You are on page 1of 14

Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat

dan kebangkitan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah
Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa.
Mereka beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus
pertama kali dipanggil Kristen di Antiokia (Kisah Para Rasul 11:26).

Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang berdasarkan hidup, ajaran,
kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus dari Nazaret ke surga,
sebagaimana dijelaskan dalam Perjanjian Baru, umat Kristen meyakini bahwa Yesus adalah
Mesias yang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi). Kekristenan
adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi (secara teknis dalam bahasa Yunani
hypostasis) Tuhan atau Tritunggal. Tritunggal dipertegas pertama kali pada Konsili Nicea
Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.

Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus atau Isa Almasih adalah Tuhan dan
Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan
Kristen, Yesus Kristus adalah pendiri jemaat (gereja) dan kepemimpinan gereja yang abadi (Injil
Matius 18: 18-19)

Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja
dan Hakim akan dunia ini. Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang
tertulis dalam Sepuluh Perintah Tuhan.

Murid-murid Yesus Kristus untuk pertama kalinya disebut Kristen ketika mereka berkumpul di
Antiokia (Kisah Para Rasul 11: 26c).

Sepeninggal Yesus, kepemimpinan orang Kristen diteruskan berdasarkan penunjukan Petrus oleh
Yesus. Setelah Petrus meninggal kepemimpinan dilanjutkan oleh para uskup yang dipimpin oleh
uskup Roma. Pengakuan iman mereka menyebutkan kepercayaan akan Allah Tritunggal yang
Mahakudus, yakni Bapa, Anak (Yesus Kristus), Roh kudus, Gereja yang satu, kudus, katolik,
apostolik; pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal.

Setelah itu, Gereja Kristen mengalami dua kali perpecahan yang besar: yang pertama terjadi pada
tahun 1054 antara Gereja Barat yang berpusat di Roma (Gereja Katolik Roma) dengan Gereja
Timur (Gereja Ortodoks Timur) yang berpusat di Konstantinopel (sekarang Turki). Yang kedua
terjadi antara Gereja Katolik dengan Gereja Protestan pada tahun 1517 ketika Martin Luther
memprotes ajaran Gereja yang dianggapnya telah menyimpang dari kebenaran.

Banyak denominasi Gereja kini menyadari bahwa perpecahan itu justru menyimpang dari pesan
Yesus yang mendoakan kesatuan di antara para pengikutnya (lihat Injil Yohanes 17:20-21, "Dan
bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-
Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa,
di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya,
bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.") Doa ini kemudian menjadi dasar dari gerakan
ekumenisme yang dimulai pada awal abad ke-20.
Perkembangan Agama Kristen di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 zona waktu.

1. Sebelum kolonialisme Belanda


2. Saat kolonialisme Belanda
3. Setelah kolonialisme Belanda

Sebelum Kolonialisme Belanda

Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ke-7 di
Sumatera Utara. Kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam
Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia.

Saat Kolonialisme Belanda

Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa
Spanyol yang berdagang rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba pada tahun 1534, di
kepulauan Maluku melalui orang Portugis yang dikirim untuk eksplorasi. Fransiskus Xaverius,
misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo Yesuit bekerja di kepulauan Maluku pada tahun 1546
sampai tahun 1547. [11] Namun ketika Belanda mengalahkan Portugis tahun 1605, Belanda
mengusir misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan Kristen Protestan (dari aliran
Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga terpengaruh pada ajaran Calvinisme dan Lutheran.
[12]

Perkembangan Kekristenan di Indonesia pada jaman itu cukup lambat. Hal ini dikarenakan
ajaran Calvinist merupakan aliran agama Kristen yang memerlukan pendalaman Alkitab yang
mendalam, sementara edisi Alkitab saat itu belum ada yang berbahasa Indonesia (bahasa
Belanda). Lagipula, VOC sebagai kendaraan Belanda untuk masuk dan menguasai Indonesia saat
itu adalah sebuah perusahaan sekuler dan bukan perusahaan yang cukup religius, sehingga tidak
mendukung penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris Belanda sendiri. Setelah
pengaruh VOC mulai tenggelam pada tahun 1799, pemerintah Belanda mulai memperbolehkan
penyebaran agama dengan lebih leluasa. Orang Kristen aliran Lutheran dari Jerman yang lebih
toleran dan tidak memaksa pemeluknya untuk mempelajari agama Kristen dengan sedemikian
dalam, mulai memanfaatkan perijinan tersebut untuk mulai menyebarkan agama di antara orang
Batak di Sumatera pada tahun 1861, dan misionari Kristen Belanda dari aliran Rhenish juga
menyebarkan agama di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah. [12]

Setelah Kolonialisme Belanda

Pada abad ke 20 setelah Belanda pergi dari Indonesia, agama Kristen dan Katolik mulai
berkembang pesat. Hal ini dimulai oleh sebuah keadaan pada tahun 1965, ketika terjadi peralihan
kekuasaan Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto. Saat itu, Komunisme (dan Atheisme)
merupakan hal yang dilarang oleh pemerintah. Semua orang-orang yang tidak beragama,
langsung dicap Atheis, dan dengan demikian sangat mudah untuk dituduh sebagai pengikut
Komunis. Saat itu, gereja dari berbagai aliran mengalami pertumbuhan jemaat yang pesat,
terutama dari orang-orang (sebagian besar beretnis Tionghoa yang berasal dari Cina, yang
merupakan negara Komunis) yang merasa tidak nyaman dengan kebijakan pemerintah mengenai
Komunisme dan Atheisme pada saat itu. [12]

Pada akhir abad ke 20 sampai awal abad 21, banyak misionaris dari Amerika yang menyebarkan
aliran Evangelican dan Pentecostal. Aliran yang sering disebut "Karismatik" ini merupakan
aliran yang dianggap "modern" karena menggabungkan antara Kristen tradisional, dengan pola
pikir modern pada jaman ini. [13]

Cabang-cabang utama
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Denominasi Kristen

Sebuah skema taksonomi denominasional Kristen.

