You are on page 1of 101

Pajak Bumi dan

Bangunan
Grafik Atau Bagan PBB
1.Definisi umum Pajak Bumi dan Bangunan

• Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam
arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan
atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan
besarnya pajak. UU no.12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan,
diundangkan pada tanggal 27 desember 1985, Mulai diberlakukan tanggal 1 januari
1986

• Sedangkan menurut Wikipedia, Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak
yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau
kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai
suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat daripadanya.
2.Subjek Pajak

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar
pajak.
Tanda pembayaran atau pelunasan pajak bukanlah merupakan bukti
pemilikan hak (psl 4/1/p)
Wajib pajak ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak

Dalam hal suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya , Direktur Jenderal
Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak (psl 4/3).
Ketentuan ini memberikan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan subjek
pajak sebagai wajib pajak, apabila objek pajak belum jelas pajaknya (psl 4/3/p).
• Contoh:
– Subjek pajak bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau
bangunan milik orang lain bernama B bukan karena sesuatu hak berdasarkan
undang-undang atau bukan karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang
memanfaatkan tanah dan/atau bangunan tersebut ditetapkan sebagai wajib
pajak.
– Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka
orang atau badan yang memanfaatkan tanah dan/atau bangunan tersebut
ditetapkan sebagai wajib pajak.
– Subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah objek pajak ,
sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau
badan, maka badan atau orang yang diberi kuasa tersebutlah yang ditunjuk
sebagai wajib pajak.
Keberatan atas penetapan sebagai Wajib Pajak

Subjek pajak yang ditetapkan dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak atas objek pajak yang dimaksud
(psl 4/4)
Bila keterangan wajib pajak disetujui maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan
penetapan sebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimannya
keterangan yang dimaksud (psl 4/5)
Bila keterangan tidak disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak maka akan dikeluarkan
surat keputusan penolakan disertai dengan alasan-alasannya (psl 4/6)
Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan yang
diajukan oleh wajib pajak dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan maka
keterangan yang diajukan dianggap disetujui (psl 4/7)
Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, apabila Direktur Jenderal Pajak tidak
memberikan keputusan dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan dari wajib pajak maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan
sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib
pajak (psl 4/7/P)
3.Objek Pajak

Yang Menjadi Objek Pajak adalah Bumi dan/atau bangunan


(Psl 2/1)

Bumi

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada


dibawahnya (Psl 1). Permukaan Bumi meliputi tanah dan
perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia (Psl 1/p).

Bangunan

Bangunan adalah Konstruksi Teknik yang ditanam atau


dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Klasifikasi Objek Pajak
Klasifikasi objek pajak diatur oleh Menteri Keuangan (Psl 2/2).
Bumi atau Tanah
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhaikan faktor-faktor sebagai berikut
(Psl 2/2/P):
1.Letak
2.Peruntukan
3.Pemanfaatan
4.Kondisi lingkungan dan lain-lain.
Bangunan
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut (Psl
2/2/p):
1.Bahan yang digunakan
2.Rekayasa
3.Letak
4.Kondisi lingkungan dan Lain-lain.
4.Pengecualian Objek Pajak

Tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan


Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek
pajak yang(Psl 3/1):
1.Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,sosial,
kesehatan, pendidikan,dan kebudayaan nasional, yang tidak di maksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2.Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
3.Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam,hutan wisata, taman nasional, tanah
pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.
4.Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsult berdasarkan asas perlakuan timbal
balik.
5.Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional oleh yang ditentukan
oleh Mentri Keuangan.
Lanjutan..
Tidak Untuk Memperoleh Keuntungan
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa
objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum dan nyata-nyata tidak
diajukan untuk mencari keuntungan.
Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Kawasan Industri dan Real Estate
Kawasan Industri dan real estate sesuai dengan ketentuan harus menyediakan fasilitas umum
(fasum) dan/atau sarana sosial yang selain dimanfaatkan langsung oleh
pemilik/pengusaha/pemanfaat kawasan industri dan real estate juga dimanfaatkan oleh
masyarakat umum (SE 57/94).
Sesuai dengan Surat Menteri Keuangan RI kepada Menteri Negara Perumahan Rakyat No.
S-413/MK.04/1987, 7 April 1987 perihal pengenaan PBB dalam rangka pembangunan
perumahan dan pemukiman, bahwa tanah dan bangunan yang nyata-nyata dipergunakan
untuk sarana kepentingan umum dan sosial serta tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan adalah objek pajak yang tidak di kenakan PBB (SE57/94).
Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi
dan Bangunan .
Badan atau perwakilan Internasional yang menggunakan objek Pajak Bumi dan Bangunan
dan tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah (KMK 1004/85)
I .Perserikatan Bangsa – Bangsa
II.Badan – Badan Internasional dari Perserikatan Bangsa- Bangsa
III.Kerjasama Tehnik Bilateral
IV.Colombo Plan
V.Kerjasama Kebudayaan
VI.Organisasi Asean
Objek Pajak Digunakan Negara : Diatur Lebih Lanjut
Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintah,
penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Psl
3/2).
Yang dimaksud objek pajak yang dimiliki/dikuasai/digunakan oleh Pemerintah Daerah
dalam menyelenggarakan pemerintah (Psl 3/2/P).
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar Penerimaannya
merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan
fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Psl
3/2/P).
Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas
tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (Psl3/3/P).
Mengenai bumi dan/atau bangunan milik perorangan dan/atau badan yang digunakan
oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan
(Psl 3/2/P) .
5.Nilai Jual Objek Pajak

Dasar Pengenaan Pajak : Nilai Jual Objek Pajak


Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (Psl 6/1)
Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata- rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual
Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis,
atau nilai perolehan baru, atau Nilai Objek Pajak Pengganti (Psl 1).
Nilai Objek Pajak meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah,perairan pedalaman serat
wilayah Indonesia) beserta kekayaan alam yang berada di atas maupun di
bawahnya, dan/atau bangunan yang melekat di atasnya (KMK 523/98).
Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis
Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode
penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan
objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan
telah diketahui harga jualnya (Psl 1/P).
Nilai Perolehan Baru
Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan
berdasarkan kondisi fisik objek tersebut (Psl1/P).
Nilai Jual Pengganti
Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai suatu objek pajak
yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut (Psl 1/P).
Penetapan Nilai Jual Objek Pajak
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan,
kecuali unruk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan
daerahnya (Psl6/2)
Pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali. Namun
demikian untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan
mengakibatkan kenaikan nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai
jual ditetapkan setahun sekali.
6.Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah) untuk setiap
Wajib Pajak (Psl 3/3, 12/94).
Untuk setiap Wajib Pajak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NJOPTKP) sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah) (Psl
3/3P,12/94).
Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, yang
diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak hanya salah satu
Objek Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap
dikenakan sacara penuh tanpa dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (Psl 3/3P,12/94).
Contoh (Psl 3/3P,12/94)
1.Seorang Wajib Pajak hanya mempunyai Objek Pajak berupa bumi
dengan nilai sebagai berikut :

-Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 3.000.000,00

-Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 8.000.000,00

 Karena Nilai Jual Objek Pajak berada dibawah Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak
Bumi dan bangunan.
2. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan
masing-masing di Desa A dan di Desa B dengan nilai sebagai berikut :

a. Desa A

-Nilai Jual Objek Pajak Bumi = Rp 8.000.000,00


-Nilai Jual Objek Pajak Bangunan = Rp 5.000.000,00
 
Nilai Jual Objek Pajak Untuk Penghitungan Pajak :
- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 8.000.000,00
- Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp 5.000.000,00 (+)
 
-Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Rp 13.000.000,00
-Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 8.000.000,00 (-)
 
-Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak Rp 5.000.000,00
Lanjutan…
b. Desa B

-Nilai Jual Objek Pajak Bumi = Rp 5.000.000,00


-Nilai Jual Objek Pajak Bangunan = Rp 3.000.000,00
 
Nilai Jual Objek Pajak Untuk Penghitungan Pajak :
- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 5.000.000,00
- Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp 3.000.000,00 (+)
-Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Rp 8.000.000,00
-Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 0,00 (-)
 
-Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak Rp 8.000.000,00

Untuk Objek Pajak di Desa B, tidak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah), karena Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak telah diberikan untuk Objek Pajak di Desa
A.
Perubahan NJOPTKP
Penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan oleh Menteri
Keuangan (Psl3/4,12/94).
Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah
besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak dengan mempertimbangkan
perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek pajak setiap
tahunnya (Psl 3/4P,12/94).
NJOPTKP Maksimal : Rp 12.000.000,00 – Sejak Tahun Pajak 2001
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak (KMK 201/00)
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk setiap daerah kabupaten/Kota,
ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri
Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah setempat
(KMK201/00).
Tata Cara Penetapan
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan untuk masing-masing
Kabupaten/Kota (KEP 251/00).
Gubernur/Bupati/Walikota dapat menyampaikan usulan mengenai besarnya Nilai Jual
Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk wilayahnya kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal (KEP 251/00)
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan
menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak dengan
mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota setempat (KEP 251/00).
 
