serta faktor
pejamu sendiri seperti umur, jenis kelamin, ras dan lainnya. Contoh dapat kita lihat
pada penyakit pes yang akan menjadi berat bila masuk melalui pernapasan ke paru-
paru (bubonik) dari pada masuk tubuh pejamu melalui gigitan kutu tikus (pes kelenjar).
Begitu pula penyakit oleh bakteri Nisseria Meningitis akan sangat ringan bila hanya
infeksi pada nasopharinx, tetapi dapat berat bahkan fatal bila terjadi meningitis. Pada
penyakit poliomyelitis, kemungkinan akan lebih berat bila mengenai orang dewasa bila
dibanding dengan infeksi pada anak. Sedangkan untuk penyakit tetanus, akan banyak
dipengaruhi oleh cara masuknya ke dalam tubuh serta umur penderita di mana tetanus
neonatorum biasanya lebih fatal dibanding tetanus pada orang dewasa.
Imunogenisitas adalah kemampuan menghasilkan kekebalan atau imunitas.
Tergantung pada jenis patogen penyebab, maka bentuk kekebalan dapat berupa
kekebalan humoral primer, kekebalan selular atau campuran keduanya. Imunitas dapat
dipengaruhi oleh faktor keadaan pejamu seperti umur, ras, status gizi, dan juga dapat
oleh dosis dan virulensi daripada infeksi yang terjadi. Unsur penyebab yang
berkembang biak pada tempat tertentu seperti pada saluran pernapasan, saluran
genitalia serta permukaan/mukosa saluran pencemaan akan mungkin hanya
menghasilkan imunitas lokal/ setempat dan bukan dalam bentuk sistemik. Di samping
itu berbagai unsur penyebab juga berbeda dalam kesanggupan intrinsiknya merangsang
pembentukan dan kelangsungan imunitas. Umpamanya unsur penyebab penyakit
campak dapat menghasilkan kekebalan seumur hidup, sedangkan di lain pihak,
gonococcus tidak memiliki kemampuan semacam itu sehingga seseorang dapat
terserang gonorrhoe beberapa kali.

2. Mekanisme Patogenesis
Bila unsur penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh pejamu berbagai
kemungkinan akan timbul. Kemungkinan pertama adalah tidak terjadi proses
patogenesis seperti masuknya bakteri tetanus melalui makanan ke dalam rongga perut.
Akibat lain adalah terjadinya proses patogenesis tetapi tidak menimbulkan gejala
klinis, dan seterusnya berbagai kondisi tersebut telah diterangkan pada bab
sebelumnya.
Efek patogen yang dihasilkan oleh unsur penyebab penyakit menular/infeksi
dapat terjadi karena berbagai mekanisme tertentu. Di antara mekanisme tersebut
antara lain: invasi jaringan secara langsung, produksi toksin, rangsangan imunologis
atau reaksi alergi yang menyebabkan kerusakan pada tubuh pejamu, infeksi yang
menetap (infeksi laten), merangsang kerentanan pejamu terhadap obat dalam
menetralisasi toksititas, serta ketidakmampuan membentuk daya tangkal (immuno
supression). Dan berbagai mekanisme tersebut tidak jarang dijumpai lebih dari satu
mekanisme terlibat secara bersamaan, atau dapat pula terjadi perbedaan
manifestasi klinik karena perbedaan mekanisme yang terjadi walaupun oleh unsur
penyebab patogen yang sama.
Sejumlah besar unsur penyebab menimbulkan penyakit melalui mekanisme
invasi langsung ke jaringan. Termasuk dalam kelompok ini sejumlah penyakit
parasit seperti amubiasis, giardiasis, serta beberapa jenis cacing nematoda,
cestoda serta nematoda. Juga beberapa jenis infeksi oleh bakteri seperti
meninghitis bakteri, berbagai jenis infeksi saluran kemih, pharingitis dan lain
sebagainya. Sedangkan infeksi virus dalam kelompok ini seperti infeksi virus
saluran pernapasan atas, saluran pencemaan serta virus selaput otak (arbovirus
encephalitis dan rabies).
Sejumlah tertentu penyakit terjadi karena mekanisme produksi toksin oleh
unsur penyebab. Berbagai penyakit dalam kelompok ini seperti tetanus, dipteria,
serta infeksi oleh enterotoksin dan E. Coli. Di lain pihak, infeksi oleh
Staphilococcus aureus yang termasuk dalam kelompok invasi langsung, dapat pula
menimbulkan penyakit karena produksi toksinnya seperti pada penyakit keracunan
makanan (food poisoning).

Pada beberapa penyakit lainnya, mekanisme imunologis termasuk alergis


merupakan bagian dan mekanisme/proses patogen terjadinya penyakit. Di antara
penyakit-penyakit yang mempunyai komponen imunologis yang penting adalah
tuberkulosis, demam berdarah dengue dan berbagai penyakit lainnya.
Infeksi oleh bakteri yang bersifat menahun atau mungkin tetap serta infeksi
virus yang bersifat laten adalah bagian mekanisme patogenesis penting yang dapat
menimbulkan berbagai penyakit tertentu. Bakteri mungkin tetap berada dengan
keadaan tanpa gejala setelah mengalami infeksi penyakit tertentu seperti
Hemophilus influensa, Neisseria meningitidis, streptococcus dan lain-lain pada saluran
pernapasan bagian atas. Demikian pula di saluran empedu dengan Salmonella typhii,
atau di bagian saluran pcncemaan lainnya pada beberapa spesies salmonela tertentu.
Pada saluran kemih dapat terjadi mekanisme yang sama umpamanya pada infeksi
oleh pseudonhonas, serratia dan lain-lain. Dalam bentuk tersebut di atas, semua bakteri
dapat diperoleh pada daerah yang terinfeksi dan dapat dikultur.
Dalam hal infeksi virus yang bersifat laten seperti herpes I dan II,
Varicella zoster, enchepalitis, dan beberapa jenis virus lainnya, dijumpai bahwa asam
nukleus dan virus tersebut menetap dalam sel tetapi mekanisme seluler mencegah
terjadinya lingkaran replikasi virus dan tidak terjadi pembentukan virus baru. Pada
suatu keadaan stres atau gangguan hormonal, maupun adanya faktor lingkungan
yang mengubah pengaturan/hubungan sel pejamu (tempat virus menetap) maka
pembentukan virus lengkap akan terjadi dan kemungkinan akan menghasilkan
penyakit dengan gejala klinis jelas.
Juga dijumpai suatu unsur penyebab yang dapat menimbulkan penyakit dengan
gejala yang berat melalui mekanisme peningkatan kepekaan pejamu melawan obat
yang relatip tidak toksis. Keadaan sepeni ini diperkirakan terjadi pada mekanisme
patogenesis sindrom dari Reye (Reye's syndrom) di mana infeksi oleh sejenis
virus variccella dan virus influenza B yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit
dengan gejala yang berat (encephalopathy) jika penderita diobati dengan obat yang
mengandung salisilat.
Akhir-akhir ini, telah ditemukan suatu keadaan baru yang cukup
mengkhawatirkan dalam biding penyakit menular dengan munculnya apa yang dikenal
dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Penyakit ini diperkirakan
mempunyai CFR sebesar 70%. Pada kondisi penyakit AIDS ini maka berbagai
organisme penyebab dapat menggunakan kesempatan, termasuk pneumocystic carinii,
kelompok atypical mycoplasma, toxoplasma gondii serta inveksi cytomegalovinis, serta
kanker kaposi's sarcoma pernah diketemukan. AIDS dapat dihubungkan dengan
penekanan atau perubahan mekanisme imunoseluler yang timbul karena perubahan rasio
T-cell helperlsuppressor serta tidak ada reaksi terhadap antigen pada tes kulit yang
umum. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengisolasikan serta mengidentifikasi
unsur penyebab yang dapat menimbulkan penekanan imunitas yang kemudian
menyebabkan keganasan serta manifestasi penyakit infeksi.

Gambar 5
Spektrum patogenesis antara penyebab dengan pejamu

Jenis penyakit Invasi Produksi Hipertensi


Botulismus 0 ++++ 0

Tetanus + ++++ 0

Diphtheria ++ ++++ 0

Stapyhyloccosis +++ ++ +/-

Pneumococcosis ++++ 0 -

Streptococcosis +++ ++ ++

Tuberculosis +++ 0 ++++

3. Sumber Penularan (Reservoir)


Oleh karena unsur penyebab penyakit menular adalah unsur biologis yang
merupakan unsur organisme hidup, maka unsur penyebab ini membutuhkan tempat
yang sesuai untuk berkembang biak serta untuk mempertahankan kelanjutan
hidupnya. Reservoir atau sumber penularan adalah organisme hidup atau barang
mati (misalnya tanah ataupun air), di mana unsur penyebab penyakit menular
hidup secara normal dan berkembang biak. Dengan demikian, maka reservoir penyakit
menular dapat berupa manusia, binatang, tumbuhan serta sumber-sumber lingkungan
lainnya. Konsep reservoir merupakan pusat penyakit menular karena reservoir adalah
komponen utama dari lingkaran penularan di mana unsur penyebab meneruskan dan
mempertahankan hidupnya, dan juga sekaligus sebagai pusat/ sumber penularan dalam
suatu lingkaran penularan. Reservoir khusus untuk unsur penyebab adalah mereka yang
sesuai dengan lingkaran hidup unsur penyebab tersebut secara alamiah.
a. Manusia Sebagai Reservoir
Dari sekian banyak jenis dan kelompok penyakit menular, ada sebagian di
antaranya yang hanya dijumpai atau lebih sering _hanya dijumpai pada manusia.
Penyakit ini umumnya berpindah dari manusia ke manusia dan hanya dapat
menimbulkan penyakit pada manusia saja. Dengan demikian reservoir satu-
satunya tentu hanya manusia saja. Suatu lingkaran penularan penyakit yang
sangat sederhana dengan reservoir manusia serta penularan dan manusia ke
manusia. Bentuk lingkaran penularan ini merupakan bentuk khusus dari
berbagai penyakit tertentu di mana secara umum manusia merupakan subjek
utamanya. Kebanyakan penyakit kelompok ini dijumpai pada penyakit saluran
pernapasan oleh virus maupun bakteri seperti pada infeksi staphylooccus dan
streptooccus, dipteria, nertusis, TBC influensa, pada beberapa penyakit kelamin
seperti gonorrhoe dan sipilis, serta pada penyakit lepra dan penyakit kulit lainnya.
Proses infeksi dikatakan terjadi bila unsur penyebab penyakit masuk dan
berkembang biak dalam tubuh pejamu yang menimbulkan reaksi dari pejamu
tersebut. Reaksi pejamu mungkin timbul dan tampak secara jelas, tetapi dapat
pula hanya pada tingkat yang paling minimal di mana unsur penyebab hanya
berada pada permukaan tubuh dan pada tingkat yang cukup untuk
mempertahankan diri tanpa menghasilkan gejala yang dapat tampak sebagai reaksi
dari pejamu. Keadaan seperti ini disebut kolonisasi sepeni beradanya Stophylococcus
aureuspada mukosa hidung.

