You are on page 1of 14

epemimpinan (Leadership) merupakan sebuah fenomena yang multi kompleks.

Di
dalamnya tidak hanya mengandung unsur dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya
tetapi
juga mencakup dimensi pyskologis yang menempatkan faktor pengelolaan emosi pada
posisi yang cukup stategis.
Kepemimpinan adalah sebuah realitas sosial politik atau organisasi yang telah ada
semenjak peradaban
manusia terbentuk. Dalam konteks yang paling sederhana, kepemimpinanan mulai
terbentuk ketika peradaban manusia mulai mengenal kehidupan berkelompok,
walaupun
dalam jumlah yang sangat terbatas untuk mempertahankan kelangsungan hidup
mereka.
Dalam konteks kehidupan moderen, makna kepemimpinan mempunyai arti yang
semakin
luas dengan aplikasi yang semakin melebar mengikuti dinamika kehidupan di
masyarakat.
Ada kepemimpinan yang bersifat formal dan informal. Kepemimpinan dalam rumah
Tangga ,organisasi sampai ke masalah Negara. Pendek kata, paradigma
kepemimpinan lambat laun
telah menjadi sebuah komoditi sosial, politik dan ekonomi yang bernilai tinggi. Oleh
sebab itu, dalam konteks transparansi, demokratisasi dan persaingan yang semakin
terbuka lebar, maka kapasitas kemampuan (ability) dan kecakapan (capability)
memimpin, menjadi tolak ukur utama agar seseorang dapat meraih kesuksesan.
Kemampuan dan kecakapan, tidak hanya mencakup kapasitas intelektual saja tetapi
mencakup pula kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar 
Ciri ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal antara lain :
Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki
kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak
secara generalis.
Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang
Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan
dua hal: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki; kedua,
kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru.
Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan seseorang tidak lagi pada
kemampuannya melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, melainkan
pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan
dalah yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah.
Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan inteletual yang berada
di atas kemampuan rata-rata orang-orang yang dipimpinnya, salah satu bentuk
kemampuan intelektual adalah daya ingat yang kuat.
Kapasitas Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki
pandangan holistik mengenai orgainasi.
Keterampilan Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi antara
lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampaian informasi dan fungsi
pengawasan.
Keterampilan Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan kesempatan untuk
meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya dan
meningkatkan dedikasinya kepada organisasi.
Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula
tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk berpikir. Hasil pemikiran
itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam
hubungan organisasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi
tersebut.
Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebagai bapak dan
penasehat bagi para bawahannya.  Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin
dalam mengemudikan organisasi terletak pada kemampuannya bertindak secara
objektif.
Pragmatisme, dalam kehidupan organisasional, sikap yang pragmatis biasanya
terwujud dalam bentuk sebagai berikut : pertama, kemampuan menentukan tujuan dan
sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti
menetapkan tujuan dan sasaran yang realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua,
menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang
diharapkan.
Kemampuan Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik
organisasional adalah “SWOT”.
Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang Penting
Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk memilih waktu yang tepat untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu.
Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib sepenanggungan”, keterikan satu sama lain.
Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga
hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi dan langsung dengan usaha
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
Keteladanan,s seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan
dalam sikap, tindak-tanduk dan perilaku.
Menjadi Pendengar yang Baik
Adaptabilitas, kepemimpinan selalu bersifat situasional, kondisonal, temporal dan
spatial.
Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap
dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi
tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang.
Ketegasan
Keberanian
Orientasi Masa Depan
Sikap yang Antisipatif dan Proaktif

Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi merupakan sesuatu fungsi yang sangat
penting organisasi yang bersangkutan. Fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
Fungsi administrasi, yaitu mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan
menyediakan fasilitasnya.
Fungsi sebagai Top Manajemen, yaitu mengadakan planning, organizing, staffing,
directing, commanding, controling, dsb.
Dalam organisasi pemimpin dibagi dalam 3 tingkatan. Ketiga tingkatan tersebut adalah :
1.Manajer Puncak ( Top Manager )
2.Manajer Menengah ( Middle Manager )
3.Manajer bawah ( Lower Manager )
TEORI KEPEMIMPINAN 
Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan
bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal
dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh
dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat
kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui
pendidikan, pengalamandan juga lingkungan sekitar.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan
kepemimpinan organisasi, antara lain :
Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di
atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil
yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun
eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil.
Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan
pendirian yang diyakini kebenarannya.
Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta
dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja
yang optimal, efektif dan efisien.
Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya
mampu berpihak kepadanya
Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini
memiliki kecendrungan kearah 2 hal :
Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang
menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh: membela bawahan,
memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang
memberikan batasan kepada bawahan.
Contoh : bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana
pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki
perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan
faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara
perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa
yang dikehendaki oleh seorang pemimpin.
Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pintar dalam membaca situasi dan harus
bersifat fleksibel.
Teori Kelompok
Agar tujuan organisasi dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara
pemimpin dengan bawahannya.
Selain gaya kepemimpinan diatas,masih terdapat gaya kepemimpinan lain :
Otokratis
Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam
mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan
digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri,
dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja
yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas
ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antaranya
memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan
pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
Partisipasif
Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan
yang diambil tidak bersifat sepihak.
Demokrasi
Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan
pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang
demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja
dan dapat mengarahkan diri sendiri.
Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi
bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan
tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam
menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin
memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya.
Keempat gaya tersebut :
Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf belum memiliki
pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada
di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang
harus dikerjakan. Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan
–aturan dan proses yang detil kepada bawahan.
Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga
menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses
perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Disini kita
perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya,
dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan
mereka.
Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasilitasi dan membantu upaya bawahannya
dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara
detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama
dengan bawahan. Dalam hal ini kita perlu meluangkan waktu untuk berbincang –
bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan kerja, serta
mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.

Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan
tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf
kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas
mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.

Jadi dapat saya simpulkan bahwa menurut saya kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk memimpin sesuatu, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk
melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama dalam organisasi tersebut.Otomatis apabila
seorang pemimpin bisa mengerti situasi dan keadaan didalam maupun diluar organisasi
maka dapat dipastikan organisasi tersebut bisa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
TIGA PERANAN PEMIMPIN DALAM PARADIGMA BARU

Pemimpin masa depan, dari millenium mendatang, adalah seseorang yang


menciptakan suatu budaya atau sistem nilai yang berpusat pada prinsip-prinsip.
Penciptaan, budaya demikian itu dalam bisnis, pemerintah, sekolah, rumah sakit,
organisasi nirlaba, keluarga, atau organisasi lainnya akan merupakan suatu tantangan
luar biasa dan menakjubkan dalam era baru ini dan hanya dapat dicapai oleh
pemimpin-pemimpin, apakah yang baru muncul atau berpengalaman, yang memiliki
visi, keberanian, sikap rendah hati dalam belajar, dan tumbuh secara
berkesinambungan. Orang-orang dan organisasi yang memiliki gairah untuk belajar –
belajar dengan mendengarkan, mengamatikecenderungan yang muncul, meraba dan
mengantisipasi kebutuhan dalam pasar, mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan
masa lalu, serta menyerap pelajaran yang diajarkan hati nurani dan prinsip-prinsip –
akan memiliki pengaruh yang kuat. Pemimpin yang senantiasa belajar tidak akan
menolak perubahan. Mereka justru merangkulnya.

