You are on page 1of 47

Bea Materai

Bagan Pembahasan Bea Materai

Definisi Umum Subjek Pajak Objek Pajak

Cara Pembayaran Cara Menghitung Tarif

Pelaporan Sanksi Administrasi Ketentuan


Definisi Umum
Bea meterai adalah pajak, ini dapat dibuktikan dengan melihat ciri-ciri yang melekat pada
pengertian bea meterai dengan disandingkan dengan ciri-ciri pajak. Ciri-ciri yang melekat pada
pengertian pajak antara lain :
1. Pajak adalah peralihan kekayaan dari orang/badan ke Pemeerintah
2. Pajak dipungut berdasarkan ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya sehingga
dapat dipaksakan;
3. Dalam pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi langsung secara individual yang
diberikan oleh Pemerintah;
4. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemaasukannya
masih terdapat surplus, maka surplus tersebut digunakan untuk investasi publik.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari Pemerintah.
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
Selanjutnya tentang bea meterai dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang . Undang Nomor
13 tahun 1985 tentang Bea Meterai :.Dengan nama bea meterai dikenakan pajak atas dokumen
yang disebut dalam undang . undang ini.. Hal ini menunjukkan bahwa UU Bea Meterai dengan
tegas menyatakan bahwa bea meterai adalah pengenaan pajak atas dokumen.
Pengertian Dasar Berkaitan
dengan Bea Materai
1. Dokumen > kertas yang berisi tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan,
keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan atau
pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Benda materai > materei tempel dan kertas materai
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
3. Tanda tangan > tanda tangan sebagaimana lazimnya
dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap
tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama , atau
lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
4. Pemateraian kemudian > suatu cara
pelunasan Bea Materai yang dilakukan
oleh Pejabat Pos atas permintaan
pemegang dokumen yang Bea Materainya
belum dilunasi sebagaimana mestinya.
5. Pejabat Pos > Pejabat Perusahaan
Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas
melayani pemateraian kemudian.
Dasar Hukum Pemungutan Bea
Meterai
Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 merupakan
pengganti dari Aturan Bea Meterai tahun 1921 yang
sampai dengan 31 desember 1985 menjadi dasar
hukum pemungutan bea meterai Indonesia. Undang-
Undang Nomor 13 tahun 1985 disahkan dan
diundangkan di Jakarata pada tanggal 27 Desember
1985 dan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 1986. Undang- Undang Nomor 13 tahun 1985
dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 69 dan penjelasan undang- undang
ini dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3313.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 tentang
perubahan tarif bea meterai dan besarnya pengenaan
harga nominal yang dikenakan bea materai. Peraturan
ini sekaligus mencabut peraturan sebelumnya yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 .
 
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor
133/KMK.04/2000' ../peraturan/133/KMK.04/2000 ,
tentang bentuk,ukuran, dan warna benda meterai desain
tahun 2000.
 
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor
560/KMK.04/2000, tentang perubahan atas Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000'
/peraturan/133/KMK.04/2000 tentang bentuk, ukuran,
dan warna benda meterai desain tahun 2000.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.04/2000, tentang
perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
133/KMK.04/2000' /peraturan/133/KMK.04/2000 tentang bentuk,
ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
 
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133a/KMK.04/2000 , tentang
pengadaan, pengelolaan dan penjualan  

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133a/KMK.04/2000 , tentang


pengadaan, pengelolaan dan penjualan benda meterai
 
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 , tentang
pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain
 
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133c/KMK.04/2000 , tentang
pemusnahan benda meterai
 
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122a/PJ./2000
tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan menggunakan
benda meterai.
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122b/PJ./2000
tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan
tanda bea meterai lunas dengan mesin teraan meterai
 
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122c/PJ./2000
tentang tata cara pelunasan bea meteri dengan membubuhkan
tanda bea meterai lunas dengan teknologi percetakan.
 
