You are on page 1of 16

LABIOSKIZIS LABIOPALATOSKIZIS

Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang
sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh
bersatu.

Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari
dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna
membagi struktur-struktur yang terkena menjadi :
Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan foramen
incisivum
Palatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder
dan dapat unilateral atau bilateral.
Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan
belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

ETIOLOGI
Kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan hipoksia.
Obat-obatan yang dapat merusak sel muda ( mengganggu mitosis ) misalnya : sitostatika dan
radiasi.
Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme. Misalnya : defisiensi vitamin B6, Asam folat dan
vitamin C.
Faktor keturunan.

PATOFISIOLOGI
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem
medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut
terjadi sekitar minggu keenam pasca konsepsi.
Palastokizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan
palatum molle terjadi sekitar kehamilan minggu ke 7 sampai minggu ke 12.

KOMPLIKASI
Ototis media
Faringitis
Kekurangan gizi

PENATALAKSANAAAN
Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan kalau ibu mempunyai reflek
memancarkan air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit menekan
payudara.
Bila anak sukar menghisap sebaiknya digunakan botol peras ( squeeze bottles ) untuk mengatasi
gangguan menghisap dipakai dot yang panjang dengan memeras botol maka susu dapat didorong
jatuh dibelakang mulut hingga dapat dihisap. Kalau anak tidak mau berikan dengan cangkir dan
sendok.
Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum
agar memudahkan pemberian minum, dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum
dapat dilakukan tindakan bedah.
Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah, ortodontis, dokter anak, dokter
THT serta ahli wicara.
Syarat dilakukan labioskizis :
Umur 3 bulan.
BB kira-kira 4,5 kg
Hemoglobin > 10 gram/dl
Hitung jenis leukosit < 10.000
Syarat dilakukan pada palastokizis :
Palastokizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara, yang
penting dalam operasi ini adalah haruslah memperbaiki lebih dulu bagian belakangnya (bisa
dicicil ) supaya anak bisa dioperasi umur 2 tahun. Untuk mencapai kesempurnaan suara, operasi
dapat saja dilakukan berulang-ulang.
Operasi dilakukan jika :
berat badan normal
penyakit lain tidak ada
makan dan minum bagus
Untuk mengetahui berhasil tidaknya operasi harus ditunggu sampai anak tersebut belajar bicara
antara 1-2 tahun.
Jika sengau harus dilakukan speech terapi ( fisioterapi otot-otot bicara )
Jika speech tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus dilakukan faringoplasti pada umur
8 tahun.
Faringoplasti ialah suatu pembebasan mukosa dan otot-otot yang lalu didekatkan. Pada
faringoplasti hubungan antara faring dan hidung dipersempit dengan membuat klep/memasang
klep dari dinding belakang faring ke palatum molle.
Tujuan pembedahan :
Untuk menyatukan celah segmen-segmen, pembicaraan yang dapat dimengerti dan
menyenangkan.
Perawatan post operasi :
Menjaga agar garis-garis jahitan tetap bersih.
Bayi diberi makan atau minum dengan alat penetes serta kedua tangannya ditahan.
Makanan yang diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau bubur saring diperthankan
selama 3 minggu dengan pemberian menggunakan alat penetes atau sendok.
Kedua tangan penderita maupun alat permainan harus dijauhkan

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOFAGUS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama
fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara
esofagus dengan trakea.

Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86%  kasus terdapat fistula trakhea
oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula Sementara pada 4% kasus terdapat fistula
tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat
banyak dan membutuhkan suction berulangkali.

Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang


nasogastrik masih bisa  dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu
polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah kelahiran untuk
membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat
lebih dari 10 cm dari mulut  (konfirmasi dengan Rongent dada dan perut).

Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan
jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan adanyan salah satu
faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%  dan bisa hingga 30-50 % jika  ada dua
faktor resiko.

Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata
sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia esophagus di Amerika
Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per
10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500
kelahiran hidup.

Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal,
bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan di angkat pada makalah ini adalah apa itu atresia esofagus dan
bagaimana asuhan keperawatannya.

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum

Memahami apa itu atresia esofagus dan mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
atresia esofagus.

1. Tujuan khusus
1)      Mengetahui definisi atresia esofagus

2)      Mengetahui etiologi atresia esofagus

3)      Mengetahui klasifikasi atresia esofagus

4)      Mengetahui manifestasi klinik dari atresia esofagus

5)      Mengetahui komplikasi dari operasi perbaikan pada atresia esofagus

6)      Memahami asuhan keperawatan pada atresia esofagus.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan


pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah
perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara
(buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu,
sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea
setinggi karina (disebut sebagai atresia                         esophagus dengan fistula). Kelainan lumen
esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai
kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni
atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).

Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

2.2 Epidemiologi

Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari Copenhagen
pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esofagus,
kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.

Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi
pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan
kongenital yang bisa diperbaiki.

Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup,
angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara Internasional
angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus
2-3 kali  lebih sering pada janin yang  kembar.

2.3 Patofisiologi

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin
dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula
kemudian menuju usus.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur.
Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal,
paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula
ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut
yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada
atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa.
Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps
parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia
berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika
terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

2.4 Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan
Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara
kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan
18  dengan dugaan penyebab genetik.

Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli 
tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses embriopatologi masih
terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

2.5 Klasifikasi

1. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC) Merupakan
gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding
otot  berujung  pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal
(fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding  posterior trakea setinggi carina
atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula
trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .

1. Esofagus distal dan proksimal benar-benar  berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus terisolasi
tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)

segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi
mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada
jarak yang berbeda diatas diagframa.
1. Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%,Groos E)

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan
trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm  dan
umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan
dua bahkan tiga fistula.

1. Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula
bukan pada ujung distal esofagus  tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.

1. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1% Vogt IIIa, Gross D).

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia
proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan
yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.

2.6 Gambaran Klinis

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:

 Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
 Sianosis
 Batuk dan sesak napas
 Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan
lambung melalui fistel ke jalan napas
 Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
 Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
 Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia
rectum atau anus.

2.7 Diagnosis

Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir.
Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu
polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah
diagnosa pasti tetapi jika ditemukan  harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.

Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut
(bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara
keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang
lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka 
diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan
“ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang
dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan
suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan  untuk pertamakali, kateter bore yang
kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa
lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan
ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus
menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal
menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:

 Memasukkan selang nasogastrik


 Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.

2.8 Penatalaksanaan

Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk
mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus
diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan dilakukan dengan operasi.

1. Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar
mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender
harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.

Pendekatan Post Operasi

Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut

 Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal


 Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
 Analgetik  diberi jika dibutuhkan
 Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
 Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus
 Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau
cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
 Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya
komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan
kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.

2.9 Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan
fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1.       Dismotilitas esophagus.

Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa
terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2.       Gastroesofagus refluk.

Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat
kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini
dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3.       Trakeo esogfagus fistula berulang.

Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.


4.       Disfagia atau kesulitan menelan.

Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat
diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5.       Kesulitan bernafas dan tersedak.

Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi
makanan ke dalam trakea.
6.       Batuk kronis.

Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini
disebabkan kelemahan dari trakea.
7.       Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.

Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOPHAGUS

Pengkajian Keperawatan

 Lakukan pengkajian bayi baru lahir


 Observasi manifestasi atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus (FTE)
 Bantu dengan prosedur diagnostik, misalnya radiografi dada dan abdomen; kateter dengan
perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentur tahanan bila lumen tersebut
tersumbat.
 Kaji tanda-tanda distres pernapasan.

1. Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang
abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi

Kriteria Hasil:

 Jalan napas tetap paten


 Bayi tidak teraspirasi sekresi
 Pernapasan tetap pada batas normal

No Intervensi Rasional

1. Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan. Untuk menghilangkan penumpukan sekresi di


orofaring.

