You are on page 1of 20

ANALISIS KARAKTERISTIK SISWA

1. Pengertian Karakteristik

Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti tabiat watak, pembawaan, atau kebiasaan
yang di miliki oleh individu yang relatif tetap (Pius Partanto, Dahlan, 1994) Karakteristik adalah
mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara
teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan.(Moh. Uzer
Usman,1989

Siswa atau anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan pendidikan. Anak didik adalah unsur penting dalam
kegiatan interaksi edukatif karena sebagai pokok persoalan dalam semua aktifitas pembelajaran
(Saiful Bahri Djamarah, 2000)

B. Karakateristik siswa

Keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan
dari lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya
(Sudirman,1990)

Karakteristik siswa adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa yang terdiri dari minat,
sikap, motivasi belajar, gaya belajar kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki
(Hamzah. B Uno.2007)

C. Manfaat Analisis Karakteristik Siswa

• Guru dapat memperoleh tentang kemampuan awal siswa sebagai landasan dalam
memberikan materi baru dan lanjutan
• Guru dapat mengatahui tentang luas dan jenis pengalaman belajar siswa, hal ini
berpengaruh terhadap daya serap siswa terhadap materi baru yang akan disampaikan
• Guru dapat mengetahui latar belakang sosial dan keluarga siswa. Meliputi tingkat
pendidikan orang tua, sosial ekonomi, emosional dan mental sehingga guru dapat
menajjikan bahan serta metode lebih serasi dan efisien
• Guru dapat Mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan dan aspirasi dan
kebutuhan siswa
• Guru dapat Mengetahui tingkat penguasaan yang telah di peroleh siswa sebelumnya

D. Kalasifikasi Karakteristik Siswa

• Pribadi dan lingkungan yang terdiri dari umur, Jenis kelamin, keadaan ekonomi, orang
tua, kemampuan pra sekolah, dan lingkungan tempat tinggal
• Psikis yang terdiri dari tingkat kecerdasan, perkembangan jiwa anak, modalitas belajar,
motivasi, bakat dan minat
E. bentuk-bentuk karakteristik Siswa

• Potensi Manusia

Aliran yang berkaitan dengan potensi manusia menerima pendidikan

• Nativisme

Arthur Schopenhour dari Jerman (1788-1860) anak yang baru lahir membawa bakat
kesanggupan dan sifat-sifat tertentu

• Empirisme

Manusia itu dalam perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia di luar dirinya.
John Locke (1632-1704) dari Inggris dengan teorinya “Tabula Rasa”

• Konvergensi

William Stern (1871-1938), yang mengatakan : “kemungkinan-kemungkinan yang dibawa lahir


itu adalah petunjuk-petunjuk nasib dengan ruangan permainan. Dalam ruangan permainan itulah
letaknya pendidikan dalam arti seluas-luasnya

• Kecerdasan
o Klasifikasi Kecerdasan

> 140 = Genius

130 – 139 = Sangat Pandai

120 – 129 = Pandai

110 – 119 = Di atas Normal

90 –109 = Normal/Sedang

80 – 89 = Di bawah Normal

70 – 79 = Bodoh

50 – 69 = Feeble Minded: Moron

< 49 = Feeble Monded: Imbicile/Idiot

• Inteligensi majemuk
o Pelajar logis-matematis senang bereksperimen dan mengeksplorasi angka dan
pola.
o Pelajar musikal bernyanyi, bergumam, memainkan alat musik, dan umumnya
bereaksi terhadap musik, dan belajar diiringi musik.
o Pelajar spatial senang menggunakan visualisasi ketika menggambar, membangun,
merancang, dan berkreasi.
o Pelajar linguistik senang bermain dengan kata-kata ketika ia membaca, menulis,
dan berbicara.
o Pelajar interpersonal berbagi, membandingkan, bekerja sama, memiliki banyak
teman, serta belajar dengan dan dari orang lain.
o Pelajar intrapersonal bekerja sendirian di tempatnya sendiri, menciptakan karya
yang unik dan orisinal.
o Pelajar kinestetik senang bergerak, bersentuhan, menari, berolahraga, membuat
prakarya, dan belajar melalui gerakan dan sentuhan
o Pelajar natural Kecerdasan ini cukup spesifik. Orang yang peka terhadap
lingkungan bisa dikategorikan memiliki kecerdasan ini.