7 .Nilai Jual Kena Pajak

Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20%(dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari
Nilai Jual Objek Pajak (Psl6/3).
Yang dimaksud Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah nilai jual yang
dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari
nilai jual sebenarnya (Psl6/3).
Contoh (Psl6/3) :
1. Nilai Jual suatu objek pajak sebesar Rp.1.000.000,00 Persentase Nilai Jual
Kena Pajak misalnya 20% maka besarnya nilai jual kena pajak 20% × Rp 1.000.000,00
= Rp 200.000,00
2. Nilai Jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 Persentase Nilai Jual
Kena Pajak misalnya 50 % maka besarnya nilai jual kena pajak 50% × Rp
1.000.000,00 = Rp 500.000,00.
Penetapan Besar Nilai Jual Kena Pajak
Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah dengan memperhatikan Kondisi ekonomi nasional (Psl 6/4).
PP Tahun 2002 – Mulai Tahun Pajak 2002
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang
terhutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, ditetapkan untuk (PP
25/02) :
a. objek pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40% (empat
puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak ;
b. objek pajak lainnya :
1) sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau lebih ;
2) sebesar 20% (dua puluh persen) dari Niali Jual Objek Pajak apabila Niali Jual Objek
Pajaknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
PP 46 Tahun 2000
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada Tahun Pajak 2001 :
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3)
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
12 Tahun 1994, ditetapkan untuk (PP 46/00) :
a. objek pajak perkebunan sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak;
b. objek pajak kehutanan sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak;
c. objek pajak pertambangan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak,
d. objek pajak lainnya :
1) sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) atau lebih ;
2) sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek Pajaknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
 
PP 74 Tahun 1998
Mulai 30 September 1998
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
12 Tahun 1994, adalah (PP 74/98):
a. Sebesar 40% (empat puluh persen) untuk :
1. Objek pajak perumahan, yang wajib pajaknya perseorangan dengan Nilai Jual Kena Pajak atas bumi dan bangunan sama atau lebih
besar dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupuah) ;
2. Objek pajak perkebunan, yang luas lahannya sama atau lebih besar dari 25 ha (dua puluh lima hektar) yang dimiliki, dikuasai atau
dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan badan usaha milik swasta, maupun berdasarkan kerjasama operasional antara
pemerintah dan swasta;
3. Objek pajak kehutanan, termasuk areal blok tebangan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan Pemegang Hak Pengusahaan Hutan,
Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu;
b. sebesar 20% (dua puluh persen) untuk objek pajak lainnya.
PP 48 Tahun 1997
Tahun Pajak 1998
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang terhutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sabagaimana telah diubah dangan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, adalah
(PP48/97):
a. Sebesar 40% (empat puluh persen) untuk :
1. Objek pajak perumahan, yang wajib pajaknya perseorangan dengan Nilai Jual Objek Pajak
atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ;
2. Objek pajak perkebunan, yang luas lahannya sama atau lebih besar dari 25 ha (dua puluh lima
hektar) yang dimiliki, dikuasai atau dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan badan usaha
milik swasta, maupun berdasarkan kerjasama operasional antara pemerintah dan swasta;
3. Objek pajak kehutanan, termasuk areal blok tebangan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan
Pemegang Hak Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Pemegang Izin
Pemanfaatan Kayu yang pengenaan Pajak Bumi dan Bangunannya dilakukan sekaligus dengan
pemungutan iuran Hasil Hutan;
b. sebesar 20% (dua puluh persen) untuk objek pajak lainnya.
NJKP Khusus
Ketentuan – NJKP sebesar 40% (empat puluh persen) untuk Objek pajak perumahan,
yang wajib pajaknya perseorangan denga Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan
bangunan sama atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak
berlaku untuk objek pajak yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh Pegawai
Negeri Sipil, anggota ABRI dan para pensiunan termasuk janda dan duda, yang
penghasilannya semata-mata berasal dari gaji atau uang pensiun. (PP 48/97)
Para pegawai negeri sipil,anggota ABRI, dan para pensiunan para pegawai negeri sipil
ABRI termasuk janda atau dudanya yang penghasilannya semata-mata dari gaji atau
uang pensiun pada umumnya tergolong kurang mampu. Karena itu apabila mereka
memiliki, menguasai atau memanfaatkan objek Pajak Bumi dan Bangunan maka Nilai
Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen), sepanjang penghasilannya
semata-mata dari gaji atau uang pensiun (Penj PP 48/97).
 
PP 12 Tahun 1994
40%
Assessment Value 40% untuk objek Pajak perumahan yang wajib pajaknya
perseorangan dengan Nilai Jual Objek Pajak sama atau lebih besar dari Rp 1 miliar.
20%
Assessment Value 20% untuk objek pajak lainnya
8.Tarif Pajak dan Pajak Terhutang

Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah 0,5%.

Pajak Terhutang

Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak denan Nilai
Jual Kena Pajak.

Nilai jual untuk bangunan sebelum diterapkan tarif pajak dikurangi terlebih dahulu
dengan batas nilai jual bangunan tidak kena pajak sebesar Rp2.000.000 (dua juta
rupiah).
Contoh

Wajib pajak A mempunyai objek pajak berupa:


• Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp 300.000/m2
• Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp 350.000/m2
• Pagar mewah sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata 1,5 m
dengan nilai jual Rp 1.750.000/m2

Persentase nilai jual kena pajak misalnya 20%.


besarnya pajak yang terutang adalah sebagai berikut:

1.Nilai jual tanah:800xRp 300.000 = Rp 240.000.000


nilai jual bangunan
a.Rumah dan garasi 400xRp 350.000 =Rp 140.000.000
b.Taman mewah 200xRp 50.000 =Rp 10.000.000
c.Pagar mewah (120x1,5)xRp 175.000 =Rp 31.500.000

=Rp 181.500.000

Batas nilai jual BTKP =Rp (2.000.000)

Nilai jual bangunan =Rp 179.500.000

Nilai jual tanah dan bangunan =Rp 419.500.000


2. Besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang:

Atas tanah 0,5%x20%xRp 240.000.000 =Rp240.000


Atas bangunan0,5%x20%xRp 179.500.000 =Rp179.500

jumlah pajak terhutang Rp419.500


9.Tahun Pajak, Saat Pajak Terhutang, dan Tempat Pajak Terhutang

Tahun Pajak
Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim (Psl 8/1). Jangka waktu 1
tahun takwin adalah dari 1 januari sampai dengan 31 Desember (Psl 8/1/P).

Saat Pajak Terhutang


Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah menurut keadaan objek pajak
pada tanggal 1 januari (Psl 8/2). Karena tahun pajak dimulai pada tanggal 1 Januari,
maka keadaan objek pajak pada tanggal tersebut merupakan saat yang menentukan
pajak yang terhutang (Psl 8/2/P).
Contoh (Psl 8/2/P)

1. Objek pajak pada tanggal 1 januari 1986 berupa tanah dan bangunan.
Pada tanggal 10 Januari 1986 bangunannya terbakar, maka pajak
yang terhutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1
Januari 1986, yaitu keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar.
2. Objek pajak pada tanggal 1 januari 1986 berupa sebidang tanah tanpa
bangunan di atasnya. Pada tanggal 10 Agustus 1986 dilakukan
pendataan, ternyata di atas tanah tersebut telah berdiri suatu
bangunan, maka pajak yang terhutang untuk tahun 1986 tetap
dikenakan pajak berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 1986.
Sedangkan bangunannya baru akan dikenakan pajak pada tahun
1987.
Tempat Pajak Terhutang

Tempat pajak yang terhutang (Psl 8/3) :


• Untuk daerah jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
• Untuk daeraha lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau
Kotamadya Daerah Tingkat II, yang meliputi letak objek pajak.

Tempat pajak yang terhutang untuk Kotamadya Batam, di wilayah


propinsi daerah tingkat I yang bersangkutan (Psl 8/3/P).
10.Pendaftaran, Surat Pemberitahuan Objek Pajak, Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang, dan Surat Ketetapan Pajak.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak


Surat Pemberitahuan Objek pajak adalah surat yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak
menurut ketentuan undang-undang ini(Psl1).
Dalam rangka pendataan, wajib pajak akan diberikan
Surat Pemberitahuan Objek Pajak untuk diisi dan dikembalikan
kepada Direktorat Jenderal Pajak, wajib pajak yang pernah
dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya
kecuali kalau ia menerima SPOP, maka ia wajib mengisi dan
mengembalikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak (Psl 9/1/P)
Surat Pemberitahuan Objek Pajak harus diisi dengan jelas,
benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek pajak , selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal
diterimanya SPOP oleh objek pajak (Psl 9/2).

Yang dimaksud dengan jelas, benar dan lengkap adalah :

–Jelas. Dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam


SPOP dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan salah
tafsir yang dapat merugikan negara maupun wajib pajak sendiri.
–Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, seperti luas tanah dan bangunan, tahun
dan harga perolehan dan seterusnya sesuai dengan kolom-kolom
pertanyaan yang ada pada SPOP (Psl 9/2/P)
Tata Cara Pendaftaran

Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak diatur lebih lanjut oleh menteri
Keuangan (Psl 9/3)

Pendaftaran
Pendaftaran Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah suatu kegiatan Subjek Pajak
untuk mendaftarkan Objek Pajaknya, dengan cara mengisi SPOP (KMK 817/91).
Pelaksanaan pendaftaran Objek pajak dilakukan dengan cara Subjek Pajak
mendaftarkan sendiri objek pajaknya pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan bangunan
yang wilayah kerjanya meliputi lokasi Objek Pajak atau tempat-tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak (KMK 817/91).