Tingkat selanjutnya adalah infeksi terselubung/tanpa gejala dan dalam


bentuk subklinik. Pada tingkat ini, unsur penyebab tidak hanya berkembang biak
dalam tubuh pejamu, tetapi juga menimbulkan reaksi yang dapat diukur,
walaupun secara klinik belum dapat ditentukan. Pada keadaan di mana infeksi
telah mencapai tingkat gejala klinik yang jelas yang disertai dengan gejala dan
kelainan fisik, maka keadaan pejamu disebut penderita klinik atau kasus
penyakit infeksi. Dengan demikian, maka penularan penyakit ke pejamu
potensial lainnya akin memberikan berbagai keadaan antara lain bentuk
kolonisasi, infeksi terselubung (covert) serta kasus penderita (overt). Dengan
demikian maka manusia sebagai reservoir dapat sebagai penderita dengan gejala
klinis yang jelas tetapi dapat pula dalam bentuk pembawa kuman (carrier)
dengan tanpa gejala klinis sama sekali.
Carrier atau pembawa kuman adalah penderita/atau mereka yang
sedang/pemah terinfeksi yang masih mengandung unsur penyebab penyakit
menular tetapi tanpa gejala klinis. Dengan demikian pembawa kuman adalah
reservoir yang punya potensi sebagai sumber penularan (lihat definisi carrier).
Melihat perjalanan penyakit pada pejamu, bentuk pembawa kuman (carrier)
dapat dibagi dalam beberapa jenis.
1. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak
pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi
mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada
penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meninggococcus.
2. Incubatory carrier (masa tunas) ialah mereka yang masih aalam masa
tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/sebagai
sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air (chickenpox), campak
(measles) dan pada virus hepatitis.
3. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) ialah mereka yang baru sembuh
dan penyakit menular tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan
penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya
kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonela,
pada hepatitis B, dan pada dipteri.
4. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama
seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.

Perlu diperhatikan di sini bahwa carrier/pembawa kuman hanya berlaku bagi


mereka yang dapat menjadi sumber penularan, artinya sejumlah penyakit tertentu
dengan infeksi tanpa gejala, berarti mengandung unsur penyebab tetapi tidak
bersifat carrier karena tidak dapat menularkan unsur penyebab tersebut kepada
orang lain. Contohnya pada mereka dengan TBC primer atau dengan tes tuberkulin
yang positif, tidak bersifat carrier.
Jadi manusia dalam kedudukannya sebagai reservoir penyakit menular dapat
dibagi dalam tiga kategori utama.
1. Reservoir yang umumnya selalu muncul sebagai penderita, umpamanya
pada penyakit cacar, campak maupun TBC dan lepra dapat pula
digolongkan pada kelompok ini.
2. Reservoir yang dapat sebagai penderita maupun sebagai carrier seperti
pada dipteria, kolera, tifus abdominalis dan beberapa lagi lainnya.
3. Reservoir yang umumnya selalu bersifat penderita, akan tetapi tidak dapat
menularkan langsung penyakitnya ke pejamu potensial lainnya, tetapi
harus melalui perantara hidup seperti vektor atau pejamu antara lain seperti
pada malaria, filaria dan lain sebagainya.

a. Reservoir Binatang atau Benda Lain


Selain dan manusia sebagai reservoir, maka penyakit menular yang
mengenai manusia dapat berasal dan binatang terutama yang termasuk dalam
kelompok penyakit zoonosis seperti: brucellosis, antraks, TBC bovine,
leptospirosis, rabies dan lain-lain. Penyakit zoonosis adalah penyakit yang secara
alamiah dijumpai di kalangan hewan bertulang belakang (vertebrata), yang dapat
juga menular ke manusia, walaupun reservoir utamanya adalah binatang.

Beberapa penyakit zoonosis utama dan reservoir utamanya


1. Pes (plaque) Tikus
2. RABIES (penyakit gila anjing) Anjing
3. Bovine Tuberculosis Sapi
4. Thypus, Scrub & Murine Tikus
5. Leptospirosis Tikus
6. Virus Encephalitides Kuda
7. Trichinosis Babi
8. Hidatosis Anjing
9. Brocellossis Sapi, Kambing
Pada umumnya penyakit tersebut di atas tidak menimbulkan pada manusia
kedudukan sebagai reservoir. Tetapi pada beberapa penyakit virus tertentu seperti
virus demam dengue, maka terjadi perubahan sirkulasi penularan dari binatang-
kebinatang/manusia, menjadi dari manusia ke manusia.

Gambar 7

Di samping itu, pada berbagai penyakit ditandai dengan sifat-sifat yang lebih
kompleks. Gambarannya mungkin melibatkan beberapa reservoir dan tingkat
perkembangan unsur penyebab yang juga berbeda. Lingkaran penularannya
mungkin melibatkan berbagai tuan rumah maupun pejamu tertentu yang juga berbeda
sifatnya. Contoh beberapa lingkaran penularan yang cukup rumit seperti pada penyakit
echinococus, schistosomiasis, malaria serta infeksi virus yang ditularkan melalui vektor.
BAB V
M EKANISM E PENULARAN
P E N Y A K IT

Aspek sentral penyebaran penyakit menular dalam masyarakat adalah mekanisie


penularan (mode of transmissions)yakni berbagai mekanisme di mana unsur penyebab
penyakit dapat mencapai manusia sebagai pejamu yang potensial. Mekanisme tersebut
meliputi cara unsur penyebab (agent) meninggalkan reservoir, cara penularan untuk mencapai
pejamu petensial, serta cara masuknya ke pejamu potensial tersebut. Scseorang yang sehat
sebagai salah seorang pejamu potensial dalam masyarakat, mungkin akan ketularan suatu
penyakit menular tertentu sesuai dengan posisinya dalam masyarakat serta pengaruh berbagai
reservoir yang ada di sekitamya. Kemungkinan tersebut sangat dipengaruhi pula oleh berbagai
faktor antara lain: (1) Faktor lingkungan fisik sekitamya yang menipakan media yang ikut
mempengaruhi kualitas maupun kuantitas unsur penyebab: (2) faktor lingkungan biologis
yang menentukan jenis vektor dan reservoir penyakit serta unsur biologis yang hidup dan
berada di sekitar manusia; dan (3) faktor lingkungan sosial yakni kedudukan setiap orang dalam
masyarakat, termasuk kebiasaan hidup serta kegiatanr sehari-hari, dan lain sebagainya.
1. Cara Unsur Penyebab Keluar dari Pejamu (Reservoir)
Pada umumnya selama unsur penyebab atau mikro-organisme penyebab masih
mempunyai kesempatan untuk hidup dan berkembang biak dalam tubuh pejamu, maka ia
akan tetap tinggal di tempat yang potensial tersebut. Namun di lain pihak, tiap individu
pejamu memiliki usaha perlawanan terhadap setiap unsur penyebab patogen yang
mengganggu dan mencoba merusak keadaan keseimbangan dalam tubuh pejamu.
Unsur penyebab yang akan meninggalkan pejamu di mana ia berada dan
berkembang biak, biasanya keluar dengan cara tersendiri yang cukup beraneka ragam
sesuai dengan jenis dan sifat masing-masing. Secara garis besarnya, maka cara ke luar
unsur penyebab dan tubuh pejamu dapat dibagi dalam beberapa bentuk, walaupun ada di
antara unsur penyebab yang dapat menggunakan lebih dan satu cara.
1. Melalui conyunctive yang biasanya hanya dijumpai pada beberapa penyakit
mata tertentu seperti trakom dan lainnya.
2. Melalui saluran napas (hidung dan tenggorokan) dalam bentuk droplet
sewaktu reservoir/penderita bicara, bersin atau batuk, atau melalui udara pernapasan.
Cara ini sering dijumpai pada penyakit-penyakit TBC, dipteria, influensa, campak dan
l a i nsebagainya.
3. Melalui pencernaan, baik bersama ludah, muntah maupun bersama dengan tinja
umpamanya pada penyakit kolera, tifus abdominalis pada beberapa jenis cacing dan
lain-lain.
4. Melalui saluran urogenitalia yang biasanya bersama-sama dengan urine, atau zat
lain yang keluar melalui saluran tersebut umpamanya pada penyakit hepatitis.
5. Melalui luka pada kulit ataupun mukosa seperti pada penyakit sifilis, frambusia dan
lainnya.
6. Secara mekanik, seperti suntikan atau gigitan pada beberapa penyakit tertentu
antara lain malaria, filariasis, hepatitis serum dan lain sebagainya.

Peristiwa keluarnya unsur penyebab penyakit dan pejamu tidak semudah dan
sesederhana seperti apa yang sering diperkirakan orang pada umumnya. Sebagai contoh pada
penyakit sifilis, spirochaeta pada umumnya keluar melalui alat kelamin hanya pada saat
kontak langsung, kecuali bila terjadi proses biologis tertentu. Demikian pula unsur
penyebab lainnya, hanya mampu keluar dan pejamu potensial sangat erat
hubungannya dengan cara penularan yang terjadi, walaupun pada sejumlah
penyakit menular tertentu, menggunakan cara yang sama dengan cara keluarnya
dari pejamu.

1. C ar a P enularan (Mode of Transmission)


Setelah unsur penyebab telah meninggalkan reservoir maka untuk mendapatkan
potensial yang baru, harus berjalan melalui suatu lingkaran perjalanan khusus atau
suatu jalur khusus yang disebut jalur penularan. Tiap kelompok penyakit memiliki
jalur penularan tersendiri dan pada garis besarnya dapat dibagi dalam dua bagian
utama yakni: (1) penularan langsung yakni penularan penyakit terjadi secara
langsung dan penderita atau reservoir, langsung ke pejamu potensial yang baru; (2)
penularan tidak langsung yakni penularan penyakit terjadi dengan melalui media
tertentu seperti melalui udara (air borne) dalam bentuk droplet dan dust, melalui
benda tertentu (vechicle borne), dan melalui vector (vector borne).

a. Penularan Langsung (Direct Transmission)


Penularan langsung yakni perpindahan sejumlah unsur penyebab dan
reservoir langsung ke pejamu potensial melalui pintu masuk (portal of entry) yang
sesuai. Dalam pengertian penularan langsung ini tidaklah berarti bahwa harus
terjadi persentuhan antara sumber dengan pejamu, potensial tetapi dapat saja
dalam bentuk berada pada jarak yang dekat umpamanya pada penularan
dengan droplet nuklei, atau juga pada persentuhan dengan sumber penularan
seperti tanah pada cacing tambang, atau pada berbagai spora dan jamur pada
benda maupun pada tumbuhan.

Penyakit-penyakit yang dikategorikan dalam penularan langsung dapat


terjadi karena bersentuhan langsung dengan penderita sebagai reservoir
(manusia maupun hewan), dengan tumbuhan atau benda lain yang mengalami
kontaminasi, serta melalui droplet nuklei. Adapun penularan langsung tersebut
dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok tertentu.

1. Penularan langsung dari orang ke orang

Dalam kelompok ini termasuk semua penyakit yang hanya dapat menyerang
manusia di mana reservoir satu-satunya adalah manusia semata. Kelompok
terbesar dalam penularan langsung dari orang ke orang, adalah berbagai
penyakit kelamin yang ditularkan secara seksual. Dalam kelompok ini,
selain penyakit kelamin tradisional seperti sifilis , gonorrhoe,
lymphogranuloma venerum, chancroid dan granuloma inguinale, dikenal pula
sejumlah penyakit kelamin bentuk baru seperti chlamydia trachomatis,
trichomonas vaginalis, herpes simplex tipe I dan II.

Di samping itu dengan semakin berkembangnya praktek seksual yang


abnormal seperti kontak oral-genilatil serta anal-intercost disertai dengan
kehidupan kebebasan seksual dan kebebasan pasangan seks telah mendukung
peningkatan penularan secara seksual dari penyakit hepatitis B, herpes
simplex tipe II, giardiasis, amubiasis dan salmonellosis serta shigellosis.
Adapun penyakit AIDS kemungkinan besar termasuk dalam kategori ini, di
mana pada masyarakat tertentu menunjukkan bahwa kelompok lelaki
homoseks menunjukkan adanya risiko tinggi yang khusus terhadap
penyakit ini.

Risiko AIDS yang tinggi pada pria homoseks, mungkin sekali karena
seringnya hubungan seksual dengan berbagai pasangan yang berbeda-beda.
Namun demikian, penyakit ini tidak terbatas hanya pada pria yang
homoseks tetapi juga pada mereka yang heteroseks, termasuk wanita dan
anak-anak. Adapun faktor risiko tambahan untuk penyakit AIDS termasuk
pemberian obat intravenous, transfusi darah serta berbagai faktor tambahan
lainnya. Sedang anak-anak yang terserang penyakit ini pada umumnya dari
orang tua dengan risiko tinggi. Sampai saat ini belum dijumpai pengobatan
yang memuaskan terhadap AIDS, sedangkan pencegahan hanya dengan
menghindari kontak maupun menghindari hubungan seksual yang multipamer.
Selain itu usaha pengurangan risiko termasuk berhati-hati dalam
menggunakan obat intravenous, mencegah kelompok risiko tinggi untuk
menjadi donor darah serta mendorong usaha untuk penyaringan (screening)
yang lebih sering dan terarah untuk mendeteksi penyakit tersebut dalam
masyarakat.

