Professional Documents
Culture Documents
Bangunan
Grafik Atau Bagan PBB
1.Definisi umum Pajak Bumi dan Bangunan
• Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam
arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan
atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan
besarnya pajak. UU no.12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan,
diundangkan pada tanggal 27 desember 1985, Mulai diberlakukan tanggal 1 januari
1986
• Sedangkan menurut Wikipedia, Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak
yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau
kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai
suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat daripadanya.
2.Subjek Pajak
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar
pajak.
Tanda pembayaran atau pelunasan pajak bukanlah merupakan bukti
pemilikan hak (psl 4/1/p)
Wajib pajak ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak
Dalam hal suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya , Direktur Jenderal
Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak (psl 4/3).
Ketentuan ini memberikan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan subjek
pajak sebagai wajib pajak, apabila objek pajak belum jelas pajaknya (psl 4/3/p).
• Contoh:
– Subjek pajak bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau
bangunan milik orang lain bernama B bukan karena sesuatu hak berdasarkan
undang-undang atau bukan karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang
memanfaatkan tanah dan/atau bangunan tersebut ditetapkan sebagai wajib
pajak.
– Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka
orang atau badan yang memanfaatkan tanah dan/atau bangunan tersebut
ditetapkan sebagai wajib pajak.
– Subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah objek pajak ,
sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau
badan, maka badan atau orang yang diberi kuasa tersebutlah yang ditunjuk
sebagai wajib pajak.
Keberatan atas penetapan sebagai Wajib Pajak
Subjek pajak yang ditetapkan dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak atas objek pajak yang dimaksud
(psl 4/4)
Bila keterangan wajib pajak disetujui maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan
penetapan sebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimannya
keterangan yang dimaksud (psl 4/5)
Bila keterangan tidak disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak maka akan dikeluarkan
surat keputusan penolakan disertai dengan alasan-alasannya (psl 4/6)
Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan yang
diajukan oleh wajib pajak dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan maka
keterangan yang diajukan dianggap disetujui (psl 4/7)
Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, apabila Direktur Jenderal Pajak tidak
memberikan keputusan dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan dari wajib pajak maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan
sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib
pajak (psl 4/7/P)
3.Objek Pajak
Bumi
Bangunan
Karena Nilai Jual Objek Pajak berada dibawah Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak
Bumi dan bangunan.
2. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan
masing-masing di Desa A dan di Desa B dengan nilai sebagai berikut :
a. Desa A
Untuk Objek Pajak di Desa B, tidak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah), karena Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak telah diberikan untuk Objek Pajak di Desa
A.
Perubahan NJOPTKP
Penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan oleh Menteri
Keuangan (Psl3/4,12/94).
Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah
besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak dengan mempertimbangkan
perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek pajak setiap
tahunnya (Psl 3/4P,12/94).
NJOPTKP Maksimal : Rp 12.000.000,00 – Sejak Tahun Pajak 2001
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak (KMK 201/00)
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk setiap daerah kabupaten/Kota,
ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri
Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah setempat
(KMK201/00).
Tata Cara Penetapan
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan untuk masing-masing
Kabupaten/Kota (KEP 251/00).
Gubernur/Bupati/Walikota dapat menyampaikan usulan mengenai besarnya Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk wilayahnya kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal (KEP 251/00)
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan
menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak dengan
mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota setempat (KEP 251/00).
7 .Nilai Jual Kena Pajak
Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20%(dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari
Nilai Jual Objek Pajak (Psl6/3).
Yang dimaksud Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah nilai jual yang
dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari
nilai jual sebenarnya (Psl6/3).
Contoh (Psl6/3) :
1. Nilai Jual suatu objek pajak sebesar Rp.1.000.000,00 Persentase Nilai Jual
Kena Pajak misalnya 20% maka besarnya nilai jual kena pajak 20% × Rp 1.000.000,00
= Rp 200.000,00
2. Nilai Jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 Persentase Nilai Jual
Kena Pajak misalnya 50 % maka besarnya nilai jual kena pajak 50% × Rp
1.000.000,00 = Rp 500.000,00.
Penetapan Besar Nilai Jual Kena Pajak
Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah dengan memperhatikan Kondisi ekonomi nasional (Psl 6/4).
