Professional Documents
Culture Documents
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Penelitian
B. Tujuan Penelitian
C. Metode Penelitian
D. Ruang Lingkup Penelitian
1
Islamic Invasion, Harvest House Publishers, 1992, hlm.57.
B. Tujuan Penelitian
Berbagai masalah yang muncul dalam kekritenan sangatlah penting untuk meneliti
tentang Allah, sehingga:
1. Melalui penelitian ini dapat diketahui sejauh mana orang-orang Kristen memahami dan
mengenal siapa itu Allah.
2. Memberikan masukan kepada para pembaca khususnya yang salah memahami dan
menafsirkan tentang Allah.
3. Memberikan uraian dan masukan bagi para hamba Tuhan yang mungkin selama ini
kurang memberikan pengarahan yang benar, agar kembali kepada ajaran Firman Tuhan
Hal-hal demikian penting dalam penulisan makalah ini karena dengan demikian bisa
menolong para pembaca untuk lebih ekstra hati-hati dalam membangun kehidpan beriman
kepada Tuhan yang diwarnai oleh berbagai masalah.
C. Metode Penelitian
Penulisan makalah ini penulis mengunakan metode analisa literature yang ada, untuk
mendukung penulisan makalah ini
2. Adonai.4
Nama Adonai ini sangat erat hubungannya dengan nama El, Elohim, atau Elyon. Kata
Adonai mungkin diturunkan dari dun (din), atau adan yang keduanya berarti menghakimi,
memerintah, dan dengan demikian menunjuk kepada Allah sebagai Penguasa yang kuat,
kepada siapa semuanya harus berhadapan, dan kepadanya manusia adalah hamba. Pada
zaman dulu Adonai adalah nama yang biasa dipakai bangsa Israel untuk menyebut Allah.
Tetapi kemudian diganti dengan nama Yehova atau Yahweh. Semua nama yang disebut itu
menunjuk kepada Allah sebagai Dia yang tinggi dan dimuliakan, Allah yang transenden.
Nama-nama yang disebut berikut ini menunjuk kepada kenyataan bahwa Yang Dimuliakan
ini merendahkan diri untuk memasuki hubungan dengan makhluk-Nya.
2
Pdt. DR. Indrawan Eleeas, 2008. Isu masa Kini Tentang Nama Allah. Jakarta: Gandum Mas. Hlm. 20-25
3
C. Vriezen. 2003. Agama Israel Kuno. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 12
4
Pdt. DR. Indrawan Eleeas, 2008. Isu masa Kini Tentang Nama Allah. Jakarta: Gandum Mas. Hlm. 32-34
3. Shaddai dan El-Shaddai.5
Nama Shaddai diturunkan dari kata ’shadad’ yang artinya penuh kuasa, dan menunjuk
kepada Allah sebagai pemilik kuasa di surga dan di bumi. Akan tetapi ada juga orang lain
yang berpendapat bahwa nama ini berasal dari kata shad yang artinya tuan. Nama ini berbeda
dengan ‘Elohim’, Allah dari ciptaan dan alam semesta, dalam arti bahwa Shaddai menunjuk
kepada Allah sebagai subjek yang ada di dalam sebagai alat atau sarana bagi karya anugerah
ilahi. Walaupun menekankan kebesaran Allah, nama ini tidak mewakili Allah sebagai objek
rasa takut atau kegentaran, tetapi sebagai sumber berkat dan kedamaian. Dengan nama inilah
Allah datang kepada Abraham, bapa segala orang beriman (Kel.6:2).
5
Pdt. DR. Indrawan Eleeas, 2008. Isu masa Kini Tentang Nama Allah. Jakarta: Gandum Mas. Hlm. 45-46
6
Ibid. Hlm. 58-60
7
Ibid. hlm. 63
kerja itu, yaitu hawah. Sejauh menyangkut bentuk, kata itu dapat dilihat sebagai orang ke
tiga imperfekt dari qal atau hiphil. Akan tetapi yang paling mungkin adalah yang pertama.
Artinya dijelaskan dalam Kel.3:14, yang mengatakan: “Aku adalah Aku”, atau bisa
juga berarti “Aku akan menjadi apa yang Aku akan menjadi.” Jika ditafsirkan dengan
pengertian seperti itu maka nama itu menunjuk kepada keadaan Tuhan yang tidak berubah.