2. Penularan langsung dari binatang ke orang

Penyakit yang dapat menular langsung dari binatang ke orang dalam


kelompok ini dimaksudkan penyakit yang pada umumnya hanya dijumpai
pada binatang tetapi dapat menular dan menjangkit orang lain secara langsung.
Penyakit kelompok ini terutama yang termasuk kelompok penyakit zoonosis. Cara
penularan langsung dalam hal ini dimaksudkan secara bersentuhan melalui dua cara:
(1) karena bersentuhan langsung dengan binatang yang menderita, termasuk
melalui gigitan, atau bagian-bagian binatang yang mati karena penyakit
terscbut (contoh rabies, brucellosis); dan (2) sumber penyakit dari binatang
yang menderita atau pembawa kuman, tetapi cara penularannya melalui benda
lain ataupun alat perantara lain yang terkontaminasi (contoh antrax).

3. Penularan dari tumbuhan ke orang

Dalam kelompok ini termasuk penyakit yang disebabkan oleh jamur, yang
selain penularannya dapat melalui kontak langsung dengan tumbuhan maupun
dengan tanah yang mengandung jamur, juga ada yang menular melalui udara.
Juga dapat terjadi dan orang ke orang.

4. Penularan dari orang ke orang melalui kontak benda lain

Penularan ini lebih bersifat kontak dengan benda yang terkontaminasi


seperti tanah maupun benda lainnya seperti penyakit cacing tambang
(ancylostomiasis), cacing kremi (trichuris) dan berbagai penyakit lainnya.
Jenis penyakit lain yang penularannya melalui kontak dengan air dan
masuk melalui kulit adalah penyakit schistosomiasis yang penularannya sangat
kompleks, baik sumber manusia maupun sumber binatang dengan proses
pendewasaan melalui vektor (dapat pula digolongkan dalam penularan melalui
vektor).

a. Penularan Melaka Udara (Air Borne)

Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang


terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda yang terkontaminasi.
Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung,
namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena mengisap
udara yang mengandung unsur penyebab/ mikro-organisme penyebab.
Penularan penyakit melalui udara dapat terjadi dalam bentuk droplet \
nuklei maupun dalam bentuk dust (lihat definisi). Droplet nuklei yang keluar
melalui mulut atau hidung baik waktu batuk atau bersin maupun waktu bicara
atau bernapas, mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Droplet nuklei merupakan
partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet yang mengering. Pembentukannya
dapat melalui berbagai cara, antara lain dengan melalui evaporasi droplet yang
dibatukkan atau yang dibersihkan ke udara. Droplet nuklei juga dapat terbentuk
dan aerolisasi materi-materi penyebab infeksi di dalam laboratorium. Karena
ukurannya yang sangat kecil, bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang
cukup lama dan dapat diisap pada waktu bernapas dan masuk ke alat pernapasan.
Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dan
resuspensi partikel yang terletak di lantai, di tempat tidur serta yang tertiup angin
bersama debu lantai/tanah. Ukuran besarnya droplet nuklei maupun dust yang
sangat menentukan kemungkinan terjadinya penularan atau tidak. Pada droplet
nuklei dengan ukuran yang besar, akan tersangkut pada jalan napas dan dapat
dibuang ke luar oleh mekanisme yang terjadi dalam saluran napas.
Penularan melalui udara (air borne) memegang peranan yang cukup
penting pada beberapa penyakit menular tertentu. Umpamanya batuk dan seseorang
penderita penyakit tuberkulosis terbuka akan menghasilkan formasi droplet yang dapat
berpindah kepada prang lain yang rentan (pejainu potensial) dalam jarak dekat,
sehingga dapat bersifat penularan kontak langsung., Namun demikian, droplet
tersebut mungkin jatuh ke lantai dalam bentuk droplet nuklei dan kemudian
terisap orang lain bersama debu dan terjadi penularan. Dari kedua bentuk
tersebut di atas diperkirakan penyakit TBC dapat menular dalam masyarakat.
Perbedaan antara penyebaran langsung dengan penyebaran melalui udara sangat
penting artinya dalam usaha penanggulangan penyakit menular tertentu. Dalam
hal penyakit ditularkan secara langsung/kontak langsung, maka usaha
penanggulangannnya tergantung pada ketepatan penanganan sumber penularan.
Penanganannya harus diarahkan pada upaya menghilangkan semua sumber
penularan yang ada (umpamanya pengobatan penderita) atau usaha lain mencegah
proses penularan. Sedangkan untuk penyakit yang penularannya melalui udara,
peranan konstruksi bangunan terutama ventilasi dan pertukaran udara sangat
penting.
Kedua bentuk penularan melalui udara hanya mungkin pada unsur
penyebab penyakit yang mempunyai daya tahan yang kuat terhadap
lingkungan dan kekeringan, seperti pada basil tuberkulosis, virus smallpox,
streptococcus hemoliticus, diptheria dan lain sebagainya. Penularan melalui udara
pada umumnya terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti pada gedung,
rumah sakit atau pada laboratorium.

b. Penularan Melalui Makanan/Minuman dan Benda Lain

Penularan penyakit melalui makanan, minuman dan benda lainnya


(vechicle borne)adalah penularan kontak tidak langsung melalui benda mati (fornites)
seperti makanan, minuman, susu, perlengkapan dapur, perlengkapan bedah, mainan
anak-anak dan lain sebagainya. Dalam hal ini maka penyakit-penyakit saluran
pencernaan, termasuk penyakit di mana penularannya kebanyakan melalui cara
ini. Perlu diperhatikan bahwa benda-benda yang mengandung unsur penyebab
dan berfungsi sebagai penyalur dalam proses penularan ini tidak dapat disebut
terinfeksi (karena tidak mengalami proses infeksi) dan hanya terkontaminasi.
Pada waktu yang lalu, banyak pendapat yang menganggap bahwa benda-
benda yang mengalami kontaminasi merupakan alat penularan yang paling baik.
Tetapi khusus benda-benda yang bersifat alat seperti pakaian, tempat tidur, alat-
alat dapur dan alat-alat makan tidaklah besar peranannya karena banyak di
antara mikro-organisme penyebab tidak dapat bertahan lama pada keadaan kering.
Dilain pihak, semua benda-benda seperti air, makanan/minuman, susu dan
tumbuhan merupakan media yang cukup berperanan di dalam penularan penyakit
karena berbagai mikro-organisme dapat bertahan lama dalam media ini.
Penularan penyakit melalui makanan, minuman serta benda-benda
lainnya, dapat bersumber dari manusia, tetapi dapat pula bersumber dan
binatang atau sumber lain, tetapi pada umumnya termasuk dalam golongan
penyakit menular yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut.
Berdasarkan media utama penularan, maka kelompok penyakit ini dapat
kita bagi dalam beberapa kelompok utama.
1. Melalui air (water borne disease)
Penyakit yang penularannya melalui air pada umumnya masuk ke dalam
tubuh melalui mulut (oral penetration), tetapi ada pula di antaranya yang
masuk ke dalam tubuh melalui kulit (contact penetration)seperti
schistosomiasis yang dapat pula digolongkan dalarn penyakit kontak langsung
Adapun penyakit yang penularannya terutama melalui air, dan masuk ke
dalam tubuh melalui mulut, merupakan golongan penyakit yang cukup
penting karena masih seringnya dijumpai kejadian dalam masyarakat, bahkan
beberapa di antaranya dapat mewabah (water borne epidemics). Penyakit
kelompok ini masih cukup banyak memakan korban jiwa dan harta,
terutama pada daerah dengan sumber air minum yang tidak memenuhi syarat-
syarat kesehatan serta keadaan sanitasi lingkungan yang masih jelek.
Keadaan ini lebih sering dijumpai pada negara-negara yang sedang
berkembang, sedangkan pada negara maju, masalah kelompok penyakit ini
sudah tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Beberapa penyakit utama yang termasuk di dalam kelompok ini antara lain:
kolera dan parakholera eltor, tifus abdorniralis, disentri amuba dan basiler, infeksi
hepatitis, beberapa jenis infeksi virus lainnya, dan lain-lain.
2. Melalui makanan (food borne disease)
Sebenarnya kelompok ini tidak jauh berbeda dengan yang pertama di atas
(melalui air), hanya ada di antaranya yang secara langsung berada dalam zat
makanan atau unsur makanan yang dimakan. Adapun penyakit-penyakit
yang berasal dari manusia dan penularannya dapat terjadi melalui makanan
antara lain: (1) organisme usus (enteric organisms) yang meliputi tifus
abdominalis (tyhoid), salmonellosis, disentri, koleralparakolera, diare pada
bayi (infant); (2) organisme yang masuk ke dalam makanan melalui droplet
nuklei, seperti pada penyakit tuberkulosis dan streptococcus; (3) berbagai jenis
infeksi pada kulit oleh streptococcus maupun staphilococcus yang dapat
menimbulkan keracunan makanan, dan (4) beberapa jenis parasit seperti
askaries, amubiasis dan lain-lain.
Selain itu, sejumlah penyakit menular tertentu yang berasal dan binatang ke
manusia dengan jalur makanan atau bahan makanan antara lain: (1) melalui
daging hewan seperti trichinosis dan taenia solium (daging babi), taenia
saginata, (sapi) dan diphilobothriunz(ikan); (2) melalui telur/pada peternakan
unggas seperti salmonellosis;(3) melalui kontaminasi pada makanan dengan
binatang tertentu seperti leptospirosis (tikus), echinococcosisihidatidosis
(anjing) dan salmonellosis (tikus dan anjing).

3. Melalui susu (milk borne disease)


Susu sebagai salah satu bahan makanan merupakan media yang cukup baik
untuk penularan penyakit tertentu karena sifat susu itu sendiri. Susu
merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikro-organisme penyebab. Juga susu sering diminum dalam keadaan segar
tanpa dimasak atau dipasturisasi, sedangkan susu yang mengalami
kontaminasi oleh bakteri tidak memperlihatkan tanda-tanda tertentu, ataupun
gejala yang berbahaya. Juga mengingat bahwa susu merupakan minuman bagi
bayi dan anak usia muda, yang pada umumnya memiliki tingkat resistensi
yang masih rendah.
Cukup banyak jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui media susu,
walaupun berbagai penyakit tersebut penularannya dapat melalui cara lain
yang mungkin lebih sering.
1. Penyakit yang berasal dari manusia dan yang dapat menular melalui
susu, meliputi penyakit kelompok droplet nuklei, kelompok penyakit yang
menular melalui makanan dan minuman seperti tuberculosis, dipteria,
disentri, enteric fever, scarlet fever, streptococcal sorethroat, staphilococcus
food poisoning, salmonellosis, infant diarre oleh E. coli, polio dan
hepatitis (yang dua terakhir agak jarang).
2. Penyakit yang berasal dari sapi dan dapat menular kepada manusia
melalui susu antara lain: tuberkulosis (bovine), brucellosis, streptococcus
(bovine), Q-fever serta penyakit mulut dan kuku. Di samping itu dikenal
pula penyakit menular tertentu yang berasal dari manusia ke sapi, dan
kemudian menular ke manusia melalui susu, umpamanya pada penyakit
streptococcus dan staphilococcus mastitis pada sapi, walaupun bentuk
ini jarang dijumpai.
Melihat berbagai bentuk penularan melalui minuman dan makanan
yang mencakup banyak jenis penyakit menular, maka bentuk
penularan ini sangat penting dalam usaha pencegahan dan
penanggulangan serta sangat erat hubungannya dengan keadaan
sanitasi iingkungan, maupun higiene perorangan.

a. Penularan Melalui Vektor (Vector Borne Disease)

Perkataan vektor berasal dari bahasa Latin yang berarti si pembawa


(one she carries). Pengertian vektor yang sebenamya ialah golongan arthrophoda atau
binatang yang tidak bertulang belakang lainnya (avertebrata) yang dapat
memindahkan penyakit dari satu sumber/reservoir ke pejamu potensial.
Dalam hal ini maka vektor mungkin hanya membawa unsur penyebab secara
mekanik dengan cara menempatkan mikroorganisme penyebab pada kaki atau
bagian badan lainnya, sehingga unsur penyebab tidak mengalami perubahan
selama berada pada vektor (vektor mekanik). Di samping itu, yang sangat
penting adalah keadaan di mana vektor membawa unsur penyebab secara
biologis, di mana unsur penyebab tadi mengalami perubahan atau
berkembang biak dalam tubuh vektor sebelum dipindahkan ke pejamu yang
potensial.