PP Tahun 2002 – Mulai Tahun Pajak 2002
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang
terhutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, ditetapkan untuk (PP
25/02) :
a. objek pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40% (empat
puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak ;
b. objek pajak lainnya :
1) sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau lebih ;
2) sebesar 20% (dua puluh persen) dari Niali Jual Objek Pajak apabila Niali Jual Objek
Pajaknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
PP 46 Tahun 2000
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada Tahun Pajak 2001 :
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3)
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
12 Tahun 1994, ditetapkan untuk (PP 46/00) :
a. objek pajak perkebunan sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak;
b. objek pajak kehutanan sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak;
c. objek pajak pertambangan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak,
d. objek pajak lainnya :
1) sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) atau lebih ;
2) sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek Pajaknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
PP 74 Tahun 1998
Mulai 30 September 1998
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
12 Tahun 1994, adalah (PP 74/98):
a. Sebesar 40% (empat puluh persen) untuk :
1. Objek pajak perumahan, yang wajib pajaknya perseorangan dengan Nilai Jual Kena Pajak atas bumi dan bangunan sama atau lebih
besar dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupuah) ;
2. Objek pajak perkebunan, yang luas lahannya sama atau lebih besar dari 25 ha (dua puluh lima hektar) yang dimiliki, dikuasai atau
dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan badan usaha milik swasta, maupun berdasarkan kerjasama operasional antara
pemerintah dan swasta;
3. Objek pajak kehutanan, termasuk areal blok tebangan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan Pemegang Hak Pengusahaan Hutan,
Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu;
b. sebesar 20% (dua puluh persen) untuk objek pajak lainnya.
PP 48 Tahun 1997
Tahun Pajak 1998
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang terhutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sabagaimana telah diubah dangan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, adalah
(PP48/97):
a. Sebesar 40% (empat puluh persen) untuk :
1. Objek pajak perumahan, yang wajib pajaknya perseorangan dengan Nilai Jual Objek Pajak
atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ;
2. Objek pajak perkebunan, yang luas lahannya sama atau lebih besar dari 25 ha (dua puluh lima
hektar) yang dimiliki, dikuasai atau dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan badan usaha
milik swasta, maupun berdasarkan kerjasama operasional antara pemerintah dan swasta;
3. Objek pajak kehutanan, termasuk areal blok tebangan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan
Pemegang Hak Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Pemegang Izin
Pemanfaatan Kayu yang pengenaan Pajak Bumi dan Bangunannya dilakukan sekaligus dengan
pemungutan iuran Hasil Hutan;
b. sebesar 20% (dua puluh persen) untuk objek pajak lainnya.
NJKP Khusus
Ketentuan – NJKP sebesar 40% (empat puluh persen) untuk Objek pajak perumahan,
yang wajib pajaknya perseorangan denga Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan
bangunan sama atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak
berlaku untuk objek pajak yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh Pegawai
Negeri Sipil, anggota ABRI dan para pensiunan termasuk janda dan duda, yang
penghasilannya semata-mata berasal dari gaji atau uang pensiun. (PP 48/97)
Para pegawai negeri sipil,anggota ABRI, dan para pensiunan para pegawai negeri sipil
ABRI termasuk janda atau dudanya yang penghasilannya semata-mata dari gaji atau
uang pensiun pada umumnya tergolong kurang mampu. Karena itu apabila mereka
memiliki, menguasai atau memanfaatkan objek Pajak Bumi dan Bangunan maka Nilai
Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen), sepanjang penghasilannya
semata-mata dari gaji atau uang pensiun (Penj PP 48/97).
PP 12 Tahun 1994
40%
Assessment Value 40% untuk objek Pajak perumahan yang wajib pajaknya
perseorangan dengan Nilai Jual Objek Pajak sama atau lebih besar dari Rp 1 miliar.
20%
Assessment Value 20% untuk objek pajak lainnya
8.Tarif Pajak dan Pajak Terhutang
Tarif Pajak
Pajak Terhutang
Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak denan Nilai
Jual Kena Pajak.
Nilai jual untuk bangunan sebelum diterapkan tarif pajak dikurangi terlebih dahulu
dengan batas nilai jual bangunan tidak kena pajak sebesar Rp2.000.000 (dua juta
rupiah).
Contoh
=Rp 181.500.000
Tahun Pajak
Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim (Psl 8/1). Jangka waktu 1
tahun takwin adalah dari 1 januari sampai dengan 31 Desember (Psl 8/1/P).
1. Objek pajak pada tanggal 1 januari 1986 berupa tanah dan bangunan.
Pada tanggal 10 Januari 1986 bangunannya terbakar, maka pajak
yang terhutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1
Januari 1986, yaitu keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar.
2. Objek pajak pada tanggal 1 januari 1986 berupa sebidang tanah tanpa
bangunan di atasnya. Pada tanggal 10 Agustus 1986 dilakukan
pendataan, ternyata di atas tanah tersebut telah berdiri suatu
bangunan, maka pajak yang terhutang untuk tahun 1986 tetap
dikenakan pajak berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 1986.
Sedangkan bangunannya baru akan dikenakan pajak pada tahun
1987.
Tempat Pajak Terhutang
Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak diatur lebih lanjut oleh menteri
Keuangan (Psl 9/3)
Pendaftaran
Pendaftaran Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah suatu kegiatan Subjek Pajak
untuk mendaftarkan Objek Pajaknya, dengan cara mengisi SPOP (KMK 817/91).
Pelaksanaan pendaftaran Objek pajak dilakukan dengan cara Subjek Pajak
mendaftarkan sendiri objek pajaknya pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan bangunan
yang wilayah kerjanya meliputi lokasi Objek Pajak atau tempat-tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak (KMK 817/91).