A White-Water World
Dunia telah mengalami perubahan mendasar. Perubahan ini senantiasa terjadi di
sekitar kita dan selamanya. Inilah a white-water world – dunia yang selalu berubah.
Revolusi konsumen telah berlangsung luar biasa. Orang lebih banyak diberi penjelasan
dan menjadi sadar. Demikian banyak kekuatan dinamis, bersaing, dan beroperasi.
Standar mutu telah muncul, khususnya dalam pasaran global, sampai di titik mana tiada
jalan keluarnya. Bisa saja bertahan hidup dalam pasar domestik tanpa mematuhi
standar tersebut, bahkan dalam suatu pasaran regional, tetapi yang pasti tidak dalam
pasaran global.
Dalam semua sektor – bisnis, pemerintahan, kesehatan, sosial atau nirlaba – pasar
menuntut bahwa organisasi-organisasi tersebut harus bisa mentransformasikan diri,
Mereka harus sanggup menghasilkan jasa dan barang serta menyajikannya dengan
cepat, bersahabat, fleksibel, serta konsisten untuk mampu memenuhi kebutuhan
pelanggan internal dan eksternal sekaligus. Hal ini memerlukan tenaga kerja yang tidak
hanya diperbolehkan memberikan kreativitas dan bakat mereka, tetapi juga
dimungkinkan, didorong, dan diberi balas jasa untuk melakukan hal demikian.
Walaupun puluhan ribu organisasi sudah sangat terlibat dalam prakarsa mutu yang
dirancang untuk menghasilkan kebutuhan tersebut, namun transformasi ke arah itu
tidak tercapai. Alasan fundamental mengapa prakarsa mutu tidak bisa terwujud adalah
karena langkanya budaya percaya – dalam hubungan antar manusia. Sama seperti
halnya anda tidak bisa membohongi mutu yang berkelas dunia, demikian pula anda
tidak bisa membohongi kepercayaan yang tinggi. Kesemuanya harus berasal dari
kelayakan untuk bisa dipercaya (trustworthiness).
Saya sendiri lebih percaya dalam apa yang dikerjakan oleh ekonomi global untuk
mendorong mutu daripada faktor lainnya. Ekonomi global mengajar kepada kita bahwa
prinsip-prinsip seperti pemberdayaan(empowerment), kepercayaan, dan kelayakan
untuk dapat dipercaya yang pada akhirnya mengendalikan hasil efektif yang kita cari.
Pemimpin paling efektif adalah model yang menurut saya adalah kepemimpinan yang
berpusat pada prinsip. Mereka semakin menyadari bahwa kita tunduk pada hukum
alam atau prinsip-prinsip yang mengatur, yang beroperasi karena kesadaran kita akan
adanya hukum itu atau prinsip patuh padanya. Efektifitas kita ditentukan oleh
penyelarasan prinsip-prinsip yang tidak dapat dilanggar – hukum alam dalam dimensi
nyata manusia, tidak berubah, seperti hukum gaya berat dalam dimensi fisika. Prinsip-
prinsip ini sudah terlebur dalam setiap masyarakat beradab dan merupakan akar setiap
organisasi yang dapat bertahan hidup.
Untuk satu tingkatan di mana kita mengakui dan hidup dalam harmoni dengan prinsip-
prinsip dasar seperti ketulusan, pelayanan, persamaan, keadilan, integritas, kejujuran,
dan kepercayaan, kita bergerak maju ke arah bertahan hidup dan stabilitas di satu
pihak atau disintegrasi atau kehancuran di pihak lain. Prinsip-prinsip itu adalah self-
evidence (rasa percaya diri), self-validating natural laws (berdasarkan hukum alam yang
mengabsahkan diri). Pada kenyataannya, cara terbaik untuk menyadari bahwa prinsip
tersebut self-evidence, adalah dengan mencoba membayangkan dunia atau, untuk
kepentingan itu, apapun yang efektif, masyarakat, organisasi, atau keluarga yang dapat
bertahan hidup atas dasar prinsip berlawanan dengan prinsip dasar tersebut.
Prinsip-prinsip yang tepat seperti kompas: senantiasa menunjukkan jalannya. Kompas
tidak berubah atau bergeser, dan jika kita tahu bagaimana membacanya, kita tidak
akan kesasar, bingung, atau terbuai oleh suara-suara dan nilai-nilai yang saling
bertentangan. Kompas memberi arah ke Utara yang benar pada kehidupan kita dalam
mengarungi arus lingkungan kita. Jelas bahwa suatu inti yang berlandaskan prinsip
yang tak berubah merupakan kunci untuk memiliki kepercayaan, rasa aman, kekuatan,
panduan, dan kebijakan untuk mengubah cara kita menanggapi kebutuhan dan peluang
yang berubah di sekitar kita.
Jadai, peranan pertama seorang pemimpin adalah menjadi model kepemimpinan yang
berpusat pada prinsip ( principle centered leadership). Jika seseorang atau
organisasiberprinsip, seseorang atau organisasi tersebut menjadi principle-centered,
maka ia akan menjadi model bagi orang atau organisasi lainnya. Model, karakter,
kompetensi, dan kegiatan demikian, menghasilkan sikap percaya di antara orang-