Pendataan
Dalam hal Subjek pajak belum mendaftarkan Objekm Pajaknya dan Kantor pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan melakukan Pendataan Objek Pajak, maka subjek Pajak
wajib mendaftarkan objek pajaknya kepada petugas pendataan (KMK 817/91).
Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah semua kegiatan untuk
memperoleh,mengumpulkan,melengkapi,dan menatausahakan data Objek dan Subjek
Pajak Bumi dan bangunan (KMK 817/91).
Pelaksanaan pendataan objek pajak terdiri atas 2 jenis kegiatan
yaitu (KMK 817/91) :
•Penyusunan data awal
•Pemutakhiran data

Penyusunan data awal adalah semua kegiatan pendataan seluruh


Objek Pajak Bumi dan Bangunan dalam suatu wilayah tertentu
yang dilakukan oleh Knator Pelayanan Pajak Bumi dan bangunan
atau pihak lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak
(KMK 817/91)
Pemutakhiran data adalah suatu kegiatan memperbaharui atau
menyesuaikan data yang ada berdasarkan verifikasi/penelitian
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan,dan atau laporan
perubahan/mutasi Objek dan atau Subjek Pajak dari Pejabat
sebagaiman dimaksud dalam pasal 21 undang-undang 12 tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (KMK 817/91).
Pengisian SPOP
SPOP harus diisi dengan jelas,benar dan lengkap serta ditandatangani
oleh Subjek Pajak dan dikembalikan kepada Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan bangunan yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak atau tempat-
tempat lain yang ditentukan oleh direktur jenderal pajak (KMK 817/91).

Penandatanganan SPOP
Dalam hal yang menjadi Subjek Pajak adalah badan maka yang
menandatangani SPOP adalah pengurus atau direksi (KMK 817/91).
Dalam hal SPOP ditandatangani bukan oleh Subjek Pajak,maka harus
dilampiri Surat Kuasa Khusus dari Subjek Pajak (KMK 817/91).

Tanda Penerimaan SPOP


Tanda penerimaan SPOP yang diberikan oleh pejabat Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu menjadi tanda bukti pengembalian
SPOP (KMK 817/91).
Dalam hal SPOP dikembalikan melalui pos tercatat, maka tanggal
yang tercantum pada bukti pengiriman dianggap sebagai tanggal
pengembalian SPOP (KMK 817/91).
Pembentukan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak
(SISMIOP)

Pelakasanaan Pembentukan Basis Data SISMIOP Pajak Bumi dan bangunan


dilakukan melalui kegiatan (KEP 533/00):
•Pendaftaran objek dan subjek pajak bumi dan bangunan
•Pendataan objek dan subjek pajak bumi dan bangunan
•Penilaian objek dan subjek pajak bumi dan bangunan

Pendaftaran Objek dan Subjek Pajak

•Pendaftaran objek pajak Bumi dan bangunan dilakukan oleh subjek pajak
dengan cara mengisi SPOP.
•Wajib pajak yang memiliki NPWP dalam kolom yang tersedia dalam SPOP.
•SPOP diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan
disampaikan ke kantor pelayanan PBB yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek pajak, selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP
oleh Subjek Pajak atau kuasanya.
•Formulir SPOP disediakan dan dapat diperoleh dengan Cuma-Cuma di
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau di tempat-tempat lain yang
ditunjuk.
Pendataan Objek dan Subjek Pajak
Pandataan objek dan subjek pajak bumi dan bangunan dilakukan oleh kantor
pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan menuangkan hasilnya dalam
formulir SPOP.

Pendataan objek dan subjek pajak bumi dan bangunan dapat dilakukan dengan
alternative :
•Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP
•Odentifikasi objek pajak
•Verifikasi data objek pajak
•Pengukuran bidang objek pajak

Penilaian Objek Pajak


Penilaian objek pajak bumi dan bangunan dilakukan oleh kantor pelayanan
pajak bumi dan bangunan baik secara massal maupun secara individual
dengan menggunakan pendekatan penilaian yang telah ditentukan.
Hasil penilaian objek pajak digunakan sebagai dasar penentuan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP). Khusus hasil penilaian objek bumi, sebelum ditetapkan
oleh kepala kantor wilayah direktorat jenderal pajak perlu dikonfirmasikan
terlebih dahulu kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan pertimbangan.
Kegiatan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak

Kantor Pusat Direktorat Jenderal pajak dapat melakukan kegiatan


dengan Kebijakan Pengembangan dan Penyempurnaan SISMIOP.

Pemeliharaan Basis Data

Pemeliharaan Basis Data SISMIOP dilakukan dengan cara :


•Pasif, yaitu kegiatan pemeliharaan basis data yang dilakukan oleh
petugas Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan
laporan yang diterima dari wajib pajak dan atau pejabat /instansi terkait
yang pelaksanaannya sesuai prosedur Pelayanan Satu Tempat (PST)
•Aktif, yaitu kegiatan pemeliharaan basis data yang dilakukan oleh
kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Banguan dengan cara
mencocokkan dan menyesuaikan data objek dan subjek pajak yang
ada dengan keadaan sebenarnya di lapangan atau mencocokkan dan
menyesuaikan nilai jual objek pajak dengan rata-rata nilai pasar yang
terjadi di lapangan, pelaksanaanya sesuai dengan prosedur
pembentukan basis data.
Kerahasiaan Data
Setiap petugas yang melaksanakan kegiatan pendaftaran,pendataan
dan penilaian objek dan subjek Pajak bumi dan Bangunan dalam
rangka pembentukkan dan atau pemeliharaan bisnis data SISMIOP
wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya atau
diberitahukan oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan pasal 34 UU
nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16
tahun 2000.

Tata Cara
Dalam melakukan kegiatan,pendataan,dan penilaian objek dan subjek
Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka pembentukan dan atau
pemeliharaan basis data SISMIOP, kantor pelayanan pajak bumi dan
bangunan dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah, kantor
pertanahan, dan instansi lain yang terkait.
Pendataan dan penilaian objek dan subjek pajak bumi dan bangunan
dalam rangka pembentukkan dan pemeliharaan basis data SISMIOP
dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang memenuhi persyaratan teknis
yang ditentukan dan ditunjuk oleh direktorat jenderal pajak.
Rencana kerja pendataan dan penilaian disusun dalam satuan
Kabupaten/Kota per sumber dana dan harus mendapatkan persetujuan
dari kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat.
Biaya dan Anggaran

Biaya pelaksanaan pendaftaran, pendataan dan penilaian objek dan subjek


pajak bumi dan bangunan dapat dibebankan pada sumber dana:
•Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) u.p. Daftar Isian Proyek
(DIP) Daftar Isian Kegiatan (DIK), dan Daftar Alokasi Biaya Pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan (DA BP PBB).
•Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi/Kabupaten/Kota.

Standar biaya pendataan dan penilaian yang bersumber pada APBN dan
APBD sebagaiman dan Daftar Biaya Komponen Bangunan untuk penilaian
objek non standar akan ditinjau secara periodik oleh Direktur Pajak Bumi dan
Bangunan atas nama Direktur Jenderal Pajak.
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang

Surat pemeberitahuan pajak terhutang adalah surat yang digunakan oleh


direktorat jenderal pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang
kepada wajib pajak (Psl1).
Surat pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) diterbitkan atas dasar SPOP,
namun untuk membantu wajib pajak, SPPT dapat diterbitkan berdasarkan
data objek pajak yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak.

Data Objek pajak yang tercantum dalam SPOP, meliputi data tentang:
• Tahun Pajak
• Nomor SPPT (NOP): Nomor Objek Pajak dalam administrasi PBB
• NPWP
• Letak objek Pajak
• Nama dan alamat Sunjek Pajak
• Informasi Objek Pajak :
⁻Jenis (bumi atau bangunan)
⁻Luas (m2)
⁻Kelas
⁻Nilai jual objek pajak (NJOP)(per m2 dan jumlah
lanjutan…

• Jumlah nilai jual objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak


• Nilai jual Objek pajak tidak kena pajak (NJOP TKP)
• NJOP untuk penghitungan PBB
• Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
• Pajak Bumi dan Bangunan yang trhutang dan harus dibayar
• Tanggal jatuh tempo
• Tempat pembayaran
• Tanggal dan tempat dikeluarkan SPPT
• Penegasan : SPPTdan STTS PBB bukan merupakan bukti
• Pemilikan hak.
Surat Ketetapan Pajak

Direktur Jenderal pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak :

•Apabila surat pemberitahuan pajak tidak disampaikan secara tertulis


sebagaimana ditentukan

•Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata


terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yanf
disampaikan oleh wajib pajak.
Contoh (psl 10/3/P) :
Wajib pajak A tidak menyampaikan SPOP
Berdasarkan yang ada , direktur jenderal pajak mengeluarkan SKP yang berisi:

•Objek pajak dengan luas dan nilai jual


•Luas objek pajak menurut SPOP
•Pokok pajak = Rp.1.000.000
•Sanksi administrasi=25%xRp.1.000.000 = Rp. 250.000 +
•Jumlah pajak yang terhutang dlm SKP = Rp.1.250.000

Jumlah pajak yang terhutang dalam SKP yang dikeluarkan Direktur Jenderal
Pajak apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan
SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak adalah selisih pajak yang terhutang
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya denan pajak yang
terhutang yang dihitung berdsarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar
25% dari selisih pajak yang terhutang.(Psl 10/4).
11.Tata Cara Pembayaran , Penetapan, Pengembalian, dan Penagihan

Pelunasan Surat Ketetapan Pajak


Pajak yang terhutang berdasarkan surat ketetapan pajak harus dilunasi selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya syarat ketetapan pajak oleh wajib
pajak (psl 11/2)

Denda Administrasi
Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau
kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2%/bulan, yang dihitung
dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama
24 bulan (psl 11/3)
Menurut ketentuan ini pajak yang terhutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak
atau kurang bayar , dikenakan dikenakan denda administrasi 2% setiap bulan dari
jumlah yang tidak atau kurang dibayar tersebut untuk jangka waktu paling lama 24
bulan ,dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan (psl 11/3/p)
Surat Tagihan Pajak
Surat tagihan pajak bumi dan bangunan (STP PBB) Adalah surat yang diterbitkan
oleh kepala kantor pelayanan PBB untuk melakukan pajak terutang