Pendataan
Dalam hal Subjek pajak belum mendaftarkan Objekm Pajaknya dan Kantor pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan melakukan Pendataan Objek Pajak, maka subjek Pajak
wajib mendaftarkan objek pajaknya kepada petugas pendataan (KMK 817/91).
Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah semua kegiatan untuk
memperoleh,mengumpulkan,melengkapi,dan menatausahakan data Objek dan Subjek
Pajak Bumi dan bangunan (KMK 817/91).
Pelaksanaan pendataan objek pajak terdiri atas 2 jenis kegiatan
yaitu (KMK 817/91) :
•Penyusunan data awal
•Pemutakhiran data
Penandatanganan SPOP
Dalam hal yang menjadi Subjek Pajak adalah badan maka yang
menandatangani SPOP adalah pengurus atau direksi (KMK 817/91).
Dalam hal SPOP ditandatangani bukan oleh Subjek Pajak,maka harus
dilampiri Surat Kuasa Khusus dari Subjek Pajak (KMK 817/91).
•Pendaftaran objek pajak Bumi dan bangunan dilakukan oleh subjek pajak
dengan cara mengisi SPOP.
•Wajib pajak yang memiliki NPWP dalam kolom yang tersedia dalam SPOP.
•SPOP diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan
disampaikan ke kantor pelayanan PBB yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek pajak, selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP
oleh Subjek Pajak atau kuasanya.
•Formulir SPOP disediakan dan dapat diperoleh dengan Cuma-Cuma di
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau di tempat-tempat lain yang
ditunjuk.
Pendataan Objek dan Subjek Pajak
Pandataan objek dan subjek pajak bumi dan bangunan dilakukan oleh kantor
pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan menuangkan hasilnya dalam
formulir SPOP.
Pendataan objek dan subjek pajak bumi dan bangunan dapat dilakukan dengan
alternative :
•Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP
•Odentifikasi objek pajak
•Verifikasi data objek pajak
•Pengukuran bidang objek pajak
Tata Cara
Dalam melakukan kegiatan,pendataan,dan penilaian objek dan subjek
Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka pembentukan dan atau
pemeliharaan basis data SISMIOP, kantor pelayanan pajak bumi dan
bangunan dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah, kantor
pertanahan, dan instansi lain yang terkait.
Pendataan dan penilaian objek dan subjek pajak bumi dan bangunan
dalam rangka pembentukkan dan pemeliharaan basis data SISMIOP
dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang memenuhi persyaratan teknis
yang ditentukan dan ditunjuk oleh direktorat jenderal pajak.
Rencana kerja pendataan dan penilaian disusun dalam satuan
Kabupaten/Kota per sumber dana dan harus mendapatkan persetujuan
dari kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat.
Biaya dan Anggaran
Standar biaya pendataan dan penilaian yang bersumber pada APBN dan
APBD sebagaiman dan Daftar Biaya Komponen Bangunan untuk penilaian
objek non standar akan ditinjau secara periodik oleh Direktur Pajak Bumi dan
Bangunan atas nama Direktur Jenderal Pajak.
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
Data Objek pajak yang tercantum dalam SPOP, meliputi data tentang:
• Tahun Pajak
• Nomor SPPT (NOP): Nomor Objek Pajak dalam administrasi PBB
• NPWP
• Letak objek Pajak
• Nama dan alamat Sunjek Pajak
• Informasi Objek Pajak :
⁻Jenis (bumi atau bangunan)
⁻Luas (m2)
⁻Kelas
⁻Nilai jual objek pajak (NJOP)(per m2 dan jumlah
lanjutan…
Jumlah pajak yang terhutang dalam SKP yang dikeluarkan Direktur Jenderal
Pajak apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan
SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak adalah selisih pajak yang terhutang
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya denan pajak yang
terhutang yang dihitung berdsarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar
25% dari selisih pajak yang terhutang.(Psl 10/4).
11.Tata Cara Pembayaran , Penetapan, Pengembalian, dan Penagihan
Denda Administrasi
Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau
kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2%/bulan, yang dihitung
dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama
24 bulan (psl 11/3)
Menurut ketentuan ini pajak yang terhutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak
atau kurang bayar , dikenakan dikenakan denda administrasi 2% setiap bulan dari
jumlah yang tidak atau kurang dibayar tersebut untuk jangka waktu paling lama 24
bulan ,dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan (psl 11/3/p)
Surat Tagihan Pajak
Surat tagihan pajak bumi dan bangunan (STP PBB) Adalah surat yang diterbitkan
oleh kepala kantor pelayanan PBB untuk melakukan pajak terutang
Pelunasan STP
Denda administrasi dan pokok wajib ditagih dengan menggunakan surat tagihan pajak
PBB yang harus dilunasi dalam satu bulan sejak diterimanya STP tersebut ( PSL
11/4/P). Oleh wajib pajak ( KEP 503/00).