Namun demikian, yang menjadi pokok persoalan bukanlah ketidakberubahan Allah dalam
keadaan esensiNya, seperti ketidakberubahan-Nya dalam kaitan dengan hubungan-Nya
dengan umat-Nya. Nama itu mengandung jaminan bahwa Allah akan menjadi milik bagi
umat Israel pada jaman Musa, sama seperti Allah menjadi Allah bagi Bapa leluhur mereka
Abraham, Ishak dan Yakub.
Nama itu menekankan kesetiaan perjanjian Allah, dan merupakan nama diri Allah
secara par exellen (KEl.15:3; Maz.83:19; Hos.12:6; Yes.42:8), dan dengan demikian tidak
dipakai untuk siapapun, kecuali untuk nama Allah orang Israel. Sifat ekslusif dari nama itu
muncul dari kenyataan bahwa nama itu tidak pernah muncul dalam bentuk jamak atau
dengan awalan. Bentuk singkatan dari nama itu, terutama ditemukan dalam nama-nama
gabungan Yah dan Yahu.8
Nama Yahweh sering diperkuat dengan tambahan kata tsebaoth. Agak sulit untuk
menentukan kata tsebhaoth ini, tetapi umumnya sebagai: Malaikat-malaikat. Tafsiran ini
lebih dapat diterima. Nama Yehovah Tsebhaoth sering ditemukan dalam hubungan-hubungan
dimana malaikat disebut: 1Sam.4:4; 2Sam.6:2; Yes.37:16; Hos.12:4,5; Mzm.80:1,4;
Mzm.89; Malaikat-malaikat berungkali dipakai untuk mewakili penghulu-penghulu yang
mengelilingi tahta Allah, Kej.28:12; 32:2; Yos.5:14; 1Raj.22:19; Mzm.68:17; 103:21; 148:2;
Yes.6:2. Memang benar bahwa dalam hal ini bentuk tunggalnya lebih sering dipakai, akan
tetapi hal ini tidak menimbulkan keberatan yang serius, karena Alkitab juga menyebutkan
sejumlah pembagian atas malaikat-malaikat (Kej.32:3; Ul.33:2; Mzm.68:17).9
2. Bapa-bapa leluhur
Kejadian 1- 11 menceritakan bagaimana dunia diciptakan dan manusia berpaling dari
Allah. Selanjutnya Kejadian 12 - 50 berbicara tentang karya dan perkataan Allah
berhubungan dengan bapa leluhur Israel, menyangkut rencana khusus yang Ia tentukan bagi
mereka. Karena itu dapat dikatakan, pandangan pasal-pasal itu terhadap agama-agama asing
berubah dan pandangan yang inklusif menjadi pandangan yang lebih eksklusif, Memang
diakui bahwa rencana Allah tersebut dimaksudkan untuk memberi manfaat bagi seluruh
dunia. Lagi pula, para bapa leluhur Israel tampaknya tidak menganggap bahwa bangsa-
bangsa Kanaan sama sekali 'tidak mengenal Allah. Namun mereka mendirikan sendiri
tempat-tempat pemujaan yang mereka pakai; mereka tidak menggunakan tempat-tempat
pemujaan orang Kanaan, walaupun kedua tempat pemujaan itu sering terletak berdekatan.
Sama seperti beberapa bangsa lain di Timur Tengah kuno, Israel senantiasa yakin bahwa
Allah adalah Allah bapa leluhur mereka, yang telah menjalin hubungan khusus dengan dia
dan memimpin kehidupan mereka melalui dia.
Allah dalam Kejadian 12 - 50 ini diyakini sama dengan Allah yang kemudian hari
disembah Israel sebagai YHWH, Namun Allah itu juga disebut dengan nama lain, yaitu 'EL,
yang sering digabungkan dengan ungkapan lain. Dalam bahasa-bahasa Semit terdapat kata
yang seakar dengan 'EL, yaitu 'IL. Sama seperti kata 'IL tersebut, kata 'EL dalam bahasa
Ibrani dapat berfungsi sebagai kata benda yang berarti 'ilah' (sama seperti 'ELOHIM,
Keluaran 15:2; 20:5) atau menjadi nama pribadi untuk ilah itu. Karena itu kata 'EL kadang-
kadang disalin saja sebagai 'EL (nama), kadang-kadang diterjemahkan 'Allah' atau 'ilah'.
