You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Untuk mencapai standar kompetensi dasar dalam mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan kecakapan pelajar dalam mata pelajaran Geografi, penulis menyusun
kliping ini sesuai dengan instruksi dari guru pembimbing mata pelajaran Geografi.

B. TUJUAN
Penyusunan Kliping ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Geografi
sekaligus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan belajar siswa dalam bidang
penulisan kliping
Kliping ini sekaligus mempermudah siswa untuk memahami materi dan
mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran. Siswa juga dapat lebih efektif
untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran..

C. RUANG LINGKUP MATERI


Materi yang dibahas dalam makalah ini meliputi :
 Gambar tentang Geografi daerah bencana
 Deskripsi mengenai daerah bencana

1
BAB II
PEMBAHASAN

BANJIR WASIOR

Wasior adalah sebuah distrik di kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Indonesia.

Tanggal Pembuatan : 14 Oktober 2010

2
Banjir bandang meluluhlantakan Kota Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat.
Ratusan rumah warga dan fasilitas umum kota rusak parah akibat terjangan air bah kemarin
pagi.

Banjir bandang setinggi tiga meter menerjang Kota Wasior sekira pukul 07.00 WIT langsung
meratakan pemukiman warga. Hingga saat ini dilaporkan ada 15 warga tewas akibat musibah
ini.

"Tadi (kemarin) pagi kami semua sangat panik, karena kejadiannya masih pagi sekali. Warga
juga saat itu baru memulai aktivitasnya, sehingga semua terlihat panik saat banjir bandang
datang," kata Nuny warga setempat saat dihubungi okezone, Senin, (4/10/2010).

Bahkan, derasnya aliran air membuat beberapa motor yang terparkir tersangkut di atas
genting rumah warga. Tak hanya itu, pesawat Susi Air yang biasa melayani rute lokal ikut
rusak saat berada di landasan pacu Bandara Manokwari.

Ssaat ini ribuan warga Wasior tengah dievakuasi ke tempat yang terbebas dari genangan air.
Namun, bantuan untuk kebutuhan pokok masih minim.

3
LETUSAN GUNUNG MERAPI

Erupsi 2010
Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010
direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian
(BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah
menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus
dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya
frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober
BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan
semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke
wilayah aman.
Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga
tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan
disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan
Cangkringan, Sleman.[11] dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang
yang tewas karena gangguan pernafasan.
Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober,
Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya
awan panas pada pukul 19.54 WIB.[12] Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak
pada tanggal 1 November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.
Namun demikian, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan
kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan
panas sejak 3 November. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis,

4
4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke
berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan
yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5
November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat diperbesar
menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota
Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten
Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara,
sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang
harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung,[13] dan Bogor.[14]
Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah
pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada tanggal 5
November Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" (red alert). [15]
[rujukan?]

Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu, sebelum
kemudian terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap "Awas". Pada
tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten Magelang dikurangi
menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km. Hanya bagi
Kab. Sleman yang masih tetap diberlakukan radius bahaya 20 km.

5
Gunung Merapi akhirnya meletus Selasa 26 Oktober 2010 pukul 17.02 Waktu Indonesia
Barat.

Belasan orang menjadi korban, termasuk rekan kami, redaktur VIVAnews, Yuniawan
Nugroho yang kembali naik ke atas gunung demi membujuk juru kunci Merapi, Mbah
Maridjan turun. Editor senior ini memang sudah lama mengenal Mbah Maridjan. Jelang
letusan Merapi tahun 2006, Wawan juga bersama Mbah Maridjan di rumahnya.

Seperti diinformasikan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Merapi
memasuki fase erupsi sejak Selasa sore.

Berikut kronologis letusan Gunung Merapi yang terjadi Selasa sore hingga menjelang malam.