( SE-48/PJ.6/2000 HAL : Tata cara penerbitan surat tagihan pajak PBB dan tata cara
pelaksanaan penagihan PBB dan BPHTB.01/12/00.JO.KEP 503/00)
Tempat Dan Tata Cara Pembayaran
Tata cara pembayaran diatur oleh Mentri Keuangan (Psl 11/5)
Penunjukan tempat dan tata cara pembayaran PBB diatur oleh Mentri Keuangan no.
249/KMK.04/1993
Pajak yang terhutang dibank, kantor pos, dan giro dan tempat lain yang ditunjuk oleh
Mentri Keuangan (Psl 11/5)
Tempat Pembayaran
PBB yang terhutang dibayar di bank/kantor pos dan giro yang ditunjuk ( KMK
249/93):
A.Pedesaan dan perkotaan dilakukan di tempat pembayaran.
B.Perkebunan,parhutangan non blok tebangan dan pertambangan nan migas dilakukan
di bank/kanto pos & giro persepsi
C.Perhutanan Blok Tebangan migas dilakukan di Bank/kantor pos & giro Operasional
V.
Pemindahbukuan
Setiap hari jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari jumat libur,saldo
penerimaan PBB pada (KMK 294/93)
1) Tempat pembayaran dipindah bukukan ke bank/kantor pos
dam giro oprasional V
2) Bank/kantor pos persepsi dipindahbukukan ke bank/kantor pos dan
Giro operasional V .
3) Bank/kantor pos dan giro operasional V dibagi dan dipindahbuukan
kepada intansi yang berhak
Pelaksanaan Kewajiban, Peringatan, dan Sanksi
Dalam hal bank/kantor pos dan giro operasional V, PERSEPSI dan tempat
pembayaran melanggar ketentuan pemindahbukuan,diberi peringatan sesuai dengan
jenis dan tingkat kesalahannya oleh ( KMK 294/93) :
a. Direktur jendral anggaran untuk Bank/kantor pos dan giro sbg bank/kantor pos
persepsi dan /atau operasional V.
b. Kepala kantor pelayanan PBB untuk bank/kantor pos dan giro sbg bank / unit bank
dan kantor pos dan giro tempat pembayaran.
Apabila peringatan telah diberikn sampai dengan 3 x dan belum juga dipindahkan,
maka (KMK 294/93) :
a.Direktur jendral anggaran dapat mencabut peringatan yang telah dibuat.
b.Kepala kantor pelayana PBB dapat mencabut peringatannya juga .
Pengawasan
Pengawasan atas bank/kantor pos dan giro dalam rangka pengelolaan penerimaan pajak
bumi dan bangunan dilakukan oleh direktur jendral anggaran dan bank Indonesia
sesuai dengan kewenangan masing-masing (KMK 294/93).
Pembayaran PBB Melalui Fasilitas Perbankan Elektronik
Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal
Pajak atas (Pasal 15/1) :
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
2. Surat Ketetapan Pajak
Kewajiban Pajak
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Administrasi KPPBB
Kepala Kantor Pelayanan PBB atau Kepala Kantor Wilayah DJP
melakukan pemeriksaan sederhana terhadap pengajuan keberatan WP
yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
Setiap Surat Keberatan diperiksa secara administratif yang meliputi :
Lanjutan……..
Jenis Keputusan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya
atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang
Keputusan Keberatan dapat berupa :
1. Tidak dapat diterima
2. Menolak
3. Menerima seluruhnya atau sebagian
4. Menambah besarnya jumlah pajak yang terhutang
Lanjutan…..
Keputusan keberatan atas SPPT/SKP berupa :
1. Menolak , apabila permohonan keberatan WP memenuhi
persyaratan formal atau formal dan materiil, dan telah dilakukan
pemeriksaan sehingga alasan yang diajukan oleh WP tidak tepat
atau tidak benar.
2. Menerima seluruhnya atau sebagian
Menerima seluruhnya, apabila alasan WP sesuai dengan data/
keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dan diterima
seluruhnya berdasarkan perhitungan WP, atau atas perintah UU.
Menerima sebagian, apabila sebagian alasan WP sesuai dengan
data/keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan.
3. Tidak dapat diterima,apabila permohonan keberatan WP tidak
memenuhi persyaratan janka waktu 3 bulan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 Keputusan Dirjen Pajak NoKep-59/
PJ.6/2000
4. Menambah besarnya jumlah pajak yang terhutang, apabila berdasarkan
hasil pemeriksaan diperoleh perhitungan yang menambah besarnya
jumlah pajak yang terhutang.
Pembuktian Wajib Pajak
Dalam hal WP mengajukan keberatan atas ketetapan yang dikeluarkan Dirjen Pajak
yang diterbitkan karena SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, WP yang
bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
Ketentuan ini mengharuskan WP membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak,
dalam hal WP mengajukan keberatan terhadap ketetapan secara jabatan.
