Professional Documents
Culture Documents
Eksperimen adalah kegiatan yang tak terpisahkan dengan istilah penelitian di
bidang eksakta. Kegiatan ini meliputi tiga hal sekaligus yakni : pengukuran, pengolahan
dan analisa data. Ketiga hal ini terkait satu dengan lainnya demikian erat sehingga
pembahasannya pun tidak dapat dipisahkan secara tegas. Sifat kemanunggalannya
dapat dipahami melalui uraian‐uraian dalam tulisan ini.
Mengapa eksperimen penting ? Eksperimen adalah kegiatan yang mengarah
pada pengujian suatu hipotesa teoritis. eksperimen adalah cara bertanya seorang
ilmuwan kepada alam. Hasil eksperimen merupakan jawaban yang diberikan oleh alam
yang harus ditafsirkan oleh ilmuwan sebagai dukungan atau tolakan terhadap hipotesa
yang diajukannya. Oleh sebab itu agar seorang ilmuwan mendapatkan jawaban yang
baik (mudah ditafsirkan) tentunya ia perlu bagaimana cara bertanya dan cara
menafsirkan jawaban yang baik dan benar.
Pengukuran adalah kegiatan pengumpulan data, sedangkan data sendiri adalah
kumpulan jawaban yang diberikanalam. Kumpulan jawaban ini harus diolah dulu supaya
dapat tampil secara terintegrasi dan ilmiah. Tampilan hasil pengolahan inilah yang
kemudian perlu diinterprestasikan melalui suatu analisa.
PENGUKURAN
Kegiatan pengukuran memerlukan dua perangkat penting yaitu instrumen
(peralatan) sebagai perangkat kerasnya dan metoda pengukuran sebagai perangkat
lunaknya. Keduanya digunakan secara serempak untuk mendapatkan data yang sebaik‐
baiknya.
Sebelum pembahasan tentang pengukuran dilanjutkan, ada baiknya kita
mengetahui dulu watak‐watak hasil pengulkuran (data) yang akan diperoleh. Data hasil
pengukuran terhadap suatu besaran fisis tidak akan memberikan suatu nilai yang tepat.
Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain keterbatasan jangkauan ukur alat yang
digunakan, kelemahan metoda pengukurannya, karakteristik alamiah besaran itu
sendiri, dan lain‐lain. Jadi data yang dapat disajikan nantinya hanyalah merupakan
perkiraan terbaik tentang nilai besaran yang diukur. Hasil ukur biasanya ditampilkan
dalam bentuk :
(x ± s )
dimana x adalah nilai perkiraan terbaiknya dan s adalah galat (error) ukurnya.
Nilai ukur yang dapat diterima dengan demikian adalah antara ( x ‐ s ) sampai dengan
(x + s). Hasil pengukuran dikatakan sah hanya jika diserati dengan ketelitiannya
(ditampilkan oleh galat s). Pengukuran dapat dibagi menjadi tiga jenis menurut cara kita
melakukannya, yaitu :
1. Pengukuran langsung
Pengukuran ini dilakukan dengan cara membandingkan langsung sesuatu yang
akan diukur dengan sebuah standar yang dipakai sebagai alat ukurnya.
Misalnya seseorang mengukur panjang seutas tali, ia akan membandingkan panjang tali
itu dengan mistar yang dimilikinya.
2. Pengukuran tidak langsung
Pengukuran ini terpaksa dilakukan karena berbagai macam sebab, antara lain
keterbatasan panca indera manusia sebagai sensor terhadap gejala alam yang akan
diukur. Untuk melihat benda‐benda mikroskop manusia perlu alat bantu yaitu
mikroskop. Untuk mengukur arus listrik manusia perlu mengubah dulu gejala listrik
menjadi gejala mekanik jarum amperemeter.