1. Pukul 17.02 mulai terjadi awanpanas selama 9 menit


2. Pukul 17.18 terjadi awanpanas selama 4 menit
3. Pukul 17.23 terjadi awanpanas selama 5 menit
4. Pukul 17.30 terjadi awanpanas selama 2 menit
5. Pukul 17.37 terjadi awanpanas selama 2 menit
6. Pukul 17.42 terjadi awanpanas besar selama 33 menit
7. Pukul 18.00 sampai dengan 18.45 terdengar suara gemuruh dari      Pos Pengamatan Merapi
di Jrakah dan Selo
8. Pukul 18.10, pukul 18.15, pukul 18.25 terdengan suara     dentuman
9. Pukul 18.16 terjadi awanpanas selama 5 menit
10. Pukul 18.21 terjadi awanpanas besar selama 33 menit
11. Dari pos Pengamatan Gunung Merapi Selo terlihat nyala api bersama kolom asap
membubung ke atas setinggi 1,5 km dari puncak Gunung Merapi
12. Pukul 18.54 aktivitas awan panas mulai mereda
13. Luncuran awanpanas mengarah kesektor Barat-Barat Daya dan sektor Selatan-Tenggara

Status Gunung Merapi ditingkatkan dari Normal manjadi Waspada pada tanggal 20
September 2010. Pada 21 Oktober 2010 status Merapi menjadi Siaga, dan kemudian Awas,
terhitung sejak 25 Oktober 2010.

6
BANJIR LAHAR DINGIN KALI CODE

Detail:

Jenis Peta : Peta Demografi


Sumber : PODES 2008
Deskripsi : menunjukkan jumlah penduduk di sekitar Kali Code Kota Yogyakarta

7
Pemerintah Kota Yogyakarta hingga saat ini belum mengetahui berapa besar kerugian yang
diderita oleh warga akibat banjir lahar dingin yang melanda Kota Yogyakarta, khususnya
warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai Kali Code. Kali ini berhulu di Gunung
Merapi.

“Kami juga belum mendapatkan laporan secara pasti korban jiwa baik sakit atau meninggal
akibat sungai Code meluap,” kata Haryadi Suyuti, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Senin malam
29 November 2010.

Meski belum mendapatkan laporan secara pasti besaran kerugian dan juga korban manusia,
namun Pemkot Yogyakarta  sudah menyiagakan segala kebutuhan, terutama untuk kesehatan
dan suplai bahan makanan bagi warga yang rumahnya sempat digenangi air.

 “Petugas juga tengah melakukan pendataan kondisi fisik jembatan yang dikhawatirkan
fondasinya retak akibat terjangan banjir lahan,” terangnya.

Pemerintah Kota Yogyakarta dalam rangka antisipasi dini bahaya banjir lahar dingin juga
telah menetapkan 94 titik kumpul bagi warga kota guna mengantisipasi terjadinya banjir lahar.
Ada sekitar 13.000 penduduk yang tinggal di bantaran kali. Kesiapan lokasi evakuasi meliputi
66 RW di 15 kelurahan yang berada di delapan kecamatan.

“Lokasi titik kumpul itu ditentukan oleh warga setempat untuk memudahkan mereka mencari
tempat aman terdekat.”

Lebih lanjut Haryadi menyatakan sungai Code meluap akibat hujan deras di Kabupaten
Sleman dan membawa material Merapi melalui Code yang membelah kota Yogyakarta.
Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, menurut dia, sudah mengetahui sungai itu akan
meluap dengan membawa material merapi seperti lumpur dan pasir, satu jam sebelumnya.

“Hal ini dapat dilihat ketika ada hujan dari arah utara dengan intensitas tinggi dan dalam
waktu yang lama maka material erupsi Merapi akan terbawa,” katanya.