Pada penularan penyakit melalui vektor secara mekanik, maka unsur


penyebab penyakit yang mungkin berasal dari tinja, urine maupun sputum
penderita, hanya melekat pada bagian tubuh vektor dan kemudian dapat
dipindahkan pada makanan maupun minuman pada waktu hinggap/menyerap pada
makanan tersebut.

Yang cukup menarik adalah penularan penyakit melalui vektor secara


biologis karena unsur penyebab harus masuk ke dalam tubuh vektor melalui gigitan
ataupun melalui keturunannya. Selama dalam tubuh vektor, unsur penyebab
berkembang biak atau hanya mengalami perubahan morfologis saja, sampai pada
akhimya menjadi bentuk yang invektif terhadap pejamu potensial. Keadaan
unsur penyebab dalam tubuh vektor dipengaruhi oleh hubungan antara vektor
dengan unsur penyebab serta pengaruh lingkungan terhadap vektor maupun terhadap
unsur penyebab itu sendiri. Selanjutnya, setelah mencapai bentuk yang invektif,
unsur penyebab penyakit keluar dari vektor melalui gigitan, tinja atau cara lain
untuk berpindah ke pejamu potensial.

Penyakit menular yang penularannya terutarna oleh vektor dapat


dibagi menurut jenis vektomya.

1. Vektor nyamuk (m osquito borne diseases)


antara lain: malaria, filariasis, dan
beberapa jenis virus encephalitis, demam virus seperti demam dengue, virus
hemorrhagic seperti dengue hemorrhagic fever serta yellow fever.
2. vektor kutu louse (louse borne disease) antara lain: epidemic tifus fever
dan epidemic relapsing fever.
3. Vektor kutu flea (flea borne disease) pada penyakit pes, dan tifus murin.
4. Vektor kutu mite (mite borne disease) antara lain: scrub tifus
(tsutsugamushi) dan vesicular ricketsiosis.
5. Vektor kutu jenis tick (rick borne disease) antara lain: spotted fever,
epidemic relapsing fever dan lain-lain.
6. Penyakit oleh serangga lainnya seperti sunfly fever, lesmaniasis,
barthcnellosis oleh lalat phlebotonus, onchocerciasis oleh blackflies
genus simulium, serta trypanosomiasis di Afrika oleh lalat tsetse, dan
juga di Amerika oleh kotoran kutu triatomid.
BAB VI
BEBERAPA ASPEK PENULARANPENYAKIT
DARI ORANGKE ORANG

Bila kita memperhatikan berbagai sifat penularan penyakit, maka bentuk


penularan penyakit dari orang ke orang merupakan bentuk yang sangat penting karena
sifat penyakit ini lebih sering mewabah dan lebih mudah menyebar dalam masyarakat.
Melihat sifatnya, maka penyakit yang menular dari orang ke orang mempunyai 3 sifat utama
yang perlu mendapatkan perhatian khusus meliputi waktu generasi, kekebalan masyarakat
serta angka serangan sekunder.

1. Waktu Generasi (Generation Time)


Pada penyakit yang menular langsung dari orang ke orang maka jarak
antara kasus yang satu ke kasus berikutnya ditentukan dengan waktu generasi
(generation time), yakni masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai
masa kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit.
Sebenarnya waktu generasi ini pada beberapa penyakit tertentu sama dengan masa tunas
penyakit tersebut, yakni waktu antara masuknya unsur penyebab ke dalam tubuh sampai
timbulnya gejala klinik yang biasanya disertai dengan tingkat kemampuan penularan
yang optimal. Namun demikian, pada berbagai penyakit tertentu lainnya, waktu
penularan tidak bersamaan dengan waktu timbulnya gejala penyakit, kadang-kadang
lebih awal atau agak terlambat dari akhir masa tunas.
Waktu generasi ini walaupun kadang-kadang sama waktunya dengan masa
tunas, tetapi keduanya harus dibedakan secara jelas. Masa tunas ditentukan oleh
masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat
ditentukan pada penyakit yang tidak manifes atau yang terselubung. Sedangkan
waktu generasi ditentukan antara masuknya unsur penyebab sampai timbulnya
kemampuan untuk menularkan kepada pejamu lain walaupun tanpa gejala klinik atau
terselubung. Jadi waktu generasi dapat terjadi. pada mereka dengan gejala klinis jelas
maupun pada mereka dengan infeksi terselubung. Mengingat bahwa waktu generasi ini
ditujukan kepada kemampuan penularan penyakit dalam kelompok penduduk tertentu,
maka sangat penting peranannya dalam mempelajari proses penularan penyakit, karena tidak
hanya terbatas pada penderita klinis saja, tetapi juga pada mereka dengan infeksi
terselubung.
2. Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Kekebalan kelompok atau herd immunity adalah istilah yang digunakan untuk
mengemukakan keadaan kekebalan suatu kelompok penduduk tertentu. Yang dimaksud
dengan kekebalan kelompok adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok
penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran penyebab penyakit menular
tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 8.
Pada gambar 8 penduduk kelompok A semuanya rentan terhadap suatu
penyakit tertentu. Sehingga pada waktu P terjangkit penyakit tersebut, maka dengan
mudah menular ke dua orang teman dekatnya yang kemudian menularkan masing-masing
kepada 3 orang lainnya sehingga pada waktu epidemi, jumlah penderita seluruhnya
sebesar 9 orang. Sedangkan pada penduduk kelompok B, terdapat individu X yang
kebal terhadap penyakit tersebut. Akibatnya, hanya Y yang ketularan dan X tidak
ketularan. Selanjutnya, Y menularkan lagi kepada 3 orang lainnya sehingga pada saat
epidemi hanya ada 5 penderita sedangkan X tidak menularkan kepada 3 orang kontaknya,
walaupun ketiga orang tersebut tidak kebal.

Gambar 8
Perbandingan tingkat kekebalan kelompok A dan B
sebelum dan sesudah epidemiologi
Sebelum Epidemi Sesudah Epidemi
Kelompok A (Semuanya Rentan)

Dari keadaan tersebut di atas tampak bahwa pada waktu epidemi semua
anggota kelompok A menderita sakit karena seluruhnya berada pada keadaan tidak
kebal/rentan terhadap penyakit tersebut serta terjadi kontak antaranggota kelompok
yang menyebabkan terjadinya proses penularan. Sedangkan pada kelompok B, dengan
adanya anggota X yang kebal dan tidak ketularan, maka selama kontak dengan
anggota lainnya tidak terjadi dengan penderita sebagai sumber penularan dan
selama X dapat berfungsi sebagai barier, selama itu pula tidak akan terjadi
penularan yang meluas. Jadi selama masa epidemi pada kelompok B, ketiga teman
dekat X tidak akan ketularan kecuali bila terjadi kontak langsung dengan penderita.
Dengan demikian, maka X telah berhasil melindungi teman dekatnya yang tidak
kebal terhadap penyakit tersebut.
Herd immunity dianggap sebagai faktor yang utama dalam proses kejadian
wabah dalam masyarakat, serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk
tertentu, seperti penyakit campak dan cacar air/ sang mewabah pada setiap periode
tertentu sebelum adanya usaha imunisasi. Keadaan tersebut terjadi karena selama
berlangsungnya wabah penyakit tertentu dalam masyarakat, maka sejumlah mereka yang
rentan akan jatuh sakit dan merupakan sumber penularan untuk anggota kelompok lainnya
yang tidak kebal. Akan tetapi karena setiap penderita akan membentuk kekebalan
aktif dalam tubulmya, maka selama wabah berlangsung, banyak bekas penderita yang
akan menjadi kebal, sehingga proporsi anggota masyarakat yang kebal menjadi
meningkat sehingga proses penularan menjadi lebih lambat. Namun demikian, dengan
kelahiran bayi yang terus berlangsung dalam kelompok tersebut dengan kerentanan yang
tinggi, maka pada kondisi proporsi anggota-kelompok yang rentan menjadi tinggi,
mendorong terjadinya wabah berikutnya dalam kelompok tersebut.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam menilai pengaruh herd
immunity pada masyarakat secara umum ialah proporsi tingkat kekebalan suatu
kelompok masyarakat yang dapat dianggap mempunyai cukup daya tangkal untuk
mencegah terjadinya wabah. Secara teori, dapat dikatakan bahwa untuk suatu
masyarakat tertentu maka tingkat kekebalan yang dibutuhkan secara merata adalah
70%-80% atau dengan kata lain tingkat kekebalan masyarakat tidak harus 100%
untuk mencegah terjadinya wabah penyakit tertentu dalam masyarakat tersebut. Namun
demikian Bari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk masyarakat
yang berpenduduk padat proporsi tersebut tidak dapat menahan suatu wabah, demikian
pula bila nilai proporsi tersebut tidak merata dalam masyarakat. Hal ini dapat kita
lihat bahwa pada penyakit dipteri, tingkat kekebalan masyarakat harus lebih tinggi
karena sebagian dari yang telah mendapatkan imunisasi dipteri masih mungkin
mengandung bakteri tersebut dan merupakan sumber penularan bagi anggota
masyarakat lain yang tidak kebal. Demikian pula halnya pada penyakit campak
yang mewabah pada tahun 1986 di South Carolina USA timbul pada kelompok
anak sekolah yang mayoritas kulit hitam, yang pada umumnya lolos dari imunisasi
sebelumnya. Dalam hal ini, walaupun mereka tinggal menyebar dalam masyarakat tetapi
karena berkumpul dalam satu sekolah menyebabkan mereka membentuk satu kelompok
masyarakat dengan tingkat kekebalan yang rendah.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan herd immunity
adalah kemungkinan terjadinya kantong-kantong kelompok kecil dalam masyarakat
tanpa kekebalan, walaupun proporsi tingkat kekebalan masyarakat cukup tiaggi. Hal ini
mungkin karena keadaan sosio-kultural dari kelompok tersebut yang berbeda dengan
umumnya masyarakat di sekitamya, atau adanya faktor lain dalam kelompok tersebut
yang menyebabkan tingkat kekebalannya lebih rendah. Pada negara maju
umpamanya, masih ditemukan adanya letusan wabah polio maupun dipteri pada
subkelompok masyarakat tertentu, walaupun tingkat kekebalan masyarakatnya secara
umum sudah cukup tinggi. Pada kondisi yang demikian ini, umumnya terjadi
pergeseran umur rata-rata penderita yang menjadi lebih tinggi. Hal ini dijumpai pada
penyakit campak di beberapa subkelompok penduduk tertentu.
Pada dasarnya ada dua keadaan khusus yang dapat mempengaruhi
perkembangan wabah dalam masyarakat. Pertama, keadaan kekebalan populasi yakni
suatu wabah besar dapat terjadi bila agent penyebab infeksi masuk ke dalarn suatu
populasi yang tidak pemah terpapar oleh agent tersebut, atau kemasukan suatu agent
penyakit menular yang sudah lama absen dari populasi bersangkutan (disebut populasi
yang masih perawan). Kedua, bila suatu populasi yang tertutup seperti asrama,
barak dan lain-lain, di mana keadaan kehidupan sangat padat dan mudah terjadi kontak
langsung, kemasukan sejumlah orang-orang yang peka/rentan terhadap penyakit tertentu,
maka penyebaran penyakit akan lebih mudah dan lebih cepat sehingga dapat
mewabah/Keadaan seperti ini dapat terjadi pada kelompok tentara atau asrama
mahasiswa untuk beberapa penyakit menular tertentu.

