Professional Documents
Culture Documents
Komunikasi politik bisa dilakukan oleh siapa saja, apakah dia sebagai warga negara dengan
strata sosial yang rendah ataukan oleh para penjabat publik atau partai yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.Langkah itu semakin efektif bila
menggunakan media pers. dalam hal ini pers telah menjadi semacam tempat atau saluran yang
cukup prima dalam berpartisiasi pada proses artikulasi atauun agregasi berbagai kepentingan
politik. dari keragaman aktor politik tanpak juga peran yang cukup menonjol dari kalangan partai
politk termasuk juga berbagai kelompak kepentingan dan kelompok penekan. Selain itu
ditemukan pula fenomena yang menarik adanya kecenderungan spesifik beberapa surat kabar
nasional dalam mengekspos.berbagi persoalan politik sesui dengan latar belakang media yang
bersangkutan. Penelitian analisis surat kabar ini bisa menampilkan adanya polaritas yang cukup
menonjol mengenai penggunaan ruang media untuk komunikasi politik Khususnya yang beasal
dari pihak partai politik baik yang berada di lingkup kekuasaan ataupun yang bukan. dari sana
juga tampak kecenderungan pemakaian ruang surat kabar prosentasenya cukup kecil berasal dari
masyarakat awam. Dilain pihak, keberadaan surat kabar telah menjadi katup pengaman dalam
penyampaian aspirasi politik yang disampaikan warga negara. Sehingga paling tidak akan
mampu menjadi sebuah mediasi yang cukup potensial.
Diterbitkan di: Juli 17, 2009
Dalam fenomena politik mutakhir, menurut Deddy N Hidayat, pers telah menjelma menjadi
media driven politics. Dalam arti, setiap momentum politik mustahil menafikan kehadiran pers.
Terpilihnya SBY-Kalla sebagai pasangan Presiden/Wakil Presiden dalam Pemilu 2004, diyakini
tidak terlepas dari politik pencitraan pers, khususnya media elektronik televisi. Pers waktu itu
mencitrakan SBY-Kalla sebagai tokoh yang pro perubahan, sementara lawan politik utama
mereka, Megawati - Hasyim Muszadi dicitrakan sebagai pasangan yang anti perubahan.
Dalam fungsinya sebagai media politicsdriven, pers menjalankan fungsi penghubung antara elit
politik dengan warga. Sebuah fungsi yang dulunya dominan dilakukan oleh partai ataupun
kelompok-kelompok politik tertentu. Dalam banyak hal, fungsi penghubung tersebut semakin
banyak yang diambil alih pers. Proses memproduksi dan mereproduksi berbagai sumber daya
politik, seperti menghimpun dan mempertahankan dukungan masyarakat dalam pemilu,
memobilisasi dukungan publik terhadap suatu kebijakan, merekayasa citra kinerja sang kandidat,
dan sebagainya, banyak dijembatani, atau bahkan dikemudikan oleh kepentingan dan kaidah-
kaidah yang berlaku di pasar industri media (Deddy N Hidayat:2004).
Upaya elit politik membangun posisitioning lewat pers memang sah-sah saja dilakukan. Pertama
karena fenomena massa mengambang belum sepenuhnya diselesaikan oleh elit politik.
Akibatnya banyak elit politik yang berpaling ke media, karena media bisa "mendekatkan"
mereka, sekaligus membangun citra tertentu seperti yang diinginkan ke tengah masyarakat.
Kedua, dalam memperebutkan sumber daya politik, pers juga "dipakai", dalam arti dijadikan
saluran kepentingan untuk memobilisasi opini. Pertanyaannya, politik pencitraan seperti apa
yang digunakan elit politik dalam memperebutkan sumberdaya politik lewat media massa, dan
bagaimana media harus bersikap dalam hal ini, serta bagaimana peranan blog dewasa ini pada
perkembangan komunikasi.