• Modalitas Belajar:
o Siswa Visual :
 Rapi dan teratur
 Berbicara dengan cepat
 Mementingkan penampilan, baik dlm pakaian maupun presentasi
 Biasanya tidak terganggu oleh keributan
 Lebih suka membaca daripada dibacakan
 Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telpon/kuliah
 Lebih suka demonstrasi daripada berpidato
 Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat, ya/tidak!
 Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis,
dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya
 Mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar, dll

• Siswa auditorial :
o Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
o Mudah terganggu oleh keributan
o Menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan di buku saat membaca
o Merasa kesulitan untuk menulis, namun hebat dalam bercerita
o Lebih suka gurauan lisan daripada komik
o Berbicara dalam irama terpola
o Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada
yang dilihat
o Suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu panjang lebar
o Dapat menirukan warna, irama dan nada suara, dll

• Siswa Kinestetik :
o Berbicara dengan perlahan
o Menanggapi perhatian fisik
o Menyentuh orang untuk mendapat perhatian mereka
o Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
o Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
o Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
o Menggunakan jari sebagai petunjuk saat membaca
o Banyak menggunakan isyarat tubuh
o Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
o Sulit mengingat peta kecuali jika dirinya pernah berada di tempat itu
o Kemungkinan tulisannya jelek
o Tidak dapat duduk diam untuk waktu lam

ANALISIS KEBUTUHAN PEMBELAJARAN DAN ANALISIS


PEMBELAJARAN DALAM DESAIN SISTEM PEMBELAJARAN

ABSTRAK
Desain pembelajaran dimulai dengan identifikasi masalah pembelajaran. Analisa kebutuhan
adalah cara yang efektif untuk mengidentifiaski masalah-masalah yang muncul dalam sebuah
organisasi pembelajaran, terutama bila perancangannya atau dalm mendesain
pembelajaranyya tidak begitu akurat. Analisa kebutuhan dapat mengidentifikasi enam jenis
kebutuhan; normative, comparative, felt, expressed, autisipated and critical accident.
Analisa tujuan bisa menggunakan analisa kebutuhan maupun bantuan pembelajaran: proses
analisa tujuan pertama mengidentifikasi tujuan dan menetapkan, memilih, membuat prioritas.
Maka dalam permasalahan pembelajaran (Intructional Problem) paling tidak memperhatikan
tiga hal yaitu pertama sikap yang diharapkan (Performance Assessment). Kedua, menganalisa
tujuan dan ketiga kebutuhan pembelajaran (Needs Assessment/Analysis) masihkah sikap-sikap
itu sesuai dengan tujuan yang relevan itu juga sesuai dengan kebutuhan itu sendiri?

Kata Kunci: Pembelajaran, desain

Pendahuluan
Mengapa pembelajaran? Ada beberapa alasan yang melatar
belakanginya; Pertama adanya kenyataan/hasil yang tidak sesuai dengan
apa yang diharapkan. Kedua, adanya perubahan lingkungan/suasana kerja
yang diakibatkan oleh modifikasi prosedur atau instalasi peralatan yang
baru. Ketiga, perkembangan perusahaan atau industri yang begitu pesat
sehingga SDM perlu ditingkatkan.

Menganalisa kebutuhan pembelajaran dan analisis pembelajaran dalam


desain sistem pembelajaran merupakan langkah awal yang harus dilakukan
dalam kegiatan desain pembelajaran, ketika menghadapi masalah tentang
pembelajaran.

Proses desain sebuah pembelajaran dimulai dengan identifikasi


masalah atau kebutuhan pembelajaran dan analisis pembelajaran. Kedua
kegiatan merupakan rangkaian erat yang secara berurutan dan bersama-
sama untuk dikerjakan sebelum pendesain merancang pembelajaran,
sedang analisis pembelajaran bentuk penjabaran perilaku umum menjadi
perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis.

Ada tiga pendekatan yang berbeda dalam mengidentifikasi masalah-


masalah pembelajaran; Analisa kebutuhan, Analisa tujuan dan analisa
proses/hasil/pelaksanaan

Menganalisis Kebutuhan Pembelajaran.