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor  KEP - 122d/PJ./2000
tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan
tanda bea meterai lunas dengan sistem komputerisasi
Subjek Bea Meterai
UU Bea Meterai menentukan bahwa subjek Bea
Materai adalah :
1. Pemegang Dokumen, sesuai dengan
penjelasan pasal 2 ayat (1) huruf a yang
menjelaskan bahwa pihak –pihak yang
memegang surat perjanjian atau surat-surat
lainnya tersebut, dibebani kewajiban untuk
membayar bea materai atas surat perjanjian
atau surat-surat yang dipegangnya.
2. Pihak yang mendapat manfaat, sesuai dengan pasal 6 yang telah
menentukan bahwa bae Materai terhutang oleh pihak yang
mendapat manfaat dari dokumen kecuali atau pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain.

3. Penerimaan Dokumen, sesuai dengan pasal 6, maka dalam I


dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, bea materai terhutang
oleh penerima kuitansi. Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 pihak
atau lebih, misalnya surat perjanjian dibawah tangan, masing-
masing pihak terhutang bea materai atas dokumen yang
diterimanya. Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris maka
bea materai yang terhutang baik atas asli sahihnya yang disimpan
oleh Akta Notaris maupun salinannya yang diperuntukkan pihak-
pihak yang bersangkutan terhutang oleh pihak-pihak yang
mendapat manfaat dari dokumen tersebut, yang dalam contoh
adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

4. Ditentukan Lain, sesuai dengan penjelasan pasal 6, maka jika pihak


atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain, maka Bea
Materai terhutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan
dalam dokumen tersebut.
Penghitungan bea Materai
Pasal 5 UU Bea Meterai menentukan penghitungan bea materai
dilakukan saat terutang bea meterai tersebut, sebagai berikut:
a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat
dokumen itu diserahkan;
Lebih jauh dijelaskan bahwa yang dimaksud saat dokumen itu
diserahkan termasuk juga bahwa pada saat itu dokumen tersebut
diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, bukan pada
saat ditandatangani, misalnya kuintansi, cek, dan sebagainya.
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah
pada saat selesainya dokumen dubuat, yang ditutup dengan
pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Sebagai contoh
surat perjanjian jual beli. Bea Meterai terhutang pada saat
ditandatanganinya perjanjian tersebut.
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan
di Indonesia.
Penghitungan bea materai didasarkan atas tarif yang berlaku.
Yaitu tarif bea materai adalah Rp 3.000 dan Rp 6.000. secara
ringkasnya bea materai atas semua dokumen adalah Rp
6.000,00 kecuali :
1. Surat yang memuat jumlah uang
a. yang mempunyai harga nominal sampai Rp 250.000 tidak
dikenakan bea materai.
b. yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000 – Rp
1.000.000 dikenakan bea materai Rp 3.000,00
2. Surat Berharga
a. yang mempunyai harga nominal sampai Rp 250.000 tidak
dikenakan bea materai.
b. yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000 – Rp
1.000.000 dikenakan bea materai Rp 3.000
c. cek dan bilyet giro dikenakan bea materai Rp 3.000 tanpa
batas pengenaan besarnya harga nominal.
3. Efek
a. yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000
dikenakan Bea Materai dengan tarif sebesar Rp 3.000
b. yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000
dikenakan bea materai sebesar Rp 6.000
Berdasarkan data diatas, kita dapat menghitung bea amterai yang akan
dikenakan untuk suatu dokumen.
Contoh Soal :
Pak Usman membeli sebuah Genset Rp 150.000.000 pembayaran uang
muka sebesar 20% sisanya diangsur selama empat kali berturut-turut yaitu
sebesar 25%. Hitunglah bea materai jika:
a. Seluruh dokumen yang digunakan adalah kuitansi
b. Seluruh dokumen yang digunakan adalah cek