Apabila WP tidak dapat membuktikan ketidakbenaran SKP secara jabatan itu,
keberatannya ditolak.
Keputusan Lewat Waktu – Dianggap Diterima
Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima telah
lewat dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang
diajukan tersebut dianggap diterima dan diterbitkan Keputusan Keberatan yang
berisi menerima seluruhnya.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi WP yaitu
apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya surat keberatan, Dirjen
Pajak tidak memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan berarti keberatan
tersebut diterima.
Penyampaian Keputusan
Keputusan Keberatan yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan PBB
disampaikan kepada WP dan tembusannya disampaikan kepada :
1. Kepala Dinas Pendapatan Daerah yang bersangkutan
(khusus untuk DKI Jakarta Kadipenda Propinsi).
2. Lurah/Kepala Desa yang bersangkutan.
Keputusan Keberatan yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah DJP
disampaikan kepada WP dan tembusannya disampaikan kepada :
1. Kepala Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan.
2. Kepala Dinas Pendapatan Daerah yang bersangkutan
(khusus untuk DKI Jakarta Kadipenda Propinsi).
3. Lurah/Kepala Desa yang bersangkutan.
Keberatan dan Pengurangan
Dalam hal WP mengajukan keberatan dan sekaligus mengajukan
permohonan pengurangan baik dalam satu surat permohonan, maupun
secara terpisah, maka harus terlebih dahulu diselesaikan permohonan
keberatannya.
Banding
WP dapat mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap
Kepulusan Keberatan.
Perbaikan Atau Pembetulan Keputusan Keberatan
Apabila di kemudian hari diketahui adanya kesalahan atau kekeliruan
dalam Keputusan Keberatan, Kepala Kantor Wilayah DJP atau Kepala
Kantor Pelayanan PBB melakukan perbaikan atau pembetulan atas
kesalahan atau kekeliruan tersebut dengan menerbitkan Keputusan
Dirjen Pajak.
13.Pengurangan Pajak dan Denda Administrasi
Pengurangan Pajak
Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak yang terhutang (Psl 19/1):
a. Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau
karena sebab-sebab tertentu lainnya.
b. Dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang di luar biasa.
-Yang dimaksud dengan bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor.
-yang dimaksud sebab lain luar biasa adalah seperti:
-Kebakaran
-kekeringan
-wabah penyakit tanaman
-hama tanaman
Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak diatur oleh Menteri Keuangan (Psl
19/2).
Tata Cara Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada (KMK 362/99):
1. Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada
hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;
2. Wajib pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana
alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa beruapa:
1. Bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus,
dan sebagainya
2. Sebab-sebab lain yang luar biasa adalah kebakaran, kekeringan, wabah
penyakit, dan hama tanaman
3. Wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan, (termasuk janda/dudanya (KEP 10/99))
Objek Pajak Yang Mendapat Pengurangan-1 Objek Tiap Wilayah Tk II
Pengurangan untuk masing-masing wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten atau Kotamadya,
hanya diberikan untuk satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan
wajib pajak (KEP 10/99).
Besar Pengurangan PBB
Pengurangan PBB diberikan atas pajak terutang yang tercantum dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) (KMK
362/99)
Kondisi dan Sebab Tertentu – Pengurangan Maksimal 75%
Pengurangan yang diberikan kepada wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi
tertentu obje pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-
sebab tertentu lainnya, dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (Tujuh puluh lima
persen) dari besarnya pajak terutang, dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi
objek pajak serta penghasilan wajib pajak (KMK 362/99).
Bencana dan Sebab Lain Yang Luar Biasa-Pengurangan Maksimal 100%
Pengurangan yang diberikan kepada wajib pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek
pajak yang terkena bencana alam ataiu sebab-sebab lain yang luar biasa berupa:
1. Bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya
2. Sebab-sebab lain yang luar biasa adalah kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama
tanaman
Dapat diberikan 100% p ajak terutang
Permohonan
Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya
persentase pengurangan yang dimohonkan (KMK 362/99)
Dalam hal permohonan pengurangan diajukan terhadap SKP, maka
pemberian pengurangan PBB hanya dapat diberikan atas pokok
ketetapan pajak terutang (KMK 10/99).
Permohonan pengurangan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
terhitung (KMK 362/99):
a. Sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP; atau
b. Sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.
Pengurangan Denda Administrasi
Atas permintaan wajib pajak DJP dapat mengurangkan denda administrasi karena hal-
hal tertentu (Psl 20).
Ketentuan ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak unjtuk meminta
pengurangan denda administrasi berupa (Psl 10 ayat (3), dan ayat (4) UU
No. 12/85):
a. Denda administrasi sebesar 25% dua puluh lima persen yang dihitung dari
pokok pajak karena Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidakl disampaikan
dan setelah ditegor secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan
dalam Surat Tegoran.
b. Denda adiministrasi sebesar 2% dua persen sebulan, yang dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling
lama 24 dua puluh empat bulan karena pajak yang terutang yang pada saat
jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang bayar.