A. Konsep Kebutuhan Pembelajaran

Kesenjangan adalah sebuah permasalahan yang harus dipecahkan karena itu


kesenjangan dijadikan suatu kebutuhan dalam merancang pembelajaran, sehingga
pembelajaran yang dilaksanakan merupakan solusi terbaik. Bila kesenjangan
tersebut dan menimbulkan efek yang besar, maka perlu diprioritaskan dalam
pengatasan masalah (Dick and Carey : 1990,15 - 27 ), mencampuradukkan
antara kebutuhan dan keinginan diidentikkan adalah hal yang keliru sebab
menurut M. Atwi Suparman (2001 : 63) kebutuhan adalah kesenjangan
antara keadaan sekarang dengan yang seharusnya dalam redaksi yang
berbeda tapi sama. Morrison (2001: 27), mengatakan bahwa kebutuhan
(need) diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan
kondisi yang sebenarnya, keinginan adalah harapan ke depan atau cita-cita
yang terkait dengan pemecahan terhadap suatu masalah. Sedangkan analisa
kebutuhan adalah alat untuk mengidentifikasi masalah guna menentukan
tindakan yang tepat. (Morrison, 2001: 27)

Oleh karena itu Kaufman (1982) mengajak kita meyakini betul apa
masalah yang kita hadapi (M. Atwi Suparman: 2001-63), maka jika kita
mengajar hendaknya kita mengajukan kepada diri kita suatu pertanyaan
apakah pemberian pembelajaran itu dapat memecahkan masalah?
Pertanyaan- pertanyaan senada antara lain:

1. Apa kebutuhan yang dihadapi.

2. Apakah kebutuhan tersebut merupakan masalah.

3. Apa penyebabnya.

4. Apakah pemberian pelajaran merupakan cara yang tepat untuk


memecahkan masalah.

Morrison (2001: 27) membagi fungsi analisa kebutuhan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau


tugas sekarang yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil
pembelajaran.

2. Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial,


keamanan atau masalah lain yang menggangu pekerjaan atau
lingkungan pendidikan

3. Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.

4. Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.


Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk
merencanakan dan mengadakan analisa kebutuhan (Morrison, 2001: 28-30).

1. Kebutuhan Normatif

Membandingkan peserta didik dengan standar nasional, misal,


Ebtanas, UMPTN, dan sebagainya.

2. Kebutuhan Komperatif, membandingkan peserta didik pada satu


kelompok dengan kelompok lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas
SLTP A dengan SLTP B.

3. Kebutuhan yang dirasakan, yaitu hasrat atau kinginan yang dimiliki


masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan ini
menunjukan kesenjangan antara tingkat ketrampilan/kenyataan yang
nampak dengan yang dirasakan. Cara terbaik untuk mengidentifikasi
kebutuhan ini dengan cara interview.

4. Kebutuhan yang diekspresikan, yaitu kebutuhan yang dirasakan


seseorang mampu diekspresikan dalam tindakan. Misal, siswa yang
mendaftar sebuah kursus.

5. Kebutuhan Masa Depan, Yaitu mengidentifikasi perubahan-perubahan


yang akan terjadi dimasa mendatang. Misal, penerapan teknik
pembelajaran yang baru, dan sebagainya.

6. Kebutuhan Insidentil yang mendesak, yaitu faktor negatif yang muncul


di luar dugaan yang sangat berpengaruh. Misal, bencana nuklir,
kesalahan medis, bencana alam, dan sebagainya.

B. Melakukan Analisis Kebutuhan

Ada empat tahap dalam melakukan analisa kebutuhan yakni


perencanaan, pengumpulan data, analisa data dan menyiapkan laporan
akhir.
Perencanaan : yang perlu dilakukan; membuat klasifikasi siswa, siapa
yang akan terlibat dalam kegiatan dan cara pengumpulannya. (Morrison,
2001 : 32)

Pengumpulan data : perlu mempertimbangkan besar kecilnya sampel


dalam penyebarannya (distribusi) (Morrison,2001 : 33).

Analisa data : setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan


pertimbangan : ekonomi, rangking, frequensi dan kebutuhan (ibid).

Membuat laporan akhir : dalam sebuah laporan analisa kebutuhan


mencakup empat bagian; analisa tujuan, analisa proses, analisa hasil dengan
table dan penjelasan singkat, rekomendasi yang terkait dengan data.
(Morrison, 2001: 33-34).