Di zaman dimana ilmu saling silang bersilang, lintas batas, zamanlah yang menentukan apakah
Komunikasi Politik sebagai bagian dari ilmu pengetahuan bisa bertahan sebagai sesuatu yang
bermanfaat bagi kehidupan kemanusiaan dan pencarian kebenaran, bukan dalam sebuah jendela
dari sekian banyak jendela untuk melihat suatu realitas fisik yang tunggal, tetapi dalam sebuah
dunia yang egaliter dan pluralitas yang rendah hati. Ketika media massa menjadi "hak milik"
sekelompok kecil orang yang menjadi elit maka internet menjadi media paling efektif
menyebarluaskan gagasan yang dimiliki.
Internet menjadi media efektif bagi sebuah kelompok untuk menyebarkan paham yang minoritas,
karena internet memiliki sifat yang bebas ruang dan waktu. Melalui internet kita dapat
menyebarkan gagasan tanpa dipengaruhi oleh masalah tempat dan masalah waktu. Jika kita
menjelajahi internet kitapun akan menemukan segalanya di sana, mulai dari yang religius hingga
yang berbau pornografi. Dengan makin banyaknya orang yang menjelajah internet maka semakin
banyaklah orang yang terampil berbicara secara lugas hingga bicara yang menutupi jati diri
orang seorang. Ada banyak fasilitas diinternet yang dapat dijadikan sarana bertukar informasi,
gagasan, hingga hal-hal sepribadi mungkin yang seharusnya orang tak perlu tahu tentang
kepribadiaan kita. Seperti contohnya website dan blog.
Kedua hal tersebut hampir sama dimana kita dapat menyebarkan gagasan dengan kontrol
mengenai isi sepenuhnya ada pada diri kita.Berbeda dengan media massa, dimana gagasan yang
kita sampaikan terkena sensor dari redaksi media. Blog merupakan salah satu media baru yang
berkembang era tahun 2000an. Blog dianggap sebagai media komunikasi alternatif karena masih
gratis sehingga siapapun dapat memiliki blog. Melalui blog maka setiap individu atau kelompok
dapat menyebarkan gagasan. Blog membuat setiap orang menjadi wartawan karena dapat
menyajikan apa yang mereka ketahui dan yang mereka alami tanpa batas kendali maupun sensor,
serta blog dapat dijadikan media informasi alternatif di luar media massa. Jika media massa
masih terikat tata krama atau kode etik jurnalistik, maka blog terlepas dari hal demikian. Lebih
dari itu dengan blogpun kita dapat mengetahui informasi tentang kejadian di sebuah negara. Tak
jarang Media massa pun terkadang menjadikan blog sebagai sumber berita.
Politik tak Bisa Terlepas dari Media
Selasa, 29 Maret 2011 22:20 WIB
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/11/03/29/litryu-politik-tak-bisa-terlepas-dari-
media
Usai kuliah umum bertema "Manajemen Komunikasi Politik di Era Konvergensi" di Universitas
Diponegoro Semarang itu, ia mencontohkan lengsernya Presiden Mesir, Hosni Mubarak yang
berawal dari "facebook" dan "twitter". Menurut dia, protes yang bermula dari "facebook" dan
"twitter" itu membuat lebih dari satu juta pemuda, mahasiswa, pengacara, jurnalis, pengusaha,
dan politikus kemudian berkumpul di pusat Kota Kairo, Mesir."Apa yang terjadi itu merupakan
pergerakan yang tak terlihat, sebuah perlawanan dari dunia maya yang menuntut Presiden Hosni
Mubarak mundur, dan akhirnya berhasil melengserkannya," katanya.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat, kata pria kelahiran Kediri,
11 Juni 1963 itu, tidak bisa dipungkiri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh
proses kehidupan.Demikian halnya dengan komunikasi politik, Pramono mengatakan
komunikasi politik di era industri citra menjadi sangat dinamis dalam pengemasan secara
personal maupun organisasional dalam proses politik.