Penerbitan Surat Tagihan Pajak


Pajak yang terhutang dalam SPPT atau SKP yang tidak atau kurang dibayar setelah
lewat jatuh tempo pembayaran ditagih dengan surat tagihan pajak pajak bumi dan
bangunan (STP PBB).
Penerbitan STP PBB dilakukan setelah lewat jatuh tempo pembayaran SPPT atau SKP
dan tidak didahului dengan penerbitan surat teguran ( ST )

Pelunasan STP
Denda administrasi dan pokok wajib ditagih dengan menggunakan surat tagihan pajak
PBB yang harus dilunasi dalam satu bulan sejak diterimanya STP tersebut ( PSL
11/4/P). Oleh wajib pajak ( KEP 503/00).
( SE-48/PJ.6/2000 HAL : Tata cara penerbitan surat tagihan pajak PBB dan tata cara
pelaksanaan penagihan PBB dan BPHTB.01/12/00.JO.KEP 503/00)
Tempat Dan Tata Cara Pembayaran
Tata cara pembayaran diatur oleh Mentri Keuangan (Psl 11/5)
Penunjukan tempat dan tata cara pembayaran PBB diatur oleh Mentri Keuangan no.
249/KMK.04/1993
Pajak yang terhutang dibank, kantor pos, dan giro dan tempat lain yang ditunjuk oleh
Mentri Keuangan (Psl 11/5)

Tempat Pembayaran
PBB yang terhutang dibayar di bank/kantor pos dan giro yang ditunjuk ( KMK
249/93):
A.Pedesaan dan perkotaan dilakukan di tempat pembayaran.
B.Perkebunan,parhutangan non blok tebangan dan pertambangan nan migas dilakukan
di bank/kanto pos & giro persepsi
C.Perhutanan Blok Tebangan migas dilakukan di Bank/kantor pos & giro Operasional
V.
Pemindahbukuan
Setiap hari jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari jumat libur,saldo
penerimaan PBB pada (KMK 294/93)
1) Tempat pembayaran dipindah bukukan ke bank/kantor pos
dam giro oprasional V
2) Bank/kantor pos persepsi dipindahbukukan ke bank/kantor pos dan
Giro operasional V .
3) Bank/kantor pos dan giro operasional V dibagi dan dipindahbuukan
kepada intansi yang berhak 
 Pelaksanaan Kewajiban, Peringatan, dan Sanksi
Dalam hal bank/kantor pos dan giro operasional V, PERSEPSI dan tempat
pembayaran melanggar ketentuan pemindahbukuan,diberi peringatan sesuai dengan
jenis dan tingkat kesalahannya oleh ( KMK 294/93) :
a. Direktur jendral anggaran untuk Bank/kantor pos dan giro sbg bank/kantor pos
persepsi dan /atau operasional V.
b. Kepala kantor pelayanan PBB untuk bank/kantor pos dan giro sbg bank / unit bank
dan kantor pos dan giro tempat pembayaran.

Apabila peringatan telah diberikn sampai dengan 3 x dan belum juga dipindahkan,
maka (KMK 294/93) :
a.Direktur jendral anggaran dapat mencabut peringatan yang telah dibuat.
b.Kepala kantor pelayana PBB dapat mencabut peringatannya juga .

Pengawasan
Pengawasan atas bank/kantor pos dan giro dalam rangka pengelolaan penerimaan pajak
bumi dan bangunan dilakukan oleh direktur jendral anggaran dan bank Indonesia
sesuai dengan kewenangan masing-masing (KMK 294/93).
Pembayaran PBB Melalui Fasilitas Perbankan Elektronik

Tata Caranya Adalah :


A. Pembayaran pajak menggunakan fasilitas Perbankan Elektronik ( ATM,
INTERNET BANKING PHONE BANKING ) (KEP 371/02).
B. Pembayaran pajak menggunakan fasilitas Cash Management Service ( CMS ).
Pembayaran melalui CMS dilakukan dengan kesepakatan antara bank dan nasabah
( WP )
Sepanjang sistem yang menangani jenis pelayanan ini terhubung dengan sistem
pembayaran secara on-line ( KEP 371/02)
Penagihan
Tata cara penagihan telah diatur oleh mentri keuangan (pasl 11/5) :
Surat pemberitahuan pajak terhutang ,surat ketetapan pajak ,dan surat tagihan pajak
merupakan dasar penagihan pajak .
Jumlah pajak yang terhutang berdasarkan STP PBB (PSL 13) , Surat ketetapan bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan kurang bayar dan surat keputusan
pembetulan , surat keputusan keberatan maupun putusan banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus ditambah , yang tidak atau kurang dibayar
pada waktunya dapat ditagih dengan surat pajak (KEP 503/00) .
Pelimpahan Wewenang
Wewenang penagihan PBB ,dengan keputusan ini dilimpahkan untuk masing-masing
daerah kepada (KMK 1007/86) :
a. Gubernur kepada daerah khusus ibukota jakarta atau pejabat lain yang ditunjukkan
untuk daerah khusus ibukota jakarta.
b. Bupati/walikotamadya kepala daerah tingkat II atau pejabat lain yang
ditunjuk,untuk daerah lainnya.
Pelimpahaan wewenang penagihan , tidak meliputi penagihan PBB untuk wajib pajak
perkebunan, kehutanan, dan pertambangan (KMK 14/P)
12.Keberatan dan Banding

Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal
Pajak atas (Pasal 15/1) :
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
2. Surat Ketetapan Pajak

Keberatan yang diajukan oleh WP pada dasarnya mengandung arti


bahwa WP membantah atau tidak sependapat atas isi Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak
(SKP) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan, karena tidak atau kurang sesuai dengan keadaan
sebenarnya, mengenai :
Lanjutan……..

1. WP menganggap luas objek bumi dan/atau bangunan, klasifikasi atau


Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bumi atau bangunan yang tercantum
dalam SPPT atau SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
2. Terdapat perbedaan penafsiran UU dan peraturan perundang-
undangan antara WP dan fiskus, misalnya :
a. Penetapan subjek pajak sebagai WP.
b. Objek Pajak yang seharusnya tidak dikenakan PBB.
c. Penerapan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), Standar
Investasi Tanaman (SIT), Run Of Mine (ROM), Free
On Board (FOB), Free On Rail (FOR).
d. Penentuan saat pajak terhutang.
e. Tanggal jatuh tempo.
Syarat Pengajuan

Keberatan terhadap SPPT dan SKP harus diajukan masing-masing dalam


satu surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
menyatakan alasan secara jelas.
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT atau SKP oleh WP, kecuali apabila WP dapat
menunjukkan bahwa dalam jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan di luar kekuasaannya. Apabila batas 3 bulan tidak
dapat dipenuhi oleh WP karena keadaan di luar kekuasaannya maka
tenggang waktu masih dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang
oleh DJP.
Syarat Formal dan Syarat Materiil

a. Syarat Formal adalah :


1). Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT/SKP oleh WP.
2). Dalam hal keadaan terpaksa, WP harus dapat
memberikan dan membuktikan alasan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaannya.
3). Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia.
4). Diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan PBB yang
menerbitkan SPPT/SKP.
5). Dalam hal dikuasakan kepada pihak lain harus
melampirkan surat kuasa.
Lanjutan……

b. Syarat Materiil adalah :


1). Diajukan masing-masing dalam satu Surat
Keberatan kecuali yang diajukan secara kolektif
melalui Lurah/Kepala Desa untuk setiap SPPT/
SKP per tahun pajak.
2). Mengemukakan alasan yang jelas dan
mencantumkan besarnya PBB menurut
perhitungan WP.

Kolektif dan Perseorangan


Keberatan terhadap SPPT atau SKP dengan ketetapan s/d Rp 100.000,-
diajukan secara perseorangan atau kolektif melalui Lurah/Kepala
Desa.
Keberatan terhadap SPPT/SKP dengan ketetapan di atas Rp 100.000,-
diajukan oeh WP secara perseorangan.
Permohonan Tidak Memenuhi Syarat

Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan batas waktu


pengajuan keberatan (3 bulan) tidak dapat dipertimbangkan.
Pengajuan keberatan yang tidak memebuhi persyaratan :
1. Pengajuan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada
Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan
Sppt/SKP, dalam hal dikuasakan kepada pihak lain
dengan melampirkan surat kuasa.
2. Pengajuan masig-masing dalam Surat Keberatan kecuali
yang diajukan secara kolektif melalui Lurah/Kepala Desa ,
untuk setiap SPPT/SKP per tahun pajak dengan
mengemukakan alasan yan jelas dan mencantumkan
besarnya PBB menurut perhitungan WP.
Bukti Pendukung
Dalam pengajuan keberatan, WP melampirkan SPPT/SKP tahun pajak
bersangkutan dan dapat melampirkan bukti pendukung yang terkait
dengan alasan pengakuan keberatannya, bukti pendukung tersebut antara
lain :
1. Fotokopi KTP, Kartu Keluarga, atau identitas WP lainnya.
2. Fotokopi bukti kepemilikan hak atas tanah/sertifikat.
3. Fotokopi bukti surat ukur/gambar situasi.
4. Fotokopi Akta Jual Beli/Segel.
5. Fotokopi Surat Penunjukan Kaveling.
6. Fotokopi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
7. Fotokopi Ijin Penggunaan Bangunan.
8. Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa.
9. Fotokopi bukti pelunasan PBB tahun sebelumnya.
10. Fotokopi bukti resmi lainnya.
Penerimaan Surat Keberatan
Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat DJP yang
ditunjuk untuk itu dan/atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos
tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi
kepentingan WP.
Kantor Pelayanan PBB setelah menerima Surat Keberatan dari WP memberikan
tanda terima.
Tanda terima Surat Keberatan yang diberikan Kantor Pelayanan PBB atau tanda
pengiriman melalui pos tercatat atau sejenisnya merupakan tanda bukti
penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan WP.
Surat Keberatan yang disampaikan langsung melalui PST, setelah dicatat dan
dibuat tanda terimanya, oleh PST diteruskan ke Seksi Keberatan dan
Pengurangan untuk diproses lebih lanjut.
Surat Keberatan yang disampaikan langsung melalui SPT oleh petugas Sub
Bagian Tata Usaha dan didisposisi Kepala Kantor Pelayanan PBB diteruskan
ke Pelayanan Satu Tempat (PST) untuk dicatat dan dibuatkan tanda terimanya
(Tanda Daftar Pelayanan), tanggal penerimaan diisi dengan tanggal stempel
pos, lalu oleh PST diteruskan ke Seksi Keberatan dan Pengurangan untuk
diproses lebih lanjut.
Wewenang Memberikan Keputusan
Kepala Kantor Pelayanan PBB atas nama Direktur Jenderal Pajak
berwenang memberi putusan atas pengajuan keberatan dengan jumlah
pajak yang terhutang tidak lebih dari Rp 500.000,-
Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak
berwenang memberi putusan atas pengajuan keberatan dengan jumlah
pajak terhutang lebih besar dari Rp 500.000,-
Dalam hal wewenang memberi putusan berada pada Kepala Kantor
Wilayah DJP, Kepala Kantor Pelayanan PBB meneruskan pengajuan
keberatan pada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dalam jangka
waktu 7 hari sejak tanggal diterimanya surat keberatan.
Permintaan Penjelasan
Apabila diminta WP untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan pajak.

Kewajiban Pajak
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Administrasi KPPBB
Kepala Kantor Pelayanan PBB atau Kepala Kantor Wilayah DJP
melakukan pemeriksaan sederhana terhadap pengajuan keberatan WP
yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
Setiap Surat Keberatan diperiksa secara administratif yang meliputi :
Lanjutan……..

1. Penelitian persyaratan batas waktu pengajuan keberatan atas


SPPT/SKP yaitu memenuhi ketentuan jangka waktu 3 bulan sejak
diterimanya SPPT/SKP dimaksud kecuali apabila WP menunjukkan
bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
2. Pencocokan bukti lampiran surat keberatan dengan data yang ada di
kantor Pelayanan PBB (Surat Pemberitahuan Objek Pajak/SPOP),
Lampiran SPOP, Daftar Hasil Rekaman (DHR), peta blok, peta Zone
Nilai Tanah (ZNT), SK. Menteri Keuangan tentang NJOP dan Daftar
Biaya Komponen Bangunan (DBKB).
3. Penelitian syarat-syarat dilakukannya pemeriksaan, baik
Pemeriksaan Sederhana Kantor maupun Pemeriksaan Sederhana
Lapangan.
Pemeriksaan Sederhana Lapangan
Apabila diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk menerbitkan surat
keputusan penyelesaian keberatan, dapat dilakukan pemeriksaan
sederhana lapangan oleh petugas teknis, pejabat fungsional atau
petugas yang ditunjuk dengan Surat Perintah Pemeriksaan Sederhana
Lapangan Keberatan PBB.
Pemeriksaan sederhana lapangan dapat dilakukan terutama untuk hal-hal
sebagai berikut :
1. WP mengajukan keberatan terhadap ketetapan pajak :
a. Untuk wilayah DKI Jaya ≥ Rp 5.000.000,-
b. Untuk wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Denpasar,
dan Ujung Pandang ≥ Rp 2.500.000,-
c. Untuk wilayah lainnya ≥ Rp 500.000,-
Lanjutan…

2. WP mengajukan keberatan terhadap objek pajak yang lokasinya terletak


dalam beberapa wilayah Kantor Pelayanan PBB.
3. Perbedaan data luas objek pajak.
4. Perbedaan NJOP/m2 antara Kantor Pelayanan PBB dengan WP ≥ 20%
dengan tetap mempertimbangkan skala prioritas.
5. Jika terdapat hal-hal yang meragukan pada persyaratan dan data
pendukung yang disampaikan WP.
Sebelum melakukan pemeriksaan sederhana lapangan, Kepala Kantor
Wilayah DJP atau Kantor Pelayanan PBB terlebih dahulu memberitahukan
waktu pemeriksaan sederhana lapangan kepada WP.
Hasil pemeriksaan sederhana lapangan dituangkan dalam Berita Acara
dengan menggunakan formulir Berita Acara Pemeriksaan Sederhana
Lapangan Keberatan PBB.
Apabila WP menolak melakukan pemeriksaan sederhana lapangan, maka
petugas yang bersangkutan membuat Surat Penyataan Penolakan
Pemeriksaan Sederhana Lapangan untuk ditandatangani WP atau
kuasanya.
Dalam hal WP keberatan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan
Sederhana Lapangan, petugas yang bersangkutan membuat Berita Acara
Penolakan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Sederhana
Lapangan.
Berita Acara
Dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Kantor maupun Berita Acara
Pemeriksaan Sederhana Lapangan agar diperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Berita Acara harus memuat tanggapan atau bantahan atas hal-
hal yang diajukan keberatan oleh WP.
2. Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Lapangan agar
menyebutkan tentang keadaan objek pajak serta data
pendukung yang menjadi dasar perhitungan penetapan PBB,
misalnya :
a. Data pembanding objek pajak yang mendukung penentuan
NJOP.
b. Data tanah yang meliputi uraian lokasi,zoning/peruntukan,
pemanfaatan, akses ke jalan besar, prasarana/fasilitas,
infrasruktur, dsb.
c. Data bangunan yang meliputi uraian konstruksi,
komponen, dan pemanfaatan bangunan.
d. Data perkebunan/perhutanan yang meliputi pemanfaatan tanah
serta jenis dan produktivitas tanaman.
e. Data pertambangan yang meliputi pemanfaatan serta jenis dan
produktivitas tambang.
Keputusan Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak
tanggal Surat Keberatan diterima, memberi putusan atas keberatan
yang diajukan.
Dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan
diterima, Kepala Kantor Wilayah DJP atau Kepala Kantor Pelayanan
PBB memberi putusan atas pengajuan keberatan.
Kepala Kantor Wilayah DJP atau Kepala Kantor Pelayanan PBB
menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas pengajuan
keberatan untuk masing-masing WP.
Penyelesaian Lebih Awal
Meskipun batas waktu penyelesaian keberatan 12 bulan sejak tanggal
diterimanya pengajuan keberatan, dalam rangka mempercepat
penyelesaian dan tersedianya rentang waktu untuk membetulkan
Keputusan Penyelesaian Keberatan apabila ditemukan adanya
kekeliruan maka penyelesaian keberatan diupayakan selesai dalam
jangka waktu 6 bulan sejak diterimanya pengajuan keberatan.
Alasan Tambahan
Sebelum surat keputusan diterbitkan, WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau
penjelasan tertulis.

Jenis Keputusan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya
atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang
Keputusan Keberatan dapat berupa :
1. Tidak dapat diterima
2. Menolak
3. Menerima seluruhnya atau sebagian
4. Menambah besarnya jumlah pajak yang terhutang
Lanjutan…..
Keputusan keberatan atas SPPT/SKP berupa :
1. Menolak , apabila permohonan keberatan WP memenuhi
persyaratan formal atau formal dan materiil, dan telah dilakukan
pemeriksaan sehingga alasan yang diajukan oleh WP tidak tepat
atau tidak benar.
2. Menerima seluruhnya atau sebagian
Menerima seluruhnya, apabila alasan WP sesuai dengan data/
keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dan diterima
seluruhnya berdasarkan perhitungan WP, atau atas perintah UU.
Menerima sebagian, apabila sebagian alasan WP sesuai dengan
data/keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan.
3. Tidak dapat diterima,apabila permohonan keberatan WP tidak
memenuhi persyaratan janka waktu 3 bulan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 Keputusan Dirjen Pajak NoKep-59/
PJ.6/2000
4. Menambah besarnya jumlah pajak yang terhutang, apabila berdasarkan
hasil pemeriksaan diperoleh perhitungan yang menambah besarnya
jumlah pajak yang terhutang.
Pembuktian Wajib Pajak
Dalam hal WP mengajukan keberatan atas ketetapan yang dikeluarkan Dirjen Pajak
yang diterbitkan karena SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, WP yang
bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
Ketentuan ini mengharuskan WP membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak,
dalam hal WP mengajukan keberatan terhadap ketetapan secara jabatan.
Apabila WP tidak dapat membuktikan ketidakbenaran SKP secara jabatan itu,
keberatannya ditolak.
Keputusan Lewat Waktu – Dianggap Diterima
Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima telah
lewat dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang
diajukan tersebut dianggap diterima dan diterbitkan Keputusan Keberatan yang
berisi menerima seluruhnya.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi WP yaitu
apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya surat keberatan, Dirjen
Pajak tidak memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan berarti keberatan
tersebut diterima.
Penyampaian Keputusan
Keputusan Keberatan yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan PBB
disampaikan kepada WP dan tembusannya disampaikan kepada :
1. Kepala Dinas Pendapatan Daerah yang bersangkutan
(khusus untuk DKI Jakarta Kadipenda Propinsi).
2. Lurah/Kepala Desa yang bersangkutan.
Keputusan Keberatan yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah DJP
disampaikan kepada WP dan tembusannya disampaikan kepada :
1. Kepala Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan.
2. Kepala Dinas Pendapatan Daerah yang bersangkutan
(khusus untuk DKI Jakarta Kadipenda Propinsi).
3. Lurah/Kepala Desa yang bersangkutan.
Keberatan dan Pengurangan
Dalam hal WP mengajukan keberatan dan sekaligus mengajukan
permohonan pengurangan baik dalam satu surat permohonan, maupun
secara terpisah, maka harus terlebih dahulu diselesaikan permohonan
keberatannya.
Banding
WP dapat mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap
Kepulusan Keberatan.
Perbaikan Atau Pembetulan Keputusan Keberatan
Apabila di kemudian hari diketahui adanya kesalahan atau kekeliruan
dalam Keputusan Keberatan, Kepala Kantor Wilayah DJP atau Kepala
Kantor Pelayanan PBB melakukan perbaikan atau pembetulan atas
kesalahan atau kekeliruan tersebut dengan menerbitkan Keputusan
Dirjen Pajak.
13.Pengurangan Pajak dan Denda Administrasi