Membicarakan tentang analisis tujuan tidak bisa dipisahkan dengan


input yang terkait dengan masalah dan proses analisa kebutuhan.

C. Strategi Penilaian Kebutuhan.

Untuk memahami suatu kebutuhan termasuk masalah atau perlu


penilaian terlebih dahulu terhadap kebutuhan yang teridentifikasi yang
disebut need assessment.

Rasset menekankan pentingnya pengumpulan informasi tentang


penilaian kebutuhan secara langsung dari siswa baik orang dewasa maupun
siswa umum. la mengidentifikasi lima tipe pertanyaan yang berbeda-beda
kelima pertanyaan tersebut:

1. Tipe pertanyaan untuk mengidentifikasi masalah siswa atau ‘leaner’


tentang seperti masalah yang sedang dihadapi.

2. Tipe pertanyaan yang menanyakan kepada siswa untuk


mengungkapkan prioritas-prioritas diantara ketrampilan-ketrampilan
yang mungkin dapat dimasukkan dalam pelajaran. Contoh :
ketrampilan apa yang dibutuhkan ?

3. Tipe pertanyaan yang meminta kepada siswa untuk


mendemonstrasikan ketrampilan tertentu. Contoh : tulislah pertanyaan
dengan kalimat yang pendek

4. Tipe pertanyaan mencoba untuk mengungkapkan perasaan dan kesan


siswa tentang suatu pelajaran tertentu. Contoh : apa yang menarik dari
pelajaran tersebut ?

5. Tipe pertanyaan yang memberikan kepada siswa untuk menentukan


pemecahan sendiri secara baik. Contoh : apa yang paling baik
dilakukan untuk ... ?

Harles (1975) menggambarkan partisipasi pihak-pihak yang mempunyai


hubungan kerja sama untuk mengidentifikasikan kebutuhan pembelajaran
yaitu siswa, pendidik, masyarakat dalam bentuk segitiga.

Atwi Suparman (2001 : 65-72) ada 8 langkah dalam mengidentifikasi


kebutuhan pembelajaran sebagai berikut:

Langkah 1.

Mengidentifikasi kesenjangan hasil prestasi saat ini dengan yang diidealkan.


Untuk memperoleh data tersebut menggunakan cara ; membaca laporan
tertulis observasi, wawancara, angket dan dokumen.

Langkah 2.

Sebelum mengambil tindakan pemecahan masalah, kesenjangan tersebut


harus dinilai terlebih dahulu dari segi:

- Tingkat signifikasi pengaruhnya.

- Luas ruang lingkup.


- Pentingnya peranan kesenjangan terhadap masa depan lembaga atau
program.

Langkah 3.

Yang dilakukan dalam langkah ini:

a. Menganalisis kemungkinan penyebab kesenjangan melalui


observasi,wawancara, analisa logis.

b. Memisahkan kemungkinan penyebab yang tidak berasal dari


kekurangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk diserahkan
penyelesaiannya kepada pihak lain.

c. Mengelompokkan kemungkinan penyebab yang berasal dari


kekurangan pengetahuan ketrampilan dan sikap tertentu untuk
diteruskan ke langkah 4.

Langkah 4.

Menginterview siswa untuk memisahkan antara yang sudah pernah dan


yang belum memperoleh pendidikan, bagi yang sudah berpendidikan
melanjutkan ke-langkah 5 dan bagi yang belum meneruskan ke-langkah 8.

Langkah 5

Bagi peserta yang sudah berpendidikan pada langkah ini dikelompokkan


lagi mejadi peserta yang sering mengikuti pendidikan menuju ke-langkah 6
dan jarang mengikuti pendidikan melanjutkan ke-langkah 7.

Langkah 6.

Kelompok yang sudah sering mendapat pendidikan diberi umpan balik


atas kekurangannya dan diminta untuk mempraktekkan kembali sampai
dapat melakukan tugasnya seperti yang diinginkan.

Langkah 7.
Bagi kelompok yang masih jarang mengikuti pendidikan diberi
kesempatan lebih banyak untuk berlatih kembali, ini perlu disupervisi dari
dekat agar mencapai hasil yang diinginkan.

Langkah 8.