Agama Kristen termasuk banyak tradisi agama yang bervariasi berdasarkan budaya, dan juga
kepercayaan dan aliran yang jumlahnya ribuan. Selama dua milenium, Kekristenan telah
berkembang menjadi tiga cabang utama:

• Katolik (denominasi tunggal Kristen terbesar, termasuk Gereja Katolik ritus Timur,
dengan satu koma dua milyar penganut total, lebih dari setengah dari jumlah total
penganut agama Kristiani)
• Protestanisme (terdiri dari berbagai macam denominasi dan pemikir dengan berbagai
macam penafsiran kitab suci, termasuk Lutheranisme, Anglikanisme, Calvinisme,
Pentakostalisme, Methodis, Gereja Baptis, Karismatik, Presbyterian, Anabaptis, dsb.)
• Ortodoks Timur (denominasi tunggal Kristen terbesar kedua, dan merupakan denominasi
Kristen terbesar di Eropa timur)

Selain itu ada pula berbagai gerakan baru seperti Bala Keselamatan, Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuh, Mormon, Saksi-Saksi Yehuwa, serta berbagai aliran yang muncul pada akhir abad ke-
19 maupun abad ke-20, dll.
Kristen Katolik dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis, khususnya di pulau Flores dan
Timor.

Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M dengan
pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah Indonesia bagian
Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang Belanda, termasuk Maluku, Nusa
Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian, Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai
Borneo, kaum misionarispun tiba di Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target
para misionaris ketika itu, khususnya adalah orang-orang Batak, dimana banyak saat ini yang
menjadi pemeluk Protestan.

[sunting] Umat Katolik Perintis di Indonesia: 645 - 1500


Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di
Sumatera Barat. Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto. Untuk
mengerti fakta ini perlulah penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar dalam
jangka waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno
karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku "Daftar berita-
berita tentang Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya". yang
memuat berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia,
Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia.

Dengan terus dilakukan penyelidikan berita dari Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil
kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan
Sibolga di Sumatera Barat adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia. Di Barus
juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan Murni Maria (Gereja
Katolik Indonesia seri 1, diterbitkan oleh KWI)

[sunting] Awal Mula: abad ke-14 sampai abad ke-18


Dan selanjutnya abad ke-14 dan ke-15 entah sebagai kelanjutan umat di Barus atau bukan
ternyata ada kesaksian bahwa abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan.

Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis yang berdagang rempah-
rempah.

Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik Roma di
Indonesia, dimulai dari kepulauan Maluku pada tahun 1534. Antara tahun 1546 dan 1547,
pelopor misionaris Kristen, Fransiskus Xaverius, mengunjungi pulau itu dan membaptiskan
beberapa ribu penduduk setempat.

Selama masa VOC, banyak praktisi paham Katolik Roma yang jatuh, dalam hal kaitan kebijakan
VOC yang mengutuk agama itu. Yang paling tampak adalah di Flores dan Timor Timur, dimana
VOC berpusat. Lebih dari itu, para imam Katolik Roma telah dikirim ke penjara atau dihukum
dan digantikan oleh para imam Protestan dari Belanda.Seorang imam Katolik Roma telah
dieksekusi karena merayakan misa kudus di suatu penjara semasa Jan Pieterszoon Coen
menjabat sebagai gubernur Hindia Belanda.
Pada tahun 2006, 3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para
penganut Protestan. Mereka kebanyakan tinggal di Papua dan Flores.

[sunting] Kristen Protestan


Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar
abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil
meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan
sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa
wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada
1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-
orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai
warganegara. Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota,
sebagian besar dari mereka merasa gelisah atas cita-cita politik partai Islam.

Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai


contoh, di pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah Protestan, terutama di Tana Toraja dan
Sulawesi Tengah. Sekitar 65% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah,
keseluruhan desa atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, seperti
Adventist atau Bala Keselamatan, tergantung pada keberhasilan aktivitas para misionaris.

