You are on page 1of 4

MAHKAMAH KONSTITUSI

(KEDUDUKAN, SUSUNAN, DAN KEKUASAAN)


Latar belakang
Tuntutan akan perlunya mahkamah konstitusi bagi indonesia, berriringan dengan 6 agenda
reformasi, yaitu :
1. Amandemen UUD 1945
2. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
3. Tegakkan hukum dan brantas KKN
4. Berikan otonomi kepada daerah
5. Rombak UU bidang politik
6. Adili para pelanggar HAM
Latar belakang perlunya mahkamah konstitusi hadir dalam sistem ketatanegaraan indonesia adalah
untuk menjaga kemuliaan dan keagungan konstitusi dari segala upaya, khususnya lahirnya suatu UU
yang dapat mengurangi atau menyimpangi arti dan keberadaan konstitusi.
Kedudukan dan susunan
Susunan MK terdiri dari 9 orang anggota hakim konstitusi. Masa jabatan ketua dan wakil ketua
selama 3 tahun. Anggotanya berasal dari pengajuan oleh MA sebanyak 3 orang, pengajuan DPR
sebanyak 3 orang dan pengajuan presiden sebanyak 3 orang. Masa jabatan hakim konstitusi 5 tahun
dan berlaku untuk 1 kali masa jabatan.
Kekuasaan mahkamah konstitusi
MK mempunyai kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk :
a. Menguji UU terhadap UUD negara RI 1945
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya yang diberikan UUD
negara RI 1945
c. Memutus pembubaran partai politik
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu
e. Memasuki wilayah dalam proses politik
Pungujian Undang – Undang
Tidak semua UU dapat di uji mengingat adanya pembatasan berdasarkan apakah UU itu
dikeluarkan sebelum adanya amandemen 1945 atau sesudahnya. Pasal 50 UU No. 24 Th. 2003
menyatakan bahwa UU yang dapat dimohonkan untuk di uji adalah UU yang di undangkan setelah
perubahan UUD 1945.
Putusan mahkamah konstitusi dapat berapa :
a. Permohonan tidak diterima artinya MK perpendapat bahwa pemohon dan atau permohonannya
tidak memenuhi syarat sebagaimana di atur dalam pasal 50 dan pasal 51
b. Permohonan dikabulkan artinya MK berpendapat bahwa permohonan beralasan atau
mempunyai alasan yang kuat menurut hukum
c. Permohonan ditolak artinya MK berpendapat dan memutuskan bahwa suatu UU itu tidak
bertentangan dengan UUD 1945, baik mengenai pembentukannya maupun materi sebagian
atau keseluruhan.
Sengketa kewenangan lembaga negara
Mahkamah konstitusi dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan pada pemohon dan
atau termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan
sampai ada putusan MK.
Dalam hal mahkamah memutuskan bahwa permohonan dikabulkan maka mahkamah dengan tegas
menyatakan bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yang
dipersengketakan.
Pembubaran partai politik
Pemohon dalam permohonan pembubaran partai politik adalah pemerintah dan yang dimaksud
adalah pemerintah pusat (pemerintah daerah tidak mempunyai kompetensi sebagai pemohon).
Permohonan wajib berisi uraian yang jelas tentang ideologis, asas, tujuan, program dan kegiatan
parpol yang bersangkutan. Putusannya paling lambat 60 hari sejak permohonan dicatat.
Perselisihan hasil pemilihan umum
Dalam sengketa perselisihan tentang hasil pemilu maka yang dapat menjadi pemohon adalah
perorangan warga negara indonesia, calon anggota DPD peserta pemilu, pasangan calon presiden dan
wakilnya, partai politik peserta pemilu. Waktu mengajukan permohonannya paling lambat 3 x 24
jamsejak KPU mengumumkan hasil pemilu secara nasional. Ruang lingkup sengketa hasil pemilu
tidak terbatas pada hasil pemilu untuk mengisi lembaga negara tingkat nasional saja (DPR, DPD,
Presiden) tetapi mencakup tingkat daerah, DPRD Provinsimaupun kabupaten/kota.
Pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
Pemohon dalam hal ini DPR mengajukan permohonan kepada MK mengenai dugaan bahwa
presiden dan atau wakil presiden tlah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap
negara berupa korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya dan atau perbuatan tercela atau presiden dan
wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden berdasarkan UUD
1945.
Permohonan harus menyertakan keputusan DPR. Putusan mahkamah wajib diputus dalam jangka
waktu paling lambat 90 hari sejak permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi.
Hukum acara
Undang – undang tentang MK mengatur juga hukum acara yang isinya sesuai dengan
karakterisrik perkara yang ditanganinya selanjutnya mahkamah diberi kewenangan untuk melengkapi