Ia mencontohkan ajang debat antarcalon pejabat, mulai dari tingkat pusat hingga daerah yang
semakin menjelaskan pentingnya politik pencitraan dengan menampilkan wajah ramah dan
senyum kemenangan kepada penonton.Dalam kondisi itu, kata dia, politisi seakan lebih
menyukai retorika dibandingkan karya, lebih suka "fashion" daripada "vision", dan lebih suka
tampil di media dengan membuat sensasi berita.
Pramono mengingatkan, sifat alamiah perkembangan teknologi selalu memiliki dua sisi, yakni
positif dan negatif sehingga selain optimalisasi sisi positif, antisipasi sisi negatif konvergensi
media perlu dikedepankan.
Apalagi menurut dia, belum adanya ketegasan aturan terkait dengan kepemilikan media
(diversity of ownership) dan keberagaman isi (diversity of content). "Media kemudian seringkali
menjadi alat bagi kepentingan politik dan ekonomi, terutama para pemiliknya," katanya.
Menurut dia, garis batas antara pemilik modal (bisnis) dan konten berita sampai saat ini masih
sulit untuk dipisahkan, sehingga kepentingan kelompok atau pemodal seringkali lebih menonjol.
Koordinator Staf Ahli Kantor Berita ANTARA, Aat Surya Safaat, dalam seminar tersebut
mengemukakan berita atau informasi dari media seringkali ditentukan oleh kebijakan redaksi,
campur tangan pemilik dan juga kehendak pasar.
Sehingga menurut wartawan senior ANTARA tersebut, apa yang menjadi headline di media
tidak selalu merefleksikan kejadian sebenarnya. "Berita adalah 'second hand' realitas
(rekonstruksi realitas) dimana kebijakan redaksi memiliki kepentingan sendiri dan bahkan
ideologi sendiri," katanya.
Pengamat Komunikasi Djalaludin Rahmat mengemukakan, masyarakat di era informatif saat ini
harus mampu memiliki sikap kritis terhadap media. Menurut dia, perlu ada gerakan sosial
masyarakat untuk membangun media yang mendidik dan mencerdaskan.
Menurut dia, pengaruh yang kuat media saat ini, seringkali hanya dijadikan sebagai alat untuk
pencitraan politik. Hal ini membuat media seringkali gagal menjadi alat pembelajaran. "Karena
masyarakat kita yang pelupa, maka suatu isu yang berkembang dalam kritisisme kemudian
seringkali ditutupi dengan isu lainnya, isu-isu baru bisa kita ciptakan untuk menghapus isu-isu
lama," katanya. Hal ini, menurut dia, membuat banyak isu-isu yang tidak terselesaikan secara
tuntas.
Fungsi Media
• Fungsi Informasi. Media dijadikan sarana diseminasi informasi yang terkait dengan politik
dengan kekuasaan, serta sosialisasi politik.
• Fungsi Edukasi. Media dijadikan sebagai sarana pendidikan politik melalui pesan-pesan politik
yang disampaikan media.
• Fungsi Korelasi. Media dijadikan penghubung antara aktor politik dan khalayak melalui isi
media yang berkaitan dengan aktivitas aktor poltik.
• Fungsi Kontrol Sosial. Media sebagai agen kritik atau koreksi terhadap aktor politik atau
kegiatan politik.
• Fungsi Pembentukan Opini Publik berkaitan dengan Persoalan Politik.
Peran Media
• Membantu pembentukan memori publik melalui penyampaian informasi yang menambah
pengetahuan masyarakat.
• Membantu menyusun agenda kehidupan yang berhubungan dengan politik dan kepentingan
umum.
• Membantu berhubungan dengan kelompok diluar dirinya (media menjadi mediasi antara aktor
politik dengan aktor politik lainnya). Media dalam hal ini menjadi fasilitator.
• Membantu menyosialisasikan pribadi seseorang, termasuk nilai-nilai yang diajarkan oleh orang
tersebut.
• Membujuk khalayak untuk menemukan kelebihan dari pesan-pesan politik yang diterima.
Sumber : Bahan Kuliah Mata Kuliah Komunikasi Politik FISIP Universitas Diponegoro
Semarang