You are on page 1of 10

DAMPAK POLUSI BAGI KESEHATAN

A. POLUSI UDARA
Di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di
perkotaan. Menurut World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun sejak 1995
hingga 2001 terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia
sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan
emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang memadai
ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik (misal:
kadar timbal/Pb yang tinggi) . World Bank juga menempatkan Jakarta menjadi
salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi setelah Beijing, New
Delhi dan Mexico City. Polusi udara yang terjadi sangat berpotensi
menggangu kesehatan. Menurut perhitungan kasar dari World Bank tahun
1994 dengan mengambil contoh kasus kota Jakarta, jika konsentrasi partikulat
(PM) dapat diturunkan sesuai standar WHO, diperkirakan akan terjadi
penurunan tiap tahunnya: 1400 kasus kematian bayi prematur; 2000 kasus
rawat di RS, 49.000 kunjungan ke gawat darurat; 600.000 serangan asma;
124.000 kasus bronchitis pada anak; 31 juta gejala penyakit saluran
pernapasan serta peningkatan efisiensi 7.6 juta hari kerja yang hilang akibat
penyakit saluran pernapasan – suatu jumlah yang sangat signifikan dari sudut
pandang kesehatan masyarakat. Dari sisi ekonomi pembiayaan kesehatan
(health cost) akibat polusi udara di Jakarta diperkirakan mencapai hampir 220
juta dolar pada tahun 1999.
 Mekanisme Terjadinya Gangguan Kesehatan Akibat Polusi
Udara
Berikut ini beberapa mekanisme biologis bagaimana polutan udara
mencetuskan gejala penyakit:
1. Timbulnya reaksi radang/inflamasi pada paru,
misalnya akibat PM atau ozon.
2. Terbentuknya radikal bebas/stres oksidatif,
misalnya PAH(polyaromatic hydrocarbons).
3. Modifikasi ikatan kovalen terhadap protein penting
intraselular seperti enzim-enzim yang bekerja dalam tubuh.

1
4. Komponen biologis yang menginduksi
inflamasi/peradangan dan gangguan system imunitas tubuh, misalnya
golongan glukan dan endotoksin.
5. Stimulasi sistem saraf otonom dan nosioreseptor
yang mengatur kerja jantung dan saluran napas.
6. Efek adjuvant (tidak secara langsung mengaktifkan
sistem imun) terhadap sistem imunitas tubuh, misalnya logam
golongan transisi dan DEP/diesel exhaust particulate.
7. Efek procoagulant yang dapat menggangu sirkulasi
darah dan memudahkan penyebaran polutan ke seluruh tubuh,
misalnya ultrafine PM.
8. Menurunkan sistem pertahanan tubuh normal
(misal: dengan menekan fungsi alveolar makrofag pada paru).
 Pengaruh polusi udara terhadap kesehatan jangka pendek dan
jangka panjang
 Jangka pendek
1. Perawatan di rumah sakit, kunjungan ke Unit Gawat
Darurat atau kunjungan rutin dokter, akibat penyakit yang terkait
dengan respirasi (pernapasan) dan kardiovaskular.
2. Berkurangnya aktivitas harian akibat sakit
3. Jumlah absensi (pekerjaan ataupun sekolah)
4. Gejala akut (batuk, sesak, infeksi saluran
pernapasan)
5. Perubahan fisiologis (seperti fungsi paru dan
tekanan darah)
 Jangka panjang
1. Kematian akibat penyakit respirasi/pernapasan dan
kardiovaskular
2. Meningkatnya Insiden dan prevalensi penyakit paru
kronik (asma, penyakit paru osbtruktif kronis)
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin
4. Kanker
 Polutan udara spesifik yang banyak berpengaruh terhadap
kesehatan
a. Particulate Matter (PM)