Untuk kelompok peserta yang belum pernah memperoleh pendidikan


perlu dibuatkan intruksional yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan
yang diperlukan untuk diketahui peserta.

Setelah selesai pada tahapan ini dilanjutkan analisis pembelajaran, agar


sistematis dan prosedural perlu diurutkan tujuan pembelajaran dari yang
bersifat abstrak umum kepada tujuan yang kongkrit operasional. Langkah-
langkah untuk melakukan pembelajaran ada 3 yaitu : Analisis pembelajaran,
identifakasi perilaku dan karakteristik siswa.

Tulisan ini membahas:

1. Konsep dan prosedur penjabaran prilaku yang ada dalam TPU(Tujuan


Pembelajaran Umum) menjadi subprilaku yang lebih kecil.

2. Mengidentifikasi hubungan antara subprilaku yang satu dengan yang


lain.

Ketrampilan melakukan analisis pembelajaran penting bagi kegiatan


pembelajaran, karena pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang harus
diberikan lebih dulu dibanding yang lain, ini berarti pengajaran terhindar dari
pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TPU (Tujuan
Pembelajaran Umum)

D. Pengertian Analisis Pembelajaran

Analisis pembelajaran merupakan proses penjabaran prilaku umum


menuju ke prilaku khusus yang tersusun secara logis dan sisitematis.
Dengan tersusunnya gambaran prilaku khusus dari yang paling awal hingga
akhir.

Menurut Dick and Carey analisis pembelajaran adalah seperangkat


prosedur yang bisa diterapkan dalam suatu tujuan pembelajaran
menghasilkan identifikasi langkah-langkah yang relevan bagi
penyelenggara suatu tujuan dan kemampuan-kemampuan subordinat yang
dibutuhkan oleh mahasiswa untuk mencapai tujuan.

E. Macam Struktur Prilaku

Apabila prilaku umum dijabarkan menjadi prilaku khusus akan terdapat 4


macam susunan prilaku yaitu:

1. Struktur Hirarkikal

Yaitu kedudukan dua prilaku yang menunjukkan bahwa salah satu


prilaku hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai prilaku yang lain.

Contoh: Penguasaan komputer

Menerapkan komputer lanjut

Menerapkan komputer dasar

2. Struktur Prosedural
Yaitu kedudukan beberapa prilaku yang menunjukkan satu seri urutan
prilaku tetapi tadak ada yang menjadi prilaku prasyarat untuk yang lain.
walaupun kedua prilaku khusus itu harus dilakukan berurutan untuk dapat
melakukan suatu prilaku umum, Setiap prilaku itu dapat dipelajari secara
terpisah.

Contoh: Penggunaan OHP,

Menempatka Menyalakan Mengatur


n OHP fokus

transparan

3. Struktur Pengelompokan

Yaitu prilaku khusus yang tidak mempunyai ketergantungan antara satu


dengan yang lain, meski semuanya berhubungan.

Contoh: Permainan kerambol.

Memperkirakan seberapa besar master buah kerambol


didorong dengan jari untuk dapat menyentuh buah
kerambol lain yang diarah agar buah kerambol yang terkena
bisa masuk lubang

Menaksir jarak master Memperkirakan titik


buah kerambol yang akan senggol antara kedua
didorong dengan jari bola
tangan dengan bola yang
disenggol oleh master buah
kerambol dan lubang
4. Struktur kombinasi.

Yaitu suatu prilaku umum bila diuraikan menjadi prilaku khusus


sebagian besar a&ar terstruktur secara kombinasi antara struktur hirarki,
prosedural dan pengelompokan. Contoh: mengoperasikan OHP.

Merangkai tehnik operasional


OHP Mempraktekkan OHP,

Mempraktekkan/ Penggunaan
Mengoperasikan OHP
Pengaturan
fokus

Penjelasan tehnik Menjelaskan


operasionalkan/ tehnik
menghidupkan OHP penggunaan
OHP

Menjelaskan
tehnik
memfokuskan
lensa

F. Langkah-langkah melakukan analisis pembelajaran.

1. Menuliskan prilaku umum yang ditulis dalam TPU untuk mata pelajaran
yang sedang dikembangkan.
2. Menuliskan setiap prilaku khusus yang merupakan bagian dari prilaku
umum. Jumlah prilaku khusus untuk setiap prilaku umum berkisar antara
5-10 buah, bila sangat dibutuhkan dapat ditambah.