2. Beri posis terlentang dengan kepala Untuk menurunkan tekanan pada rongga
ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan torakal dan meminimalkan refluks sekresi
(sedikitnya 300). lambung ke esophagus distal dan ke dalam
trakea dan bronki.

3. Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik. Untuk membantu menghilangkan distress
pernapasan.

4. Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; Karena dapat memasukkan udara ke dalam
kantong resusitasi/ masker). lambung dan usus, yang menimbulkan tekana
tambahan pada rongga torakal.

5. Puasakan Untuk mencegah aspirasi.

6. Pertahankan penghisapan segmen esophagus Untuk menjaga agar kantong buntu tersebut
secara intermitten atau kontinue, bila di tetap kosong.
pesankan pada masa pra operasi.

7. Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, terbuka Agar udara dapat keluar, meminimalkan
untuk drainase gravitasi. resiko regurgitasi isi lambung dengan trakea.

1. Diagnosa keperawatan: Kerusakan (kesulitan) menelan berhubungan dengan obstruksi


mekanis.

Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.


Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan
yang memuaskan.

No Intervensi Rasional

1. Beri makan melalui gastrostomi Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian


sesuai dengan ketentuan makanan oral memungkinkan.

2. Lanjutkan pemberian makan oral Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi
sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi
dan perbaikan pembedahan.

3. Observasi dengan ketat. Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa


tersedak.

4. Pntau masukan keluaran dan berat Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
badan.

5. Ajarkan keluarga tentang teknik Untuk mempersiapkan diri terhadap pemulangan.


pemberian makan yang tepat.

1. Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan.

Tujuan: Pasien tidak mengalami trauma pada sisi pembedahan.

Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti cidera pada sisi pembedahan.

No Intervensi Rasional

1. Hisap hanya dengan kateter yang diukur Untuk mencegah trauma pada mukosa.
sebelumnya sampai ke jarak yang tidak
mencapai sisi pembedahan.

1. Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan


karena pembedahan.

Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.

Kriteria Hasil:

 Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan  non- nutrisi.
 Mulut tetap bersih dan lembab.
 Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.

No Intervensi Rasional
1. Beri stimulasi taktil (mis; membelai, Untuk memudahkan perkembangan optimal dan
mengayun). meningkatkan kenyamanan.

2. Beri perawatan mulut. Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan
membran mukosa lembab.

3. Beri analgesik sesuai ketentuan

4. Dorong orangtua untuk berpastisipasi dalam Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
perawatan anak.

1. Diagnosa keperawatan :perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan defek
fisik.

Tujuan : pasien (keluarga) disiapkan untuk perawatan anak di rumah.

Kriteria hasil: Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberiakn perawatan pada bayi,
memahami tanda-tanda komplikasi, dan tindakan yang tepat.

No. Intervensi Rasional

1. Ajarkan pada keluarga tentang keterampilan  Untuk mencegah aspirasi


dan observasi kebutuhan perawat di rumah:  Untuk mencegah keterlam-
batan tindakan
 Agar praktisi dapat diberitahu
 Beri posisi
 Tanda-tanda distress pernapasan
 Untuk menjamin perawatan
 Tanda-tanda komplikasi; menolak
yang tepat setelah pulang.
makan, disfagia, peningkatan batuk.
 Kebutuhan alat dan bahan yang
diperlukan
 Perawatan gastrostomi bila bayi
telah dioperasi, termasuk teknik-
teknik seperti pengisapan,
pemberian makan, perawatan sisi
operasidan atau ostomi, dan
penggantian balutan.

BAB IV

PENUTUP

4.1     Kesimpulan
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama
fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara
esofagus dengan trakea.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara
(buntu), pada esofagus (+).

Atresia esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang sudah dapat dideteksi
pada sebelum kelahiran (prenatal)

Klasifikasi atresia esofagus

1) Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC) 2) Atresia
erofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (2%Vogt III & Gross B). 3) Fistula trakheo
esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E)
4) Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
5) Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% Vogt   IIIa, Gross
D).

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.

Sacharin, Rosa M.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.