orang, yang pada gilirannya akan berupaya mengidentifikasi diri sesuai model dan
menjadi terpengaruh karena itu. Model adalah suatu kombinasi karakter (siapa anda
sebagai pribadi) dan kompetensi (apa yang dapat anda kerjakan). Kedua kualitas ini
mewakili potensi anda. Tetapi jika anda mewujudkannya secara nyata – dan bisa
menyatukan tindakan dengan karakter, anda bisa menjadi model.
Tiga Peranan Seorang Pemimpin
Jika demikian, apa yang dimaksud dengan principle-centered leader models – model
pemimpin yang berlandaskan prinsip – saya menganggap bahwa anda dapat membagi
kepemimpinan dalam tiga fungsi atau kegiatan dasar :pathfinding (pencarian
alur), aligning (penyelarasan dan empowerment(pemberdayaan).
Pathfinding (Pencarian Alur)
Esensi dan kekuatan dari pathfinding (pencarian alur) diperoleh dalam visi dan misi
yang pasti. Pathfinding akan memiliki arti yang lebih mendalam di masa depan.
Pencarian ini membuat budaya dibekali dan terangsang mengenai suatu tujuan yang
lebih bernilai. Tetapi, berkaitan dengan apa? Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
dan pemegang saham lain yang terlibat. Untuk itulah, pathfinding mengikat sistem nilai
dan visi anda dengan kebutuhan pelanggan melalui suatu perencanaan strategis. Saya
menyebut hal ini sebagai the strategic pathway (jalur strategis).
Aligning (Penyelarasan)
Kegiatan kedua dari seorang pemimpin adalah aligning (penyelarasan) yang terdiri atas
upaya memastikan bahwa struktur, sistem,dan proses operasional organisasi anda
memberi dukungan pada tercapainya misi dan visi dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat. Mereka tidak merintangi, tidak
menyaingi, dan tidak menguasai. Tujuannya hanya memberi
dukungan. Leverage (penyetaraan) terbesar dari prinsip penyelarasan muncul jika
bawahan anda merasa selaras dengan misi, visi, dan strategi anda. Bila mereka
menghayati pemahaman akan kebutuhan, berbagi keterikatan yang kuat untuk
mencapai visi, terpanggil utnuk menciptakan dan secara kontinu memperbaiki struktur
dan sistem yang memenuhi kebutuhan, ini berarti anda memiliki penyelarasan. Tanpa
kondisi manusiawi ini, anda tidak dapat memperoleh mutu yang berkelas dunia dan apa
yang anda capai hanyalah program-program rapuh. Pada akhirnya, kita harus
memahami bahwa program dan sistem memang sangat penting, akan tetapi tetap
oranglah pemrogramnya.
Empowerment (Pemberdayaan)
Kegiatan ketiga seorang pemimpin adalah pemberdayaan. Apa yang dimaksud dengan
pemberdayaan? Orang memiliki bakat, kecerdikan, kecerdasan, dan kreativitas luar
biasa, tetapi kebanyakan sifat itu masih belum terungkap. Jika anda secara benar
bekerja sama erat menuju visi dan misi bersama, anda mulai berbagi misi dengan
orang-orang itu. Tujuan dan misi perorangan dipersatukan dengan misi organisasi. Bila
tujuan-tujuan itu saling mengisi, maka terciptalah sinergi yang besar. Suatu semangat
digerakkan dalam diri orang-orang yang mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan
kreativitas laten untuk mampu mengerjakan apa pun dan konsisten dengan prinsip-
prinsip yang disepakati untuk mencapai nilai, visi dan misi bersama dlam melayani
kebutuhan pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat. Ini yang disebut
pemberdayaan.
Tetapi anda harus mempelajari apa yang terjadi. Bagaimana hasilnya? Apakah kita
benar-benar memenuhi kebutuhan pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat?
Data dan informasi yang mengindikasikan apakah kebutuhan itu benar-benar dipenuhi
harus diumpanbalikkan kepada orang-orang dan tim dalam budaya yang diberdayakan
sehingga mereka dapat menggunakannya untuk perbaikan dan peningkatan secara
kontinu, mengerjakan apa yang diperlukan untuk memenuhi misi dan melayani
kebutuhan.
Menurut H. Mintzberg dalam tulisannya yang berjudul ‘The Manager’s Job: Folklore and
Fact’, pemimpin atau manajer dapat diberi pengertian sebagai orang yang memimpin
(bertanggung jawab atas) suatu organisasi atau salah satu dari sub unitnya.Dengan
pengertian itu maka manajer bisa seorang  Presiden, mandor, manajer-pelatih
sepakbola ataupun kepala desa.Mereka semua memiliki kesamaan, yaitu diberi otoritas
formal atas suatu unit organisasi. Dari otoritas formal tersebut muncul status. Status
tersebut memunculkan bermacam peran dalam hubungan interpersonal, dan dari peran
hubungan interpersonal itu muncul akses atas informasi, informasi memungkinkan
pemimpin membuat keputusan dan menyusun strategi bagi organisasinya.