3. Angka Serangan (Attack Rate)


Aspek lain yang cukup penting dalam proses penularan penyakit adalah
tatacara dan konsep kehidupan keluarga, sistem hubungan keluarga dalam masyarakat
serta sistem hubungan antara individu dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok
populasi tertentu yang merupakan suatu unit epidemiologi di mana penyebaran penyakit dapat
berlangsung. Kasus atau penderita penyakit menular tertentu yang timbul pada suatu
keluarga atau kelompok penghuni tertentu yang menjadi titik perhatian petugas kesehatan
masyarakat disebut index case. Penyebaran penyakit ke dalam suatu kelompok tertentu
dapat diukur dengan angka serangan yang disebut secondary attack rate yakni jumlah kasus
yang berkembang/muncul dalam satu satuan waktu tertentu di kalangan anggota kelompok
yang mengalami kontak serta memiliki risiko (risk) atau kerentanan tertentu terhadap
penyakit tersebut.

Banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama)


S.A. Rate = dalam satu jangka waktu tertentu
Banyaknya orang yang peka/risk dalam kelompok tersebut

Dengan menggunakan rumus di atas dalam perhitungan SAR maka kasus


indeks yaitu kasus yang merupakan sumber penularan dalam kelompok/keluarga tidak
lagi dimasukkan dalam perhitungan tersebut, baik pada pembilang maupun pada
penyebut. Hal ini berlaku pula pada kasus yang mempunyai waktu ketularan yang
sama dengan kasus indeks (masih dalam batas kurang dan satu masa tunas) juga tidak
dimasukkan dalam perhitungan karena dianggap kasus generasi pertama (satu
generasi dengan kasus indeks).
Dalam analisis tingkat penularan dan tingkat keterancaman dalam keluarga,-
maka anggota rumah tangga merupakan kelompok yang mengalami kontak dengan
penderita cukup erat satu terhadap yang lain maka dalam hal ini cukup banyak kejadian
atau sifat kejadian yang dapat dipelajari dari proses penularan antar keluarga. Nilai dari
suatu perhitungan SAR dapat kita lihat pada apa yang digambarkan dari suatu hasil
penelitian yang dilakukan pada tahun 1979 oleh Ward dan kawan-kawannya.
BAB VII
KEJADIAN LUAR BIASA: WABAH

Penularan penyakit dalam masyarakat umum biasanya berjalan sesuai dengan poly
kejadian penyakit serta sifat penularannya secara umum. Mekanisme penularan penyakit
dalam masyarakat dapat menyebabkan terjadinya tingkat kesakitan yang biasa (bersifat
endemik) dan mungkin pula tingkat kesakitan lebih dari yang diharapkan (keadaan luar
biasa atau wabah). Menurut sifatnya wabah dapat dibagi dalam dua bentuk utama yakni:
bentuk common sourcedan bentuk propagated atau progressive.Secara umum, kedua
bentuk wabah ini dapat dibedakan dengan membuat grafik penyebaran kasus/kejadian
berdasarkan waktu mulainya sakit (waktu onset)yang biasanya disebut kurva epidemi.

1. Common Source Epidemic

Keadaan wabah dengan bentuk common source (CSE) adalah suatu letusan
penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok
secara menyeluruh dan terjadinya dalam waktu yang relatif singkat (sangat mendadak).
Jika keterpaparan kelompok serta penularan penyakit berlangsung sangat cepat dalam
waktu yang sangat singkat (point of epidemicatau poit source ofepidemic), maka
resultan dari semua kasus/kejadian berkembang hanya dalam satu masa tunas saja.
Pada dasarnya dijumpai bahwa pada CSE kurva epidemi mengikuti suatu
distribusi normal, sehingga dengan demikian bila proporsi kumulatif kasus
digambarkan menurut lamanya kejadian sakit (onset) akan berbentuk suatu garis
lurus. Median dari masa tunas dapat ditentukan secara mudah dengan membaca waktu
dari setengah (50%) yang terjadi pada grafik. Dalam hal ini, pengetahuan tentang
median dari masa tunas dapat menolong kita dalam mengidentifikasi agent
penyebab, mengingat tiap jenis agent mempunyai masa tunas tertentu.

Pada gambar berikut ini (gambar 9) memperlihatkan waktu onset penyakit


dari suatu kejadian letusan wabah keracunan makanan (food intoxication) pada suatu
asrama mahasiswa tunas belajar. Melihat cepatnya naik dan turun dari kurva
epidemi tersebut tampaknya sangat sesuai dengan sifat dari suatu point source
epidemic.
Gambr 9
Gambaran kejadian letusan diare karena keracunan
Makanan di asrama mahasiswa

10 SEPTEMBER 11
SEPTEMBER
Waktu terjadinya gejala pertama
menurut jam

Jika bahan perantara (vehicle) atau sumber epidemi (termasuk makanan, air
maupun udara) masih memungkinkan epidemi terus berlangsung, maka keadaan akan
menjadi lebih kompleks. Mengingat bahwa kurva epidemi terbentuk dari keterpaparan
berganda pada waktu yang berbeda dan disertai dengan masa tunas yang bervariasi,
maka puncak kurva akan kurang memperlihatkan puncak yang tajam dan letusan
penyakit akan berlangsung lebih lama.

Gambar 9 tersebut di atas adalah kejadian letusan pada suatu asrama


mahasiswa setelah mereka makan bersama pada suatu pesta wisuda yang dilakukan
pada tanggal 10 September jam 19.00 malam. Dari lebih seratus hadirin yang ikut
makan bersama, ternyata 78 orang mengalami keracunan makanan dengan gejala diare
ringan dan sedang yang kejadiannya sangat singkat yakni sekitar 2 jam setelah pesta
dimulai dan kasus terakhir adalah pada jam 15.00 keesokan harinya.

Penyebaran insidens kasus pada gambar di atas menunjukkan gambaran


dengan satu puncak epidemi. Sedang jarak kejadian antara kasus dengan kasus lainnya
menunjukkan waktu yang sangat pendek hanya dalam jam. Dalam hal ini perbedaan
jarak antara waktu keterpaparan (waktu pesta/waktu makan) dengan waktu
timbulnya gejala pertama pada individu dapat disebabkan karena perbedaan daya
tahan perorangan, tetapi dapat pula karena perbedaan dosis yang dimakan
terutama jenis makanan yang mengandung materi penyebab (bakteri atau terutama
toksinnya).

Gambar 9 di atas menunjukkan suatu keadaan letusan gastroenteritis


yang disebabkan oleh Clostridium parfringensdengan masa tunas yang bervariasi antara 7
sampai 24 jam setelah keterpaparan dengan frekuensi tertinggi terjadi pada 12 jam
setelah keterpaparan tersebut. Bentuk ini sangat spesifik untuk letusan yang
disebabkan oleh mikroorganisme tersebut.

Dari bentuk letusan yang terjadi biasanya dapat diterka faktor penyebabnya
atau sekurang-kurangnya dan kelompok penyebab yang mana yang menimbulkan
wabah tersebut. Salah satu contoh yang menarik adalah timbulnya letusan pada tahun
1976 di Philadelphia selama musim panas yakni sewaktu dilakukan suatu konvensi
American Legion. Penelitian wabah yang dilakukan oleh tim ahli menemukan patogen
penyebab yang sebelumnya belum dikenal yakni Legionella pneumophili. Tetapi
setelah dipelajari dan dianalisis sifat epidemiologis wabah, maka dikemukakan bahwa
penyakit seperti ini bukanlah sesuatu yang baru tetapi sebenarnya organisme ini telah
menimbulkan beberapa wabah yang sama sebelumnya. Dengan demikian maka sejak
terjadinya wabah di Philadelphia tahun 1976 tersebut dengan 221 penderita dan 34
orang meninggal, maka beberapa letusan lainnya dapat segera dikenal. Sejak adanya
letusan penyakit tersebut di Philadelphia, maka secara epidemiologis telah ditemukan
berbagai informasi tentang penyakit tersebut yang ternyata sudah sering terjadi letusan
pada beberapa tempat walaupun dalam keadaan yang lebih ringan dengan angka
kematian yang rendah sekali. Di samping itu, diketemukan pula berbagai gambaran
sifat pidemiologis penyakit ini seperti angka insidensi lebih tinggi pada pria dari pada
wanita, serta beberapa faktor lain ikut mempengaruhi kejadian penyakit ini.

Point source epidemic dapat pula terjadi pada penyakit oleh aktor penyebab
bukan infeksi yang menimbulkan keterpaparan umum seperti adanya zat beracun
polusi zat kimia yang beracun udara terbuka.

2. Propagated atau Progressive Epidemic

Bentuk epidemi ini terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui udara, makanan maupun vektor.
Kejadian epidemi semacam ini relative waktunya sesuai dengan sifat penyakit serta
lamanya masa tunas. Juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta
penyebaran anggota masyarakat yang rental terhadap penyakit tersebut. Masa tunas
penyakit tersebut di atas adalah sekitar satu bulan sehingga tampak bahwa masa
epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dan waktu ke
waktu sampai pada saat di mana jumlah anggota masyarakat yang rentan mencapai
batas yang minimal. Pada saat sebagian besar anggota masyarakat sudah terserang
penyakit maka jumlah yang rentan mencapai batas kritis, sehingga kurva epidemi
mulai menurun sampai batas minimal.

Bila kita membandingkan kedua bentuk epidemi tersebut di atas, maka jelas
tampak perbedaan terutama dalam kurva epidemi menurut waktu. Pada letusan dengan
bentuk common source epidemic, tampak kurva epidemi yang meningkat secara
cepat dan juga menurun sangat cepat dalam batas satu masa tunas saja, sehingga
angka serangan kedua (secundary attack rate) tidak dijumpai pada bentuk ini. Di lain
pihak, bentuk kurva epidemi pada propagated epidemic berkembang lanjut dan
melampaui satu masa tunas. Pada keadaan tertentu dengan sistem surveillans yang
baik, kita dapat menentukan turunan dan setiap kasus pada angka serangan berikutnya.
Namun demikian, kadang-kadang terjadi variasi masa tunas yang dapat
mengaburkan pola epidemi yang terjadi.

Selain dan kedua bentuk epidemi tersebut di atas, masih dikenal pula
bentuk epidemi lain yang dihasilkan oleh penyakit menular yang penyebarannya
melalui vektor (vector borne epidemics). Bentuk epidemi ini biasanya agak sama kecilnya
dengan area dan common source epidemic, tetapi dalam lingkaran penularannya dapat
dijumpai peranan zoonosis, manusia, atau campuran dan keduanya sebagai sumber
penularan kepada vektor. Kebanyakan wabah vector baru mempunyai lingkaran
penularan berganda antara vektor dan host sebelum cukup banyak kasus manusia
yang terserang untuk dapat dinyatakan sebagai suatu wabah.

Ada kemungkinan di mana kita sulit untuk menentukan keadaan dan


sifat suatu epidemi dengan hanya berdasarkan pada kurva epidemi semata.
Umpamanya suatu kurva yang khas sebagai bentuk point source/common source
mungkin dipengaruhi oleh perkembangan terjadinya kasus sekunder, yang
terjadi karena berlanjutnya kontaminasi dengan sumber penularan atau mungkin
pula oleh karena lamanya dan adanya variasi dan masa tunas. Di lain pihak pada
penyakit influenza klasik, umpamanya yang bersifat propagated dengan masa tunas yang
relatif pendek dan sifat infestisitas yang cukup tinggi, dapat menghasilkan kurva
epidemi yang cepat naik dan cepat pula turun sehingga mirip dengan kurva
common source epidemic. Namun demikian sifat penyebaran penyakit menurut tempat
(penyebaran geografis) dapat membantu kita untuk membedakan kedua jenis epidemi
tersebut. Dalam hal ini, bentuk propagated lebih cenderung memperlihatkan penyebaran
geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus.