2
Penelitian epidemiologis pada manusia dan model pada hewan
menunjukan PM10 (termasuk di dalamnya partikulat yang berasal dari
diesel/DEP) memiliki potensi besar merusak jaringan tubuh. Data
epidemiologis menunjukan peningkatan kematian serta
eksaserbasi/serangan yang membutuhkan perawatan rumah sakit tidak
hanya pada penderita penyakit paru (asma, penyakit paru obstruktif
kronis, pneumonia), namun juga pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular/jantung dan diabetes. Anak-anak dan orang tua sangat
rentan terhadap pengaruh partikulat/polutan ini, sehingga pada daerah
dengan kepadatan lalu lintas/polusi udara yang tinggi biasanya
morbiditas penyakit pernapasan (pada anak dan lanjut usia) dan
penyakit jantung/kardiovaskular (pada lansia) meningkat signifikan.
Penelitian lanjutan pada hewan menunjukan bahwa PM dapat memicu
inflamasi paru dan sistemik serta menimbulkan kerusakan pada endotel
pembuluh darah (vascular endothelial dysfunction) yang memicu
proses atheroskelosis dan infark miokard/serangan jantung koroner.
Pajanan lebih besar dalam jangka panjang juga dapat memicu
terbentuknya kanker (paru ataupun leukemia) dan kematian pada janin.
Penelitian terbaru dengan follow up hampir 11 tahun menunjukan
bahwa pajanan polutan (termasuk PM10) juga dapat mengurangi
fungsi paru bahkan pada populasi normal di mana belum terjadi gejala
pernapasan yang mengganggu aktivitas.
b. Ozon
Ozon merupakan oksidan fotokimia penting dalam trofosfer.
Terbentuk akibat reaksi fotokimia dengan bantuan polutan lain seperti
NOx, dan Volatile organic compounds. Pajanan jangka pendek/akut
dapat menginduksi inflamasi/peradangan pada paru dan menggangu
fungsi pertahanan paru dan kardiovaskular. Pajanan jangka panjang
dapat menginduksi terjadinya asma, bahkan fibrosis paru. Penelitian
epidemiologis pada manusia menunjukan pajanan ozon yang tinggi
dapat meningkatkan jumlah eksaserbasi/serangan asma.
c. NOx dan Sox
NOx dan SOx merupakan co-pollutants yang juga cukup penting.
Terbentuk salah satunya dari pembakaran yang kurang sempurna
bahan bakar fosil. Penelitian epidemologi menunjukan pajanan

3
NO2,SO2 dan CO meningkatkan kematian/mortalitas akibat penyakit
kardio-pulmoner (jantung dan paru) serta meningkatkan angka
perawatan rumah sakit akibat penyakit-penyakit tersebut.

WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of
Measurement telah menentapkan beberapa tingkat konsentrasi polusi udara
dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan maupun lingkungan
sebagai berikut:

Tingkat I: Konsetrasi dan waktu expose yang tidak ditemui akibat apa-apa,
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tingkat II: Konsentrasi yang mungkin dapat ditemui iritasi pada pencaindera,
akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau
akibat-akibat lain yang merugikan pada lingkungan (adverse level).

Tingkat III: Konsentari yang mungkin menimbulkan hambatan pada fungsi-


fungsi faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan
penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level).

Tingkat IV: Konsentrasi yang mungkin menimbulkan penyakit akut atau


kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).

Beberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh pencemaran udara terhadap


kesehatan adalah antara lain dengan mencatat: jumlah absensi pekerjaan/dinas,
jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah
sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah morbiditas pada orang-orang
usia lanjut, jumlah morbiditas para pekerja yang berisiko mendapat
pencemaran udara, penyelidikan pada penderita dengan penyakit tertentu
misalnya penyakit jantung, paru dan sebagainya.

Penyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara prospektif dan


komparatif antara daerah-daerah dengan pencemaran udara hebat dan ringan,
dengan juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh,
misalnya kualitas udara, kebiasaan makan, merokok, data meteorologik dan
sebagainya, yang sering disebut sebagai faktor yang menunjang (predisposing
factor). Meskipun bukan penyebab, predisposing factor tersebut memegang
peranan penting dalam menimbulkan penyakit pada manusia.

4
Khusus polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan
bakar yang tak ramah lingkungan, terutama karena masih mengandung
sejumlah Pb, dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumberdaya manusia,
karena akan menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak. Celakanya, timbel
tidak hanya terserap lewat saluran pernapasan. Kini banyak tanaman yang
mengandung residu Pb, akibat polusi udara oleh bahan kimia ini.