Jawab
Jumlah uang yang telah dikelurkan Pak Usman adalah :
Uang muka 20% x Rp 150.000.000 = Rp 30.000.000
Angsuran 1 25% x Rp 150.000.000 = Rp 37.500.000
Angsuran 2 25% x Rp 150.000.000 = Rp 37.500.000
Angsuran 3 25% x Rp 150.000.000 = Rp 37.500.000
Angsuran 4 25% x Rp 150.000.000 = Rp 7.500.000
No Nominal kuitansi Cek
1 Rp 30.000.000 Rp 6.000 Rp 3.000
2 Rp 37.500.000 Rp 6.000 Rp 3.000
3 Rp 37.500.000 Rp 6.000 Rp 3.000
4 Rp 37.500.000 Rp 6.000 Rp 3.000
5 Rp 7.500.000 Rp 6.000 Rp 3.000
Jumlah Rp 30.0000 Rp 15.000
Objek Pajak Bea Materai Serta
Tarifnya
A. Dokumen yang Kena Bea Materai :
berdasarkan tarifnya, bea materai dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu Rp 6.000,00 dan Rp 3.000,00. Dokumen yang dikenakan bea
materai dengan tarif Rp 6.000,00 adalah dokumen yang berbentuk :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakna sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata, seperti surat kuasa, surat hibah dan surat
pernyataan.
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
termasuk rangkap-rangkapnya.
d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka
pengadilan, meliputi :
– Surat-surat biasa dan surat-surta kerumahtanggaan
– Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan
tujuannya, jika digunakna untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang
lain, lain dari maksud semula.
Dokumen yang berkaitan dengan nilai rupiah juga dikenakan bea materai,
dengan tarif :
a. Dokumen yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp
250.000,00 tidak dikenakan bea materai.
b. Dokumen yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,00
sampai dengan Rp 1.000.000,00 dikenakan bea materai dengan tarif Rp
3.000,00
c. Dokumen yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00
dikenakan bea materai dengan tarif Rp 6.000,00.

Pengecualian
• Cek dan Bilyet Giro dikenakan bea materai dengan tarif sebesar Rp
3.000,00, tanpa memperhatikan batas pengenaan besarnya harga
nominal tersebut.
• Efek dengan nama dan bentuk apapun yang mempunyai nilai
nominal sampai dengan Rp 1.000.000,00 dikenakan bea materai
dengan tarif Rp 3.000,00, sedangkan yang mempunyai nilai nominal
dengan tarif lebih dari Rp 1.000.000,00 dikenakan bea materai
dengan tarif Rp 6.000,00.
B. Dokumen yang tidak kena bea materai :
a. dokumen yang berupa :
* Surat penyimpanan
* Konosemen
* Surat angkutan penumpang barang
* Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud
diatas
* Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
* Surat untuk pengiriman barang dan penerimaan barang
* Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggunganpengiriman
* Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana
dimaksud dalam keteranagn sebelumnya.
b. Segala bentuk ijazah
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pemyaran
lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat – surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayarannya itu.
d. tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, kas Pemerintah Daerah dan
bank
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dna bank
f. Tanda terima uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi
g. dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang tabungan kpdpenabung
oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut
h. surat gadai yang diberikan oleh PT Pegadaian
i. Tanda pembagian keuntungan atau bungan dari Efek, dengan nama dan dalam
bentuk apapun
Cara Pembayaran Bea Materai
Bea materai atas dokumen dilunasi dengan cara :
a. Menggunakan benda materai
b. Menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Pelunasan Bea Meterai dengan
Menggunakan Benda Meterai
Benda meterai yang dapat digunakan sebagai sarana pelunasan benda
meterai terutang adalah benda meterai sebagaimana dimaksud dalm Pasal
1 ayat (2) huruf b UU Bea Meterai, yaitu meterai tempel dan kertas metereai
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Cara pembayaran menggunakan materai tempel :

Pelunasan bea meterai dengan menggunakan meterai tempel dilakukan


sesuai dengan Pasal 7 ayat( 3) . (6) UU Bea Meterai, yaitu sebagai berikut.
a. Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di
atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai.
b. Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan
dibubuhkan.
c. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan,
dan tahun
dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian
tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.
d. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus
dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas
kertas.
Letak perekatan meterai tempel bergantung kepada dimana letak tanda
tangan akan
dibubuhkan diatas kertas yang bersangkutan. Pada umumnya di bawah
tulisan yang sudah selesai. Jika suatu dokumen yang dibubuhi meterai
tempel harus ditanda-tangani oleh lebih dari satu orang, penanda tanga
pertama harus mempergunakan meterai tempel tersebut.