Selanjutnya dikatakan bahwa tugas seorang pemimpin bisa didiskripsikan dalam


bermacam peran atau satu set perilaku yang diidentifikasikan dengan satu posisi
tertentu. Status yang muncul sebagi konsekuensi dari otoritas formal yang dimiliki
seorang pemimpin memunculkan tiga peran interpersonal (hubungan antar manusia),
yang pada gilirannya memunculkan tiga peran informasional (berkaitan dengan
informasi); dan selanjutnya kedua set peran tersebut memungkinkan pemimpin untuk
memainkan peran desisional (berkaitan dengan pengambilan keputusan).

Peran Interpersonal (Interpersonal Role)


Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran pemimpin yang muncul secara langsung
dari otoritas formal yang dimiliki pemimpin dan mencakup hubungan interpersonal
dasar, yaitu:

(1) Peran sebagai yang dituakan (Figurehead Role)

Karena posisinya sebagai pemimpin suatu unit organisasi, pemimpin harus


melaksanakan tugas-tugas seremonial seperti menyambut tamu penting, menghadiri
pernikahan anak buahnya, atau menjamu makan siang pelanggan atau kolega.
Kegiatan yang terkait dengan peran interpersonal sering bersifat rutin, tanpa adanya
komunikasi ataupun keputusan penting. Meskipun demikian, kegiatan itu penting
untuk memperlancar fungsi organisasi dan tidak dapat diabaikan oleh seorang
pemimpin.
(2) Peran sebagai pemimpin (Leader Role)

Seorang pemimpin bertanggungjawab atas hasil kerja orang-orang dalam unit


organisasi yang dipimpinnya. Kegiatan yang terkait dengan itu berhubungan dengan
kepemimpinan secara langsung dan tidak langsung. Yang berkaitan dengan
kepemimpinan secara langsung antara lain menyangkut rekrutmen dan training bagi
stafnya. Sedang yang berkaitan secara tidak langsung antara lain seorang
pemimpin harus memberi motivasi dan mendorong anak buahnya. Pengaruh
seorang pemimpin jelas terlihat pada perannya dalam memimpin. Otoritas formal
memberi seorang pemimpin kekuasaan potensial yang besar; tetapi
kepemimpinanlah yang menentukan seberapa jauh potensi tersebut bisa
direalisasikan.
(3) Peran sebagai Penghubung (Liaison Role)