Gambar 10
Bentuk khusus dari suatu epidemi yang bersifat
propagated di mana penularan terjadi melalui kontak
langsung

X: penderita yang menulari orang berikutnya


0: penderita yang berakhir tanpa menulari orang lain.
Sebenarnya bila kita menganalisis secara luas maka awal dari suatu wabah
pada dasarnya lebih banyak ditentukan oleh perilaku pejamu, dibanding dengan
sifat infeksi/penularan maupun sifat kimiawi dari produk mikro-organisme. Seperti
halnya dengan agent infeksi, maka ide serta pola tingkah laku dapat pula disebarkan
dari orang ke orang. Kemampuan penularan dari pola tingkah laku telah diamati sejak
lama, mulai dari tartan kegilaan (dancing maniac) pada abad pertengahan sampai pada
ledakan gejala histeris pada akhir-akhir ini yang memberikan suatu sifat yang mudah
menular dalam masyarakat. Penyalahgunaan obat terlarang dewasa ini merupakan
suatu fenomena tingkah laku dewasa ini dan dapat menyebarkan berbagai bentuk
penyakit menular yang sebelumnya tidak diketahui cara penyebarannya. Sebagai
contoh, penyakit hepatitis B dan malaria telah menyebar dan meluas melalui
berbagai alat yang digunakan dalam penggunaan obat. Perkembangan kasus tidak
hanya tergantung pada penularan dari orang ke orang, tetapi juga erat hubungannya
dengan kuatnya ikatan atau kebersamaan dalam kelompok tertentu. Kebiasaan yang
berkaitan erat dengan penggunaan obat melalui suntikan, atau merokok, adalah
sama peranannya dengan efek pisiologis pada tingkat awal penyakit.

Secara konseptual dan secara teoretis maka rantai peristiwa pada suatu
letusan common source (common vehicle)epidemic relatif tampaknya sangat sederhana.
Dengan melakukan pengamatan yang berkesinambungan terhadap keterpaparan
umum, maka pada suatu saat sejumlah tertentu dari mereka yang terpapar tersebut
akan menderita penyakit (tidak seluruhnya). Penderita yang muncul dari kelompok
tersebut mempunyai waktu sakit (onset) yang berbeda-beda sesuai dengan
rentangan masa tunas kejadian penyakit tersebut.

Sedangkan pada epidemi bentuk propagated/progressif, upaya penentuannya


akan lebih sulit. Hal ini terutama disebabkan karena tingkat penularan penyakit/infeksi
dari orang ke orang yang potensial lainnya sangat tergantung kepada berbagai faktor,
terutama jumlah orang yang kebal/rentan (peka) dalam populasi tersebut (keadaan
herd immunity). Di samping itu, juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk serta mobilitas penduduk setempat.
3. Pelacakan Kejadian Luar Biasa

1. Garis Besar Pelacakan Wabah/Kejadian Luar Biasa


Usaha pelacakan kejadian luar biasa/wabah merupakan suatu kegiatan
yang cukup menarik dalam bidang epidemiologi. Keberhasilan suatu kegiatan
pelacakan wabah sangat ditentukan oleh berbagai kegiatan khusus.
Pengumpulan data dan infonnasi secara saksama langsung di lapangan/tempat
kejadian, yang disusul dengan analisis data yang teliti dengan ketajaman
pemikiran merupakan landasan dari suatu keberhasilan pelacakan. Dengan
demikian maka dalam usaha pelacakan suatu peristiwa luar biasa atau wabah,
diperlukan adanya suatu garis besar tentang sistematika langkah-langkah yang
pada dasamya harus ditempuh dan dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan.
Langkah-langkah ini hanya merupakan pedoman dasar yang kemudian harus
dikembangkan sendiri oleh setiap investigator (pelacak) dalam menjawab setiap
pertanyaan yang mungkin timbul dalam kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun
penentuan langkah-langkah tersebut sangat tergantung pada tim pelacak, namun
beberapa hal yang bersifat prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta
penentuan adanya wabah harus mendapatkan perhatian lebih awal dan harus
ditetapkan sedini mungkin.

2. Analisis Situasi Awal


Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan bersifat
wabah atau situasi luar biasa, diperlukan sekurang-kurangnya empat kegiatan awal
yang bersifat dasar dari pelacakan.

a. Penentuan/penegakan diagnosis
Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan penelitian/pengamatan klinis dan
pemeriksaan laboratorium. Harus diamati secara tuntas apakah laporan awal
yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenamya (perhatikan tingkat
kebenarannya). Umpamanya wabah penyakit "demam berdarah" harus jelas
secara klinis maupun laboratorium. Hal ini mengingat bahwa gejala
demam berdarah dapat didiagnosis secara tidak tepat. Di samping itu,
pemeriksaan laboratorium kadang-kadang harus dilakukan lebih dan satu
kali.
Dalam hal menegakkan diagnosis, harus pula ditetapkan kapan seseorang
dapat dinyatakan sebagai kasus. Dalam hal ini sangat tergantung pada
keadaan dan jenis masalah yang sedang dihadapi. Seseorang dapat dinyatakan
kasus dapat dengan gejala klinis saja, atau dengan pemeriksa dan
laboratorium saja atau keduanya. Umpamanya wabah diare, bila kita
mengarah pada masalah diare secara umum, maka gejala klinis tertentu
sudah cukup untuk menentukan kasus atau bukan kasus. Tetapi bila
masalah diare lebih diarahkan khusus untuk kolera eltor, maka
pemeriksaan laboratorium sangat menentukan di samping gejala klinis dan
analisis epidemiologi.

b. Penentuan adanya wabah


Sesuai dengan definisi wabah dan kejadian luar biasa, maka untuk menentukan
apakah situasi yang sedang dihadapi adalah wabah atau tidak, maka perlu
diusahakan melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya
untuk melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak.

c . U raia n k e ada an w a ba h
Bila keadaan dinyatakan wabah, lakukan uraian keadaan wabah berdasarkan
tiga unsur utama yakni waktu, tempat dan orang. Buatlah kurva epidemi
dengan menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul
gejala penyakit. Di samping itu, gambarkan penyebaran sifat epidemi
berdasarkan penyebaran kasus menurut tempat (spot map epidemi).
Lakukanlah berbagai perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka
kejadian penyakit pada populasi dengan risiko menurut umur, jenis
kelamin, pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor tertentu (makanan, minuman
atau faktor penyebab lainnya) serta berbagai sifat orang lainnya yang
mungkin berguna dalam analisis. Juga hal yang sama untuk kasus yang
mengalami kematian karena wabah. Dalam hal ini melakukan identhfikasi
berbagai sifat yang mungkin berkaitan dengan timbulnya penyakit
merupakan langkah yang sangat penting sekali dalam usaha memecahkan
masalah wabah.

1. Analisis Lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi
wabah, maka selain tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut
serta analisis yang berkesinambungan. Ada beberapa hal pokok yang perlu
mendapatkan perhatian pada tindak lanjut tersebut.

a. Usaha penemuan kasus tambahan


Untuk hal tersebut harus ditelusuri kemungkinan adanya kasus yang tidak
dikenal dan kasus yang tidak dilaporkan melalui berbagai cara.
1) Adakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktek umum setempat
untuk mencari kemungkinan mereka menemukan kasus penderita
penyakit yang sedang diteliti dan belum termasuk dalam laporan
yang ada.
2) Adakan pelacakan yang intehsif terhadap mereka yang tanpa gejala atau
mereka dengan gejala ringan/tidak spesifik tetapi mempunyai potensi
menderita atau termasuk kontak dengan penderita. Keadaan ini sering
dijumpai pada beberapa penyakit tertentu umpamanya pada penyakit
hepatitis, yang selain penderita dengan klinik jelas, juga
kemungkinan adanya penderita gejala ringan tanpa gejala kuning, di
mana diagnosis hanya mungkin ditegakkan dengan melalui
pemeriksaan laboratorium (tes fungsi hati).

a. Analisis data
Lakukan analisis data secara berkesinambungan sesuai dengan tambahan
informasi yang didapatkan dan laporkan hasil interpretasi data tersebut.

b. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dan seluruh kegiatan, dibuat keputusan yang
bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Dalam hal ini harus
diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan
diketahui harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis
tersebut.

c. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut


Tindakan diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai dengan keadaan
wabah yang terjadi. Harus diperhatikan bahwa setiap tindakan
pemadaman wabah harus disertai dengan berbagai kegiatan tindak lanjut
(follow up)sampai keadaan sudah normal kembali. Biasanya kegiatan tindak
lanjut dan pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali masa tunas
penyakit yang mewabah. Setelah keadaan normal, maka untuk beberapa
penyakit tertentu yang mempunyai potensi dapat menimbulkan keadaan luar
biasa, disusunkan suatu program pengamatan yang berkesinambungan dalam
bentuk surveillans epidemiologi, terutama pada kelompok dengan risiko
tinggi.
Pada akhir dari setiap pelacakan harus dibuat laporan lengkap yang
dikirim kepada semua instansi terkait. Laporan tersebut meliputi berbagai
faktor yang menyebabkan terjadinya wabah, analisis dan evaluasi upaya
yang telah dilaksanakan serta saran-saran untuk mencegah berulangnya
kejadian luar biasa untuk masa yang akan datang.
BAB VIII
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
PENYAKIT MENULAR

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa proses kejadian penyakit menular dalam


masyarakat ditentukan oleh tiga unsur utama yakni sumber penularan (reservoir), cara
penularan dan keadaan pejamu yang potensial (Gambar 4, halaman 32). Sebagaimana
diketahui bahwa epidemiologi merupakan ilmu dasar pencegahan dan penanggulangan
penyakit serta masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat.

1. Pencegahan Penyakit Menular


Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih dahulu
sebelum kejadian. Dalam mengambil langkah-langkah untuk pencegahan, haruslah
didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi atau hasil
pengamatan/ penelitian epidemiologis.
Pada dasamya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan
pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cara dan rehabilitasi. Ketiga tingkat
pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya sering
dijumpai keadaan yang tumpang tindih.
1. Pencegahan Tingkat Pertama
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan serta faktor pejamu.

a. Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab yang bertujuan untuk mengurangi
penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan
usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, yang bertujuan untuk
menghilangkan mikro-organisme penyebab penyakit, penyemprotan
/insektisida dalam rangka menurunkan dan menghilangkan sumber penularan
maupun memutuskan rantai penularan, di samping karantina dan isolasi yang
juga dalam rangka memutuskan rantai penularan. Selain itu usaha untuk
mengurangi/menghilangkan sumber penularan dapat dilakukan melalui
pengobatan penderita serta pemusnahan sumber yang ada (biasanya pada
binatang yang menderita), serta mengurangi/menghindari perilaku yang
dapat meningkatkan risiko perorangan dan masyarakat.

b. Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik


seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan serta bentuk
pemukiman lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis seperti
pemberantasan serangga dan binatang pengerat, serta peningkatan
lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga, hubungan antar
individu dan kehidupan sosial masyarakat.

c. Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi perbaikan status gizi, status
kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi serta
berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikhologis,
persiapan perkawinan seta usaha menghindari pengaruh faktor keturunan,
dan peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan kualitas gizi, serta
olah raga kesehatan.