8
TSUNAMI MENTAWAI

Jenis Peta : Peta titik episentrum gempabumi mentawai


Sumber : BMKG
Tanggal
: 25 Oktober 2010
Pembuatan
Format/Ukuran
: Pdf/621 Kb
File
Peta Menunjukkan titik pusat gempabumi pada kejadian 26 Oktober
Deskripsi :
2010 di Kep. Mentawai

9
Pandangan udara sebuah desa yang hancur dua hari setelah tsunami menghantam Pulau Pagai,
Kepulauan Mentawai, Sumbar, Rabu (27/10). Badan Penangulangan Bencana Daerah Sumbar
menyebutkan korban tewas 282 orang sedangkan jumlah warga dilaporkan hilang 411 orang,
korban luka berat tercatat 77 orang dan luka ringan 25 orang. (Antara/Setwapres)

Kondisi Desa Pasapuat, Dusun Saumanganya, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan
Mentawai pascagempa 7,2 SR disertai gelombang tsunami, Senin (27/10). Tsunami juga
terjadi di kecamatan Pagai Selatan dan Kecamatan Sikakap. (Antara/Rapot Pardomuan)

10
Bencana Longsor Wasior

Permasalahan yang sering kita hadapi ketika tibanya musim hujan adalah banjir, seperti kita
ketahui bahwa banjir merupakan bencana alam yang sangat merugikan baik materiil maupun
non materiil, kerusakan pemukiman, lahan pertanian serta infrastruktur lain dan terganggunya
aktivitas sosial ekonomi.
Banjir bandang terjadi Senin 4 Oktober 2010 pagi akibat hujan lebat yang turun terus-
menerus selama 6 jam di Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat. Delapan
kampung terendam banjir, yakni Kampung Wasior I dan II, Kampung Rado, Kampung Moru,
Kampung Maniwak, Kampung Manggurai, Kampung Wondamawi dan Kampung Wondiboy
[sumber : 1].
Bencana banjir bandang yang melanda Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat,
diperkirakan mencapai ratusan miliar. Selain merusak bangunan pemerintah, banjir juga
memporakporandakan perumahan penduduk.Hingga Kamis malam, para korban banjir Wasior
mengungsi ke Kabupaten Manokwari dan Nabire. DanaAda sekitar 800 yang sudah
diungsikan ke Nabire menggunakan kapal Nggapulu, sementara 200 lebih lainnya diungsikan
ke Manokwari. [sumber : 2].
Banjir bandang ini diperkirakan karena adanya kerusakan hutan, akibat pemekaran wilayah
dan penebangan pohon di hutan oleh beberapa perusahaan HPH. Hal ini dilihat, pada saat
kejadian banjir bandang yang membawa pohon-pohon, sehingga pohon-pohon yang dibawa
banjir bandang ini yang juga banyak merusakkan rumah-rumah penduduk. Hal ini didukung
dengan hujan yang melanda secara terus-menerus, sehingga hutan resapan air yang sudah
mulai menipis, sangat sulit untuk menahan beban air yang besar akibat hujan terus-menerus
[sumber : 3]. Papua Barat memiliki kerentanan terhadap bencana ekologis. Penyebabnya
adalah alih fungsi lahan secara masif di kawasan itu. Dalam rentang waktu antara 2005
hingga 2009 juga dilaporkan terjadinya deforestasi nasional mencapai lebih dari satu juta
hektar per tahun [sumber : 4].
Fakta di lokasi kejadian di wasior Kabupaten Wondama, tidak dijumpai adanya pembalakan
liar di atas kota wasior tepatnya di pegunungan wondiwoi, karena pegunungan tersebut adalah
kawasan suaka alam, secara topografi juga sulit truk untuk naik ke pegunungan tersebut
karena lerengnya curam. Faktor utamanya adalah curah hujan dengan intensitas tinggi, serta