3. Pengukuran dengan perhitungan
Pengukuran ini dilakukan berdasarkan pada hasil‐hasil pengukuran yang
dilakukan sebelumnya. Hasil ukurnya didapat melalui suatu perhitungan data
pengukuran langsung maupun tak langsung.
Volume tabung dapat diukur langsung dengan gelas ukur, dan dapat juga
dihitung dari hasil ukur diameter dan tingginya. Contoh lain adalah massa jenis suatu zat
cair dapat diukur dengan densimeter, dan dapat juga dihitung dengan mengukur lebih
dulu massa dan volumenya.
• akurasi : tingkat kemampuan alat itu untuk memberikan hasil ukur yang
mendekati nilai yang sebenarnya. Jika panjang 10,0 cm diukur oleh sebuah
mistar sebagai 9,9 cm, akurasi mistar hanyalah 1 %.
• presesi : tingkat kemampuan alat itu untuk memberikan hasil ukur yang
sama pada saat pengulangan pengukuran dilakukan.
Alat yang beresolusi dan berpresisi tinggi belum tentu memiliki akurasi yang
tinggi pula. Idealnya di dalam sebuah eksperimen semua instrumen yang dipakai
memiliki resolusi dan akurasi yang tinggi.
Tingkat resolusi dan akurasi sebuah alat ukur biasanya dapat dipelajari dalam
buku manualnya. Kadang‐kadang tampilan alat itu sendiri sudah menunjukkan
resolusinya, misalnya dilihat dari pembagian skala pada alat tersebut. Akurasinya
biasanya dinyatakan dalam prosen. Jika akurasinya bersifat linier bebas, akurasi alat
dinyatakan dalam % f.s. (full‐scale). Jika akurasinya bersifat linier proporsional, akurasi
alat cukup dinyatakan dalam % saja (berarti terhadap hasil ukurnya).
Metoda pengukuran ikut berperan dalam menentukan keberhasilan suatu
pengukuran. Metoda ini berkaitan dengan dua komponen yang saling menunjang, yakni
sistem yang diukur (sebagai obyek) dan si pengukur sendiri (sebagai subyek). Pada
umumnya pengukuran dilakukan dengan cara mengganggu sistem yang diukur,
akibatnya hasil ukurnya tentu meleset dari nilai yang sebenarnya akan diukur. Contoh :
pengukuran suhu suatu benda mau tidak mau harus dilakukan dengan cara mengambil
sedikit panas darinya untuk masukan termometer yang digunakan. Atau pengukuran
arus listrik menggunakan amperemeter, mau tak mau sebagian arus yang akan diukur
harus ditarik masuk ke dalam tahanan shunt‐nya. Sifat obtek pengukuran bahwa ia
harus diganggu ini tidak sulit untuk dikoreksi.
Kesalahan yang berasal dari subyek pengukuran tentu sama sekali tidak
dikehendaki dan dapat dihindari yaitu dengan melakukan pengukuran itu secara hati‐
hati. Contoh : kesalahan paralaks, yaitu pembacaan skala alat ukur tidak secara tegak
lurus, akan memberikan data yang meleset. Atau eksperimen lupa melakukan zero‐
offset tentu membuat semua hasil ukur terlau besar atau terlalu kecil.
Semua galat ukur yang timbul dari perangkat keras maupun perangkat lunak
pengukuran dikategorikan pada satu jenis galat ukur yaitu : galat sistematis. Watak galat
ini yang terpenting adalah ia dapat dihilangkan (dilkoreksi) jika penyebabnya sudah
diketahui, tetapi sayangnya kehadirannya justru seringkali sulit dideteksi. Ia pandai
bersembunyi. Hanya eksperimen berpengalamanlah yang seringkali dapat mencium
adanya galat sistematis ini. Kadang‐kadang galat sistematis suatu eksperimen baru
terdeteksi setelah ada hasil eksperimen lain yang pndekatannya berbeda.