1. Pencegahan Tingkat Kedua


Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan pada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas).
Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat ke dua ini yang meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk
mencegah timbulnya wabah, serta untuk segera mencegah proses penyakit lebih
lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.
a. Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan usaha surveillans
penyakit tertentu, pemeriksaan berkala serta pemeriksaan kelompok tertentu
(calon pegawai, ABRI, mahasiswa dan lain sebagainya), penyaringan
(screening) untuk penyakit tertentu secara umum dalam masyarakat, serta
pengobatan dan perawatan yang efektif.
b. Pemberian chernoprophylaxis yang terutama bagi mereka yang dicurigai
berada pada proses prepatogenesis dan patogenesis penyakit tertentu.
1. Pencegahan Tinikat Ketiga
Sasaran pencegahan tingkat ke tiga adalah penderita penyakit tertentu dengan
tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanen,
mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat
penyakit tersebut. Berbagai usaha dalam mencegah proses penyakit lebih lanjut
seperti pada penderita diabetes militus (kencing manis), penderita tuberkulosis pare
yang berat, penderita penyakit measles agar jangan terjadi komplikasi dan lain
sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya
akibat samping dan penyembuhan suatu penyakit tertentu. Rehabilitasi adalah
usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin yang
meliputi rehabilitasi fisik/medis, rahabilitasi mental/psikologis serta rehabilitasi
sosial.

2. Strategi Pencegahan Penyakit


Dalam usaha pencegahan penyakit secara umum dikenal berbagai strategi
pelaksanaan yang tergantung pada jenis, sasaran serta tingkat pencegahan. Dalam
strategi penerapan ilmu kesehatan masyarakat dengan prinsip tingkat pencegahan
seperti tersebut di atas, sasaran kegiatan diutamakan pada peningkatan derajat
kesehatan individu dan masyarakat, perlindungan terhadap ancaman dan
gangguan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, penanganan dan pengurangan gangguan
serta masalah kesehatan, serta usaha rehabilitasi lingkungan.
a. Sasaran yang bersifat umum yang ditujukan kepada individu maupun organisasi
masyarakat, dilakukan dengan pendekatan melalui usaha setempat/mandiri yang
sesuai dengan bentuk dan tatanan hidup masyarakat setempat (tradisional) maupun
melalui berbagai program pelayanan kesehatan yang tersedia.

b. Usaha pencegahan melalui pelaksanaan yang berencana dan terprogram (bersifat


wajib maupun sukarela) seperti pemberian imunisasi dasar serta perbaikan sanitasi
lingkungan dan pengadaan air bersih, peningkatan status gizi melalui
pemberian makanan tambahan maupun berbagai usaha yang bertujuan untuk
menghentikan/mengubah kebiasaan yang mengandung risiko tinggi atau yang dapat
mempertinggi risiko penyakit tertentu.

c. Usaha yang diarahkan pada peningkatan standar hidup dan lingkungan


pemukiman seperti perbaikan perumahan dan pemukiman, perbaikan sistem
pendidikan serta sosial ekonomi masyarakat, yang pada dasamya merupakan
kegiatan di luar bidang kesehatan.
d. Usaha pencegahan dan penanggulangan keadaan luar biasa seperti kejadian
wabah, adanya bencana alam/situasi perang serta usaha penanggulangan
melalui kegiatan rawat darurat.

Dalam menilai derajat kesehatan termasuk situasi morbiditas dan


mortalitas untuk kepentingan penyusunan program pencegahan dan
penanggulangan penyakit, harus dipertimbangkan pula berbagai hal dalam
masyarakat di luar bidang kesehatan seperti sistem produksi dan persediaan
makanan, keadaan keamanan, sistem perekonomian penduduk termasuk keadaan
lapangan kerja, kehidupan social dan adat kebiasaan masyarakat setempat serta
kebijakan pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

1. Penanggulangan Penyakit Menular

Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit menular (kontrol)


adalah upaya untuk menekan peristiwa penyakit menular dalam masyarakat
serendah mungkin sehingga tidak merupakan gangguan kesehatan bagi
masyarakat tersebut.
Seperti halnya pada upaya pencegahan penyakit, maka upaya
penanggulangan penyakit menular dapat pula dikelompokkan pada tiga kelompok
sesuai dengan sasaran utamanya yang meliputi: sasaran langsung melawan sumber
penularan atau reservoir, sasaran ditujukan pada cara penularan penyakit, dan sasaran
yang ditujukan terhadap pejamu dengan menurunkan kepekaan pejamu.

1. Sasaran Langsung pada Sumber Penularan Pejamu


Keberadaan suatu sumber penularan (reservoir) dalam masyarakat
merupakan faktor yang sangat penting dalam rantai penularan. Dengan
demikian keberadaan sumber penularan tersebut memegang peranan yang
cukup penting serta menentukan cara penanggulangan yang paling tepat dan
tingkat keberhasilannya cukup tinggi.
a. Sumber penularan adalah binatang
Bila sumber penularan terdapat pada binatang peliharaan (domestik) maka
upaya mengatasi penularan dengan sasaran sumber penularan lebih
mudah dilakukan dengan memusnahkan binatang yang terinfeksi serta
melindungi binatang lainnya dari penyakit tersebut (imunisasi dan
pemeriksaan berkala).
Tetapi bila sumber penyakit dijumpai pada binatang liar di samping binatang
peliharaan, maka keadaanya akan lebih sulit. Penanganan penyakit rabies (gila
anjing) umpamanya akan lebih mudah pada daerah perkotaan dengan hampir
seluruh anjing yang ada merupakan anjing peliharaan. Sedangkan
penanganan penyakit ini di daerah pedesaan di mana selain anjing juga adanya
binatang liar yang dapat tertular, akan usaha penanggulangan seperti tersebut di
atas lebih sulit dilaksanakan. Dalam keadaan yang demikian ini maka usaha
penanggulangan dilakukan dengan kombinasi, cara lain, dengan kerja sama
instansi lain yang terkait.

b. Sumber penularan adalah manusia


Apabila sumber penularan adalah manusia, maka cara pendekatannya
sangat berbeda mengingat bahwa dalam keadaan ini tidak mungkin dilakukan
pemusnahan sumber. Sasaran penanggulangan penyakit pada sumber penularan
dapat dilakukan dengan isolasi dan karantina, pengobatan dalam berbagai
bentuk umpamanya menghilangkan unsur penyebab (mikro-organisme) atau
menghilangkan fokus infeksi yang ada pada sumber (bedah saluran empedu atau
cholecystectomy) pada carrier typhoid menahun).
Salah satu usaha penanggulangan yang sasarannya terpusat pada sumber
penularan adalah isolasi penderita. Bentuk ini memang sangat bermanfaat pada
situasi penyakit yang baru muncul dan punyai potensi mewabah. Sedang bentuk
ini kurang bermanfaat pada penyakit yang telah menyebar dalam masyarakat
terutama yang mempunyai bentuk infeksi terselubung atau iceberg phenomena,
atau juga terhadap penderita yang telah mengalami infeksi yang mencapai
puncaknya dan mungkin telah menularkan ke sekitarnya.
Bentuk penanggulangan lainnya yang mirip dengan isolasi adalah karantina.
Karantina adalah pembatasan gerak seseorang atau sekelompok orang sehat
atau binatang yang dicurigai menderita atau akan menderita penyakit
menular tertentu. Bentuk karantina biasanya dengan menempatkan orang, atau
binatang tersebut pada lokasi tertentu dengan pengawasan yang ketat
selama satu masa tunas tertinggi. Mengingat sulitnya dan mahalnya biaya
karantina disertai dengan kemajuan alit komunikasi dewasa ini, maka bentuk
karantina untuk beberapa penyakit menular tertentu pada manusia telah
dimodifikasi dalam bentuk surveillans individu, sedangkan bentuk
binatang masih tetap.
Surveillans individu dimaksudkan pengawasan dan pengamatan terus
menerus secara ketat terhadap mereka yang kontak untuk menderita
penyakit yang dapat menjadi sumber penularan, tanpa membatasi kebebasan
bergeraknya. Pengawasan dan pengamatan dilakukan oleh petugas kesehatan
setempat sampai satu masa tunas maksimal. Dalam hal ini individu yang
berada di bawah surveillans diharuskan tetap melaporkan diri dan tetap
berada di bawah pengawasan petugas kesehatan setempat di mana yang
bersangkutan berada.

1. Sasaran Ditujukan pada Cara Penularan


Sebagaimana diketahui bahwa cara penularan penyakit meliputi kontak langung,
melalui udara, melalui makanan serta melalui vektor perantara. Upaya pencegahan
penularan melalui kontak langsung biasanya dititik beratkan pada penyuluhan
kesehatan yang dilaksanakan bersama-sama dengan usaha menghilangkan sumber
penularan. Usaha pencegahan ini sangat erat hubungannya dengan pola dan kebiasaan
hidup sehari-hari, sistem sosial dan perilaku sehat anggota masyarakat.
Upaya mencegah dan menurunkan penularan penyakit yang ditularkan melalui
udara, terutama infeksi saluran pernapasan dilakukan desinfeksi udara dengan
bahan kimia atau dengan sinar ultra violet, ternyata kurang berhasil.
Sedangkan usaha lain dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam
ruangan tampaknya lebih bermanfaat. Mengingat bahwa sebagian besar penyakit
yang ditularkan melalui udara pada umumnya membutuhkan kontak tidak
langsung di samping itu sebagian penyakit tersebut dapat dicegah melalui
imunisasi.
Adapun upaya perbaikan lingkungan dalam upaya mencegah dan
menanggulangi penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman.
dikembangkan dengan memberantas bahan-bahan yang mengalami
kontaminasi seperti penyehatan air minum, pasteurisasi susu, serta pengawasan
terhadap semua pengobatan bahan makanan dan minuman. Usaha seperti ini
biasanya dilakukan secara bersama antara petugas pengawasan bahan berbahaya
dengan petugas kesehatan lingkungan.
Pencegahan dan penanggulangan penyakit yang ditularkan oleh vektor
terutama serangga dan binatang lainnya dilakukan melalui pemberantasan serangga
serta binatang perantara lainnya. Di samping itu, pengawasan terhadap
berbagai penyakit zoonosis dilakukan dengan sasaran utama adalah binatang
meningkatnya penularan berbagai penyakit melalui vektor oleh ulah manusia
sendiri (man made disease), seperti penularan penyakit schistosomiasis melalui
irigasi, peningkatan penularan penyakit malaria dan filariasis di daerah
pemukiman baru, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi hal seperti ini perlu
kerja sama instansi dalam setiap program pembangunan, terutama pembangunan
yang dapat menimbulkan perubahan rekosistem setempat.

2. Sasaran Ditujukan pada Pejam u P otensial


Sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa faktor yang berpengaruh pada
pejamu potensial terutama tingkat kekebalan (imunitas) serta tingkat
kerentanan/kepekaan yang dipengaruhi oleh status gizi, keadaan umum serta
faktor genetika.
a. Peningkatan kekebalan khusus (imunitas)

Berbagai penyakit dewasa ini dapat dicegah melalui usaha imunisasi yakni
peningkatan kekebalan aktif pada pejamu dengan pemberian vaksinasi.
Pemberian imunisasi aktif untuk perlindungan terhadap penyakit dipteria,
pertusis dan tetanus (DPT) merupakan pemberian imunisasi dasar kepada
anak-anak sebagai bagian terpenting dalam program kegiatan kesehatan
masyarakat. Di samping itu, juga termasuk imunisasi dasar yang
diprogramkan pemerintah secara umum di Indonesia adalah BCG (Bacillus
CalmetteGuerine) untuk mencegah penyakit tuberkulosis, vaksinasi campak
(measles) serta vainasi poliomyelitis. Sedangkan vaksinasi yang ditujukan
untuk perlindungan terhadap hepatitis belum diprogramkan secara umum.

Selain pemberian imunisasi aktif tersebut di atas, juga dikenal adanya


usaha perlindungan terhadap beberapa penyakit tertentu dengan
pemberian antibodi pelindung yang berasal dan pejamu lain dalam
bentuk serum antibodi yang memberikan perlindungan sementara dan
disebut imunisasi pasif. Imunisasi pasif ini juga cukup berperan seperti
pada pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil untuk kemudian dapat
memindahkan antibodi ibu kepada bayi melalui placenta. Juga pemberian
antisera pada mereka yang dicurigai ketularan penyakit gila anjing (rabies)
serta pemberian serum globulin imun untuk pencegahan hepatitis dan
pemberian antitoksin tetanus untuk luka berat (sudah jarang digunakan).