Kepada DJP
14.Pelaksnaaan Pembetulan/Pengurangan/Pembatalan
Nota perhitungan
dalam hal dapat diberikan imbalan bunga kepala kantor pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan (KPPBB)/ kantor pelayanan pajak (KPP) pratama menerbitkan
Nota Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga Pajak Bumi dan Bangunan
(Lampiranm 1 PMK No. 121/PMK.06/2005)(pmk 121/05)
SKPIB PBB dan SPMIB PBB
SKPIB PBB
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut SKPIB PBB adalah
suratkeputusan yang menetapkan besarnya jumlah pemberian imbalan bunga pajak PBB kepada WP (PMK 121/05)
Imbalan bunga diberikan kepada wajib pajak oleh kepala KPPBB/KPP pratama atas nama DJP dengan menerbitkan SKPIB
(Bentuk SKPIB PBB sesuai dengan lampiran II PMK NO. 12/PMK.06/2005)
SKPIB PBB dibuat dalam 3 rangkap dengan peruntukan sebagai berikut (PMK 121/05)
1. Lembaran ke-1 untuk WP
2. Lembar ke-2 untuk kantor pelayanan perbendaharaan Negara (KPPN) dalam wilayah kerja KPPBB/KPP Pratamayang
menerbitkan SKPIB PBB
3. Lembar ke-3 untuk KPPBB/KPP Pratama yang menerbitkan SKPIB PBB
SPMIB PBB
Surat perintah pembayaran imbalan bunga pajak bumi dan bangunan yang selanjutnya disebut SPMIB PBB,
adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPBB/KPP Pratama untuk membayar imbalan bunga pajak
bumi dan bangunan kepada WP
Atas dasar SKPIB PBB kepada KPPBB/KPP pratama atas nama mentri keunagn menerbitkan SPMIB PBB.
SPMIB dibuat dalam rangkap 4 diperuntiukan sebagai berikut
1. Lembaran ke-1 dan kee-2 untuk KPPN dalam ilayah kerja KPPBB/KPP Pratama yang menerbitkan SPMIB
2. Lembaran ke-3 untuk WP
3. Lembaran ke-4 untuk KPPBB/KPP pratama yang menerbitkan SPMIB PBB
Keterlambatan Penerbitan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi
Dan Bangunan (SKKP PBB)
Imbalan bunga atas keterlambatan-keterlambatan penerbitan sutrat keputusan kelebihan
pembayaran pajak bumi dan bangunan (SKKP PBB), dihitung sebesar 2% sebulan
masa imbalan bunga dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan sejak
permohonan diterima sampai dengan saat diterbitkannya SKKP PBB, dengan dasar
perhitungan imbalan bunga adalah jumlah kelebihan pembayaran PBB yang tercantum
dalm SKKP PBB
Keterlambatan Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran Pajak
Bmi Dan Bangunan ( SPMKP PBB)
Imbalan bunga atas keterlambatan-keterlambatan penerbitan surat perinbtah membayar
kelebihan pembayaran pajak bumi dan bangunan (SKMPK PBB), dihitung sebesar 2%
sebulan dengan masa imbalan bunga mulai dari berakhirnya jangka waktu 1 bulan
sejak diterbitkannya SKKP PBB sampai dengan diterbitkannya SPMKP PBB, dengan
dasar perhitungan imbalan bunganya adalah jumlah kelebihan pembayaran PBB
Penyampaian SKPIB dan SPMIB ke KPPN
SKPIB dan SPMIB PBB disampaikan secara langsung ke KPPN oleh petugas yang
ditunjuk oleh kepala KPPBB/KPP Pratama atau melalui Pos tercata (PMK 121/05)
Pemindahan Antar Rekening Pemindahan Antar Rekeniang
Imbalan bunga dibayarkan dengan cara pemindahanbukuan ke rekeniang WP yang
berhak menerima imbalan bunga
Pembagian Hasil
Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan Negara yang di bagi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dengan imbalan pembagian sekurang-kurangnya 90%
untuk pemerintah daerah tingkat II dan pemerintah daerah tingkat I sebagai pendapatan
daerahyang bersangkutan (pasal 18 ayat 1).
Karena penerimaan pajak ini diarahkan untuk kepentingna masyarakat daerah tingkat II
yang bersangkutan,maka sebagian besar penerimaan pajak ini diberikan kepada daerah
tingkat II (PS 18/2/P).
Imbalan pembagian hasil penerimaan pajak diatur dengan peraturan pemerintah (Ps
18/3).
Rincian Pembagian Hasil
Hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan dibagi untuk pemerintah pusat dan daerah
dengan imbalan sebagai berikut (PP 16/00,PMK 34/05) :
a.10% Untuk pemerintah pusat
b.90% Untuk pemerintah daerah
Jumlah 90% yang merupakan bagian daerah di perinci sebagai sebagai berikut (PP
16/00,PMK 34/05) :
a.16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan.
b.64,8% untuk daerah kabupaten /kota yang bersangkutan
c.9% untuk biaya pemungutan.