Beberapa watak alat yang dapat menyebabkan timbulnya galat sistematis,
dengan sendirinya mempengaruhi akurasinya, antara lain adalah :
Ada dua hal penyebab dinamika besaran yang diukur :
1. Fluktuasi nilai besaran terhadap waktu
Terdapat banyak sekali besaran yang berubah‐ubah terhadap waktu, sehingga
pengukurannya tidak mungkin menghasilkan nilai tunggal. Contoh : tekanan dan suhu
udara yang selalu berubah besarnya setiap saat. Bila tekanan udara merupakan salah
satu besaran yang menentukan dalam eksperimen, pengukurannya harus dilakukan
berulangulang, dari awal sampai akhir percobaan. Contoh lain adalah pengukuran
tegngan listrik dari PLN, setiap saat besarnya berfluktuasi.
2. Formula ideal dalam perhitungan
Ada besaran misalnya luasan penampang suatu benda, tidak memiliki cara
pengukuran secara langsung maupun tak langsung. Luasan harus diukur melalui suatu
perhitungan. Katakanlah penampang yang akan diukur adalah penampang seutas kawat
yang berbentuk lingkaran, luasnya (L) dapat dihitung dengan mengukur diameter (D)
2
kawat kemudian memasukkannya ke dalam formula : L = ¼ π D .
Permasalahannya terletak pada asumsi kita yang menganggap bentuk
penampang itu sebagai lingkaran sempurna (ideal), padahal kenyataannya tentu tidak
demikian karena bentuk geometri sempurna tidak pernah ada. Asumsi tetap dapat
diterapkan asalkan “diameter” kawat diukur secara berulang‐ulang pada arah diametral
yang berbeda. Rataratanya nanti kita pakai sebagai pendekatan terbaik “diameter” yang
dapat digunakan dalam formula luasan lingkaran diatas.
Jadi dinamika suatu besaran yang akan diukur menghendaki pengukuran yang
berulang‐ulang, agar nilai yang diharapkan sekaligus dengan galat ukurnya dapat
didekati semaksimal mungkin. Perhitungan rata‐rata yang disinggung di atas dan juga
nanti perhitungan galat ukurnya memerlukan suatu metoda untuk menghitungnya.
Untuk tujuan perhitungan semacam ini perangkat metodanya sudah tersedia yaitu
metoda statistika, sehingga galat yang timbul dari dinamika besaran disebut juga galat
statistik. Perhitungan nilai rata‐rata dari data pengukuran amat jelas, yaitu :
1
Penjumlahan dilakukan dari data pertama (i = 1) sampai data terakhir (i = N), dengan N
adalah cacah seluruh data. Untuk selanjutnya tanda sumasi menunjukkan
penjumlahan dengan i = 1 sampai dengan N.
Berbeda dengan perhitungan nilai rata‐rata, perhitungan galat rambang suatu
pengukuran ternyata tidak sederhana. Pertama, kita harus tahu dulu watak besaran
yang diukur. Kemudian kita asumsikan tidak ada lagi galat sistematis, artinya semua
galat sistematis diasumsikan sudah terkoreksi. Asumsi ini tentu saja tidak selalu benar,
tetapi dengan metoda ujian statistik nantinya asumsi ini dapat kita uji kebenarannya.
Ada dua jenis besaran yang perhitungan ralat rambangnya berbeda perlakuan
statistiknya. Kesamaan hanya terletak pada watak dinamikanya yang bersifat acak.
kedua jenis itu adalah :
a. besaran yang diukur dengan pencacahan
Contoh : deteksi radioaktivitas dilakukan dengan cara mencacah peluruhan yang
terjadi, misalnya dengan pencacah Geiger‐Muller. Contoh lain adalah pencacahan cacah
molekul gas, cacah bintang dalam galaksi, dan lain‐lain. Galat rambang yang timbul dari
proses pencacahan ini kebolehjadiannya mengikuti
distribusi Poisson, sehingga galat ukurnya adalah : dan hasil ukurnya menjadi :
N + . Ň adalah rata‐rata pencacahan dalam beberapa selang waktu.
b. besaran yang diukur nilainya
Semua besaran yang tidak diukur melalui pencacahan termasuk golongan ini.