Di Indonesia, terdapat dua provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua
dan Sulawesi Utara, dengan 60% dan 64% dari jumlah penduduk.Di Papua, ajaran Protestan
telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa yang
berpusat di sekeliling Manado, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-19. Saat ini,
kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain
itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan.
Pada tahun 2006, lima persen dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen
Protestan.
1. Awal agama Kristen:
Awal adanya agama Kristen diperkirakan dimulai pada pertengahan abad ke 7. Sumber-sumber
tua berbahasa Arab memberitakan tentang adanya umat Kristen di Sumatra Utara. Menurut
sumber-sumber lainnya dalam bahasa Arab diberitakan bahwa ada banyak gereja dalam kurun
waktu ini, dan salah satu gereja dipersembahkan untuk Perawan Maria. Kenyataan ini bisa
dipastikan, karena abad ke 7 adalah jaman perkembangan misi penyebaran agama di Timur Jauh.
Dalam tahun-tahun berikutnya datang semakin banyak penyebar agama dari Arab dan Persia
lewat jalan Asia Tengah, sebagian dari mereka mengikuti jalan dagang lain ke Timur Jauh, yang
melalui Teluk Persia, laut India dan sampai ke pantai-pantai di Asia Tenggara. Pembawa agama
Kristen adalah para pedagang ulet dari Persia, Syria, Arab dan Turki.
Antara abad ke 13 dan 14 datang beberapa anggota serikat fransiskan dalam perjalanan misi ke
Cina, karena Cina sudah selalu menjadi tujuan misi katolik. Dalam perjalanan ke sana mereka
singgah di Indonesia terutama di Pulau Sumatra. Hilangnya gereja-gereja kristen awal ini
diperkirakan karena datangnya dan tersebarnya agama Islam di India dan Indonesia.
2. Misi masa Portugis:
Dengan munculnya orang Portugis di perairan asia pada abad ke 16 maka misi agama katolik
selama masa kekuasaan kolonial portugis mulai disebarkan dan diperluas secara sistimatis di
Indonesia. Karena dipengaruhi oleh ide perang salib mereka berusaha mengkristianisasi suku-
suku bangsa yang mereka kuasai dan melawan kekuasaan islam yang membatasi dan
menghalangi agama kristen dari eropa. ( Tiga G-Motif: Gold, Glory, Gospel = Motif ekonomi,
politik dan agama).
Pembawa misi katolik adalah misionaris Franziskan, Jesuit dan Dominikan. Setelah
menaklukkan Malakka pada tahun 1511 orang Portugis berangkat ke Indonsia Timur dan
menguasai pulau-pulau kecil di Maluku seperti Amboina dan Ternate. Ternate menjadi
pangkalan pertama kegiatan misi. Dalam tahun-tahun sesudahnya berlangsung upacara
permandian secara masal sampai 7000 orang. Pada tahun1546 datang Franz Xaver ke Maluku
dan mengatur kegiatan misi secara lebih baik dan lebih intensif, sehingga gereja muda semakin
berkembang pesat sampai tahun 1560 dan jumlah orang yang dipermandikan mencapai 80.000.
Dari Maluku agama Kristen tersebar sampai ke Pulau Sulawesi, Solor, Flores dan Timor. Para
pelaut Portugis membangun stasi-stasi misi di tempat mereka mendarat dan tinggal. Die pulau-
pulau ini ada 25.000 orang yang dipermandikan. Perlawanan terhadap penguasa kolonial
dilakukan oleh kaum Muslim, dan dalam persengketaan ini banyak orang kristen dan misionaris
yang tewas sebagai martir.
Tugas misi dari kaum katolik Portugis yang berat ini semakin dipersulit lagi dengan kedatangan
orang-orang Belanda yang beragama kalvinis ke Maluku. Orang-orang Portugis akhirnya didesak
oleh orang-orang Belanda pada tahun 1613 ke luar dari Maluku dan dengan demikian
berakhirlah misi katolik di Maluku.
3. Agama Kristen di bawah naungan bendera Belanda dalam abad ke 18 dan 19
Orang-orang Belanda muncul pada akhir abad ke 16 ke seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun
1602 bergabunglah kelompok-kelompok dagang di Belanda menjadi sebuah Persekutuan
Perdagangan dengan nama VOC (Vereinigte und Ost-Indische Companignien). Berdasarkan
perjanjian dengan Negara Belanda mereka boleh membentuk pasukan sendiri, mengumumkan
perang, membuat perjanjian dan mencetak mata uang sendiri. Berdasarkan perjanjian ini juga
VOC harus melakukan segala sesuatu untuk menyebarkan agama Protestan. Yang patut diingat
dalam hal ini bahwa perpindahan umat dari agama Katolik ke agama Protestan berlangsung
tanpa kekacauan.
Di bawah pemerintahan VOC kegiatan agama katolik dilarang. Keadaan ini berubah setelah
masa kekuasaan VOC berakhir pada akhir abad ke 18. Pada tanggal 1 Januari 1800 Negara
Belanda mengambil alih VOC yang telah bangkrut. Dengan demikian Indonesia menjadi koloni
Negara Belanda. Tetapi pada waktu ini Negara Belanda juga berada di bawah kekuasaan
Perancis yang menguasai Belanda 1795 dalam rangkaian Revolusi Perancis.
Penguasa Perancis memberikan kemungkinan bagi kebebasan beragama.Orang-orang katolik
mengalami emansipasi hak secara penuh pada tahun 1798 di bawah pemerintahan Raja
Lodewijk. Hermann Wilhelm Daendels, Gubernur Jenderal di Indonesia (1808-1811)
mengumumkan kebebasan beragama pada tahun 1808. Dalam tahun ini juga datang dua imam
projo Belanda J. Nelissen dan L. Prinsen ke Batavia (sekarang: Jakarta). Sesudah itu dibentuk
Perfektur Indonesia pertama di Batavia. Dengan itu Gereja Katolik mempunyai wadah organisasi
dan berkembang terus.
Segera sesudah itu pemerintah Belanda menghadapi persoalan persaingan antara agama Katolik
dan Misi Protestan. Untuk mengatasi persoalan ini pemerintah Belanda mengeluarkan
perarturan-peraturan baru yang melarang "misi ganda" (dubbele zending) dan memperbolehkan
pembukaan wilayah-wilayah misi baru hanya melalu isinan pemerintah.
Dalam tahun-tahun berikutnya datang para misionaris dan mengambil alih stasi-stasi misi yang
ditinggalkan oleh orang-orang Portugis (Flores dan Timor) dan mendirikan stasi-stasi misi baru
di Flores, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Seram dan Irian. Mereka memulai karya misi dalam
bidang persekolahan dan rumah sakit. Banyak Perfektur dibentuk dan kemudian diangkat
menjadi beberapa keuskupan.
4. Gereja-gereja Indonesia pada abad ke 20:
Pada tahun 1900 terhitung lebih dari 50.000 orang yang dipermandikan di seluruh wilayah
kepulauan Indonesia. Walaupun situasi politik yang sering berubah seperti perang dunia pertama
dan kedua, pengusiran orang-orang Belanda dan para misionaris barat oleh orang-orang Jepang
dalam perang dunia kedua, perjuangan kemerdekaan Indonesia sampai Proklamasi 17. Agustus
1945, gereja-gereja Indonesia bertumbuh terus.
Pada tahun 1960 jumlah penganut agama Katolik 1,3 juta orang (1,3% dari jumlah penduduk
seluruh Indonesia). Umat Katolik didampingi dan dilayani oleh 964 imam, 539 bruder dan 2472
suster. Dalam tahun 90-an ada 35 keuskupan katolik di seluruh Indonesia dan jumlah pemeluk
agama Katolik dalam kurun waktu ini 7 juta orang, dan itu berarti 3,5% dari jumlah seluruh
penduduk Indonesia. Jumlah penganut agama Kristen Protestan 12 juta orang, kira-kira 6% dari
jumlah seluruh penduduk Indonesia.
Karena aktivitasnya di bidang persekolahan dan rumah sakit maka Gereja Katolik menjadi mitra
kerja penting bagi negara dalam bidang sosial politik.
(Diambil dari: „Awal Mula Gereja Katolik Indonesia“ von Dr. P.M. Muskens, Ende 1974; „Der
Weg nach Asien - Die Ostsyrische Missionskirche“ von W. Hage, München 1978; „Der
Protestantismus in Indonesien“ von Th. Müller-Krüger, Stuttgart 1968; „Die katholische
Missionschule in Nusa Tenggara-Südostindonesien“ von K. Piskaty, Steyl 1964; „Neue Dienste
und Gemeindestrukturen in der kath. Kirche Indonesiens“ von G. Kirchberger, St. Augustin bei
Bonn 1986; „Die Beziehung zwischen Christentum und Islam in der Geschichte Indonesiens und
die Möglichkeit des Dialogs“ – Diplomarbeit von Aleksius Armanjaya, Mödling 1997).
5. Sebuah pandangan ke depan pada awal abad ke 21:
Hal-hal penting bagi gereja-gereja Indonesia untuk masa depan adalah dialog antar agama,
bidang pendidikan sekolah dan universitas, lapangan kerja untuk kaum muda, peranan kaum
awam, inkulturasi, hak-hak asasi manusia dan masalah lingkungan hidup.
Gereja-gereja Indonesia dihadapi dengan berbagai peristiwa dalam beberapa tahun terakhir:
perubahan situasi politik sesudah era Presiden Soeharto sejak tahun 1997, serangan kaum teroris,
bencana alam, pengangguran terutama pengangguran gererasi muda. Gereja-gereja Indonesia
hidup menurut nilai-nilai Injil secara jelas dan konsekuen, kalau gereja-gereja ini betul
membantu orang-orang miskin dan tertindas, turut aktif dalam pembangunan sistem ekonomi
yang adil dan sosial, yang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan martabat manusia,
kalau gereja-gereja turut mencari penyelesaian damai dalam masalah-masalah antar agama dan
dalam kehidupan bermasyarakat. Hanya dengan cara inilah gereja-gereja Indonesia bisa menjaga
identitasnya dan menunjukkan profilnya sebagai pengikut dan penerus karya Jesus Kristus.
Kristenisasi di Aceh Dalam Lintasan Sejarah