 Penyakit yang dapat timbul akibat polusi udara adalah


1. Bronchitis kronika. Pengaruh pada wanita maupun pria kurang lebih
sama. Hal ini membuktikan prevalensinya tak dipengaruhi oleh macam
pekerjaan sehari-hari. Dengan membersihkan udara dapat terjadi
penurunan 40% dari angka mortalitas.
2. Emphysema pulmonum.
3. Bronchopneumonia.
4. Asthma bronchiale.
5. Cor pulmonale kronikum.
Di daerah industri, Czechoslovakia umpamanya, dapat ditemukan
prevalensi tinggi penyakit ini. Demikian juga di India bagian utara,
penduduk tinggal di rumah-rumah tanah liat tanpa jendela dan
menggunakan kayu api untuk pemanas rumah.
6. Kanker paru. Stocks & Campbell menemukan mortalitas pada non-
smokers di daerah kota 10 kali lebih besar daripada daerah rural.
7. Penyakit jantung, juga ditemukan dua kali lebih besar
morbiditasnya di daerah dengan polusi udara tinggi. Karbon-
monoksida ternyata dapat menyebabkan bahaya pada jantung, apalagi
bila telah ada tanda-tanda penyakit jantung ischemik sebelumnya.
Afinitas CO terhadap hemoglobin adalah 210 kali lebih besar daripada
O2 sehingga bila kadar CO Hb sama atau lebih besar dari 50%, akan
dapat terjadi nekrosis otot jantung. Kadar lebih rendah dari itu pun
telah dapat mengganggu faal jantung.
8. Kanker lambung, ditemukan dua kali lebih banyak pada daerah
dengan polusi tinggi.
9. Penyakit-penyakit lain, umpamanya iritasi mata, kulit dan
sebagainya banyak juga dihubungkan dengan polusi udara. Juga

5
gangguan pertumbuhan anak dan kelainan hematologik pernah
diumumkan. Di Rusia pernah ditemukan hambatan pembentukan
antibodi terhadap influenza vaccin di daerah kota dengan tingkat polusi
tinggi, sedangkan di daerah lain pembentukannya normal.
 Pengendalian
Mengingat kendaraan bermotor mempunyai andil terbesar dalam polusi
udara, maka pengendalian polusi udara juga berarti pengendalian emisi
kendaraan bermotor. Pengendalian tingkat ini adalah pengendalian
terhadap simpul A dalam “teori simpul”.
Apabila memungkinkan, selain peraturan perundangan yang berlaku
umum, dapat pula dibuat peraturan yang khusus untuk mengelola sumber-
sumber pengotor udara. Peraturan seperti ini dikenal sebagai standar emisi,
khususnya emisi kendaraan bermotor.
Di samping itu ada pula standar yang diberlakukan bagi kualitas bahan
bakar, karena sebagian besar polusi udara disebabkan oleh pembakaran.
Kualitas hasil atau sisa pembakaran tergantung antara lain dari kualitas
bahan bakar yang digunakan. Di DKI Jakarta telah diujicoba penggunaan
bahan bakar yang berasal dari gas alam yang sangat ramah lingkungan.
Namun, kualitas pembakaran oleh kendaraan bermotor tidak kalah
pentingnya. Karena itu, perawatan kendaraan dan jika perlu pembatasan
usia kendaraan mutlak dilakukan. Hal ini memungkinkan dilakukan jika
secara berkala dilakukan uji emisi kendaraan. Kendaraan bermotor yang
beroperasi di kota harus telah lulus uji emisi.
Peran serta masyarakat dalam mengurangi polusi pada udara ambient,
dalam hal ini intervensi terhadap simpul B, sangat diperlukan. Gerakan
penghijauan seyogianya terus ditingkatkan, terutama dimulai dari tempat
tinggal masing-masing. Sangat dianjurkan menggunakan pohon yang
berdaun lebar atau yang berpotensi mengurangi polusi udara. Misalnya
setiap keluarga, terutama di kota, menanam sebuah bibit pohon angsana.
Niscaya lima tahun ke depan, telah tercipta lingkungan yang asri dan
terhindar dari polusi udara. Demikian pula taman-taman kota perlu
digalakkan untuk mengimbangi polusi udara kota dan agar “langit biru”
tidak sekedar menjadi isapan jempol. (www.suaramerdeka.com)
Tabel Sumber dan Dampak Zat Pencemar di Amerika
Serikat