Galat rambang yang timbul dari pengukurannya memiliki kebolehjadian yang mengikuti
distribusi Gauss (normal). Jadi nilai terbaik pengukuran adalah rata‐rata semua data
yang diambil x, sedangkan galat ukur nilai terbaiknya adalah :
2
Dari persamaan (2) ini tampak bahwa semakin banyak data pengukuran berarti
semakin kecil galatnya. Tetapi ini tidak berarti kita dapat menghilangkannya sama
sekali. Kadang‐kadang pengukuran suatu besaran hanya dilakukan sekali saja, hal ini
disebabkan antara lain oleh terbatasnya resolusi alat ukurnya. Contohnya adalah
pengukuran panjang seutas kawat logam, pengukuran dengan menggunakan mistar
biasa menghambat eksperimen mengetahui batas potongan pada ujung kawat ini
secara mikroskopik tentu tidak rata, tetapi mistar biasa tidak dapat “melihat”nya.
Akibatnya, pengulangan pengukurannya akan sia‐sia saja, sehingga pengukuran cukup
dilakukan sekali. Tentu saja galat ukurnya tidak dapat dihitung dari persamaan (2), galat
ukurnya diasumsikan didominasi oleh galat sistematis, misalnya untuk mistar biasa
dapat diambil 0,5 mm, yaitu separo satuan terkecilnya.
Khusus untuk pengukuran dengan perhitungan, galat yang timbul erupakan
perpaduan dari galat‐galat ukur besaran‐besaran lain yang dipakai untuk
menghitungnya. Contoh : pengukuran keliling dan luas sebuah meja berbentuk empat
persegi panjang dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar meja lebih dulu,
misalnya :
( p –sP) dan ( l – sl )
Galat sp dan slakan berperanan dalam menentukan galat yang dimiliki keliling
meja atau luas meja. Proses galat ukur mempengaruhi galat hitung disebut perambatan
galat.
Sekarang akan dihitung berapa hasil hitung untuk keliling dan luas meja itu.
Keliling meja mewakili operasi penjumlahan dua besaran, sedangkan luas meja mewakili
operasi perkalian dua besaran. Keliling meja : K = 2 (p + l ) – 2 ( sp + s )
1
Tampak bahwa operasi penjumlahan akan menyebabkan galat semua suku
penjumlahannya saling bergabung membentuk galat hasil julahnya. Secara umum, jika Y
= Zi, Y dan Z adalah besaran‐besaran berdimensi sama, maka galat‐galatnya memiliki
hubungan :
sY = sZi 3
Luas meja : L = ( pl.) – ( ps. l + ls. p + sp + sp .sl )
Hasil kali sp.sl tentu merupakan bilangan yang sangat kecil sehingga dapat
diabaikan terhadap dua suku di depannya.
sL = ps. l + ls. p
sL /( pl.) = sl / l + sp / p
SL = Sl + Sp
Agar tampak lebih kompak, untuk operasi perkalian galat s dapat digantikan oleh
galat fraksional S, yaitu galat s dibagi dengan nilai ukurnya sendiri. Secara umum, jika Y
= Zi maka galat fraksionalnya akan memiliki hubungan :
sY = SZi (4)
Persamaan (3) dan (4) sebenarnya mengandung asumsi bahwa galat setiap
komponen pengukurannya saling menunjang satu sama lain. Artinya jika sebuah
komponen memiliki galat positif (hasil ukur terlalu besar), maka galat komponen yang
lain juga positif. Peristiwa semacam ini sangant tak terbolehjadi, kecuali semua galat
tersebut memiliki dependensi satu sama lain melalui suatu fenomena lain. Jadi
persamaan (3) dan
(4) tetap boleh dipakai apabila galat‐galatnya saling gayut. Kegayutan galat disebabkan
antara lain oleh penggunaan alat ukur yang sama, contohnya pada pengukuran panjang
dan lebar meja di atas, sp dan s1 saling gayut jika pengukurannya dilakukan dengan
mistar yang sama.