Cara pembayaran menggunakan kertas materai :


Pelunasan bea meterai dengan menggunakn kertas meterai
dilakukan sesua dengan Pasal 7 ayat (7) . (8) UU Bea Meterai, yaitu
dengan cara menuliskan dokumen yang menjadi objek bea meterai
pada kertas meterai yang ditentukan. Tanda tangan pihak yang
membuat dokumen tersebut dilakukan di atas kertas meterai, pada
bagian yang sesuai dengan dokumen yang dibuat (tidak ditentukan
harus pada sisi tertentu dari kertas meterai). Jika isi dokumen yang
dikenakan bea meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di
atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang
masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak ber meterai.
Suatu dokumen yang menggunakan beberapa helai kertas
(misalnya akta pendirian sebuah perseroan terbatas) dan akta
pendirian tersebut menggunakan kertas meterai, maka hanya
bagian awal (helai pertama) saja yang menggunakan meterai,
kemudia helai-helai berikutnya dapat menggunakan kertas biasa
tanpa meterai. Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh
digunakan lagi. Kertas meterai yang sudah diguakan tidak boleh
digunakan lagi.
Pelunasan Bea Meterai
Menggunakan Cara Lain
ketentuan mengenai pemeteraian dengan cara
lain diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 133b/KMK.04/2000 tanggal 28 April 2000
sebagai berikut:
1) Pemeteraian dengan cara lain dilakukan
dengan tiga cara, yaitu:
a. Dengan membubuhkan tanda bea meterai
lunas dengan mesin teraan meterai;
b. Dengan membubuhkan tanda bea meterai
lunas dengan teknologi percetakan; atau
c. Dengan membubuhkan tanda bea meterai
lunas dengan sistem komputerisasi
2) Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain harus
mendapat ijin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak.
3) Hasil pencetakan tanda Bea Meterai Lunas harus dilaporkan
kepada Direktur Jenderal Pajak; Pembubuhan tanda Bea Meterai
Lunas dengan menggunakan teknologi percetakan dilaksanakan
oleh Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik
Indonesia (Peruri) dan/atau Perusahaan sekuriti yang mendapat ijin
dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal)
yang di tunjuk oleh Bank Indonesia.
4) Bea Meterai yang telah dibayar atas tanda Bea Meterai Lunas
yang tercetak pada dokumen yang tidak terutang Bea Meterai
ataupun yang belum digunakan untuk mencetak tanda Bea Meterai
Lunas, dapat dialihkan untuk penggunaan berikutnya.
5) Penerbit dokumen dengan tanda Bea Meterai Lunas yang Bea
Meterainya tidak atau kurang dilunasi harus melunasi Bea Meterai
yang terutang berikut dendanya 200 % (dua ratus persen) dari Bea
Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan cara
menyetorkannya ke Kas Negara atau Bank Persepsi.
6) Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang
tanda Bea Meterai Lunasnya dibubuhkan sebelum 1 Mei 2000
harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan Meterai atau
dengan menggunakan meterai tempel.
Akibat Apabila Ketentuan Cara
Pelunasan Bea Meterai Tidak Dipenuhi
Pelunasan bea meterai, baik dengan
menggunakan benda bea meterai maupun
dengan cara lain, harus memenuhi ketentuan
yang telah dikemukakan di atas. Apabila
ternyata ketentuan pelunasan bea meterai tidak
dipenuhi, maka dokumen tersebut dinyatakan
tidak ber meterai dan tentunya dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Undang-
Undang bea meterai dengan tegas menentukan
apabila ketentuan tentang cara pelunasan bea
meterai tidak dipenuhi, maka berlaku ketentuan
di bawah ini.
1) Dalam hal pemenuhan dengan menggunakan
benda bea meterai tidak memenuhi ketentuan,
maka dokumen yang bersangkutan dianggap
tidak ber meterai (Pasal 7 ayat (9) UU Bea
Meterai). Hal ini berakibat akan dikenakan
sanksi berupa denda administrasi sebesar 200%
dari bea meterai yang tidak dibayar.
2) Dalam hal pemenuhan dengan menggunakan
mesin teraan meterai atau cara lainnya
sebagaimana dimaksudkan dalm Pasal 7 ayat
(2) huruf b UU Bea Meterai dilakukan tanpa izin,
maka berdasarkan Pasal 14, perubahan
tersebut merupakan kejahatan sehingga dapat
diancam dengan pidana penjara selama-
lamanya tujuh tahun.
Pelaporan Didalam Bea Materai

