You are on page 1of 8

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BIOMEDIK DASAR


PRAKTIKUM VIII

- PEMERIKSAAN PENDENGARAN -

Disusun oleh :
Kelompok 2 Selasa Pagi

1. Aprillia Wulandari (1006683375)


2. Ela Nurlaela Handayani (1006659451)
3. Maria Tyas Hapsari (1006683646)
4. M. Miftahul Huda (1006758035)

PROGRAM S1 REGULER
DEPARTEMEN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTIKUM 8

- PEMERIKSAAN PENDENGARAN -

Hari/tanggal praktikum : Jumat, 22 April 2011


Waktu : Pk. 08.15 – 11.15 WIB
Tempat : Laboratorium Farmakologi dan Farmakokinetika
Departemen Farmasi FMIPA UI Depok.

TUJUAN :

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran.

ALAT :

1. Penala dengan frekuensi 256 Hz


2. Kapas untuk menyumbat telinga

KERANGKA TEORI

Anatomi Telinga

A. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga yang berfungsi mengumpulkan dan menyalurkan
bunyi ke liang telinga, liang telinga yang berfungsi mengarahkan bunyi ke
telingasampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan
kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalamnya terdiri dari tulang, panjangnya
kira-kira 2½ – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak

2
kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat (kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam tidak dijumpai kelenjar serumen.
B. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani yang berfungsi
mengubah bunyi menjadi getaran; batas depan tuba eustachius; batas bawah vena
jugularis (bulbus jugularis); batas belakang aditus ad antrum, kanalis fasialis pars
vertikalis; batas atas tegmen timpani (meningen/otak) dan batas dalam berturut-turut
dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong
(oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar
ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes yang berfungsi menghantar getaran ke
telinga dalam. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus,
dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian. Sedangkan tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.
C. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimf skala timpani dengan skala
vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimf, sedangkan skala media berisi endolimf.
Ion dan garam yang terdapat di perilimf berbeda dengan endolimf. Hal ini penting
untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(membran Reissner) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada
membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

Fisiologi Telinga (Proses Mendengar)

3
Gelombang suara dikumpulkan oleh telinga luar dan disalurkan ke lubang telinga, dan
menuju gendang telinga. Gendang Telinga bergetar untuk merespons gelombang suara yang
menghantamnya . Getaran ini mengakibatkan  tiga tulang (ossicle) di telinga tengah bergerak.
Secara mekanis getaran dari gendang telinga ini akan disalurkan, menuju cairan yang berada
di rumah siput( koklea). Getaran yang sampai di koklea ini akan menghasilkan gelombang,
sehingga rambut sel yang  ada di koklea akan bergerak. Gerakan ini mengubah energi
mekanik tersebut menjadi energi elektrik ke saraf pendengaran ( auditory nerve,) dan menuju
ke pusat pendengaran di otak. Pusat ini akan menerjemahkan energi tersebut menjadi suara
yang dapat dikenal oleh otak.

Gangguan Pendengaran

Seseorang dapat saja mengalami gangguan pendengaran, misalnya karena sering


mendengar bunyi yang keras atau adanya infeksi telinga luar atau dalam. Gangguan
(kehilangan) pendengaran, atau ketulian dapat bersifat sementara atau menetap, parsial
atau total. Ketulian diklasifikasikan menjadi dua jenis :
1. Tuli konduktif, terjadi apabila gelombang suara tidak secara adekuat dihantarkan
melalui telinga luar dan tengah untuk mengetarkan cairan di telinga dalam. Pada
kasus ini penderita dapat dibantu dengan alat bantu pendengaran.
2. Tuli sensorineural, terjadi apabila gelombang suara disalurkan ke telinga dalam, tetapi
gelombang tersebut tidak diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang direpresentasikan
oleh otak sebagai sensasi suara.
3. Tuli campuran : campuran antara gangguan pendengaran konduktif dan saraf.

Untuk pencegahan dari gangguan pendengaran, seseorang dapat diperiksa


pendengarannya. Dalam hal ini kami mencoba untuk melakukan tiga pemeriksaan
pendengaran dengan penala, yaitu pemeriksaan cara Rinne, cara Weber, dan cara Schwabach.
CARA KERJA :

4
- Pemeriksaan Pendengaran dengan Penala -

A. Cara Rinne

1. Digetarkan penala (frekuensi 25 Hz) dengan cara memukulkan salah satu ujung
jarinya ke telapak tangan.
2. Ditekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga orang
percobaan (o.p.).
3. Ditanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala berdengung di telinga
yang diperiksa, kemudian o.p. diminta memberi tanda bila dengungan bunyi itu
menghilang.
4. Pada saat itu, penala segera diangkat dari processus mastoideus o.p. dan kemudian
ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang
diperiksa.
5. Dicatat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
● Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
● Negatif : Bila o.p. tidak lagi mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.