Literatur manajemen selalu mengakui peran sebagai pemimpin, terutama aspek


yang berkaitan dengan motivasi. Hanya baru-baru ini saja pengakuan mengenai
peran sebagi penghubung, di mana pemimpin menjalin kontak di luar rantai
komando vertikal, mulai muncul. Hal itu mengherankan, mengingat banyaktemuan
studi mengenai pekerjaan manajerial menunjukkan bahwa pemimpin menghabiskan
waktunya bersama teman sejawat dan orang lain dari luar unitnya sama banyak
dengan waktu yang dihabiskan dengan anak buahnya; sementara dengan
atasannya justru kecil. Pemimpin menumbuhkan dan memelihara kontak tersebut
biasanya dalam rangka mencari informasi. Akibatnya, peran sebagai penghubung
sering secara khusus diperuntukkan bagi pengembangan sitem informasi
eksternalnya sendiri yang bersifat informal, privat, verbal, tetapi efektif.

Peran Informasional (Informational Role)

Dikarenakan kontak interpersonalnya, baik dengan anak buah maupun dengan jaringan
kontaknya yang lain, seorang pemimpin muncul sebagai pusat syaraf bagi unit
organisasinya. Pemimpin bisa saja tidak tahu segala hal, tetapi setidaknya tahu lebih
banyak dari pada stafnya. Pemrosesan informasi merupakan bagian utama (key part)
dari tugas seorang pemimpin. Tiga peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan aspek
irformasional tersebut.
(1) Peran sebagai monitor (Monitor Role)
Sebagai yang memonitor, seorang pemimpin secara terus menerus memonitor
lingkungannya untuk memperoleh informasi, dia juga seringkali harus
’menginterogasi’ kontak serta anak buahnya, dan kadangkala menerima informasi
gratis, sebagian besar merupakan hasil jaringan kontak personal yang sudah
dikembangkannya. Perlu diingat, bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh
pemimpin dalam perannya sebagai monitor datang dalam bentuk verbal, kadang
berupa gosip, sassus, dan spekulasi yang masih membutuhkan konfirmasi dan
verifikasi lebih lanjut.

(2) Peran sebagai disseminator (Disseminator role)

Sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin harus dimanfaatkan bersama


(sharing) dan didistribusikan kepada anak buah yang membutuhkan. Di samping itu
ketika anak buahnya tidak bisa saling kontak dengan mudah, pemimpinlah yang
kadang-kadang harus meneruskan informasi dari anak buah yang satu kepada yang
lainnya.
(3) Peran sebagai Juru bicara (Spokesman Role)

Sebagai juru bicara seorang pemimpin mempunyai hak untuk menyampaikan


informasi yang dimilikinya ke orang di luar unit organisasinya.

Peran Pengambilan Keputusan (Decisional Role)

Informasi yang diperoleh pemimpin bukanlah tujuan akhir, tetapi merupakan masukan
dasar bagi pengambilan keputusan. Sesuai otoritas formalnya, hanya pemimpinlah
yang dapat menetapkan komitmen organisasinya ke arah yang baru; dan sebagai pusat
syaraf organisasi, hanya dia yang memiliki informasi yang benar dan menyeluruh yang
bisa dipakai untuk memutuskan strategi organisasinya. Berkaitan dengan peran
pemimpin sebagai pengambil keputusan terdapat empat peran pemimpin, yaitu:

(1) Peran sebagai wirausaha (Entrepreneur Role)

Sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus berupaya untuk selalu memperbaiki


kinerja unitnya dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan di mana organisasi
tersebut eksis. Dalam perannya sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus selalu
mencari ide-ide baru dan berupaya menerapkan ide tersebut jika dianggap baik bagi
perkembangan organisasi yang dipimpinnya.