Pemantauan Pelaksanaan
Pengenaan Bea Meterai
Langkah-langkah pemantauan diperlukan
dalam rangka menjamin keamanan
penerimaan negara berkaitan dengan
pelaksanaan pemenuhan kewajiban bea
meterai oleh masyarakat. Pemantauan
dapat berupa:
1. Melakukan pengamatan di tempat-tempat penjualan
benda meterai untuk memantau
kemungkinan beredarnya benda meterai palsu;
2. Secara cermat mengawasi penggunaan mesin teraan
bea meterai;
3. Segera mengadakan penyuluhan terhadap pengusaha
hotel, rumah makan, pedagang (partai dan eceran),
pabrikan, dan pengusaha lainnya yang membuat nota,
faktur yang juga berfungsi sebagai tanda terima uang
bahwa mereka harus membubuhkan meterai tempel
pada nota / faktur tersebut sesuai dengan UU Bea
Meterai;
4. Memantau pemeteraian cek, bilyet giro, surat yang
menyatakan pembukuan uang dan
penyimpanan uang dalam rekening di bank, serta surat
yang berisi pemberitahuan saldo
rekening di bank, apakah telah dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pembentukan Tim Verifikasi
Penjualan Benda Meterai
Sebagaimana telah dikemukakan wewenang penjualan dan
pengelolaan peredaran
benda meterai diserahkan kepada PT Pos Indonesia (Persero).
Untuk memastikan bahwa penjualan dan pelaporan penjualan
benda meterai dilakukan secara benar, fiskus memiliki tugas untuk
memantau pelaksanaan penjua1an benda meterai. Guna
melaksanakan tugas ini, Direktur Jenderal Pajak membentuk tim
verifikasi penjualan benda meterai dengan pertimbangan bahwa
untuk ketertiban dan kelancaran pelaksanaan verifikasi penjualan
benda meterai, perlu dibentuk tim yang bertugas melaksanakan
penelitian, penatausahaan, dan pelaporan terhadap hasil penjualan
benda meterai yang telah dilakukan oleh PT Pos Indonesia
(Persero).
Hal ini dituangkan dalam Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-
565/PJ.53/1998 tentang Pembentukan Tim
Verifikasi Penjualan Benda Meterai yang
ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 1998
dan mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Berdasarkan keputusan ini, Direktur
Jenderal Pajak membentuk tim verifikasi
penjualan
benda meterai yang anggota-anggotanya
terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Pajak
dan PT Pos Indonesia (Persero).
Tim verifikasi penjualan benda meterai mempunyai
tugas-tugas antara lain:
a. Melaksanakan penelitian, baik secara administrasi
maupun fisik atas hasil penjualan
benda meterai dan persediaan benda meterai;
b. Melakukan pencatatan, penatausahaan,
danpelaporan yang berhubungan dengan
pelaksanaan tugas pada huruf a; dan
c. Melaporkan hasil pelaksanaan verifikasipenjualan dan
persediaan benda meterai
kepada Direktur Jenderal Pajak.
Pemberian Izin Dan Pengawasan Penggunaan
Mesin Teraan Bea Meterai
Untuk setiap pembukaan dan pemasangan segel mesin
teraan bea meterai baik untuk keperluan perbaikan
mesin teraan bea meterai yang bersangkutan maupun
untuk pengisian deposit, dibuat Berita Acara Pembukaan
dan Pemasangan Segel dan dicatat pada buku register
pengisian deposit mesin teraan bea meterai. Setiap
pengisian deposit mesin teraan bea meterai dicatat juga
dalam Kartu Pengawasan Pengisian Deposit Mesin
Teraan bea meterai. Untuk pengawasan, terhadap
pemakai mesin teraan bea meterai yang ada dilakukan
pendataan sehingga dapat diketahui jumlah pemakai,
jumlah mesin teraan bea meterai, merek mesin teraan,
dan ketertiban pengiriman laporan pemakaian mesin
teraan.
Intensifikasi Bea Meterai
Sebagai instansi yang diberi kewenangan untuk
mengelola pajak, Direktorat Jenderal
Pajak harus selalu berusaha untuk
meningkatkan penerimaan pajak. Hal ini juga
dilakukan terhadap bea meterai. Sehubungan
dengan pelaksanaan UUBea Meterai serta
peraturan pelaksanaannya fiskus dapat
melakukan upaya intensifikasi bea meterai atas
dokumen yang menjadi objek bea meterai yang
dibuat oleh institusi tertentu.
Langkah yang dilakukan untuk meningkatkan pemasukan bea
materai :
a. Menghimbau kepada penerbit dokumen untuk segera mengenakan
bea meterai atas
dokumen yang diterbitkan;
b. Memberitahukan kepada penerbit dokumen bahwa pemenuhan
kewajiban bea
meterai atas dokumen yang diterbitkan dapat dilakukan dengan
cara pembubuhan
tanda bea meterai lunas dengan sistem kamputerisasi;
c. Bilamana dalam pemeriksaan pajak ditemukan dokumen yang bea
meterainya tidak
atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya, atas dokumen tersebut
wajib dikenakan
bea meterai dengan ditambah denda administrasi sebesar 200 %
dari bea meterai
yang tidak atau kurang dibayar dengan cara pemeteraian kemudian.
Sanksi Administrasi
Dokumen yang Bea Materainya tidak atau
kurang dilunasi sebagaimana mestinya
dikenakan denda administrasi sebesar
200% dari Bea Materai yang tidak atau
kurang dibayar. Pemegang dokumen
harus melunasi Bea Materai yang terutang
berikut dendanya dengan cara pematraian
kemudian.
Pelaksanaan pematraian ini dilakukan atas :
1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan
digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan.
2. Dokumen yang Bea Materai tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya
3. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di
Indonesia

