You are on page 1of 6

ASTABRATA KEPEMIMPINAN ALA 

HINDU

Dalam konteks Hindu sebagai sebuah teori kebenaran (agama), terdapat


banyak pengetahuan hakiki yang mengandung nilai filsafat, dan kemudian
menjadi tuntunan serta pedoman dalam menapak segala aspek kehidupan di bumi
ini. Tentu, dalam hal ini yang paling beruntung adalah manusia, karena konon
manusia yang paling cerdas di antara mahluk ciptaan Tuhan serta dapat
memanfaatkan semua anugrah yang berupa tuntunan dan pedoman hidup ini, yang
sekaligus mampu mengatur, mengendalikan, termasuk ‘mempermainkan’ alam
dan kehidupan ini dengan segala kesombongan serta keserakahannya.
Dalam ajaran Hindu, banyak sekali terdapat tuntunan yang merupakan
rambu dalam tatanan kehidupan agar tercapainya kedamaian yang dipakai oleh
para peminpin Hindu, seperti Kepemimpinan Tri Kaya Parisudha, Panca Me, Sila-
sila, Asta Brata, Asta Dasa Paramiteng Prabhu, Panca Stiti Dharmaing Prabhu,
dan lain sebagainya. Namun sesungguhnya kepemimpinan itu harus dimulai dari
diri sendiri, setiap orang wajib melaksanakan kepemimpinan itu, lebih-lebih bagi
seorang pejabat atau orang yang berpredikat sebagai pemimpin maupun pimpinan,
seperti kutipan yang mengawali Asta Brata berikut ini, Nihan kramani dening
angdani rat, awakte rumuhun warah ring hayu, Telaste mapageh magem agama,
teke rikang amatya mantra tumut.
Arti bebasnya Beginilah seharusnya tata krama seorang pemimpin dalam
menjaga kelestarian jagat. Dirimu sendirilah terlebih dahulu dinasihati dengan
nilai-nilai kebenaran/ agama. Setelah dirimu mengerti akan kebenaran, dan
melaksanakan kebenaran itu, niscaya bawahan dan masyarakatmu akan percaya
dan mengikuti perintahmu.
Prayatna ring ulah atah ngwang prabhu, maweha tuladan tiruning sarat
Yaning salah ulah sasar rat kabeh, pananda pada sang mawang rat tinut
Arti bebasnya Seorang pemimpin harus hati-hati bertingkah laku, agar memberi
teladan yang benar untuk ditiru oleh anggota / masyarakat. Apabila salah
berperilaku, maka kacaulah masyarakat dan dunia ini, karena sang pemimpin akan
ditiru oleh masyarakat. Dalam tuntunan kepemimpinan berdasarkan teori Asta

1
Brata yang bersumber dari kakawin atau Epos Agung Ramayana. Kalau tidak
salah, tiga moment penting dalam wiracarita itu menyinggung serta menjelaskan
tentang ajaran kepemimpinan Asta Brata, dan itu berarti bahwa betapa penting
dan luhurnya ajaran ini.
Secara jelas diceritakan ketika Sang Barata, adik tiri dari Sang Ramadewa
datang menghadap kakandanya yang sedang ‘ngalas’ karena mengalah dari
perebutan jabatan raja. Dan Sang Barata memohon agar Sang Rama sudi kembali
ke Ayodiapura untuk menjadi raja, karena Barata yang dipaksakan oleh ibundanya
Dewi Kekayi untuk menjadi raja merasa tidak mampu. Nah, di sini Sang
Ramadewa menunjukkan keagungan dan kebijaksanaannya, berpesan agar Barata
mau mengikuti kehendak ibundanya sebagai wujud bakti terhadap orang tua, dan
beliau menganugrahkan nasihat kepada adiknya, bahwa dalam memangku jabatan
sebagai pemimpin ia harus menganut sifat-sifat dewata agar sukses dan dihormati.
Ajaran nasihat itu diberi nama ‘Asta Brata’ yaitu delapan sifat dewa yang harus
dipahami dan dilaksanakan dengan taat.
Ajaran ini juga tersirat ketika Sang Gunawan Wibisana merasa ragu saat
ditunjuk menjadi raja di Alengkapura oleh Sri Rama setelah Prabhu Rahwana
kalah, karena yang akan dipimpinnya adalah para raksasa. Di sini nasihat dan
petuah ‘Asta Brata’ dari Sri Rama memantapkan hatinya untuk menjadi raja,
karena ia yakin Asta Brata yang merupakan sifat-sifat dewata ‘Daiwi Sampath’
akan mampu mengatasi sifat-sifat raksasa yaitu ‘Ashuri Sampath’.
Nuansa Asta Brata juga terlihat ketika Sang Gunawan Wibisana sambil
menangis sedih ‘membesuk’ kakaknya yang sekarat terjepit dua bukit karena
dihukum dewata setelah dikalahkan dalam perang oleh Sang Rama Dewa dengan
pasukan keranya. Dalam nasihatnya, Sang Gunawan Wibisana mengkritik
kakaknya yang dalam menjalankan kepemimpinan sebagai raja Alengkapura,
selalu bersikap angkuh, sombong, otoriter, selalu mencari pembenaran pribadi,
dan jauh dari nilai-nilai kebenaran sejati (agama).
Kemudian dia menyiratkan pola kepemimpinan yang dianut oleh Sang Rama
Dewa, di mana beliau terkenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana,
dihormati, dan dicintai oleh rakyatnya serta disayangi oleh para dewata. Pola