Pengurangan Pajak
Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak yang terhutang (Psl 19/1):
a. Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau
karena sebab-sebab tertentu lainnya.
b. Dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang di luar biasa.
-Yang dimaksud dengan bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor.
-yang dimaksud sebab lain luar biasa adalah seperti:
-Kebakaran
-kekeringan
-wabah penyakit tanaman
-hama tanaman
Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak diatur oleh Menteri Keuangan (Psl
19/2).
Tata Cara Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada (KMK 362/99):
1. Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada
hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;
2. Wajib pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana
alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa beruapa:
1. Bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus,
dan sebagainya
2. Sebab-sebab lain yang luar biasa adalah kebakaran, kekeringan, wabah
penyakit, dan hama tanaman
3. Wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan, (termasuk janda/dudanya (KEP 10/99))
Objek Pajak Yang Mendapat Pengurangan-1 Objek Tiap Wilayah Tk II
Pengurangan untuk masing-masing wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten atau Kotamadya,
hanya diberikan untuk satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan
wajib pajak (KEP 10/99).
Besar Pengurangan PBB
Pengurangan PBB diberikan atas pajak terutang yang tercantum dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) (KMK
362/99)
Kondisi dan Sebab Tertentu – Pengurangan Maksimal 75%
Pengurangan yang diberikan kepada wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi
tertentu obje pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-
sebab tertentu lainnya, dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (Tujuh puluh lima
persen) dari besarnya pajak terutang, dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi
objek pajak serta penghasilan wajib pajak (KMK 362/99).
Bencana dan Sebab Lain Yang Luar Biasa-Pengurangan Maksimal 100%
Pengurangan yang diberikan kepada wajib pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek
pajak yang terkena bencana alam ataiu sebab-sebab lain yang luar biasa berupa:
1. Bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya
2. Sebab-sebab lain yang luar biasa adalah kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama
tanaman
Dapat diberikan 100% p ajak terutang
Permohonan
Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya
persentase pengurangan yang dimohonkan (KMK 362/99)
Dalam hal permohonan pengurangan diajukan terhadap SKP, maka
pemberian pengurangan PBB hanya dapat diberikan atas pokok
ketetapan pajak terutang (KMK 10/99).
Permohonan pengurangan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
terhitung (KMK 362/99):
a. Sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP; atau
b. Sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.
Pengurangan Denda Administrasi
Atas permintaan wajib pajak DJP dapat mengurangkan denda administrasi karena hal-
hal tertentu (Psl 20).
Ketentuan ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak unjtuk meminta
pengurangan denda administrasi berupa (Psl 10 ayat (3), dan ayat (4) UU
No. 12/85):
a. Denda administrasi sebesar 25% dua puluh lima persen yang dihitung dari
pokok pajak karena Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidakl disampaikan
dan setelah ditegor secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan
dalam Surat Tegoran.
b. Denda adiministrasi sebesar 2% dua persen sebulan, yang dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling
lama 24 dua puluh empat bulan karena pajak yang terutang yang pada saat
jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang bayar.
Kepada DJP
14.Pelaksnaaan Pembetulan/Pengurangan/Pembatalan

A. Pembetulan Surat Ketetapan pajak berdasarkan Pasal 16 Undang-undang


Nomor Tahun 1983 :
1. Kesalahan tulis dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang terdapat di didalam surat ketetapan pajak dapat
dibetulkan, baik atas permintaaan wajib pajakmaupun tidak atas permintaan wajib
pajak ( secara jabatan), oleh pejabat yang berdasarkan dan terbatas pada wewnang
DJP yang dilimpahkan kepadanya. Yang termaksud dalam pengertian adalahsurat
ketetapan pajak meliputi SPPT, SKP, maupun STP(SE09/93)
2. Pembetulan surat ketetapan pajak berdasarkan pasal 1616bundang-undang nomor 6
tahun 1983 dapat mengkibatkan pajak trutang menjadi sama, lebih kecil, atau lebih
besar dari keputusan semula(SE09/93)
3. Pembetulan surat ketetapan pajak tersebut dapat dilakukan tanpa batas waktu, tetapi
apabila pembetulan tersebut mengakibatkan jumlah pajak yang terutang menjadi
lebih besar dari semula, pembetulan tersebut hanya dapat dilakukan sepanjang hak
untuk penetapan pajak tersebut belum kadar luarsa menurut ketentuan pasal 13 UU
no 6 thn 1983
Lanjutan…

4. Yang termasudkdalam pengertian salah tulis (SE09/93)


a) kesalahan dalam penulisan nama subjek pajak, WP, alamat, NOP, no SPPT/SKP/STP, tahun
Dll
b) SPPT/SKP/STP untuk objek pajak diterbitkan lebih dari satu ( ganda)
5. Kesalahan dalam menghitung luasnya bagunan dan luasny tanah serta kesalahan menghitung
nilai jual objek pajak tidak dalam pengertian salah hitung yang dimaksud dalam pasal 16 UU
no 6 thn 1983
6. Yang termaksud dalam pengertian salah/keliru dalam penerapan perundang-undangan
perpajakan adalah kekeliruan dalam penerapan keetentuan undang-undang beserta peraturan
pelaksanaaany terhadap fakta dan kenyataan objek pajak dan subjek pajak yang sudah jelas
/benar (SE09/93).
7. Cara melakukan Pembetulanberdasarkan pasal 16 UU no 6 thn 1983:
a) pembetulan SPPT/SSKP/STP berdasarkan pasal 16 UU no 6 thn 1983 dilakukan dengan
mengeluarkan surat keputusan DJP tentang pembetulan SPPT/STP/SKP ditandatangani oleh
pejabat tertentu sesuai dan terbatas wewenagyang dilimpahkan kepadanya, atas nap DJP
b) karena pembetulan berdasarkan pasal 16 UU no 6 thn 1983 tidak menyangkut masalah
material megenai obkjek pajak, maka pembetulan yang dilakukan berdasarkan hasil penelitian
administratif atas dokumen-dokumen yang ada pada KP.PBB atau dokumen-dokumen lain
yang disampaikan oleeh WP ( dalam hal pembetulan dilakukan atas permohonan pajak).
Walaupun demikian tidak ditutup kemungkinan untuk peninjauan lapangan / penyelidikan
setempat
B. Pengurangan Atau Pembatalan SPPT/SKP/STP PBB bedasarkan pasal 36 ayat
(1) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963
1. Pengurangan jumlah pajak yang terutang atau pembatalan SPPT/SKP PBB yang
tidak benar berdasarkan dilakukan dalam hal SPPT/SKP/PTP PBB yang
bersangutan mengandungkesalahan yang tidak tergolong kesalahan-kesalahn
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal tsbt, tetapi mengandung
kesalahan/kekeliruan yang sifatny material mengenai objek pajak
2. SPPT/SKP/SPTP PBB yang dapat dibatalkan secara jabatan adalah
• Objek pajak tidak ada
• Hal subjek pajak terhadap objek pajak dinyatakan batal berdasarkan keputusan
hakim yang sudah berlaku secara tetap
• Objek pajak digunakan untuk tujuan sebagaiman dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)
dan ayat (2) undang-undang no 12 thn 1985
• Subjek pajak yang tercantum dalam SPPT/SKP/STP PBB berdasarkan keputusan
pembatalan penetapan sebagai WP sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (5)
undang-undang Nomor 12 Thn 1985
3. Cara melakukan pengurangan atau pembatalan SPPT/SKP/STP PBB berdasarkan
pasal 36 ayat (1) b undang-undang Nomor 6 tahun 1983 dilakukan dengan
menerbitkan surat keputusanDJP yang ditandatangani oleh pejabat tertentu; sesuai
dan terbatas pada wewenag yang dilimpahkan kepadanya atas nama DJP.
C.Pembatalan Penetapan Subjek Pajak Sebagai Wajib Pajak Berdasarkan Pasal 4 Ayat
(5) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985
1.Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, DJP
dapat menetapkan wajib pajaknya. Cth: suatu objek pajak yang masih dalam
sengketa pemilikan dipengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkanya
atau menggunakanobjek pajak tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
2.Apabila Oarang /badan yang deitetpkan sebagai wajib pajak tersebut
berpendapat bahwa ia bukan sebagai wajib pajak terhadap objek pajak tersebut.
Maka berdasarka pasalpasal 4 ayat (4) undang-undang Nomor 12 thn 1985 ia
dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada DJP bahwa ia bukan wajib
pajak terhadap objek pajak tersebut.
3.Apabila keteranggan yang diajukan oleh wajib pajak sebagai mana diaksud
disetujui, DJP membatalkan peneta[pan sebagai wajib pajak dimaksud dalam
jangka satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.
Bila keterangan yang diajukan tidak disetujui, maka DJP mengeluarkan
surat keputusan Penolakan dengan disertai alasan-alasannya
4.Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan
dimaksud DJP memberikan keputusan , maka keterangan dianggap desetujui.
5.Cara melkukan pembatalan wajib pajak berdasarkan pasal 4 ayat (5) undang-
undang Nomor 12 Thn 1985 dilakukan dengan menerbitkan surat keputusan DJP
yang ditandatangani oleh pejabat tertentu, sesuai dan terbatas pada wewenang
yang dilimpahkan kepadanya atas nama DJP.
15. Imbalan Bunga