Pemegang dokumen pada butir 1, 2 dan 3 wajib melakukan


pematraian kemudian dengan menggunakan :
1. Materai tempel
2. Surat Setoran Pajak
Pengenaan sanksi denda ini dapat dilihat pada contoh di
bawah ini.
1. Dokumen yang menurut ketentuan dikenakan bea
mcterai Rp 6.000,00 tetapi temyata tidak
diberi meterai. Besarnya pemeteraian kemudian yang
harus dilakukan terhadap dokumen
tersebut adalah sebesar Rp 18.000,00 dengan perincian
sebagai berikut:
· Bea Meterai yang tidak dibayar = Rp. 6.000,00
· Denda Administrasi 200 % = Rp. 12.000,00
· Jumlah = Rp. 18.000,00
2. Jika dokumen sebagaimana contoh 1 diatas hanya diberi
meterai Rp. 3.000,00 maka besarnya
pemeteraian kemudian adalah Rp. 9.000,00 dengan
perincian sebagai berikut:
o Bea Meterai yang kurang dibayar = Rp. 3.000,00
o Denda Administrasi 200 % = Rp. 6.000,00
o Jumlah = Rp. 9.000,00
Pemateraian kemudian dengan cara-cara diatas harus
disahkan pejabat pos. lembar kesatu dan lembar ketiga
Surat Setoran Pajak (SSP) yang digunakan untuk
pemateraian kemudian harus dilampiri daftar dokumen
yang dimateraikan kemudian dan daftar dokumen
tersebut merupakan lampiran dari lembar kesatu dan
ketiga SSP yang tidak terpisahkan. Pengesahan atas
pemateraian kemudian dapat dilakukan setelah
pemegang dokumen membayar denda.

Denda tersebut seperti yang telah dijelaskan didalam


sanksi administrasi.