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Khusus untuk daerah provinsi nanggroe aceh Darussalam 90% dari hasil penerimaan
merupakan penerimaan bagian daerah yang di bagi dengan rincian sebagai berikut.
(KMK 552/02,MK34/05) :
a. 16,2% untuk daerah provinsi yang di bagi dengan imbangan :
1. 30% untuk biaya pendidikan provinsi nanggroe aceh Darussalam dan di salurkan
melalui rekening khusus dana pendidikan
2. 70% untuk daerah provinsi dan disalurkan melalui rekening kas daerah provinsi
b. 64,8% untuk daerah kabupaten / kota yang bersangkutan ,ynag di bagi dengan
imbangan :
1. 30% untuk b iaya pendidikan di provinsi nanggroe aceh Darussalam dan disalurkan
melaluirekening khusus dana pendidikan.
2. 70% untuk daerah kabupaten / kota dan disalurkan melalui rekening kas daerah
kabupaten/kota.
c. 9% untuk biaya pemungutan yang dibagikan kepada direktorat jenderal pajak dan
daerah.
Pembagian bagian Pemerintah Pusat
Hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian pemerintah pusat dibagikan kepada seluruh
daerah kabupaten/kota (PP 16/00,PMK 34/05).
Pembagian didasarkan atas realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan tahun anggaran
berjalan (PP 16/00,PMK34/05)
Alokasi pembagian ditentukan sebagai berikut (PP 16/00,PMK 34/05) :
a.65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten/kota
b.35% dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten/kota yang realisasi penerimaan pajak
bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya
mencapai/melampaui rencana penerimaan yang di tetapkan.
Biaya pemungutan
Hasil penerimaan Pajak bumi dan bangunan biaya pemungutan di bagikan kepada direktorat
jenderal pajak dan daerah (PP 16/00).
Biaya pemungutan bagian direktorat jenderal pajak digunakan antara lain untuk mendukung
operasional pemungutan pajak bumi dan bangunan,peningkatan kualitas sumber daya
manusia,komputerisasi perpajakan,dan pemberian insentif atas prestasi kerja pegawai di
lingkungan direktorat jenderal pajak (PP 16/00).
Biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan adalah dana yang digunakan untuk
pembiayaan kegiatan operasional pemungutan pajak bumi dan bangunan yang dilaksanakan
oleh direktorat jenderalpajak dan daerah (KMK 83/00).
Ketentuan pembagian dan penggunann biaya pemungutan bagian direktorat jenderal pajak
diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri keuangan (PP 16/00)
Pembagian biaya pemungutan
Imbalan pembagian biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan antar direktorat
jenderal pajak dan daerah didasarkan pada besar kecilnya peranan masing-masing
dalam melakukan kegiatan operasional pemungutan pajak bumi dan bangunan (KMK
83/00).
Besarnya imbangan pembiayaan biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan adalah
sebagai berikut (KMK 83/00) :
a.Objek pajak sektor pedesaan,10% bagian di rektorat jenderal pajak dan 90%bagian
daerah dan 9% bagian daerah
b.Objek pajak sektor perkotaan,20% bagian direktorat jenderal pajak dan 80% bagian
daerah.
c.Objek pajak sektor perkebunan,60% bagian direktorat jenderal pajak dan 40% bagian
daerah
d.Objek pajak sektor perhutanan,65% bagian direktorat jenderal pajak dan 35% bagian
daerah
e.Objek pajak sektor pertambangan ,70% bagian direktorat jenderal pajak dan 30%
bagian daerah.
Penggunaan biaya pemungutan
Biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan bagian direktorat jenderal pajak
digunakan untuk pembiayaan (KMK 83/00) :
a. Kegiatan,sarana dan prasarana yang mendukung kel;ancaran operasional
pemungutan pajak bumi dan bangunan
b. Pemberian insentif atas prestasi atas prestasi kerja pegawai dilingkungan direktorat
jenderal pajak.
c. Komputerisasi perpajakan
d. Peningkata kualitas sumber daya manusia
e. Kegiatan lain yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas direktorat jenderal
pajak
Anggaran pendapatan dan belanja daerah
Hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota merupakan pendapatan daerah dan setiap tahun anggaran di
cantumkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (PP 16/00).
Pembagian realisasi
Setiap akhir bulan,kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan (kepala KP
PBB)/kepala kantor pelayanan pajak pratama (kepala KPP Pratama) atas nama
menteri keuangan menerbitkan keputusan penetapan pembagian hasil penerimaan
pajak bumi dan bangunan (KP-PHP-PBB) (PMK 34/05).