B. Cara Weber

5
1. Digetarkan penala (frekuensi 25 Hz) dengan cara memukulkan salah satu ujung
jarinya ke telapak tangan.
2. Ditekan ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis meridian.
3. Ditanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di
kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara
buatan, salah satu telinga ditutup dengan kapas dan diulangi pemeriksaannya.

C. Cara Schwabach

1. Digetarkan penala (frekuensi 25 Hz) dengan cara memukulkan salah satu ujung
jarinya ke telapak tangan.
2. Ditekankan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. O.p. disuruh mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi penala
menghilang.
4. Pada saat itu, dengan segera dipindahkan penala dari processus mastoideus o.p. ke
processus mastoideus pemeriksa. Pada pemriksaan ini, telinga si pemeriksa dianggap
normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p.masih dapat
didengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan adalah SCHWABACH
MEMENDEK.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhentu oleh o.p. juga tidak dapat
didengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH
NORMAL atau SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan hal ini,
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus
mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai penala
segera ditekankan ke processus mastoideus o.p. Bila dengungan setelah dinyatakan
berhenti oleh si pemeriksa masih dapat didengar oleh o.p., maka hasil pemeriksaan
adalah SCHWABACH MEMANJANG. Bila Bila dengungan setelah dinyatakan
berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p., maka hasil
pemeriksaan adalah SCHWABACH NORMAL.

6
HASIL PEMERIKSAAN

Tabel Hasil Pemeriksaan Pendengaran

Hasil Pemeriksaan
Cara Schwabach
No. Nama Cara Weber
Cara Rinne Keterangan
Dengan Lateralisasi Kiri Kanan
Buatan
1. April + Kiri = kanan normal normal
2. Ella + Kiri = kanan normal normal
3. Huda + Kiri = kanan normal normal
4. Tyas + Kiri = kanan normal normal

PEMBAHASAN
Pada tes dengan cara Rinne, op menunjukkan hasil positif yang menunjukkan bahwa tidak
ada kelainan pada indera pendengar. Jika menunjukkan hasil negatif dimana op tidak
mendengar dengungan secara aerotimpanal, bisa dikatakan op menderita gangguan
pendengaran Pada cara Weber semua op dianggap normal karena tidak adanya lateralisasi.
Jika itu terjadi op dapat didiagnosis menderita gangguan pada indera pendengarannya. Dan
dalam cara Schwabach semua op juga menunjukkan hasil yang normal, jika hasil
menunjukkan terjadinya Schwabach yang memendek atau memanjang dapat dikatakan
bahwa op mengalamii gangguan pendengaran namun harus diperiksa lebih lanjut oleh dokter
yang ahli.

KESIMPULAN

Tes Rinne bertujuan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan tulang pada telinga
yang diperiksa. Apabila tes Rinne menunjukan hasil yang positif, maka orang yang diperiksa
didiagnosa tidak memiliki gangguan pendengaran atau normal. Sedangkan apabila tes Rinne
menunjukan hasil negatif, bisa dikatakan op memiliki gangguan pendengaran. Pada tes
Weber jika menunjukkan adanya lateralisasi maka orang yang diperiksa didiagnosa memiliki
gangguan pada indera pendengarannya. Tes ini bertujuan untuk mengetahui keseimbangan
pendengaran orang yang diperiksa melalui hantaran tulang. Dan pada pemerikaan dengan
menggunakan tes Schwabach menunjukkan hasil Scwabach normal maka orang yang
diperiksa memiliki pendengaran yang normal. Sedangkan jika hasil tes menunjukkan
Schwabach memanjang atau memendek maka orang yang diperiksa didiagnosa memiliki
kelainan pada pendengarannya.

7
DAFTAR PUSTAKA
Andrajati, Retnosari dkk. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Depok:
Departemen Farmasi FMIPA UI, 2008.
Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC, 2001.

IBD_SELASA PAGI_II/8
farkol_farmasi_ui@yahoo.com

You might also like