Agama Islam bagi masyarakat Aceh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupannya. Islam telah dijadikan pandangan hidup (way of life) dan norma yang mengatur
seluruh perilaku kehidupan masyarakat Aceh. Orang Aceh identik dengan muslim, dan
sebaliknya muslim identik dengan masyarakat Aceh. Hubungan erat masyarakat Aceh dengan
agama Islam dapat dideskripsikan dari sejarah masuknya Islam ke nusantara.

Agama Islam pertama menapakkan kakinya di Pasai – Aceh, yang dibawa oleh pedagang yang
berasal dari India dan Arab. Islam yang disampaikan oleh pedagang kepada msyarakat Aceh
melalui jalur akulturasi, sehingga tidak ada penolakan dan dinyatakan menyatu dengan perilaku
kehidupan masyarakat Aceh. Pada masa awal masuk Islam ke Aceh, Islam belum menjadi
kekuatan politik tetapi diyakini oleh masyarakat sebagai agama yang menuntun umatnya ke jalan
yang benar. Islam baru menjelma sebagai kekuatan politik ketika Raja Pasai yaitu Meurah Silu
masuk Islam dan dinyatakan Kerajaan Samudera pasai sebagai Kerajaan Islam pertama di Asia
Tenggara.

Penyatuan Islam dengan kehidupan masyarakat Aceh berlangsung cukup lama sampai
terbentuknya Kerajaan Aceh Darussalam. Islam sebagai kekuatan poliltik mulai berakhir dengan
jatuhnya kerajaan Aceh Darussalam dan muncunya kolonial Belanda. Meskipun demikian,
masyarakat Aceh masih tetap berpegang teguh dengan keyakinan aqidah islamiyahnya. Pada
masa kolonial Belanda upaya-upaya merongrong keyakinan dan aqidah masyarakat Aceh terus
menerus dilakukan. Hadirnya Snouck Hugronje di Aceh yang membawa misi politik Islam
menandakan adanya kegiatan menjauhkan masyarakat Aceh dengan keyakinan agamanya.
Namun, upaya tersebut sia-sia dan tidak menuai hasil apapun di Aceh. Masyarakat Aceh tetap
istiqamah terhadap aqidah islamiyah.

Upaya merongrong aqidah islamiyah masyarakat Aceh sudah mulai terasa kembali terutama
pasca gempa dan Tsunami tanggal 26 Desember 2004. Upaya tersebut ditempuh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab melalui bantuan kemanusiaan. Tsunami memang telah meluluh-
lantakkan tatanan kehidupan masyarakat Aceh, namun persoalan aqidah merupakan persoalan
yang sensitif dan harga mati bagi masyarakat Aceh. Oleh karena itu, kegiatan pendangkalan
aqidah yang diduga terjadi selama ini cukup meresahkan kehidupan masyaraka Aceh. Akibatnya,
ketentraman dan keamanan yang sudah tercipta selama ini merasa terusik. Bila hal ini tidak
tertangani oleh aparat yang berwenang dikhawatirkan akan terjadi ketidak-harmonisan
kehidupan antara umat beragama yang sudah terjalin cukup baik selama ini.Gerilya salib dalam
lintasan sejarah[3], tidak hanya dilakukan lewat pemurtadan. Di era kolinialisme kuno,
penyebaran salib dilakukan berbarengan dengan perampokan negeri-negeri kaya di Selatan,
penjajahan, dan pembunuhan, yang selama ini dikenal dengan istilah 3G (Gold, Glory, and
Gospel). Ketiganya dilakukan bersamaan, sehingga tidak mudah menilai apakah kedatangan
penjajah Eropa di negeri-negeri kaya di Selatan itu bermotif politik, ekonomi, atau semangat
penyebaran agama. Di seluruh dunia, penyebaran salib senantiasa dilakukan berdarah darah.
Pidato Theo Syafei di Kupang beberapa tahun lalu sebelum pecah kerusuhan agama di Maluku
membenarkan hal ini. Ironisnya, perampokan ini direstui oleh Paus seperti yang tertuang dalam
perjanjian Tordesillas yang seenaknya membagi bola Dunia menjadi dua kavling sasaran
perampokan, satu kavling diserahkan untuk Spanyol dan lainnya untuk Portugis. Tentu saja,
negeri-negeri Kristen Eropa (Christendom ) tidak dimasukkan dalam target ini.Di dalam laci
kerja dari setiap kaum imperialis, baik bersifat kuno ataupun yang sudah bersifat modern, selalu
tersimpan dengan baik rencana pengkristenan dan ketimuran,”[4]