F:\Bhn Atresia Esophagus\Atresia_Esofagus.html

F:\Bhn Atresia Esophagus\aa1.htm

F:\Bhan Atresia Esophagus\imgres_files\esophageal-atresia.htm

F:\Bhan Atresia Esophagus\Referat Atresia Esofagus « Asteriondoctor’s Blog.htm

skip to main | skip to sidebar http://febrikustiyanto.blogspot.com/2009/04/atresia-esofagus-


atresia-esofagus.html

ATRESIA REKTI
Pengertian :
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara
congenital.
Tanda Gejala :
Tanda dan gejala dari Atrsia Ani ini antara lain adalah : Mekonium tidak keluar
dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir; Tinja keluar dari vagina atau uretra; Perut
menggembung; Muntah; Tidak bisa buang air besar; Tidak adanya anus, dengan ada/tidak
adanya fistula; Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, muntah,
gangguan cairan elektrolit dan asam basa.2

Etiologi :

Kegagalan pada fase embrio yang penyebab belum diketahui


Faktor Herediter
Abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen

Klasifikasi :
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati
ischii kelainan disebut :
-
Letak tinggi, rectum berakhir di atas M.Levator ani ( m.pubo coxigeus )
-
Letak intermediet, akhiran rectum terletak di M.Levator ani
-
Letak rendah, akhiran rectum berakhir di bawah M.Levator ani
Komplikasi :

Tidak ada komplikasi


Komplikasi minor
Komplikasi mayor

Penatalaksanaan :

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia
ani menggunakan prosedur Abdomino Perineal Poli Through (APPT), tapi metode ini
banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena
dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi yang baru, yaitu PSARP (Postero
Sagital Ano Recto Plasty). Yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan
fistel. Tekhnik dari PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan
dengan APPT yang mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi.

ANUS IMPERFORATA
Pengertian :

anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan


kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis
rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit
tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal,
Renal, Limb).

Tanda Gejala :

Mekonium tidak keluar dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir; Tinja keluar dari
vagina atau uretra; Perut menggembung; Muntah; Tidak bisa buang air besar; Tidak
adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula; Pada atresia ani letak rendah
mengakibatkan distensi perut, muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa.2

Etiologi :
-
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
-
Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
-

Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum


bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.

Klasifikasi :
Terdapat bermacam-macam klasifikasi anorektal menurut beberapa penulis
Komplikasi :

Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan
pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post
operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung
pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula.

Penatalaksanaan :

harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. PSARP (Postero Sagital Ano Recto
Plasty). Yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator
ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel. Tekhnik dari
PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan APPT yang
mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi.

PENYAKIT HIRSCH SPRUNG


Pengertian :
-
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel - sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon dan ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.

Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan sistem saraf enterik dan


ditandai dengan tidak ditemukannya sel ganglion pada colon bagian distal sehingga
terjadi obstruksi fungsional.

Tanda gejala :

Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi. Kadang-kadang mereka
muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain mereka mungkin saja tidak tampak sampai bayi tumbuh
menjadi remaja ataupun dewasa. Pada kelahiran baru, tanda dapat mencakup:

-
Kegagalan dalam mengeluarkan mekonium dalam hari pertama atau kedua kelahiran
-
Muntah, mencakup muntahan cairan hijau disebutbile – cairan pencernaan yang
diproduksi di empedu
-
Konstipasi
-
Perut kembung
-
Diare dehidrasi
Etiologi :

Pada dasarnya, etiologi secara pasti tidak diketahui, kemungkinan adanya faktor
familial/ genetik. Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus
besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk
membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau
kalaupun ada sedikit sekali.

Klasifikasi :

HD diklasifikasikan berdasarkan keluasan segmen agangliosinosisnya, yaitu:


1. HD klasik (75%), segmen aganglionik tidak melewati bagian atas segmen sigmoid.
2. Long segment HD (20%)
3. Total colonic aganglionosis (3-12%)
Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu:
1. Total intestinal aganglionosis
2. Ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus
(Yoshida, 2004).

You might also like