Pemberian imunisasi dasar sebagai bagian dan program pembangunan


kesehatan temyata cukup berhasil dalam usaha meningkatkan derajat
kesehatan serta menurunkan angka kematian bayi dan balita. Demikian pula
pemberian antisera terhadap rabies yang sudah tersedia pada hampir setiap
Puskesmas telah mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian
penyakit rabies.

b. Peningkatan kekebalan umum (resistensi)


Berbagai usaha lainnya dalam meningkatkan daya tahan pejamu terhadap
penyakit infeksi telah diprogramkan secara luas seperti perbaikan gizi keluarga,
peningkatan gizi balita melalui program Kartu Menuju Sehat (KMS),
peningkatan derajat kesehatan masyarakat serta pelayanan kesehatan terpadu
melalui Posyandu. Keseluruhan program ini bertujuan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh secara umum dalam usaha menangkal berbagai ancaman
penyakit infeksi.

1. Surveillans Epidemiologi
Surveillans epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus-menerus
terhadap semua aspek penyakit tertentu. baik keadaan maupun penyebarannya dalam satu
kelompok penduduk tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan.
Surveillans penyakit menular adalah suatu kegiatan pengumpulan data teratur,
peringkasan dan analisis data kasus baru dari semua jenis penyakit infeksi dengan tujuan
untuk identifikasi kelompok risiko tinggi dalam masyarakat, memahami cara penularan
penyakit serta berusaha memutuskan rantai penularan. Dalam hal ini setiap kasus harus
dilaporkan secara lengkap dan tepat. Keterangan mengenai tiap kasus meliputi diagnosis
penyakit, tanggal mulainya timbul gejala, keterangan tentang orang yang meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat dan nomor telepon (bila ada), serta sumber rujukan bila
penderita hasil rujukan (dokter, klinik, Puskesmas dan lain-lain).

1. Surveillans Epidemiologi dalam Masyarakat


Dengan analisis secara teratur berkesinambungan terhadap data seperti
tersebut di atas terhadap berbagai penyakit menular akan dapat memberikan kesempatan
lebih mengenal kecenderungan penyakit menurut musim atau periode waktu tertentu,
mengetahui daerah, geografis di mana jumlah kasus/penularan meninggi atau
menurun, serta berbagai kelompok risiko tinggi menurut umur, jenis kelamin, ras,
agama, status sosial ekonomi serta pekerjaan (penyakit akibat kerja atau
lingkungan kerja).
Adapun data kejadian penyakit menular yang telah lampau yang terdapat
pada suatu wilayah administrasi atau kelompok populasi tertentu biasa berasal dari
kegiatan surveillans yang ada. Data seperti ini sangat penting untuk mengetahui
berbagai keadaan ledakan berbagai penyakit waktu lampau serta berbagai bentuk
dan sifat epidemiologisnya. Biasanya data yang demikian ini terdapat pada pusat
pelayanan kesehatan atau pusat data dan informasi kesehatan serta pusat informasi
data lainnya yang selain memiliki data kesehatan yang dikumpulkan secara
sistematis, juga memiliki berbagai data informasi lainnya termasuk data
demografi.
Pelaksanaan surveillans dilakukan dengan dua cara yakni surveilans pasif
dan aktif. Surveilans pasif atau disebut juga pengumpulan keterangan tentang
kejadian penyakit dalam masyarakat yang dilakukan oleh unit surveillans mulai
dari tingkat Puskesmas sampai ke tingkat nasional. Dalam hal ini sejumlah
penyakit tertentu secara teratur dilaporkan baik melalui rumah sakit maupun
melalui Puskesmas atau institusi pelayanan kesehatan lainnya. Data yang
terkumpul dari program ini dianalisis dan disebarluaskan serta dilakukan
pengamatan khusus bila ada kejadian yang bersifat luar biasa.
Surveillans aktif merupakan pengumpulan data terhadap satu atau lebih
penyakit tertentu pada suatu masa waktu tertentu yang ditakukan secara teratur
oleh petugas kesehatan yang telah ditugaskan untuk hal tersebut. Secara teratur
petugas kesehatan tertentu yang telah ditunjuk, dalam masa interval tertentu
(biasanya mingguan) mengumpulkan keterangan tentang ada atau tidak adanya
kasus batu penyakit tersebut (yang berada di bawah surveilans) serta mencatat
data yang telah ditentukan (biasanya dengan menggunakan formulir khusus yang
tclah tersedia) serta data tambahan lainnya yang dianggap perlu.
Bentuk surveillans aktif ini biasanya dilakukan bila ada penyakit baru yang
diketemukan, atau suatu bentuk penularan dalam masyarakat yang sedang dalam
pengamatan, atau bila ada perkiraan peningkatan risiko penduduk karena
peruhahan musim, begitu pula bila adanya penyakit yang baru muncul pada suatu
daerah geografis tertentu atau pada suatu kelompok populasi tertentu. Juga
surveillans aktif seperti ini dilakukan pada masa transisi dari suatu penyakit yang
baru saja dibasmi dari suatu wilayah data populasi tertentu, maupun penyakit yang
sebelumnya sudah berada di bawah tingkat penanggulangan (under control) tetapi
kemudian mulai memperlihatkan peningkatan jumlah kasus yang berarti atau
insidensi yang meninggi.

2. Surveillans Epidemiologi di Rumali Sakit


Dewasa ini perkembangan rumah sakit semakin maju dan sedang
menghadapi masa transisi dari perawatan penyakit menular, sebagai tugas utama
ke arah penyakit tidak menular termasuk kecelakaan: Namun demikian, penderita
penyakit menular yang dirawat di rumah sakit masuk cukup besar. Suatu keadaan
khusus di mana faktor lingkungan, secara bermakna dapat mendukung terjadinya
risiko mendapatkan penyakit infeksi, sehingga teknik surveillans termasuk analisis
data serta kontrol penyakit memerlukan perlakuan tersendiri adalah pada rumah
sakit besar terutama rumah sakit regional dan rumah sakit daerah.
Pada nimah sakit umum yang memberikan pclayanan kepada masyarakat
dalam wilayah yang luas seperti rumah sakit rujukan pada tingkat provinsi dan
regional terdapat beberapa penularan penyakit dan dapat menirnbulkan infeksi
nosokomial.
Masih tingginya angka penyakit menular dalam masyarakat sehingga
penderita (penyakit menular maupun tidak menular) yang masuk ke rumah sakit
kemungkinan besar akan membawa serta kuman patogen bersamanya. Di lain
pihak, setiap penderita di rumah sakit akan menerima perawatan dan beberapa
individu di mana salah seorang di antaranya mungkin akan berperan sebagai alas
pengangkut kuman antar penderita atau antara perawat dengan penderita. Di
samping itu penderita yang dirawat nginap di rumah sakit mengalami kepekaan
terhadap berbagai jenis infeksi karena keadaannya/penyakitnya (umpamanya bayi
lahir tidak cukup bulan atau prematur) maupun karena pengobatan/perawatannya
(seperti imunostipresi, chernoterapi, pengobatan radiasi, transplantasi organ,
hemodialisis, berbagai tindakan bedah), yang juga mengalami keterpaparan
terhadap produksi/ sumber darah, cairan intravena, jarum, kateter serta
berbagai alat medis lainnya. Dalam hal penggunaan alat, meskipun alat-alat
tersebut (atau bagian tertentu alat tersebut) telah dibebaskumankan (desinfeksi)
seperti respirator, berbagai alat kemih serta alat-alat sistem reproduksi, tetapi
pengulangan penggunaan alat-alat dapat menyebabkan timbulnya infeksi
nosokomial.
Selain itu, rumah sakit mungkin dapat menjadi tempat berkembang
biaknya serta tumbuh suburnya berbagai jenis mikro-organime. Pemakaian
secara luas berbagai jenis antibiotika dapat menimbulkan terjadinya
resistensi dari komponan genetik seperti plastid, serta penggunaan alat-alat
khusus pembantu resirkulasi cairan tubuh menghasilkan keadaan yang
tidak biasa dan cukup baik untuk mikro-organisme patogen. Umpamanya
terdapatnya pseudomonas pada alat respirasi dan hepatitis B pada alat
dialisis. Juga ventilasi serta sistem pengudaraan yang terkontaminasi dapat
menyebarkan agent penyakit kepada pejamu yang peka/potensial.
Untuk mengatasi masalah penularan penyakit infeksi di rumah sakit
maka telah dikembangkan sistem epidemiologi surveillans yang khusus
dan cukup efektif untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya penularan
infeksi nosokomial di dalam lingkungan rumah sakit. Untuk pelaksanaan
kegiatan tersebut oleh beberapa rumah sakit menyediakan tenaga khusus
yang terlatih dalam epidemilogi surveillans rumah sakit. Dengan demikian
dapat dilakukan surveillans yang teratur melalui pencatatan kejadian
infeksi pada unit-unit tertentu seperti pada laboratorium, angka dan jenis
infeksi di ruang-ruang perawat an , pada unit bedah, serta unit-unit lainnya
seperti bagian persalinan dan ruang bayi, bagian anak dan lainnya. Dengan
kegiatan pengamatan yang terus menerus disertai dengan analisis yang
teratur serta pengamatan langsung terhadap kelompok-kelompok risiko
tinggi dalam rumah sakit, dapat memungkinkan pengenalan awal,
pelacakan serta penangkalan dan penanggulangan ledakan/kejadian luar
biasa dalam rumah sakit.

1. Pemberantasan Penyakit Menular


Konsep pemberantasan (eradication) penyakit menular yakni penghapusan total
penyakit tersebut sampai ke akar-akarnya secara global (seluruh dunia) merupakan
impian masa lalu yang kemudian dapat menjadi kenyataan pada suatu penyakit
menular yang cukup berbahaya yakni penyakit cacar (smallpox).
Penyakit cacar merupakan salah satu penyakit menular yang mempunyai potensi
endemi di berbagai belahan dunia dan dapat mewabah dan meluas ke berbagai daerah
yang potensial melalui penularan langsung. Dari pengalaman berbagai daerah yang
bebas cacar menunjukkan bahwa penyakit ini tidak mudah memasuki wilayah yang
telah bebas cacar. Dari berbagai pengalaman oleh WHO diputuskan untuk
memberantas penyakit ini sampai ke akar-akarnya secara global pada awal tahun
1960an. Adapun factor-faktor yang menjadi pertimbangan yang kuat dalam
mengambil keputusan ini antara lain: (1) reservoir satu-satunya adalah manusia; (2)
penyakit ini tidak memiliki infeksi berselubung artinya semua penderita muncul
dengan gejala klinik yang sangat spesifik, sehingga surveillans mudah diterapkan; (3)
adanya vaksin yang dapat memberikan perlindungan secara meyakinkan dan dapat
berjalan seumur hidup; (4) cara pemberian imunisasi/vaksinasi relatif mudah dan dapat
menjangkau penduduk yang terisolir sekalipun. Hasil yang diperoleh adalah
berhasilnya diberantas penyakit tersebut secara total di seluruh dunia dan sejak tahun
1976 dinyatakan dunia bebas dan penyakit smallpox.
Beberapa penyakit lainnya mempunyai potensi untuk dilakukan pemberantasan
antara lain penyakit campak yang mempunyai sifat mirip dengan penyakit cacar. Pada
berbagai negara maju, penyakit ini sudah dapat ditekan sampai ke prevalensi yang
sangat rendah dan adanya kasus yang kadang-kadang mewabah sangat bersifat
sporadis saja.
Adapun penyakit menular lainnya seperti malaria, filaria dan berbagai penyakit
yang ditularkan oleh nyamuk, mempunyai potensi untuk dapat ditekan sampai batas
tertentu melalui usaha penanggulangan penyakit tertentu.

You might also like