Gambar 1. Orientasi galat saling bebas
Dari gambar 1 di atas jelaslah bahwa nilai s dapat dihitung melalui
persamaan Pytagoras :
2 2 2
s = (s1 + s2 )
Penggunaan cara di atas dapat diperluas jika galat komponennya lebih dari dua buah.
Demikian pula jika operasi antar komponen besarannya merupakan perkalian, semua S
digantikan oleh S. Persamaan (3) dan (4) digantikan oleh dua persamaan berikut jika
galat‐galatnya saling bebas yaitu :
Persamaan (7) dan (8) adalah persamaan umum untuk galat, yaitu yang dapat
diturunkan menjadi persamaan (3), (4), (5) dan (6). Hanya karena jarang dipakai, empat
persamaan yang pertama lebih dominan untuk diingat.
Contoh kasus :
Seorang eksperimenter akan mengukur volume sehelai kertas. Alat yang akan
digunakan adalah jangka sorong untuk mengukur panjang (p) dan lebarnya (l), dan
mikrometer untuk mengukur tebalnya (t). Volume kertas : V = p.l.t.
2 2 2
Galat ukurnya : SV = (Sp + S1) + St
Perhatikan bahwa galat Sp dan S1 saling gayut karena pengukurannya menggunakan
mistar yang sama. Sedangkan galat St berdiri bebas karena pengukurannya
menggunakan mikrometer.
Pengukuran panjang, lebar dan tebal kertas dilakukan berulangkali di berbagai
tempat pada kertas, hal ini disebabkan oleh pemakaian formula V = p.l.t, yakni volume
balok sempurna. Padahal ukuran kertas bagaimanapun tentu tidak ideal.
Seringkali eksperimen dilakukan dengan variasi salah satu besaran yang lain
terhadap variasi tersebut. Besaran yang divariasi disebut sebagai variabel bebas,
sedangkan besaran yang merupakan respons disebut variabel respons. Ini penting untuk
memeriksa watak kesebandingan dua besaran tersebut. Untuk maksud ini pengukuran
harus dilakukan pada berbagai kondisi, dan menghasilkan beberapa set hasil ukur.
Setiap set data berasal dari satu kondisi eksperimen (satu harga variabel bebas).
Ambil contoh pengukuran tebal kertas yang begitu tipisnya sehingga berada di
luar jangkauan alat ukur yang ada. Bila terdapat banyak lembaran kertas sejenis itu,
metoda pengukurannya dapat diatur cara tak langsung , yaitu pengukuran dilakukan
terhadap tebal 20, 50, atau 100 lembar kertas. pengukuran tebal 20 lembar kertas
memberikan satu set data, demikian juga pengukuran terhadap 50 atau 100 lembar.
Setiap set memberikan nilai terbaik untuk tebal kertas sehelainya : (ti – sti). Lalu dari tiga
set data di atas berapa
hasil pengukuran terhadap tebal kertas tiap lembarnya ?
Oleh karena tiap set data diambil dengan kondisi pengukuran yang berbeda, kita
tidak boleh merata‐rata tiga nilai rata‐rata itu begitu saja. Dalam teori statistik
dikatakan ketiga set data itu berasal dari populasi parental yang berbeda. Cara
menghitung nilai terbaik beserta galatnya dari ketiga set data itu dengan pembobotan
pada setiap nilai rataratanya. Bobotnya dapat diambil dari kebalikan kuadrat galat
rambang rata‐rata setiap set data :
Persamaan (9) dan (10) sah digunakan bila (ti ± S ) saling kompatibel, artinya
ti
tidak saling menyangkal satu sama lain. Bila penyangkalan terjadi di antara ketiga set
data itu pastilah terdapat galat sistematis, bukan galat rambang lagi. Misalnya saja ada
kesalahan perhitungan cacah kertas pada salah satu set pengukuran, atau ada kertas‐
kertas tak sejenis yang ikut diukur.