2
kepemimpinan yang dijalankan oleh beliau dengan mencontoh delapan sifat-sifat
dewata yang disebut dengan Asta Brata, seperti kutipan berikut ini;
Lawan sire kinonaken katwange, apan hana bethara mungwing sire
Wolung hyang apupul yariawak sang prabhu, dumeh sire maha prabhawa sama.
Arti bebasnya Beliau Sang pemimpin yang agung patut dihormati, karena ada
dewata yang mengayomi beliau. Delapan Dewata berkumpul di jiwa beliau, itu
sebabnya beliau sangat beribawa dan disegani. Hyang Indra, Yama, Surya,
Candra, Nila, Kuwera, Baruna, Gni nahan Wolu. Sire tamake angge sang Bhupati,
matang nire ninisti Asta Brata.
Arti bebasnya Hyang Indra, Yama, Surya, Candra, Bayu, Kuwera, Baruna, Agni
itu lengkap ada delapan jumlahnya. Kedelapan dewata tersebut adalah jiwa sang
pemimpin, dan itu berarti sang pemimpin (pasti) melaksanakan asta brata.
Kedelapan dewata beserta sifat beliau yang termasuk dalam ajaran Asta
Brata tersebut adalah sebagai berikut:
1. Brata Hyang Indra, beliau adalah dewa hujan, menciptakan air, air
kehidupan dan memberikan kesejukan bagi mahluk di alam ini, di samping
itu air selalu mengalir ke tempat lebih rendah yang menunjukkan bahwa
sifat rendah hati serta mengayomi rakyat kecil, air berasal dari bawah
kemudian naik ke angkasa berupa uap bersatu dalam bentuk mendung, lalu
turun lagi dalam bentuk hujan. Seorang pemimpin harus sadar bahwa ia
berasal dari rakyat, ketika berkuasa dia harus benar-benar mengabdi demi
kepentingan rakyat yang dipimpinnya, sebab suatu saat dia pasti akan
kembali lagi sebagai rakyat. Juga kalau diperhatikan, putaran kucuran air
pancuran di telaga selalu berputar ke kanan, itu bermakna baik (kanan)
bahwa seorang pemimpin harus berpikir, berkata, dan berbuat yang positif.
Air juga mampu membersihkan dan mensucikan noda-noda dunia. Namun
di balik itu air juga menyimpan kekuatan yang maha dahsyat, mampu
menghempaskan dan menghanyutkan apa saja, ingat Dwarawati negaranya
Prabhu Kresna musnah karena (air bah) banjir, ingat pula Aceh, Wasior
dan tempat-tempat lainnya yang diluluhlantakkan oleh air.

3
2. Brata Hyang Yama, beliau adalah seorang Hakim Agung yang selalu
menjatuhkan hukuman bagi orang yang bersalah dan pelaku kejahatan,
lebih-lebih kejahatan yang sampai membuat rusak alam beserta kehidupan
ini. Segala bentuk kejahatan dan eksploitasi terhadap hidup dan kehidupan
ini selalu dihukumnya secara adil sesuai perbuatannya (karma-pahala).
Beliau amat tegas dan tidak pandang bulu, tidak tebang pilih dalam
menjalankan tugas (menghukum).
3. Brata Hyang Surya, adalah sinar dan penerangan dalam kehidupan ini.
Dengan sinarnya beliau mengisap air yang diciptakan oleh Hyang Indra
secara perlahan dan mengubahnya menjadi energi kehidupan bagi semua
mahluk. Beliau adalah saksi dari segala perbuatan manusia. Di samping itu
beliau sangat taat akan waktu dan tepat waktu (on time), dan tidak pernah
berhenti ‘bekerja’ menyinari alam sepanjang waktu. Seorang pemimpin
harus mampu berperilaku seperti matahari serta menjadi inspirasi, energi
untuk memotivasi dan menjadi contoh desiplin kepada bawahannya.
4. Brata Hyang Candra (Rembulan), sikap dan penampilan cahaya beliau
yang halus dan menyejukkan dengan senyum yang amat manis, begitu
teduh bak tersiram air surgawi bagi yang menikmati sinarnya. Di samping
itu dengan kelemahlembutan sinar beliau mampu memberi penerangan dan
tuntunan bagi orang yang sedang tersesat dalam kegelapan. Seorang
pemimpin harus mampu menciptakan kesejukan dan kenyamanan suasana,
mampu memberi tuntunan dan pencerahan bagi orang sedang khilaf.
5. Brata Hyang Bayu, ibarat angin beliau ada di mana-mana dan selalu
mengawasi keadaan demi ketentraman kehidupan mahluk dan alam
semesta ini. Di samping itu beliau adalah nafas kehidupan bagi semua
mahluk hidup. Seorang pemimpin yang baik harus selalu waspada, tahu
keadaan yang sebenarnya, dan mengerti kebutuhan-kebutuhan dasar
rakyatnya sehingga pemimpin ibarat nafas bagi rakyat. Tetapi apabila
Sang Bayu murka, apapun tidak mampu menahan tiupan beliau. Ingat El
Nino atau puting beliung yang mampu menghancurkan serta
menerbangkan pohon-pohon dan rumah-rumah besar.