Pelaksanaan pelunasan atas denda tersebut menggunakan


Surat Setoran Pajak (SSP).
Kadaluwarsa Bea Meterai
Berdasarkan Pasal 12 UU Bea Meterai
kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda
administrasi yang terutang daluwarsa setelah
lampau waktu lima tahun, terhitung sejak
tanggal dokumen dibuat. Ditinjau dari segi
kepastian hukum daluwarsa lima tahun dihitung
sejak tanggal dokumen dibuat, berlaku untuk
seluruh dokumen termasuk kuitansi.
UU Bea Meterai menentukan bahwa yang
daluwarsa adalah kewajiban pemenuhan
bea meterai dan denda administrasi yang
terutang. Hal ini berarti apabila dokumen
yang dibuat, baik sepihak maupun oleh
beberapa pihak, merupakan dokumen
yang harus dikenakan bea meterai, tetapi
ternyata tidak dipenuhi oleh pihak
pembuat pemegang dokumen tersebut
dalam jangka lima tahun dan tidak terjadi
sengketa, maka setelah lewat lima tahun
kewajiban bea meterai atas dokumen
tersebut menjadi tidak berlaku lagi.
Ketentuan-Ketentuan didalam Bea
Materai
1. Ketentuan Khusus
a. Pejabat pemerintah, hakim, penitera, jurusita, notaris dan pejabat
umum lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak
dibenarkan :
– Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen
yang Bea Materai tidak atau kurang dibayar
– Meletakkan dokumen yang bea materainya tidak atau kurang
dibayar dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan.
– Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari
dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dibayar
– Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang
tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif Bea Materainya
b. Atas pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dikenakan sanksi
administrasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2. Ketentuan Pidana
Sebagaimana dengan jenis pajak lainnya, pada bea
meterai juga terdapat kemungkinan
terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-
pihak terkait terutama oleh wajib pajak bea meterai.
Untuk menjaga agar ketentuan dalam bea meterai
dapat dijalankan secara benar, maka terhadap pihak
yang melakukan tindak pidana dikenakan sanksi
pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sesuai Pasal 13 dan 14 UU Bea Meterai, ketentuan berkaitan
dengan tindak pidana di bidang bea adalah sebagai berikut::
1. Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana :
a. barangsiapa meniru atau memalsukan meterai tempel dan kertas
meterai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu
untuk mensahkan meterai;
b. barangsiapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk
diedarkan atau memasukan ke Negara Indonesia meterai palsu,
yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak;
c. barangsiapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan,
menyerahkan,
menyediakan untuk dijual atau dimasukan ke Negara Indonesia
meterai yang mereknya,
capnya, tanda-tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya
mempergunakan telah
dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau
menyuruh orang lain
menggunakan denganmelawan hak;
d. barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas
yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan
untuk meniru dan memalsukan benda meterai. Tindak Pidana
sebagaimana dimaksud di atas adalah kejahatan.

2. Barang siapa dengan sengaja menggunakan


cara lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 7
ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan,
dipidana dengan pidana penjara selamalamanya
7 (tujuh) tahun.
Pasal 13 UU Bea Meterai tidak menentukan
besarnya hukuman dan juga tidak
mencantumkan kualifikasi perbuatannya. Hal ini
diserahkan kepada hakim yang
mengadilinya sesuai dengan ketentuan dalam
KUHP.
3. Ketentuan Peralihan
Pasal 15 UU Bea Meterai mengatur tentang
ketentuan peralihan pemberlakuan UU Bea
Meterai yang baru. Hal ini perlu diatur untuk
mencegah kevakuman bea meterai pada awal
pemberlakuan bea meterai yang baru sesuai
dengan UU Bea Meterai. Atas dokumen yang
tidak atau kurang dibayar bea meterainya
yang dibuat sebelum UU Bea Meterai
berlaku, bea meterainya tetap terutang
berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921( Zegel-
verordening 1921 ).
Pelaksanaan ketentuan ini diatur oleh
Menteri Keuangan.
Walaupun ketentuan peralihan ini dengan
tegas dicantumkan, untuk melaksanakan
ketentuan tersebut perlu diperhatikan
mengenai kapan saat terutangnya bea
meterai sebagaimana yang dimaksudkan
dalam Pasal 5 UndangUndang Bea
Meterai, sebagaimana contoh di bawah
ini.
1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat
dokumen itu diserahkan. Oleh
karena itu, kuitansi, cek dan sebagainya, yang walaupun
dibuat (ditandatangani) dalam
bulan Desember 1985, tetapi baru diserahkan dalam
bulan Januari 1986 berlaku ketentuan UndangUndang
Bea Meterai.
2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah
pada saat selesainya dokumen itu dibuat. Oleh karena
itu, kontrak pemborongan yang ditandatangani pada
tanggal 31 Desember 1985 atau sebelumnya, berlaku
ketentuan ABM 1921.
3. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat
digunakan di Indonesia. Dengan demikian, dokumen,
misalnya surat perjanjian kredit yang dibuat.

You might also like