6
Efek Kesehatan
Emisi Tahunan
Zat Relatif
Pencemar: % %
Urutan Urutan
total total
Sulfur oksida 12.9 3 34.6 1
Partikular 9.7 4 27.9 2
Nitrogen
8.6 5 18.6 3
oksida
Hidrokarbon 13.1 2 17.7 4
Karbon
55.7 1 1.2 5
monoksida
Jumlah 100.0 100.0
Sumber:
Pembangkit
16.9 2 43.0 1
tenaga
Industri 15.3 3 25.7 2
Transportasi 54.5 1 22.2 3
Kebakaran
7.3 4 4.4 4
hutan/ladang
Pembakaran
4.2 5 3.0 5
sampah pdt
Lain-lain 1.8 6 1.7 6
Jumlah 100.0 100.0
Sumber : Miller, 1979.
 Tanaman Pembersih Udara Penangkal Polusi
1. Areca Palm (Chrysalidocarpus lutescens)
2. Lady Palm (Rhapis excelsa)
3. Bamboo Palm (Chamaedorea seifrizii)
4. Ficus robusta
5. Janet Craig (Dracaena deremensis)
6. English Ivy (Hedera helix)
7. Date Palm Tree
8. Ficus Alii
9. Boston Fern (Nephrolepis exalta)
10. Peace Lily (Spathiphyllum sp.)
11. Lidah Buaya (Aloe vera)
12. Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata)
13. Bunga Krisan

7
14. Leaf Philodendron
B. POLUSI SUARA
Di zaman serba maju seperti sekarang, bukan hanya polusi air dan udara saja
yang menjadi permasalahan sehari-hari. Polusi suara yang disebabkan oleh
berbagai kondisi pun sangat sulit dihindari. Suara bising kendaraan bermotor,
pesawat terbang, deru mesin pabrik, hingga radio/tape recorder yang berbunyi
keras merupakan sumber-sumber polusi suara yang sangat mengganggu indera
pendengaran kita.
Ciri polusi suara adalah suara bising yang teramat mengganggu, sehingga
cepat atau lambat akan memengaruhi kondisi kejiwaan manusia. Bukan hanya
itu, jika kondisi ini dialami dalam kurun waktu yang panjang, imbasnya akan
membuat telinga berkurang kepekaannya.
Manusia mempunyai batas kemampuan untuk mendengar suara mulai dari 20
hingga 20.000 hertz. Atau setara dengan rentang hingga 140 desibel (tingkat
Kebisingan). Lebih dari itu, hampir dapat dipastikan terjadi kerusakan pada
gendang telinga dan organ-organ lain dalam gendang telinga manusia.
Ambang batas maksimum yang aman bagi manusia adalah 80 desibel. Bagi
mereka yang bekerja diatas batas tersebut, dalam jangka panjang akan
mengalami gangguan pendengaran. Oleh karena itu disarankan untuk
melakukan medical examination atau pemeriksaan pendengaran secara berkala
sebagai upaya mencegah Noise Induced Hearing Lose atau ketulian akibat
kebisingan.
Sebetulnya, polusi suara bukan hanya menggangu indera pendengaran saja.
Berada di lingkungan dengan suara bising yang mengganggu juga dapat
menyebabkan hipertensi, karena terpicu oleh emosi yang tidak stabil. Hasil
studi epidemiologis di Amerika Serikat menyebutkan, ketidakstabilan emosi
akibat terpapar suara bising akan mengakibatkan stress. Jika ditambah dengan
penyempitan pembuluh darah, maka dapat memacu jantung untuk bekerja
lebih keras memompa darah keseluruh tubuh. Dalam waktu yang lama,
tekanan darah akan naik, dan terjadilah hipertensi.
Penelitian serupa juga dilakukan pada 2003 oleh Robert Koch Institute di
Jerman terhadap 1.700 penduduk Kota Berlin. Hasilnya menyatakan, orang
yang hidup dengan kebisingan lalu lintas cenderung memiliki tekanan darah
tinggi dibandingkan mereka yang tingal di lingkungan yang lebih tenang. Dr
Heidemarie Wende dari Federal Environment Agency, yang mengepalai studi

8
tersebut mengatakan bahwa studi ini menunjukkan bahwa polusi suara
meningkatkan tekanan darah, dan karenanya memiliki dampak buruk bagi
kesehatan jangka panjang.
Walaupun terdengar sepele, ada baiknya kita mulai memerhatikan kesehatan
indera pendengaran kita. Karena kemampuan mendengar adalah sebuah
karunia yang tak ternilai harganya.