3. Membuat prilaku khusus kedalam daftar urutan yang logis dari prilaku
umum. Prilaku khusus yang terdekat hubungannya dengan prilaku umum
diteruskan mundur sampai prilaku yang sangat jauh dari prilaku umum.

4. Menambahkan prilaku khusus atau kalau perlu dikurangi

5. Setiap prilaku khusus ditulis dalam lembar kartu/ kertas ukuran 3x5 cm.

6. Kemudian kartu disusun dengan menempatkannya dalam struktur


hirarkhis prosedural, atau dikelompokkan menurut kedudukan masing-
masing terhadap kartu lain.

7. Bila perlu ditambah dengan prilaku khusus lain atau dikurangi sesuai
kedudukan masing-masing.

8. Letak prilaku digambarkan dalam bentuk kotak-kotak di atas kertas lebar


sesuai dengan letak kartu yang telah disusun. Hubungkan kotak-kotak
yang telah digambar dengan garis-garis vertikal dan horisontal untuk
menyatakan hirarkhikal, prosedural dan pengelompokkan.

9. Meneliti kemungkinan hubungan prilaku umum yang satu dengan yang


lain atau prilaku khusus yang berada di bawah prilaku umum yang
berbeda.

10. Memberi nomer urut pada setiap prilaku khusus dimulai dari yang terjauh
hingga yang terdekat dari prilaku umum.

Penomeran ini menunjukkan prilaku khusus yang terstruktur


herarkhikal harus dilakukan dari bawah ke atas. Sedangkan pemberian
nomer urut prilaku khusus yang terstruktur prosedural dapat berlainan
dari urutannya dari yang lebih sederhana ke yang lebih kompleks.
Pemberian nomer urut prilaku-prilaku khusus yang terstruktur
pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama dengan struktur
prosedural.

11. Mengkonsultasikan bagan yang telah dibuat dengan teman sejawat


untuk mendapatkan masukan antara lain tentang:

a. Lengkap-tidaknya prilaku khusus sebagai penjabaran dari setiap


prilaku umum.

b. Logis-tidaknya urutan prilaku-prilaku khusus menuju prilaku umum.

c. Struktur hubungan prilaku-prilaku khusus tersebut. (herarkhikal


prosedural, pengelompokan atau kombinasi).

Contoh:

Type of learning : Attitude (Dick and Carey : Hal 40).

GOAL: Choose to maximize personal safety while staying in a hotel

Goal analysis.

Memperagakan alat Memilih/ mengikuti sistem


pengaman kebakaran pengamanan yang
hotel berlaku di hotel tersebut

Menunjukkan Menunjukkan Menunjukkan


petunjuk prosedural fasilitas darurat fasilitas darurat
dari pengamanan dalam kamar hotel yang dekat kamar
Penutup

Dari bahasan di atas dapat dipahami bahwa seorang pendidika yang


profesional sudah seharusnya paham akan tuntutan profesi baik secara
administrasi, akademis, praktik, lebih penting lagi masalah bagaimana
mendesain sebuah pembelajaran yang harmoni yaitu mendesain content
atau materi pembelajaran yang aktual dan relevan dengan tuntutan atau
kebutuhan life skill siswa dan sesuai zamanyya, mendesain learning
objective sesuai dengan kebutuhan siswa dan tingkat kesulitannya,
fururistik/kedepan tidak menjadikan siswa ketinggalan zaman dengan
komunitasnya. Kesemuanya terencana berdasarkan apa yang mesti ada dan
dihadirkan sesuai dengan kondisi siswa secara klasikal, regional ataupun
nasional walaupun dengan ’setting’ local.

Hal itu dimungkinkan bila minimal sebagai pendidik paham betul akan
siswa dan keinginan secara individual maupun klasikal di desain secara
proporsional.

DAFTARPUSTAKA

Atwi Suparman, Desain Instructional, Proyek pengembangan Universitas


Terbuka Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, 2001.

Dick, Walter and Carey Lou, The Systematic Design of instruction 3rd Ed,
Includes Bibliographical References, USA, Walter Dick and Lou Carey
1990.