11
adanya bendung alami yang terbentuk dari longsor tebing sungai yang membawa material
lumpur, batu dan pohon2x besar menutupi badan sungai, Akibat akumulasi curah hujan
sehingga bendung tersebut tidak kuat menahan dan akhirnya jebol, maka terjadilah banjir
banding (sumber : 5)
Secara umum banjir bisa dikategorikan menjadi 3 jenis yaitu banjir drinase/perkotaan (karena
kurang baiknya saluran darinasse), banjir luapan (biasanya daerah tengah hingga hilir DAS),
banjir pasang-surut(akibat adanya intrusi air laut di daerah pesisir, serta banjir banding (yang
seharusnya berada di daerah hulu). Seperti banjir yang terjadi di Wasior Papua Barat ini
merupakan banjir banding. Dalam membicarakan masalah hidrologi tidak lepas dari bahasan
mengenai DAS (Daerah Aliran Sungai), penataan vegetasi di daerah hulu sangat menentukan
besarnya aliran permukaan yang terkumpul pada pada DASdan masuk pada system
pengaliran sungai, sehingga apabila apabila daerah hulu terjadi penataan vegetasi yang tidak
baik maka kecepatan aliran permukaan sangat besar sehingga menimbulkan banjir pada
daerah hilir. Gambar di Bawah ini merupakan model dari banjir bandang akibat keseimangan
DAS yang terganggu.
Semakin rapat tutupan kanopi dan vegetasi semakin besar air hujan yang massuk kedalam
tanah semakin besar pula yaitu melalui troughfall pada batang tumbuhan dan masuk ter-
infiltrasi ataupun ter-permeabilitas ke tanah. Apabila lokasi yang berada pada lokasi yang
mempunyai kemiringan maka air semakin banyak yang tertampung di dalam tanah. Apabila
terjadi pada tanah dengan lapisan yang tipis maka akan menimbulkan dampak lonsor seperti
yang pernah terjadi di Banjarnegara Jawa Tengah, akan tetapi apabila tanah yang terbentuk
pada lokasi yang mempunyai kemiringan secara logika kapasitas air juga semakin banyak dan
ketika tanah sudah menjadi kejenuhan maka energi akan dilepaskan dengan material berupa
lumpur atau tanah serta air. Dalam kasus ini penyebab yang terjadi (sumber : berita)
diakibatkan karena adanya penebangan hutan atau dengan kata lain vegetasi semakin
berkurang, hal ini mungkin dapat juga dibenarkan karena dari video amatir yang terlihat di
layer kaca televise memperlihatkan bahwa banjir tersebut membawa material berupa kayu-
kayu selain Lumpur tentunya. Wilayah yang mempunyai kemiringan dengan vegetasi yang
relative rapat serta lokasi yang tidak jauh dengan outlet/hilir/down stream watershed (dekat
laut) semula mempunyai keseimbangan dari air yang banyak terinfiltrasi masuk ke dalam
tanah melalui batang tumbuhan dan kondisi tanah yang subur karena laju alirannya dapat
diperlambat oleh adanya vegetassi-vegatasi, dan ketika keseimbangannya terganggu (vegetasi
berkurang, air permukaan cepat) dan ketika runoff dari permukaan yang terbuka terhalang
oleh vegetasi yang masih relative rapat sebagian akan masuk dan mempertahannkan sampai
kondisi yang maksimum sampai akhirnya melepaskan tenaga yang berupa air yang berlumpur
dengan kecepatan arus yang relative cepat dan inilah kemungkinan pertama banjir bandang
yang terjadi
Kemungkinan yang kedua, secara endogen yang terjadi wilayah ini dipengaruhi adanya
tektonisme yang telah terkena tenaga dari luar (eksogen, dari sudut pandang geomorfologi),
wilayah ini merupakan suatu kipas alluvial yang menandakan bahwa adanya aliran sediment
dari daerah hulu ke daerah hilir yang secara otomatis sediment tersebut dibawa oleh tenaga
air, sehingga kemungkinan banjir yang aa pada wilayah ini merupakan banjir bandang yang
mempunyai system periodik. Banjir periodic ini terjadi karena adanya karakteristik dari DAS
yang mempunyai bottle neck dimana air siap untuk meluncur ketika kondisi sudah dalam
keadaan jenuh. Apabila benar merupakan suatu banjir bandang periodik maka kemungkinan
dapat terjadi benjir yang serupa puluhan tahun yang akan datang dan inilah kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi ditinjau dari sudut pandang faktor fisik tidak faktor lingkungan.
Diposkan oleh aldo gerhaldo di 18.11
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

12

You might also like