C. DAMPAK POLUSI BAGI KESEHATAN MANUSIA


1. Defisiensi oksigen dalam tubuh dapat menyebabkan
seseorang sakit kepalapusing. Udara yang tercemar gas karbon monoksida
(CO) jika dihirup seseorang akan menimbulkan keracunan, jika orang
tersebut terlambat ditolonat mengakatkan kematian. Kandungan karbon
monoksida yang mencapai 0.1.% di udara dapat mengakibatkan kematian.
2. Penipisan lapisan ozon dapat menyebabkan
terjadinya kanker kulit (terutama untuk orang yang berkulit putih) dan
kerusakan mata (katarak).
3. Limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit, diantaranya ialah penyakit kulit,
kolera, dan disentri.
4. Ketika menghirup udara yang tercemar timah, maka
timah dapat terabsorpsi kedalam darah dan terakumulasi di dalam hati,
ginjal, dan tulang yang akan mengganggu proses metabolisme tubuh,
bahkan dapat menimbulkan kematian.
5. Konsentrasi merkuri tertinggi terdapat di ginjal,
hati, dan otak, sehingga dapat menyebabkan manusia mengalami
kehilangan sensasi, menjadi buta yang berasal dari ikan yang dikonsumsi
dari teluk Minamata di Jepang, bahkan dapat menyebabkan cacat janin
pada ibu hamil yang mengkonsumsi ikan tersebut.
6. Kadmium yang masuk ke tubuh manusia melalui
udara (pernafasan) menyebabkan kerusakan ginjal dan meningkatnya
tekanan darah (hipertensi).
Parameter kualitas limbah Pencemaran lingkungan dapat diukur dengan parameter
kualitas limbah. Parameter tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat
pencemaran yang sudah terjadi di lingkungan. Beberapa parameter kimia kualitas
air yang perlu diketahui antara lain adalah BOD, COD, DO, dan pH. Pengukuran

9
fisik dapat dilakukan dengan memperhatikan warna, bau, dan rasa air sungai,
kecepatan laju air dengan bola pingpong, penetrasi cahaya, dalam dan lebar
sungai dan lainnya.
Manakala pengukuran biologi dilakukan dengan menghitung indeks
keanekaragaman dan kelimpahan organisme air seperti plankton, benthos,
serangga air, moluska, ikan dan lainnya sehingga diperoleh data yang valid.
Pengukuran ketiga metode (faktor fisik, kimia dan biologi) merupakan metode
paling tepat dan akurat dalam menentukan parameter kualitas perairan.
BOD (Biochemical oxygen demand)
BOD adalah ukuran kandungan oksigen terlarut yang diperlukan oleh
mikroorganisme yang hidup di perairan untuk menguraikan bahan organik yang
ada di dalamnya. Apabila kandungan oksigen dalam air menurun, maka
kemampuan mikroorganisme aerobik untuk menguraikan bahan organik tersebut
juga menurun.
BOD ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang digunakan oleh
mikroorganisme selama kurun waktu dan pada temperatur tertentu (biasanya lima
hari pada suhu 20°C). Nilai BOD diperoleh dari selisih oksigen terlarut awal
dengan oksigen terlarut akhir. BOD merupakan ukuran utama kekuatan limbah
cair.

COD (Chemical oxygen demand)


COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada
didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimiawi. Indikator ini umumnya
digunakan pada limbah industri.

DO (Dissolved oxygen)
DO adalah kadar oksigen terlarut dalam air. Penurunan DO dapat diakibatkan oleh
pencemaran air yang mengandung bahan organik sehingga menyebabkan
organisme air terganggu. Semakin kecil nilai DO dalam air, tingkat
pencemarannya semakin tinggi. DO penting dan berkaitan dengan sistem saluran
pembuangan maupun pengolahan limbah.

pH
Nilai pH limbah cair adalah ukuran kemasaman atau kebasaan limbah. Air yang
tidak tercemar memiliki pH antara 6.5-7.5. Sifat air bergantung pada besar
kecilnya pH. Air yang memiliki pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat
masam, sedangkan air yang memilki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat
basa. Perubahan pH air tergantung pada polutan air tersebut. Air yang memiliki
pH lebih kecil atau lebih besar dari kisaran pH normal tidak sesuai untuk
kehidupan bakteri asidofil atau organisme lainnya.

10

You might also like