Gary. R, Morrison, Steven M, Ross, Jerrold E Kemp : Designing Effective


Instruction, Third Edition John Wiley and Sons, inc printed in the USA
2001.
Fleming, Malcoln L., Intructional Massage Design, Educational Technology
Publications, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. 1981.

West, Charles K., James A. Farmer., Phillip M. Wolff, Intructional design Allyn
And Bacon, University of Illinois at Urbana-Champaign Boston, a991.

Prosedur Identivikasi Kebutuhan Pembelajaran


Rate This

1. 1. Tatacara Melakukan Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran

Menurut Atwi Suparman (1994:63) identifikasi kebutuhan pembelajaran merupakan suatu


aktifitas menentukan kesenjangan penampilan mahasiswa yang disebabkan kekurangan
kesempatan mendapatkan pendidikan dan pelatihan pada masa lalu, kemudian mengidentifikasi
bentuk kegiatan pembelajaran yang paling tepat, dan menentukan populasi sasaran yang dapat
mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut.

Adapun tatacara melakukan identifikasi kebutuhan pembelajaran (Lihat Gambar 5) dapat


dijelaskan sebagai berikut:

1. Langkah pertama, tentukanlah kebutuhan pembelajaran


2. Langkah kedua, abaikanlah kesenjangan tersebut jika kebutuhan tersebut
kecil sehingga tidak menjadi masalah.
3. Langkah ketiga, jika kebutuhan bermasalah maka carilah penyebab
kesenjangannya apakah pengetahuan, ketrampilan, atau sikap mahasiswa?
Jika bukan, maka pemecahan permasalahan tersebut diserahkan kepada
pimpinan lembaga untuk segera ditindak lanjut.
4. Langkah keempat, apabila kesenjangan bersumber dari pengetahuan,
ketrampilan, atau sikap maka perlu dipisahkan antara mahasiswa yang
pernah mempelajari dan yang belum pernah mempelajari.
5. Langkah kelima, pisahkanlah antara kelompok mahasiswa yang sering
mempelajari dan kelompok yang jarang mempelajari.
6. Langkah keenam, bagi kelompok yang sering mempelajari dan
mendapatkan pendidikan maupun latihan berikanlah umpan balik atas
kelemahannya dan diminta mempraktikkan lagi sampai .dapat melakukan
tugasnya sesuai yang diharapkan.
7. Langkah ketujuh, bagi kelompok yang jarang mempelajari dan jarang
latihan dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang relevan dengan
profesinya maka berikanlah kesempatan lebih banyak untuk praktik dan
mempelajarinya kembali dengan tetap disupervisi dari dekat sampai mereka
mampu mencapai hasil kerja yang diharapkan.
8. Langkah kedelapan, merumuskan kompetensi dasar bagi kelompok
mahasiswa yang tidak pernah mempelajari atau tidak mengikuti pelatihan
yang relevan dengan studi yang diambilnya. Kompetensi dasar tersebut
meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang belum pernah dipelajari
oleh mahasiswa.

Pertimbangan lainnya, seperti pengajar senior, pengembang kurikulum, para ahli, pimpinan
lembaga pendidikan yang mewakili kelompok pendidik dan pimpinan lembaga pemerintahan
serta perusahaan swasta yang relevan, yang mewakili masyarakat yang akan menggunakan
lulusan nanti, dapat dijadikan sumber informasi tentang kebutuhan pembelajaran untuk mata
pelajaran tersebut. Selain itu, rumusan kompetensi dasar untuk mata kuliah yang sama dari
lembaga lain juga dapat dijadikan informasi yang sama.

1. 2. Kebutuhan Pembelajaran Bagi Mahasiswa

Atwi Suparman (1994:62) mengungkapkan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan
saat ini dibandingkan dengan keadaan yang seharusnya. Jika kesenjangan itu besar dan
menimbulkan akibat lebih jauh maka kebutuhan itu adalah masalah. Namun, tidak semua
kebutuhan dapat disebut sebagai kebutuhan pembelajaran karena belum tentu memerlukan
penyelesaian dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran sebagaimana telah dijelaskan di
depan.

Dari kegiatan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran akan diperoleh jenis pengetahuan,


ketrampilan, dan sikap yang tidak pernah dipelajari atau belum dilakukan dengan baik oleh
mahasiswa sehingga menjadi kebutuhan mereka.