Kelebihan pembayaran PBB karena pengajuan Keberatan/Permohonan


Banding Dikabulkan

Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran PBB karena pengajuan keberatan


atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhny, dihitung
sebesar 2% sebulan paling lama 24 bulan sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran PBB sampai dengan diterbitkannya
keputusan keberatan atau putusan banding, dengan dasar perhitungan imbalan
bunganya adalah jumlah kelebihan pembayaran PBB sebagian atau seluruhnya
sebagai hasil keputusan keberatan atau piutang banding (PMK 121/05)
Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga
Imbalan Bunga Diberikan Kepada Wajib Pajak Dalam Hal Terdapat
(PMK 121/05):
1. Keterlambatan penerbitan surat keputusan kelebihan pembayaran pajak bumi dan
bangunan (SKKP PBB) sesuai dengan ketentuan berlaku

2. Keterlambatan penerbitan surat perintah pembayarn kelebihan pembayaran pajak


bumi dan bangunan

3. Kelebihan pembayaran PBB kerena pengajuan keberatan atau permohonan banding


dikabulkan sebahagian atau seluruhny; atau

4. Kelebihan pembayaran sanksi administrasi Karen pengurangan atau penghapusan


sebagai akibat diterbitkan keputusan keberatan atau putusan banding
Kelebihan pembayaran sanksi administrasi kerena pengurangan atau penghapusan
akibat diterbitkan keputusan keberatan atau putus banding

Imbalan bunga atau kelebihan pembayaran sanksi administrasi karena pengurangan


atau penghapusan sebagai akibat diterbitkannya keputusan keberatan atau putusan
banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf d dihitung sebesr 2% sebulan
paling lama paling lama 24 bulan sejak pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran sanksi administrasi sampai dengan diterbitkannya keputusan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi, dengan dasar perhitungan imbalan bunganya
adalah jumlah kelebihan pembayaran sanksi administrsi (PMK121/05)
Masa imbalan: bagian bulan dihitung 1 bulan penuh
Masa imbalan bunga dihitung berdasarkan satuan bulan, dan kurang dari stu
bulan dihitung 1 bulan penuhm(PMK 121/05)

Perhitungan Dengan hutang pajak


Imbalan bunga yang akan diberikan diperhitungkan dengan utang pajak (PMK
121/05)

Nota perhitungan
dalam hal dapat diberikan imbalan bunga kepala kantor pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan (KPPBB)/ kantor pelayanan pajak (KPP) pratama menerbitkan
Nota Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga Pajak Bumi dan Bangunan
(Lampiranm 1 PMK No. 121/PMK.06/2005)(pmk 121/05)
SKPIB PBB dan SPMIB PBB
SKPIB PBB
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut SKPIB PBB adalah
suratkeputusan yang menetapkan besarnya jumlah pemberian imbalan bunga pajak PBB kepada WP (PMK 121/05)
Imbalan bunga diberikan kepada wajib pajak oleh kepala KPPBB/KPP pratama atas nama DJP dengan menerbitkan SKPIB
(Bentuk SKPIB PBB sesuai dengan lampiran II PMK NO. 12/PMK.06/2005)
SKPIB PBB dibuat dalam 3 rangkap dengan peruntukan sebagai berikut (PMK 121/05)
1. Lembaran ke-1 untuk WP
2. Lembar ke-2 untuk kantor pelayanan perbendaharaan Negara (KPPN) dalam wilayah kerja KPPBB/KPP Pratamayang
menerbitkan SKPIB PBB
3. Lembar ke-3 untuk KPPBB/KPP Pratama yang menerbitkan SKPIB PBB
 
SPMIB PBB
Surat perintah pembayaran imbalan bunga pajak bumi dan bangunan yang selanjutnya disebut SPMIB PBB,
adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPBB/KPP Pratama untuk membayar imbalan bunga pajak
bumi dan bangunan kepada WP
Atas dasar SKPIB PBB kepada KPPBB/KPP pratama atas nama mentri keunagn menerbitkan SPMIB PBB.
 SPMIB dibuat dalam rangkap 4 diperuntiukan sebagai berikut
1. Lembaran ke-1 dan kee-2 untuk KPPN dalam ilayah kerja KPPBB/KPP Pratama yang menerbitkan SPMIB
2. Lembaran ke-3 untuk WP
3. Lembaran ke-4 untuk KPPBB/KPP pratama yang menerbitkan SPMIB PBB
Keterlambatan Penerbitan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi
Dan Bangunan (SKKP PBB)
Imbalan bunga atas keterlambatan-keterlambatan penerbitan sutrat keputusan kelebihan
pembayaran pajak bumi dan bangunan (SKKP PBB), dihitung sebesar 2% sebulan
masa imbalan bunga dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan sejak
permohonan diterima sampai dengan saat diterbitkannya SKKP PBB, dengan dasar
perhitungan imbalan bunga adalah jumlah kelebihan pembayaran PBB yang tercantum
dalm SKKP PBB
 
Keterlambatan Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran Pajak
Bmi Dan Bangunan ( SPMKP PBB)
Imbalan bunga atas keterlambatan-keterlambatan penerbitan surat perinbtah membayar
kelebihan pembayaran pajak bumi dan bangunan (SKMPK PBB), dihitung sebesar 2%
sebulan dengan masa imbalan bunga mulai dari berakhirnya jangka waktu 1 bulan
sejak diterbitkannya SKKP PBB sampai dengan diterbitkannya SPMKP PBB, dengan
dasar perhitungan imbalan bunganya adalah jumlah kelebihan pembayaran PBB
Penyampaian SKPIB dan SPMIB ke KPPN
SKPIB dan SPMIB PBB disampaikan secara langsung ke KPPN oleh petugas yang
ditunjuk oleh kepala KPPBB/KPP Pratama atau melalui Pos tercata (PMK 121/05)
 
Pemindahan Antar Rekening Pemindahan Antar Rekeniang
Imbalan bunga dibayarkan dengan cara pemindahanbukuan ke rekeniang WP yang
berhak menerima imbalan bunga

Jangka waktu penerbitan SKPIB PBB dan SPMIB PBB


1. SKPIB PBB dan SPMIB PBB yang berhubungan dengan
2. Imbalan bunga sebagai dimaksud dalam 3 ayat (1) diterbitkan paling lambat 2 hari
kerja sebelum jangka waktu 1 bulan setelah penerbitan SKKP PBB terlampai
3. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) diterbitkan bersamaan
dengan penerbitan SPMKP PBB
4. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) deterbitkan paling
lambat 2 hari kerja sebelim jangka waktu 1 blan sejak keputusan keberatan
diterbitkan atau putusan banding diterima terlampaui
5. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (4) diterbitkan paling
lambat 2 hari kerja sebelum jangka waktu 1 bulan sejak keputusan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi diterbitkan terlampaui
Specimen Tanda Tangan
kepala KPPBB/KPP pratam menyampaikan specimen tanda tangan pejabat yang
diberikan wewenang untuk menandatangani SKPIB PBB dan SPMIB PBB
kepada KPPN
 
Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
Berdasarkan SPMIB PBB. KPPN menerbitkan surat perintah pencairan dana
(SP2D).
KPPN harus menerbitkan SP2D paling lambat 2 harei kerja sejak SPMIB PBB
diterima dan pengembalian Lembar ke-2 SPMIB PBB yang telah dibubuhi cap
tanggal dan nomor penerbitan SP2D disertai SP2D disertai SP2D lembar ke-2
kepada penerbit SPMIB PBB
SP2D imbalan bunga dibebankan pada bank operasionalI (BC I) non Gaji
 
DOPA atau document yang Dipersamakan
Atas pengeluaran Imbalan bunga PBB diterbitkan DIPA atau dokument yang
dipersamakan pada akhir tahun anggaran
 
Sanksi Keterlambatan Bagi Pejabat
Pejabat yang melakukan keterlambatan dalam penerbitan SPMIB PBB
atau direktoran perbendaharaan yang melakukan keterlambatan dalam
pnerbitan SP2D dikenakan sanksi Kepegawaian sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
16.Pembagian hasil penerimaan pajak (PBB)

Pembagian Hasil
Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan Negara yang di bagi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dengan imbalan pembagian sekurang-kurangnya 90%
untuk pemerintah daerah tingkat II dan pemerintah daerah tingkat I sebagai pendapatan
daerahyang bersangkutan (pasal 18 ayat 1).
Karena penerimaan pajak ini diarahkan untuk kepentingna masyarakat daerah tingkat II
yang bersangkutan,maka sebagian besar penerimaan pajak ini diberikan kepada daerah
tingkat II (PS 18/2/P).
Imbalan pembagian hasil penerimaan pajak diatur dengan peraturan pemerintah (Ps
18/3).
 
Rincian Pembagian Hasil
Hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan dibagi untuk pemerintah pusat dan daerah
dengan imbalan sebagai berikut (PP 16/00,PMK 34/05) :
a.10% Untuk pemerintah pusat
b.90% Untuk pemerintah daerah

Jumlah 90% yang merupakan bagian daerah di perinci sebagai sebagai berikut (PP
16/00,PMK 34/05) :
a.16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan.
b.64,8% untuk daerah kabupaten /kota yang bersangkutan
c.9% untuk biaya pemungutan.