Walau dianggap sebagai yang terkuat dalam armada laut saat itu, namun armada salib Portugis
menemui kegagalan besar di Aceh. Bahkan, Aceh Darussalam berhasil memukul mundur dan
mengejar armada kafir ini hingga berhasil membunuh sejumlah petinggi militernya. Nanggroe
Aceh Darussalam merupakan benteng Islam terkuat di seluruh Nusantara. Dari ujung Utara pulau
Sumatra inilah cahaya Islam datang dari Mekkah dan kemudian diteruskan ke seluruh bumi
persada Nusantara, sebab itu Aceh hingga kini dikenal dengan sebutan Serambi Mekkah.Dalam
hal menghadapi upaya penyebaran salib, Aceh memiliki pengalaman berabad-abad lamanya.
Mulai dari kedatangan armada salib Portugis di selat Malaka tahun 1511, kelicikan VOC
Belanda, kecongkakan bala tentara Dai Nippon yang di mata rakyat Aceh adalah kaum kafir
penyembah berhala matahari, dan yang ironis menghadapi konspirasi pemerintahan bangsanya
sendiri yang selama puluhan tahun secara halus maupun kasar berupaya menghancurkan
eksistensi muslim Aceh dan memutuskan urat nadi rakyat Aceh yakni Islam. Terlebih, di bawah
rezim Orde Baru di mana seluruh daerah di Nusantara hendak dijadikan ”Majapahit”. Semua itu
dihadapi rakyat Aceh dengan gagah berani, giat, dan tabah. Cobaan demi cobaan terus
berlangsung berabad-abad lamanya, dan itu semua malah membuat rakya Aceh begitu kokoh dan
kuat. Ada kalimat dari orang bijak berkata,” semak paling kuat adalah semak yang tumbuh di
cadas yang paling keras.” Dan inilah rakyat Aceh.

Walau menghadapi cobaan dan fitnah bertubi-tubi, Aceh tetap berdiri kokoh. Dalam peta dunia
penyebaran misi salib, wilayah Aceh diberi tanda hitam yang sangat pekat, menandakan wilayah
tersebut merupakan daerah yang amat sangat sulit dijangkau Injil. Namun demikian, misi
penyebaran salib untuk Aceh dari waktu ke waktu terus diupayakan. Mereka terus menunggu
sasarannya hingga kondisi memungkinkan mereka bergerak dengan leluasa, demikianlah sikap
para penginjil terhadap Aceh. Berabad-abad lamanya mereka menunggu momentum yang
dianggap tepat untuk bisa masuk ke Aceh. Selama itu juga, dengan cara halus dan kasar, mereka
terus memerangi dan melemahkan muslim Aceh agar bisa dijauhkan dari Islam yang kaffah.
Usaha missionaris dalam melakukan kristenisasi di Aceh telah mengalami masa yang panjang
dimulai pada masa penjajahan Belanda. Kaum kolonial memberi dukungan kuat kepada para
missionaris. Karena bila rakyat Indonesia memeluk agama Kristen itu akan memperkuat
cengkraman penjajahan kolonial Belanda di Nusantara dan perlawanan bumi putra pasti akan
mengendor dan segala program penjajahan akan berjalan dengan mulus. Namun upaya itu terus
menerus gagal karena keislaman rakyat Aceh sangat kuat. Mereka sangat benci kepada kaum
penjajah ( kafir ). Semua gereja yang dibangun Belanda di Aceh ditempatkan di pusat-pusat
konsentrasi tentara ( asrama-asrama militer Belanda ).

Pada masa kemerdekaan usaha missionaris secara rahasia tetap berjalan sebagaimana hebohnya
kasus Singkil dan Pulau Banyak. Pada awal tahun 1962. Di mana tanah –tanah yang kosong
dekat perkampungan kaum muslimin dibangun gereja-gereja kecil sebagai siasat untuk
menguasai tanah. Namun pada akhirnya masyarakat marah dan menghancurkan semua geraja-
gereja kecil itu, sebelum sempat diselesaikan oleh Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah
Karo waktu itu (Tgk H. Muhammad Dawud Beureu-eh), yang berencana berkunjung ke daerah
tersebut.
Pada tahun 1967 terjadi kehebohan di kota Bakti Pidie karena diadakan upacara gereja besar-
besaran di SMP kota Bakti yang dihadiri oleh umat Kristen seluruh Aceh, sementara penduduk
tetap di kota Bakti 100 % beragama Islam marah besar dengan kegiatan tersebut, yang katanya
didalangi oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan, namun tidak sempat melahirkan tindakan
anarkis disebabkan kedatangan Tim Dakwah Mahasiswa IAIN Ar-Raniry yang dapat meredam
amarah masyarakat.

Pada tahun 1976, Missionaris Simamora[5] secara meyakinkan menjelaskan bahwa umat
Kristen akan mengembangkan misinya di Aceh melalui tiga penjuru; Singkil, Aceh Tenggara
dan Sabang. Telah di cetak 100.000 Injil dalam bahasa Aceh akan di sebarkan di Aceh secara
meluas. Tahun 1982 heboh Cot Girek Aceh Utara, Pendeta John dari Banda Aceh menjanjikan
bantuan bibit tanam-tanaman, peralatan pertanian dan uang Rp 50.000 ( Lima puluh ribu rupiah)
bagi mereka yang mau mengikuti Yesus Kristus. Pertemuan besar Umat Kristen di Cot Girek dan
merekomendasikan Cot Girek sebagai pusat untuk penyebaran Kristen di Aceh. Hanya saja
rencana ini dapat diketahui oleh kepala kampung Cot Girek Abdullah Hasan dan menyampaikan
hal tersebut pada masyarakat, dengan amarah yang sangat, masyarakat meroboh balai tempat
pertemuan mereka.