4
6. Brata Hyang Kuwera, beliau menyiapkan segala macam makanan,
minuman dan kesenangan. Kesejahteraan dan kebahagiaan bagi mahluk
adalah tujuan beliau dengan menyediakan sandang pangan dan papan serta
keindahan untuk dinikmati oleh semua mahluk hidup. Seorang pemimpin
harus mampu memberikan kesejahteraan, kesenangan, dan kebahagiaan
kepada rakyat. Tidak boleh egoistis, maunya enak sendiri dengan
menelantarkan rakyat, itu perilaku korup namanya sebab rakyat berhak
juga menikmati kesejahteraan dan kebahagiaan.
7. Brata Hyang Baruna dengan senjata saktinya yang bernama Naga Pasa,
beliau selalu mengikat kejahatan agar tidak sampai berkeliaran, mengikat
niat-niat jahat agar tidak sampai membuat kejahatan yang dapat
membahayakan dunia ini. Seorang pemimpin harus selalu waspada, tidak
lengah, dan bertindak preventif terhadap hal-hal yang membahayakan.
Bukankah tindakan pencegahan jauh lebih bijaksana daripada penyelesaian
masalahnya, karena lebih efektif dan efisien.
8. Brata Hyang Agni, beliau adalah dewa api yang mampu menghanguskan
kejahatan. Setiap kejahatan adalah musuh yang harus dibakar dan
dihanguskan, tidak ada kejahatan yang mampu menahan panas api beliau.
Di samping itu beliau memiliki semangat yang tinggi dan berwawasan
luas, ibarat kobaran api selalu membubung ke atas dan asapnya menyebar
di angkasa. Spirit dewa api harus diteladani oleh sorang pemimpin, harus
tegas terhadap kejahatan bila perlu dimusnahkan. Selalu bersemangat dan
memiliki wawasan yang luas, caranya tentu dengan banyak belajar.
Demikianlah hendaknya perilaku seorang pemimpin, ia selalu
mengutamakan kemuliaan dengan mencontoh dan mengamalkan sifat-sifat
kedelapan dewata tersebut. Pemimpin yang bijaksana akan malu dan merasa tidak
berguna bila tidak mampu menjalankan negaranya/organisasinya serta mengayomi
dan membahagiakan hati rakyatnya. Dia akan selalu berusaha menyenangkan
hatinya sendiri dengan jalan mengabdi dengan tulus ‘melayani’ rakyatnya
(mengawe sukane wong len) sehingga rakyat yang dilayaninya menjadi bahagia.

5
Ibarat manik, intan, atau mutiara, permata pada cincin emas yang indah, dapat
menyenangkan hati pemakai dan yang memandanginya.
Sebagai seorang pemimpin yang arif dan bijaksana, tuntunan teori/ajaran
Asta Brata ini tentu dapat dipahami atau minimal sebagai ilham/inspirasi serta
sedapat mungkin diaplikasikan secara riil dalam aktivitasnya di suatu komunitas
atau organisasi apapun, sepanjang kita mau dan mampu memaknai ajaran luhur
tersebut.
Tambahan pengetahuan ini sudah pasti akan sangat bermanfaat terutama
dalam tugas kita sebagai pemimpin atau pimpinan, minimal untuk memimpin diri
sendiri. Semoga.

Bahan Bacaan
Ric Estrada (Alih Bahasa: Tatang Setia M.), Kepemimpinan Dalam Konperensi
(Confrence Leadership), Jakarta : 1982
Simanhadi Widyaprakoso, Kepemimpinan (Materi Diklatsar Metodologi P2M
Univ. Jember)
Widnyana, Kepemimpinan dan Sosiologi Pedesaan (Materi Pembekalan KKN
Unwar 88/89)
______________, Kakawin Ramayana, (Proyek Terjemahan: Dinas P&K
Prop.Bali 1986)
______________, Majalah, Koran, dan sumber lain yang terkait.

You might also like