You are on page 1of 4

BUDAYA POLITIK

PILKADA

Pemilihan kepala daerah merupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di


tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat, serta untuk mewujudkan sistem pemerintahan di daerah
tersebut.

Masyarakat Bali pada pilkada bulan Mei masih cenderung memperlihatkan bentuk
budaya politik campuran yakni Subjek Partisipan. Walaupun tidak seantusias sebagaimana
keikutsertaan mereka dalam pilkada sebelumnya, masyarakat masih patuh dan ikut serta
dalam pilkada karena dianggap sebagai kewajiban semata atau akibat adanya kontrol sosial.

Pada pilkada sebelumnya sebagian besar rakyat pemilih berduyun-duyun mendatangi


bilik suara, walau tidak memahami visi, misi, dan rencana strategis sang kandidat, tidak
tertarik dengan materi kampanye yang disodorkan, tidak begitu kenal calonnya dan tidak
perduli dengan hasil pilkada nanti. Namun, hal itu dilakukan semata-mata untuk menghindari
kontrol sosial dan kecemasan yang muncul karena melanggar norma yang sudah mapan di
masyarakat. Hanya sebagian kecil masyarakat yang ikut pilkada karena kesadaran akan hak-
hak politiknya. Mereka berpartisipasi dalam pilkada dengan keyakinan bahwa kepesertaannya
dalam pilkada adalah metode untuk mengevaluasi, memilih kepala dan wakil kepala daerah
dan untuk mempengaruhi arah kebijakan daerah.

Hal ini dapat menjadi penyebab munculnya GOLPUT. Di mana masyarakat tidak
menggunakan hak berdemokrasinya dengan baik dalam pemilihan kepala daerah di daerah
mereka sendiri.

Tanggapan :

1. Untuk mengantisipasi hal tersebut seharusnya KPU harus lebih banyak melakukan
sosialisasi tentang pentingnya memberikan suara dalam Pilkada agar masyarakat tidak
hanya memberikan suara dengan asal-asalan melainkan memikirkan betapa penting
suaranya dalam Pilkada.
2. Untuk mengatasi golput, KPU harus melakukan sosialisasi dalam pengetahuan atau
pengenalan tentang calon-calon yang maju dalam Pilkada, sehingga menyebabkan
masyarakat tersebut mau untuk memilih.

PEMILU

 Politik Uang Pada Pemilu

Salah satu budaya politik yang terus menerus menghantui setiap kali akan dilangsungkannya
Pemilu adalah budaya money politics (politik uang). Tak terkecuali pada pelaksanaan Pemilu legislatif
yang dilaksanakan pada Kamis 9 April, serta pemilu Presiden /Wakil Presiden (Pilpres) pada 8 Juli
2009 tak lepas dari bayang-bayang merebaknya budaya politik uang ini.

Budaya warisan Orde Baru itu sudah mendarah daging dalam diri setiap individu masyarakat
negeri ini dari mulai caleg, anggota parpol, sampai masyarakat umum sekaligus menjadi tradisi
bangsa ini.

Politik uang dilakukan oleh tim sukses dengan memanfaatkan waktu selimit mungkin
menjelang waktu pencontrengan. Money Politic rupanya semakin ampuh saja sebagai sarana
mengubah pilihan masyarakat dan memenangkan pertarungan dalam permainan politik
seperti pemilu legislative dalam waktu yang sangat singkat dengan hasil yang memuaskan.
Praktek Politik Uang ini juga hampir-hampir mengubah segalanya; mengubah pilihan
masyarakat yang sudah diyakininya untuk dipilih; mengubah tatanan perkiraan perolehan
suara; mengubah mental masyarakat yang semakin mudah memperjualbelikan suaranya.

Tanggapan:

1. KPU dan Panwas harus dapat melakukan pengawasan terhadap masing-masing calon
ataupun tim suksesnya sampai pada saat pemilihan agar tidak terjadi money politic.
2. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam mengawasi terjadinya money politic, jika
mengetahui hal tersebut maka secepatnya melapor pada pihak yang berwenang.
BUDAYA POLITIK PARTISIPAN

Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka


berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki
kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut.
Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan
publik dalam beberapa tingkatan dan memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam
kelompok-kelompok protes bila terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.

Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya
demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan
pemerintah, oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan
mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Oleh karena itu dalam konteks politik, tipe
budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.

Salah satu bentuk budaya politik partisipan adalah demonstrasi. Demonstrasi


merupakan salah satu bentuk dari perilaku politik yang dilakukan oleh suatu masyarakat,
kelompok sosial, atau individu yang dilakukan untuk menyuarakan aspirasi, pendapat, dan
ssebagainya. Demonstarasi biasanya dilakukan apabila terjadi suatu kebijakan yang tidak
sesuai atau menuntut keadilan dan lain sebagainya dan dilakukan oleh sejumlah massa yang
cukup banyak.

Demonstrasi dapat bernilai positif, dapat juga bernilai negatif. Ini artinya ketika
Demonstrasi itu menjunjung tinggi demokrasi, maka dipandang sebagai hal positip dan
mempunyai nilai di mata masyarakat. Namun ketika Demonstrasi mengabaikan demokrasi
maka dipandangan masyarakat sebagai hal yang tercela/negatif.

Di dalam masyarakat, demonstrasi sering dianggap negatif karena dapat membuat hal-
hal yang negatif. Tetapi sebenarnya hal itu dapat bernilai positif karena dapat menyalurkan
aspirasi masyrakat.

Tanggapan:

1. Demonstrasi merupakan alat masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya kepada


pemerintah dan agar aspirasi kita dapat tersampaikan.
2. Dalam prakteknya, sering kita jumpai bahwa demonstrasi sering berujung anarki, oleh
karena itu pihak berwajib harus mengawasi berjalannya demonstrasi tersebut agar apa
yang disampaikan oleh para demonstran dapat tersampaikan dengan baik.

Nama Anggota :
1. Dandy
2. M. Ilham Rosyadi
3. Rachmad Harmoko
4. Rachmad Kusuma
5. Rahardiyan Rheza

You might also like