April 2004 heboh kasus di Sabang, di mana umat Kristen sebagai umat minoritas, ingin
membangun gereja besar di Sabang yang seimbang Mesjid Agung. Rencana ini gagal karena
pemerintah dan pemuka masyarakat Sabang serta ulama segera meredam keinginan yang sangat
menggelisahkan masyarakat Sabang. Kekurang berhasilan, kalau tidak dikatakan gagal, upaya
kristenisasi pada masa-masa yang lampau di Aceh telah menyebabkan mereka menanti-nanti saat
yang tepat untuk berhasil dengan mudah menjalankan misinya di Aceh. Akhirnya saat yang
ditunggu-tunggu itu pun tiba. Ahad pagi, 26 Desember 2004, gelombang Tsunami menghempas
Aceh dan sekitarnya. Ratusan ribu Muslim Aceh meninggal seketika, ratusan ribu anak terenggut
masa depannya. Akibat tragedi kemanusiaan terbesar abad ini, Aceh bagaikan bumi tanpa tuan.
Hanya masjid-masjid, rumah Allah, yang masih tetap berdiri tegak mengawal bumi Serambi
Mekkah. Dunia bersedih, namun yang sulit dicerna akal sehat, di tengah kesedihan itu ternyata
ada yang tersenyum. Di tengah lautan kesengsaraan, ternyata ada yang tertawa gembira. Entah
harus diterangkan dengan logika apa, mereka-“para penginjil”-beranggapan bahwa tragedi
kemanusiaan terbesar abad ini merupakan cara Tuhan untuk membuka pintu Aceh dan daerah-
daerah lainya bagi misi penyebaran salib. Presiden Gospel for Asia (GFA) K.P. Yohannan dalam
Philadelphia Inquirer seperti dikuti situs www.news-leader.com pada tanggal 10 Januari 2005
tanpa rasa bersalah menyatakan,” Bencana ini merupakan salah satu kesempatan terbesar Tuhan
yang diberikan pada kami untuk berbagi cinta-Nya dengan orang –orang itu.”Koordinator
Sauthern Baptist, Pat Julian Robertson yang amat anti Islam juga mengatakan, tsunami telah
menyediakan kesempatan fenomenal bagi para penginjil untuk menyebarkan misi Yesus bagi
Muslim Aceh dan sekirtarnya. Pat Robertson, salah seorang penginjil fundamentalis AS dan
anggota Tim Doa Kepresidenan George W Bush, sangat senang dengan kenyataan ini.Tidak saja
GFA, Penginjil Vernon Brewer yang menjadi pimpinan dari World Help, sebuah organisasi
missionaris yang berpangkalan di Virginia AS, juga menyatakan bahwa dengan adanya bencana
tsunami maka daerah-daerah yang tadinya sulit dijangkau penginjil kini terbuka lebar.” Di masa
normal, Banda Aceh tidak begitu mudah bagi orang asing dan juga penyebar agama. Tetapi
karena kondisi darurat tak terelakkan, ada gempa tektonik dan tsunami, para penginjil memiliki
hak untu masuk dan kesempatan ini digunakan untuk menyebarkan agama mereka,” demikian
Brewer dalam situs resmi dalam World Help beberapa hari setelah bencana tsunami terjadi.

Solusi

Melihat kondisi riil kegiatan Misionaris/Kristenisasi di Aceh, maka ada beberapa solusi yang
perlu ditawarkan, di antaranya:

1. Diperlukan pengawasan secara terencana dan terpogram terhadap aktivitas NGO & LSM
yang menyimpang dari missi kemanusiaan, syari`at Islam, adat dan budaya Aceh.
2. Diperlukan upaya-upaya yang intensif dalam memantapkan aqidah, peningkatan ibadah,
dan pelaksanaan amar makruf nahi mungkar melalui Lokakarya Peran serta Ormas/OKP
Islam dalam pembinaan dan Pengawasan Aqidah Ummat.
3. Pengiriman da`i/khatib ke berbagai huntara dan lokasi-lokasi yang rawan terhadap
pendangkalan aqidah
4. Penyusunan dan penyebaran buku-buku, brosur-brosur tentang penguatan aqidah.
5. Mengadakan konseling agama, terutama bagi para korban yang sudah melenceng dari
nilai-nilai ajaran Islam, budaya dan adat-istiadat masyarakat Aceh.
6. Pelatihan kader-kader da`i, muballigh, guru-guru pengajian.
7. Melakukan kegiatan pengawasan terhadap ajaran sempalan/sesat.
8. Menyusun panduan syari`at bagi orang asing (dalam kaitan dengan antisipasi
pendangkalan aqidah).
9. Melakukan tindakan lanjutan (studi kasus) terhadap lembaga-lembaga tertentu yang
terindikasi melakukan upaya-upaya pendangkalan aqidah.
10. Diminta kepada pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap pendirian gereja
illegal yang melanggar SKB tiga mentri.

Sejarah Kristenisasi oleh Agama Protestan

1. Zending Protestan pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1831 dengan dua orang
pendeta bernama Riedel dan Schwarz ke Minahasa. Pada tahun 1850 mereka membuka sebuah
Kweekschool (sekolah pendidikan guru) di Tomohon dan pada tahun 1868 dibuka pula Sekolah
Guru Injil (Hulpzendelingen).
Kristenisasi di Minahasa itu ditangani dan dibeayai oleh Nederlandse Zendelinggenootschap
yang didirikan di Rotterdam tahun 1787. Pada tahun 1882 di Minahasa juga didirikan asrama dan
sekolah khusus bagi anak-anak pegawai negeri serta orang-orang terkemuka. Semua sekolah
tersebut mendapat subsidi dari Pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1888 mereka mendirikan
percetakan untuk mencetak buku-buku, selebaran dan sebuah surat kabar yang bernama, "Cahaya
Siang."

2. Di kepulauan Sangihe dan Talaud bangsa Portugis telah lebih dahulu menyiarkan agama
Kristen. Pekerjaan ini kemudian diambil alih dan diteruskan oleh bangsa Belanda di Ambon dan
Maluku dipelopori antara lain oleh: J. Kam pada pertengahan abad ke 19 juga. Dia adalah utusan
dari Nederlandse Zendinggenootschap tersebut. Kemudian mereka luaskan sampai ke pulau
Buru. Adapun daerah Sulawesi Tengah dan Tenggara kristenisasi dilakukan oleh Bala
Keselamatan atau Leger des Heils, sedang Gereformeerde Zendingbond mengirimkan pendeta
Van Den Loodrecht ke Luwuk pada tahun 1913. Di Bolaang Mongondow pengkristenan
dilakukan oleh Nederlandse Zendinggenootsehap. Pada tahun 1904 seorang raja
meminta kepada Zending itu untuk mendirikan sebuah H.l.S. di sana. Sekolah ini terlaksana pada
tahun 1913. Perkumpulan De Nederlandse Zendingvereniging yang semula diberikan tugas
mengkristenkan Jawa Barat, pada tahun 1915 juga beroperasi di Sulawesi Tenggara.