(2) Peran sebagai pengendali gangguan (Disturbance handler Role)

Peran sebagai wirausaha mengacu kepada peran sukarela seorang pemimpin


sebagai agen pembaruan, sementara di pihak lain peran sebagai pengendali
gangguan memotret keharusan pemimpin untuk merespon tekanan-tekanan yang
dihadapi organisasinya. Di sini perubahan merupakan sesuatu di luar kendali
pemimpin. Dia harus bertindak karena adanya tekanan situasi yang kuat sehingga
tidak bisa diabaikan. Pemimpin seringkali harus menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk merespon gangguan yang menekan tersebut. Tidak ada organisasi
yang berfungsi begitu mulus, begitu terstandardisasi, yaitu telah memperhitungkan
sejak awal semua situasi lingkungan yang penuh ketidakpastian. Gangguan timbul
bukan saja karena pemimpin bodoh mengabaikan situasi hingga situasi tersebut
mencapai posisi kritis, tetapi juga karena pemimpin yang baik tidak mungkin
mengantisipasi semua konsekuensi dari setiap tindakannya.

(3) Peran sebagai yang mengalokasikan sumberdaya (Resource allocator Role)


Pada diri pemimpinlah terletak tanggung jawab memutuskan siapa akan menerima
apa dalam unit organisasinya. Mungkin, sumberdaya terpenting yang dialokasikan
seorang pemimpin adalah waktunya. Perlu diingat bahwa bagi seseorang yang
memiliki akses ke pemimpin berarti dia bersinggungan dengan pusat syaraf unit
organisasi dan pengambil keputusan. Pemimpin juga bertugas untuk mendesain
struktur organisasi, pola hubungan formal, pembagian kerja dan koordinasi dalam
unit yang dipimpinnya.

(4) Peran sebagai negosiator (Negotiator Role)

Banyak studi mengenai kerja manajerial mengindikasikan bahwa pemimpin


menghabiskan cukup banyak waktunya dalam negosiasi. Sebagaimana
dikemukakan Leonard Sayles, negosiasi merupakan way of life dari seorang
pemimpin yang canggih. Negosiasi merupakan kewajiban seorang pemimpin,
mungkin rutin, tetapi tidak boleh dihindari. Negosiasi merupakan bagian integral dari
tugas pemimpin, karena hanya dia yang memiliki otoritas untuk bisa memberikan
komitmen sumberdaya organisasi, dan hanya dia yang memiliki pusat syaraf
informasi yang dibutuhkan dalam melakukan negosiasi penting.

KESIMPULAN

Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik

dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mangerjakan sesuatu. Seseorang dikatakan

apabila dia mempunyai pengikut atau bawahan.Bawahan pemimpin ini dapat

disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai

tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi maka

semakin dituntut daripadanya kemampuan berfikir secara konsopsional strategis

dan makro. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia akan

semakin generalist, sedang semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi

maka ia menjadi spesialist.

Teori generis, teori sosial dan teori okologis adalah teori yang

mengemukakan lahirnya/timbulnya seorang pemimpin, sedangkan tipe-tipe


kepemimpinan dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe utama yaitu tipe otokratis,

militeristis, paternalistis, karismatis dan tipe demokratis.

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 11Tugas utama dari seorang
pemimpin adalah mengambil keputusan. Segala

sesuatu yang terjadi dalam organisasi sebaiknya adalah karena diputuskan

demikian, bukan karena secara kebetulan terjadi. Semakin tinggi kedudukan

seseorang dalam organisasi maka semakin besar bobot dari keputusan yang

diambilnya meskipun sering ke putusan tersebut bersifat umum dan kwalitatif.

Dalam sebuah organisasi harus selalu terdapat pendelegasian wewenang.

Hal ini disebabkan karena keterbatasan-keterbatasan dari manajer dalam

melaksanakan tugasnya.

You might also like