 
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Khusus untuk daerah provinsi nanggroe aceh Darussalam 90% dari hasil penerimaan
merupakan penerimaan bagian daerah yang di bagi dengan rincian sebagai berikut.
(KMK 552/02,MK34/05) :
a. 16,2% untuk daerah provinsi yang di bagi dengan imbangan :
1. 30% untuk biaya pendidikan provinsi nanggroe aceh Darussalam dan di salurkan
melalui rekening khusus dana pendidikan
2. 70% untuk daerah provinsi dan disalurkan melalui rekening kas daerah provinsi
b. 64,8% untuk daerah kabupaten / kota yang bersangkutan ,ynag di bagi dengan
imbangan :
1. 30% untuk b iaya pendidikan di provinsi nanggroe aceh Darussalam dan disalurkan
melaluirekening khusus dana pendidikan.
2. 70% untuk daerah kabupaten / kota dan disalurkan melalui rekening kas daerah
kabupaten/kota.
c. 9% untuk biaya pemungutan yang dibagikan kepada direktorat jenderal pajak dan
daerah.
Pembagian bagian Pemerintah Pusat
Hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian pemerintah pusat dibagikan kepada seluruh
daerah kabupaten/kota (PP 16/00,PMK 34/05).
Pembagian didasarkan atas realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan tahun anggaran
berjalan (PP 16/00,PMK34/05)
Alokasi pembagian ditentukan sebagai berikut (PP 16/00,PMK 34/05) :
a.65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten/kota
b.35% dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten/kota yang realisasi penerimaan pajak
bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya
mencapai/melampaui rencana penerimaan yang di tetapkan.
Biaya pemungutan
Hasil penerimaan Pajak bumi dan bangunan biaya pemungutan di bagikan kepada direktorat
jenderal pajak dan daerah (PP 16/00).
Biaya pemungutan bagian direktorat jenderal pajak digunakan antara lain untuk mendukung
operasional pemungutan pajak bumi dan bangunan,peningkatan kualitas sumber daya
manusia,komputerisasi perpajakan,dan pemberian insentif atas prestasi kerja pegawai di
lingkungan direktorat jenderal pajak (PP 16/00).
Biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan adalah dana yang digunakan untuk
pembiayaan kegiatan operasional pemungutan pajak bumi dan bangunan yang dilaksanakan
oleh direktorat jenderalpajak dan daerah (KMK 83/00).
Ketentuan pembagian dan penggunann biaya pemungutan bagian direktorat jenderal pajak
diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri keuangan (PP 16/00)
Pembagian biaya pemungutan
Imbalan pembagian biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan antar direktorat
jenderal pajak dan daerah didasarkan pada besar kecilnya peranan masing-masing
dalam melakukan kegiatan operasional pemungutan pajak bumi dan bangunan (KMK
83/00).
Besarnya imbangan pembiayaan biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan adalah
sebagai berikut (KMK 83/00) :
a.Objek pajak sektor pedesaan,10% bagian di rektorat jenderal pajak dan 90%bagian
daerah dan 9% bagian daerah
b.Objek pajak sektor perkotaan,20% bagian direktorat jenderal pajak dan 80% bagian
daerah.
c.Objek pajak sektor perkebunan,60% bagian direktorat jenderal pajak dan 40% bagian
daerah
d.Objek pajak sektor perhutanan,65% bagian direktorat jenderal pajak dan 35% bagian
daerah
e.Objek pajak sektor pertambangan ,70% bagian direktorat jenderal pajak dan 30%
bagian daerah.
Penggunaan biaya pemungutan
Biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan bagian direktorat jenderal pajak
digunakan untuk pembiayaan (KMK 83/00) :
a. Kegiatan,sarana dan prasarana yang mendukung kel;ancaran operasional
pemungutan pajak bumi dan bangunan
b. Pemberian insentif atas prestasi atas prestasi kerja pegawai dilingkungan direktorat
jenderal pajak.
c. Komputerisasi perpajakan
d. Peningkata kualitas sumber daya manusia
e. Kegiatan lain yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas direktorat jenderal
pajak
Anggaran pendapatan dan belanja daerah
Hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota merupakan pendapatan daerah dan setiap tahun anggaran di
cantumkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (PP 16/00).
Pembagian realisasi
Setiap akhir bulan,kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan (kepala KP
PBB)/kepala kantor pelayanan pajak pratama (kepala KPP Pratama) atas nama
menteri keuangan menerbitkan keputusan penetapan pembagian hasil penerimaan
pajak bumi dan bangunan (KP-PHP-PBB) (PMK 34/05).
Berdasarkan KP-PHP-PBB,kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan /kepala KKP
Pratama atas nama menteri keuangan menerbitkan (PMK 34/05) :
a. Surat Perintah Membayar Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(SPM-PHP-PBB) untuk masing-masing Daerah Propinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota yang berhak.
b. Surat Perintah Membayar Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (SPM-BP-
PBB) bagian daerah Kabupaten/Kota dalam rangkap 4 dengan peruntukan sebagai
berikut :
1. Lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) mitra kerja KP PBB/KPP Pratama yang menerbitkan SPM-BP-PBB.
2. Lembar ke-3 untuk daerah yang bersangkutan
3. Lembar ke-4 untuk KP-PBB/KP Pratama yang menerbitkan SPM-BP-PBB.
SPM-BP-PBB,SP2D
Berdasarkan SPM-BP-PBB,KPPN menerbitkan surat perintah pencairan dana (SP2D)
(PMK 34/05)
KPPN menerbitkan SP2D paling lambat dua hari kerja sejak SPM-BP-PBB diterima
(PMK 34/05).
KPPN mengembalikan lembar ke-2 SPM-BP-PBB setelah dibubuhi cap tanggal dan
nomor penerbitan SP2D disertai lembar ke-2 SP2D kepada penerbit SPM-BP-PBB
(PMK 34/05).
Specimen Tanda Tanda Tangan.
Kepala KP PBB/KPP pratama menyampaikan specimen tanda tangan yang di beri
wewenang untuk menandatangani SPM-BP-PBB (PMK 34/05)
Penyaluran penerimaan
Untuk mempercepat penyaluran pembagian hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan
kepada yang berhak,melimpahkan kewenangan kepada kepala kantor pelayanan pajak
bumi dan bangunan untuk menerbitkan surat kuasa umum kepada bank/kantor pos
oerasioonal V PBB (KMK 84/00).
Melimpahkan wewenang kepada kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan
untuk menerbitkan surat kuasa umum (SKU) kepada bank/kantor pos operasional V
PBB(KMK 84/00)
SKU diterbitkan pada setiap permulaan tahun anggaran dan berlaku selama satu tahun
anggaran (KMK 84/00).
17.Ketentuan lain-lain : PBB
Pejabat
Pejabat yang dimaksud dalam ketentuan ini misalnya : Kepala Kelurahan, Pejabat Dinas
Tata Kota, Pejabat Dinas Pengawas Kota dan Bangunan,Pejabat Agraria, Pejabat Balai
Harta Peninggalan.
Pejabat yang dalam jabatannya atau tugas pekerjannya berkaitan langsung oleh objek pajak,
wajib (Psl 21/1):
a. Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan objek pajak
secara tertulis kepada Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek pajak.
b. Memberikan keterangan atas permintaan Direktorat Jendral Pajak
Ketentuan Pidana
Kealpaan
Barang siapa karena kealpaannya (Psl24):
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak
b. Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan
keterangan yang tidak benar
Sehingga menimbulkan kerugian Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali pajak yang terutang.
Kesengajaan
Barang siapa dengan sengaja (Psl 25/1):
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak
b. Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau
melampirkan keterangan yang tidak benar.
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang dipalsukan
atau dipalsukan seolah-olah benar.
d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya.
e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.
Sehingga menimbulkan kerugian Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak yang
terutang.
Bukan Wajib Pajak
Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan melakukan tindakan:
a. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya
b. Tidak menunjukkan dana atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan
Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-
tingginya Rp. 2.000.000,- (Dua juta Rupiah), (Psl 25/2)
Pengulangan Tindak Pidana
Ancaman pidana dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak
dibayarnya denda (Psl 25/3).
Daluarsa Penuntutan
Tidak Pidana tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh ) tahun sejak
berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan (Psl 26).
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP)
Terhadap hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam Undang-undang ini, berlaku
ketentuan dalam UU No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No.9 tahun 1994 (Lembaran
negara tahun 1994 No. 59, Tambahan lembaran negara nomor 3566) serta peraturan
perundang-undangan lainnya (Psl 23, 12/94).
18.Pelayanan
Pelayanan konfirmasi
Sehubungan dengan adanya keterkaitan antara data PBB dengan pajak penghasilan dan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak atas permintaan data
SPPT/STTS dan/atau konfirmasi yang sifatnya mendesak,harus direspon palin lambat
3 (tiga)hari setelah surat permintaan data diterima di kantor KPPBB (S 2742/97)
National Toll Free Number Automatic Voice, Fac Response Services Dan National
SMS Service
0-800-1-PBB
Pelayanan informasi ini antara lain:
a. informasi jumlah tagihan PBB
b. informasi nilai objek pajak
c. layanan dalam bentuk dokumen melalui faksimili
d. informasi pelayanan satu tempat
SMS Service
Layanan ini dapat diperoleh masyarakat dengan mengirim informasi “PBB spasi NOP
koma Tahun Pajak” ke nomor:
1. 3722(3PBB) untuk satelindo, IM3, dan telepon fleksi
2. 7220(PBB0) untuk telkomsel

You might also like