Cara lain untuk memperlakukan beberapa set data seperti ini akan dibahas
dalam analisa data di bawah, karena menyangkut pengkajian tentang hubungan
kesebandingan antara variabel bebas dan variabel responsnya.
Sebagai catatan tambahan, pengukuran yang memiliki galat sistematis kecil
dikatakan sebagai pengukuran yang teliti (akurat), sedangkan pengukuran dengan galat
rambang kecil dikatakan sebagai pengukuran yang tepat (presisi tinggi). Jadi
pengukuran yang tepat (dilakukan dengan baik) belum tentu teliti (dekat dengan nilai
sebenarnya).
ANALISA DATA
Terdapat dua tugas pokok dalam analisa data pengukuran, yaitu mencari
ketergantungan (korelasi) antara dua besaran fisis yang terkait dengan hipotesanya,
dan mengevaluasi normalitas distribusi kebolehjadian data yang diambil.
1. Korelasi dan regresi linier
Kita mulai dari pencarian ketergantungan (fungsi) antar besaran pengukuran.
Analisa yang paling berguna adalah regresi linier, karena linieritas merupakan hubungan
yang paling sederhana antara dua besaran dan dapat dengan mudah dilihat dari
grafiknya. Fungsi‐fungsi yang tidak linier dapat pula didekati dengan fungsi linier. Tiap
set pengukuran akan menghasilkan satu data (x,y) yang digambarkan sebagai sebuah
titik pada grafiknya, sumbu y dimiliki oleh variabel respons dan sumbu x adalah variabel
bebasnya.
Gambar 2. Regresi linier
Masing‐masing memiliki galat sebesar :
13
14
Bagaimana kita dapat yakin bahwa hubungan linier ini betul‐betul ada ? Untuk
meyakinkan adanya linier ini dihitunglah koefisien korelasi antar x dan y :
Nilai rxy ada di antara 0 dan 1, nilai 0 berarti mutlak tidak ada ketergantungan antara x
dan y, sedangkan nilai 1 berarti terdapat linieritas sempurna antara x dan y. Tingkat
keyakinannya dapat dilihat pada tabel koefisien korelasi misalnya yang ada dalam Young
(2).
Seandainya baik x maupun y tidak ada yang bebas galat, azas kuadrat terkecil
harus diberlakukan di kedua sumbu, artinya selain persamaan y = A + Bx harus ditinjau
pula persamaan x = A' + B'y (dengan asumsi y yang bebas galat). Jadi terdapat dua buah
garis lurus yang menjadi pendekatan terbaiknya, yang kemudian harus diwakili oleh
sebuah garis saja dengan menarik sebuah garis yang bebeda di antara kedua garis
tersebut. Garis terbaik itu dapat saja berada di tengah‐tengah y = A + Bx dan x = A' + B'y,
jika memang galat fraksional di x dan y setingkat (memiliki orde yang sama). Jika tidak,
maka harus dilakukan pembobotan terlebih dahulu sesuai dengan tingkatan galat
masing‐masing.
berbicara banyak. Seperti yang dijelaskan di depan, cara perlakuan terhadap data
pengukuran tergantung juga pada "sejarah" data itu. Oleh sebab itu seorang eksperimen
harus dapat melakukan serangkaian kegiatan itu sendiri, kecuali sejak awal dia sudah
bekerja sama dengan orang‐orang yang nantinya hanya bertugas mengolah datanya
berdasarkan "sejarah" data tersebut.