3. Kristenisasi di Jawa Timur dipelopori oleh seorang tukang jam bangsa Belanda di Surabaya
yang bernama Emde dan seorang tuan tanah bernama C. Coolen kira-kira pada tahun 1840.
Empat tahun kemudian pengikut mereka berhasil membentuk sebuah desa Keristen di
Mojowarno di mana dewasa ini berdiri sebuah rumah sakit Kristen yang amat besar dan modern.
Pada tahun 1848 seorang zendeling lagi yaitu E.J. Jellesma datang ke Surabaya lalu ke
Mojowarno. Dengan dibantu oleh seorang guru Injil Paulus Tosari didirikannya sebuah
Kweekschool yang kemudian terpaksa ditutup pada tahun 1858. Tetapi pada tahun 1500 dapat
dibuka kembali. Murid-murid dari pengikut C. Coolen menyebarluaskan agama Kristen ini
sampai ke Pasuruan dan Kediri. Kemudian berdatangan para zendeling dari negeri Belanda untuk
menyebarkan agamanya di tengah-tengah umat Islam. Mereka mendirikan rumah sakit rumah
sakit di banyak tempat di samping rumah sakit besar Mojowarno.

4. Di Jepara tinggal seorang bernama Tunggul Wulung yang terkenal dengan julukan Kiyahi
Berahim. Dia adalah seorang petapa yang mengaku telah mendapat wahyu dari Allah lalu masuk
Kristen. Tetapi kemudian dia campur-adukkan kepercayaan Kristen dengan Islam dan animisme,
akhirnya dia tidak diakui lagi oleh gereja. Ada pula seorang santri bernama Sadrah, yang berhasil
ditarik memeluk agama Kristen oleh seorang zendeling yang bernama Hoezoo. Sadrah kemudian
mengembara hampir ke seluruh tanah Jawa dan banyak bertemu serta berwawancara dengan
penyebar agama Kristen lainnya. Di Jakarta, dahulu Batavia, dia bertemu dengan MR. F.L.
Anthing, bekas pejabat tinggi kehakiman di Semarang yang telah pindah ke Jakarta, Dia ini
sangat besar jasanya dalam pernyebaran Kristen. Tahun 1867 Sadrah dibaptiskan dan dua tahun
kemudian dia dipindahkan ke Purworejo untuk menyiarkan Kristen bekerja sama dengan nyonya
Philips. Tahun 1870 pindah ke desa Karangjasa dekat Bagelen dan terus giat menyebarkan
agamanya dan memimpin kaum Kristen Jawa. Dari sana Kristenisasi diperluas oleh Dewan
Gereja (Gereformeerde Kerken) ke Banyumas dan Kedu lalu meluas ke Yogyakarta dan
Surakarta.

5. Adapun di Sumatera pekerjaan zending dapat dikatakan dimulai pada tahun 1890 di dacrah
Sumatera Pasisir Timur. Pada tahun 1894 mereka sampai ke utara Danau Toba daerah Batak
Karo. Pada tahun 1915 mereka dirikan rumahsakit di bawah pimpinan seorang Zuster bangsa
Belanda. Pulau Nias dimasuki pada tahun 1866 oleh para zendeling dari perkumpulan
Rheinische Missionsgeselschaft, yaitu gabungan zending yang berdiri pada tahun 1823 dan
berpusat di Barmen wilayah Dusseldorf, Jerman. Mereka juga melebarkan sayap ke Pulau
Mentawai dan Enggano. Rheinische Missionsgeselschafe ini juga beroperasi di pulau
Kalimantan sebelah Selatan dan Timur untuk mengkristenkan suku Dayak. Pada tahun l904
kelihatan kemajuannya di Kuala Kurom dan Kahayan Hulu, lalu meluas dengan pesat.

Demikianlah ringkasan sejarah kristenisasi yang dilakukan oleh agama Protestan di tanah air
kita.
Sejarah kristenisasi oleh agama Katolik

1. Pada tahun 1902 di Batavia (Jakarta) mulai didirikan Apostolisch Vicariaan Van Batavia.
Tetapi agama Katolik telah masuk ke Indonesia jauh sebelum itu. Pada abad ke 16 agama ini
telah memasuki kepulauan Maluku, Ambon, Ternate, Solor dan Nusa Tenggara. Penyebarannya
mula-mula dilakukan oleh bangsa Portugis yang menguasai kepulauan itu. Pada tahun 1546
seorang Apostel (muballigh) dari India juga datang ke sana, bernama Fransiscus Xaverius. Dia
berhasil menarik simpati pemerintah Portugis dan penduduk asli. Tahun 1605 pulau Ambon
dapat ditaklukkan. Pada waktu itu di Ambon telah ada 4 buah gereja dan sekitar 16.000 orang
beragama Katolik.

2. Agama Katolik memasuki Sulawesi dari Makasar, dan itu semua dilakukan oleh pengikut
madzhab Dominicus Orde (H. Dominicus hidup tahun 1170 - 1221) dan pengikut madzhab
Yesuiten Orde. Madzhab Yesuit ini pada mulanya didirikan oleh seorang bangsawan Spanyol
bernama Ignatius Loyola yang lahir tahun 1491. Dia adalah penganut aliran mistik dalam agama
Katolik. Dalam peperangan melawan Perancis mendapat cedera yang mengakibatkan
kelumpuhan seumur hidup. Mistiknya bertambah menebal dan mendapat banyak pengikut. Pada
tahun 1529 dibentuknya di Paris suatu jama'ah yang dibai'at untuk mengabdi kepada Paus dan
menyebarluaskan agama Katolik, Tahun 1539 semua anggota jama'ah dilantik menjadi pastor
dan tahun 1560 Paus Paulus III meresmikan jama'ah ini sebagai Jamaah Yesus atau the Society
of Yesus. Jamaah terus berkembang maju dan bersama Orde Yesuit.