Dalam taksonomi tujuan pembelajaran, Bloom dan Krathwool sebagaimana dikutip Martinis
Yamin (2007: 31) mengklasifikasikan tujuan pembelajaran menjadi tiga kelompok atau kawasan.
Berdasarkan tiga kawasan tersebut dapat diidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang meliputi;

1. Kognitif

Yamin (2007:31) menjelaskan bahwa kebutuhan pembelajaran pada kawasan ini memiliki titik
berat kemampuan berpikir, yakni mencakup kemampuan intelektual yang sederhana, sampai
pada kemampuan memecahan masalah. Secara hierarkis ada enam tingkat kemampuan yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

1. Afektif

Menurut Atwi Suparman (1995: 75) kebutuhan pembelajaran pada kawasan ini adalah berintikan
kemampuan bersikap. Di lain pihak, Yamin (2007: 37) menjelaskannya secara lebih detail yakni
sebagai tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati (attitude)
yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Menurut Uno (2008:37) secara
hierarkis kebutuhan pada kawasan ini meliputi lima tingkat, yaitu kemauan menerima, kemauan
menangapi, berkeyakinan, penerapan karya, dan ketekunan serta ketelitian.

1. Kawasan Psikomotor ( psychomotor domain)

Kebutuhan pada kawasan ini adalah mencakup ketrampilan melakukan gerak fisik. Uno (2008:
38-39) mengidentifikasi kebutuhan pada kawasan ini meliputi tujuh tingkat secara hierarkis,
yaitu persepsi, kesiapan melakukan suatu kegiatan, mekanisme, respons terbimbing, kemahiran ,
adaptasi, dan organisasi.

1. Sumber- Sumber Informasi dalam Menelusuri Kebutuhan


Pembelajaran

Menurut Kaufman dan English (1979), pihak yang menentukan ada tidaknya kebutuhan
pembelajaran adalah pendidik, pengelola program pendidikan, orang tua atau masyarakat.
Bahkan Dick dan Carey (1985) dan Rosset (1982) menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa
(yang sudah matang) dalam proses identifikasi pembelajaran merupakan suatu keharusan.

Atwi Suparman (1994:64) mengidentifikasi ada tiga pihak yang dapat dijadikan sumber
informasi dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, yakni:

1. Mahasiswa, terutama yang telah bekerja.


2. Masyarakat, termasuk orang tua dan orang yang akan menggunakan lulusan.
3. Pendidik, termasuk pengajar dan pengelola program pendidikan.

Sedangkan dalam penjelasan Harles (1975) yang terlukiskan dalam bagan segitiga. Pada sisi
kanan dan kiri segitiga menggambarkan mahasiswa dan sisi lainnya pendidik, sedangkan pada
sisi alas yakni masyarakat. Ketiga sumber tersebut saling terhubung dan bersifat saling
berkonsolidasi yang digambarkan dalam bentuk garis lancip yang saling terhubung pada unjung-
unjungnya sehingga membentuk segitiga. Masukan informasi diperoleh dari masyarakat,
mahasiswa, dan pendidik kemudian dirumuskan dan dioalh untuk menghasilkan rumusan
kemampuan yang akan dicapai (tujuan).

Perlu dicermati pula bahwa informasi yang bermanfaat dalam pengembangan pembelajaran
adalah informasi tentang kurangnya prestasi mahasiswa yang disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan, ketrampilan mahasiswa ataupun sikap, bukan yang disebabkan oleh kekurangan
peralatan kerja, sikap atasan atau lingkungan kerja lainnya.

1. A. Rangkuman
1. Prosedur mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran adalah lebih
singkat daripada educational needs, needs assessment atau training
needs assessment pada umumnya.
2. Prosedur mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran pada model
pengembangan pembelajaran ini berhenti setelah diperoleh perilaku
umum yang perlu diajarkan kepada mahasiswa.
3. Bentuk-bentuk pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang menjadi
kebutuhan pembelajaran bagi mahasiswa berada dalam tiga kawasan,
yakni kognitif, psikomotor, dan afektif.
4. Mahasiswa, masyarakat, dan pendidik merupakan pihak-pihak yang
menjadi sumber informasi dalam mengidentifikasi kebutuhan
pembelajaran

You might also like