hukum acara yang ada ini sesuai dengan kebutuhan dalam rangka memperlancar tugas – tugas yang
menjadi kewenangannya.
Putusan mahkamah haruslah memuat :
Kepala putusan berbunyi demi keadilan berdasarkan ketuhanan YME, identitas pihak, ringkasan
permohonan, pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan, pertimbangan hukum
yang menjadi dasar putusan, amar putusan hari, tanggal putusan, nama hakim konstitusi dan
panitera.
Mahkamah konstitusi negara lain
Dalam konstitusi Amerika Serikat tidak dikenal mahkamah konstitusi namun kewenangan
menguji UU terhadap konstitusi dilaksanakan oleh mahkamah agung. Dalam konstitusi Prancis yang
merupakan hasil referendum tahun 1958 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 4 Oktober 1958,
dirumuskan tentang keberadaan The Constitutional Council. Menurut basic law Jerman Barat seperti
yang di atur dalam pasal 92 dinyatakan adanya Federal Constitutional Court (FCC).
Menurut konstitusi Malaysia, kewenangan untuk menguji suatu UU apakah bertentangan dengan
konstitusi atau tidak, dilakukan oleh mahkamah persekutuan yang merupakan mahkamah
perlembagaan. Untuk republik Philipina konstitusinya menyebutkan bahwa supreme court
mempunyai kekuasaan untuk memutus apakah suatu perjanjian, persetujuan pemerintah, UU dll
peraturan perundangan, menurut konstitusi atau tidak. Mahkamah konstitusi Korea Selatan (1988),
kewenangan menginterprestasikan UUD dan meninjau konstitusionalitas dari suatu UU, membuat
keputusan hukum atas impeachment dan pembubaran parpol, memberikan putusan hukum terhadap
persengketaan wewenang antara lembaga negara dan komplain konstitusi. Komoisi konstitusi
Thailand (1997) melahirkan sebuah konstitusi yang mencantumkan adanya MK.
KONSEKUENSI - KONSEKUENSI YANG TIMBUL
DARI PERUMUSAN ASAS LEGALITAS YANG MATERIL
Latar belakang asas legalitas
Dalam bahasa Latin, “ nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” yang berarti
tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.
Asas legalitas adalah peringatan atau pemberitahuan dan segaligus sebagai rambu – rambu dalam
kehidupan masyarakat. Tujuan asas legalitas sebagai peng-rem karena dari ancaman pidana yang
dicantumkan secara jelas dalam perundang – undangan itu akan dapat memberi pengaruh berupa rasa
takut pada warga masyarakat, sehingga diharapkan tidak melakukan pelanggaran.
Reaksi terhadap kodifikasi
Pada akhir abad kesembilan belas mengawali abad kedua puluh timbul reaksi dalam bentuk
aliran baru yang dalam ilmu hukum dikenal “ajaran hukum bebas / penemuan hukum secara bebas”.
Pandangan orang terhadap fungsi hakim pun berubah karena pengaruh Montesquieu dan J.J. Rousseu
serta penganut – penganutnya, hakim tidak lain hanya sebagai corong/moncong UU.
Undang – undang sering tertinggal
Bagaimanapun juga tak mungkin UU itu lengkap. Memang tak dapat dapat disangkal bahwa
sebaiknya segala soal di atur oleh UU. Tetapi karena tak ada perumusan yang tepat untuk setiap soal,
maka suatu kebiasan yang sudah bertahun – tahun umurnya selalu di taati orang dan sudah meresap
dalam alam pikiran orang – orang sebagai hukum yang harus ditaati, serangkaian putusan yang tiada
selanya pendapat atau azaz yang telah diterima, menggantikan UU.
Asas legalitas dalam KUHP
Adapun KUHP yang sekarang berlaku :
1) Seseorang tidak dapat dipidana kecuali berdasrkan ketentuan – ketentuan pidana dalam
perundang – undangan yang telah ada sebelumnya.
2) Bilamana ada perubahan dalam perundang – undangan setelah perbuatan dilakukan, maka
terhadap pembuat diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan
3) Untuk menentukan adanya tindak pidana tidak digunakan analogi
4) Ketentuan dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup yang menentukan
bahwa menurut adat setempat dapat dipidana bilamana perbuatan itu tidak ada persamaannya
dalam perundang – undangan.
Konsekuensi – konsekuensi
1. apa yang menjadi ukuran untuk menetapkan bahwa suatu perbuatan itu sungguh – sunguh
bertentangan dengan hukum dan perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat
2. dengan di akuinya asas legalitas secara materil adalah bahwa untuk menegakkan keadilan yang
sungguh – sungguh terutama jika dihadapkan pada pilihan hukum tidak tertulis
3. bahwa mata kuliah hukum (pidana) adat disamping tetap dipertahankan sebagai mata kuliah
wajib bagi fakultas hukum, bobot SKS-nya perlu ditingkatkan.

You might also like