3. Gerakan agama Protestan yang sangat memusuhi Gereja Katolik berhasil menghancurkan
kedudukan Missie Katolik di India sejak abad ke 17. Tetapi revolusi Perancis telah menyebabkan
terjadinya pergolakan politik di negeri Belanda yang mengakibatkan hancurnya pusat Zending
Protestan dan bangkitnya kembali Missie Katolik, serta menjadi sangat kuat. Setelah jazirah
Malaka dikuasai oleh bangsa Belanda dan kekuasaan mereka di Indonesia bertambah mantap,
maka secara bertahap penyebaran agama Katolik di Sulawesi diambil-alih oleh bangsa Belanda,
yaitu pada tahun 1807.
Tujuh tahun kemudian yaitu tahun 1904 Pusat Missie Katolik di negeri Belanda mengirimkan 2
orang utusannya ke Jakarta yaitu Jacob Nellisen dan Lambert Prinsen. Kedudukan Missie
dipusatkan di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Pada tahun 1834 di Padang ditempatkan seorang
pastor. Sejak tahun 1808 hingga 1845 mereka hanya mampu menempatkan 16 orang pastor
itupun akhirnya hanya tinggal 4 orang.

4. Dalam Perang Diponegoro (1825-1830) di tengah-tengah tentara Belanda ditempatkan seorang


Pastor bernama Scholtes. Dia mengadakan perjalanan inspeksi sampai ke Sulawesi dan Maluku
kemudian melaporkan hasil penyelidikannya kepada Paus. Berdasarkan laporan itu Paus
menganggap sudah tiba waktunya untuk membantu dan meningkatkan Missie Katolik di
Indonesia menjadi Vicariat (perwakilan), lalu mengirimkan Mgr. Jacob Croaff selaku
pemimpinnya. Pada tahun 1848 dia digantikan oleh Mgr. Peterus Maria Francken dengan dibantu
oleh 5 orang pastor. Di bawah pimpinannya, missie ini mendapat kemajuan. Dari pulau pulau
yang jauh letaknya berdatangan permintaan dari umat Katolik yang hidupnya terpencil. Akhirnya
pada tahun 1859 kaum Yesuiten membantu dengan mengirimkan missionaris ke pulau Jawa lalu
menempatkan mereka di Flores dan kepulauan lainnya.
5. Kemajuan Missie Katolik bertambah pesat setelah pada tahun 1874 Mgr. Francken digantikan
oleh Mgr. Claessen yang sejak tahun 1848 bertugas di India. Didirikannya pos-pos di Cirebon,
Magelang, Bogor, Malang dan Madiun. Untuk Sumatra di Medan dan Tanjung Sakti. Di
Kalimantan dibangunnya pangkalan untuk kristenisasi suku Dayak. Demikian juga Makassar,
Menado, Tomohon, Seram, Flores, Irian, Kendari, Sumbawa dan Timor. Claessen digantikan
oleh Vicarius Apostoles M.J. Staal, kemudian pada tahun 1898 oleh Mgr. E.S. Luypen S.J. Sejak
masa itulah agama Katolik mulai berkembang di pulau Jawa orang Jawa sukar untuk dirubah
agamanya. Mereka beragama Islam dan tidak mau dikatakan tidak Islam, walaupun mereka tidak
atau kurang menjalankan syari'ahnya. Missie mengambil jalan lain yaitu dengan mendekati anak-
anak mereka yang pada umumnya hidup kekurangan. Untuk mereka didirikan sekolah-sekolah
dasar dengan percuma, bahkan dengan diberinya alat-alat serta pakaian yang diperlukan. Kanak-
kanak itulah yang berangsur di-Katolik-kan, dan itu terjadi sejak akhir abad ke 19. Maka
dapatlah dikirakan bahwa banyaknya jumlah orang Jawa yang beragama Katolik adalah akibat
karena mereka dahulu bersekolah di sekolah-sekolah Katolik.

6. Pangkalan Missie untuk Jawa Tengah yang pertama ialah Muntilan dan Mendut di mana sejak
dahulu telah berdiri sekolah Katolik. Sekarang Mundlan menjadi pusatnya agama Katolik,
kemudian Yogyakarta pun dipenuhi oleh sekolah mereka. Guru-guru tamatan Muntilan dikirim
ke luar daerah dan banyak pula yang berdinas di sekolah Pemerintah (Gubernemen). Dari tahun
ke tahun mereka terus mendapat kemajuan. Sekolah bertambah banyak terutama sekolah
Pendidikan Guru. Rumah Sakit dan Rumah Yatim juga dibangun, sehingga kelihatannya
memang benar-benar menguasai lapangan sosial dan pendidikan. Pada akhir tahun 1923 sekolah
mereka berjumlah 52 buah dengan 5.840 orang murid. Mereka memiliki surat kabar seperti
Mingguan Java Post, Sociaal Leven En Streven, Katholik Schoolblad Van Nederlands Indie dan
De Indische Voorhoede. Dalam bahasa Indonesia yakni Gereja Katholik serta dalam bahasa Jawa
Swara Tama. Di samping itu mereka dirikan sebuah percetakan di Yogyakarta pada tahun 1922.

Untuk keperluan jalannya Missie Katolik beserta segala usahanya, mereka menerima bantuan
keuangan dari negeri Belanda, yang diberikan oleh Dana St. Claverbond yang berdiri tahun 1889
dan oleh berbagai perkumpulan missie antara lain De Indische Missie Vereniging. Rupanya
kaum Katolik tidak hanya berjuang dalam penyiaran agama, pendidikan, pengajaran, sosial serta
pendirian gereja-gereja, tetapi juga berjuang dalam bidang politik.
Pada tahun 1918 mereka telah mendirikan sebuah partai politik dengan nama De Indische
Katholieke Partij.

Sekianlah dengan sangat ringkas diuraikan sejarah masuknya Missie Katolik dan pekerjaannya di
tanah air kita.

You might also like