Berdasarkan KP-PHP-PBB,kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan /kepala KKP
Pratama atas nama menteri keuangan menerbitkan (PMK 34/05) :
a. Surat Perintah Membayar Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(SPM-PHP-PBB) untuk masing-masing Daerah Propinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota yang berhak.
b. Surat Perintah Membayar Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (SPM-BP-
PBB) bagian daerah Kabupaten/Kota dalam rangkap 4 dengan peruntukan sebagai
berikut :
1. Lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) mitra kerja KP PBB/KPP Pratama yang menerbitkan SPM-BP-PBB.
2. Lembar ke-3 untuk daerah yang bersangkutan
3. Lembar ke-4 untuk KP-PBB/KP Pratama yang menerbitkan SPM-BP-PBB.
SPM-BP-PBB,SP2D
Berdasarkan SPM-BP-PBB,KPPN menerbitkan surat perintah pencairan dana (SP2D)
(PMK 34/05)
KPPN menerbitkan SP2D paling lambat dua hari kerja sejak SPM-BP-PBB diterima
(PMK 34/05).
KPPN mengembalikan lembar ke-2 SPM-BP-PBB setelah dibubuhi cap tanggal dan
nomor penerbitan SP2D disertai lembar ke-2 SP2D kepada penerbit SPM-BP-PBB
(PMK 34/05).
Specimen Tanda Tanda Tangan.
Kepala KP PBB/KPP pratama menyampaikan specimen tanda tangan yang di beri
wewenang untuk menandatangani SPM-BP-PBB (PMK 34/05)
Penyaluran penerimaan
Untuk mempercepat penyaluran pembagian hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan
kepada yang berhak,melimpahkan kewenangan kepada kepala kantor pelayanan pajak
bumi dan bangunan untuk menerbitkan surat kuasa umum kepada bank/kantor pos
oerasioonal V PBB (KMK 84/00).
Melimpahkan wewenang kepada kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan
untuk menerbitkan surat kuasa umum (SKU) kepada bank/kantor pos operasional V
PBB(KMK 84/00)
SKU diterbitkan pada setiap permulaan tahun anggaran dan berlaku selama satu tahun
anggaran (KMK 84/00).
17.Ketentuan lain-lain : PBB
Pejabat
Pejabat yang dimaksud dalam ketentuan ini misalnya : Kepala Kelurahan, Pejabat Dinas
Tata Kota, Pejabat Dinas Pengawas Kota dan Bangunan,Pejabat Agraria, Pejabat Balai
Harta Peninggalan.
Pejabat yang dalam jabatannya atau tugas pekerjannya berkaitan langsung oleh objek pajak,
wajib (Psl 21/1):
a. Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan objek pajak
secara tertulis kepada Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek pajak.
b. Memberikan keterangan atas permintaan Direktorat Jendral Pajak
Ketentuan Pidana
Kealpaan
Barang siapa karena kealpaannya (Psl24):
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak
b. Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan
keterangan yang tidak benar
Sehingga menimbulkan kerugian Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali pajak yang terutang.
Kesengajaan
Barang siapa dengan sengaja (Psl 25/1):
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak
b. Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau
melampirkan keterangan yang tidak benar.
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang dipalsukan
atau dipalsukan seolah-olah benar.
d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya.
e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.
Sehingga menimbulkan kerugian Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak yang
terutang.
Bukan Wajib Pajak
Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan melakukan tindakan:
a. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya
b. Tidak menunjukkan dana atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan
Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-
tingginya Rp. 2.000.000,- (Dua juta Rupiah), (Psl 25/2)
Pengulangan Tindak Pidana
Ancaman pidana dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak
dibayarnya denda (Psl 25/3).
Daluarsa Penuntutan
Tidak Pidana tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh ) tahun sejak
berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan (Psl 26).
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP)
Terhadap hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam Undang-undang ini, berlaku
ketentuan dalam UU No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No.9 tahun 1994 (Lembaran
negara tahun 1994 No. 59, Tambahan lembaran negara nomor 3566) serta peraturan
perundang-undangan lainnya (Psl 23, 12/94).
18.Pelayanan
Pelayanan konfirmasi
Sehubungan dengan adanya keterkaitan antara data PBB dengan pajak penghasilan dan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak atas permintaan data
SPPT/STTS dan/atau konfirmasi yang sifatnya mendesak,harus direspon palin lambat
3 (tiga)hari setelah surat permintaan data diterima di kantor KPPBB (S 2742/97)
National Toll Free Number Automatic Voice, Fac Response Services Dan National
SMS Service
0-800-1-PBB
Pelayanan informasi ini antara lain:
a. informasi jumlah tagihan PBB
b. informasi nilai objek pajak
c. layanan dalam bentuk dokumen melalui faksimili
d. informasi pelayanan satu tempat
SMS Service
Layanan ini dapat diperoleh masyarakat dengan mengirim informasi “PBB spasi NOP
koma Tahun Pajak” ke nomor:
1. 3722(3PBB) untuk satelindo, IM3, dan telepon fleksi
2. 7220(PBB0) untuk telkomsel