Dalam agama Kanaan, 'EL dianggap sebagai kepala dewa, 12 Kejadian 14
menceritakan tentang Abraham dan Melkisedek, imam dan raja kota Salem yang memberkati
Abraham demi nama Allah-nya - "Allah yang Mahatinggi ('EL ELYON), Pencipta langit dan
bumi" (ayat 19). Abraham juga bersumpah demi "TUHAN Allah Yang Mahatinggi (EL
ELYON), Pencipta langit dan bumi" (ayat 22). Peristiwa ini memberi kesan bahwa Abraham
(dan penulis Kitab Kejadian) mengakui bahwa Melkisedek (dan mungkin juga orang-orang
Kanaan lain yang memuja El) melayani Allah yang benar, namun tidak mengetahui segala
sesuatu tentang Dia. Pada kemudiaJ hari Israel menduduki Salem, kota Melkisedek itu, dan
menamakannya Yerusalem (juga Sion). Mereka menjadikannya tempat utama untuk
pemujaan YHWH, sebagaimana dinyanyikan oleh nabi dan pernazmur: "TUHAN mengaum
dari Sion" (Amos 1:2); "Dari Sion, puncak keindahan, Allah tampil bersinar" (Mazmur
50:2).
Kejadian 21:33 memberi kesan yang sama. Dalam ayat itu dikatakan bahwa Abraham
memanggil nama Tuhan, 'EL OLAM, Allah yang kekal. Nama tersebut dipakai untuk
12
Cross 1973: hlm. 13
YHWH hanya dalam ayat ini, namun dalam naskah-naskah dari Kanaan ditemukan nama
yang mirip untuk menyebut dewa orang Kanaan. Naskah-naskah itu juga menyebut 'EL
sebagai yang memberkati, yang memberi keturunan, yang menyembuhkan dan yang
memimpin dalam perang.
Bila kita membaca cerita tentang Yusuf, kita mendapat kesan bahwa Allah yang
disembah Yusuf dianggap sama dengan yang disembah Firaun (lihat Kejadian 41:16,39).
Firaun menamai Yusuf dengan sebuah nama Mesir yang dibentuk dari nama dewa, yakni
Zafnat-Paaneah, dan memberikan anak perempuan seorang imam kepada dia sebagai istrinya
(ayat 45). Ternyata Yusuf menerima kedua hal tersebut. Tetapi bila kita membaca Kitab
Keluaran, kita segera menyadari bahwa pemahaman seperti itu sudah tidak ada lagi. Firaun
pada peristiwa keluaran menolak untuk mengakui YHWH sebagai Allah. Riwayat keluaran
mempunyai sub-tema yang menjelaskan bagaimana Firaun dipaksa untuk mengakui YHVH
sebagai Allah (perhatikan Keluaran 5:2; 7:5,17; 8:10,22; 9:15,29; 14:18,25 yang
menggarisbawahi hal ini). Kalaupun ada kalanya kita bersikap positif akan pengalaman dan
ibadat beberapa agama lain, namun ada juga situasi di mana pertentangan tidak dapat
dielakkan. Pada peristiwa keluaran dari Mesir, Israel harus menentang tuntutan agar dewa-
dewa lain diakui sebagai ilah, perlawanan terhadap karya penyelamatan Allah dalam sejarah,
dan ketidakadilan serta penindasan yang terang-terangan.
Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa dalam beberapa hal ada kesejajaran
antara YHWH dan 'EL yang dipuja orang Kanaan, namun kesejajaran itu bukanlah
persamaan. Kesejajaran itu tidak berarti bahwa agama Israel sama saja dengan agama
Kanaan. Kedua agama itu juga bukanlah pilihan yang sejajar, seolah-olah tidak menjadi soal
agama mana yang dipilih orang, karena hal itu tergantung pada tempat tinggalnya. Dari segi
sejarah perkembangan agama, mungkin agama YHWH dapat dipandang berasal dari agama
Timur Tengah. Namun itutidak berarti, agama yang pertama dan agama yang kedua itu sama
kedudukannya. Malah justru sebaliknya. Agama Kanaan mempunyai wawasan yang terbatas
dan berlaku secara terbatas, namun apa yang Allah mulai melalui Abraham akan berlaku bagi
segala bangsa, termasuk bangsa Kanaan sendiri. Agama yang memuja YHWH itu tidak
muncul melalui sinkretisme atau proses perkembangan wawasan-wawasan keagamaan.
Menurut Alkitab, Allah yang hidup - yang kemudian hari dinyatakan sebagai YHWH -
menyatakan diri-Nya kepada bapa-bapa leluhur Israel dengan nama-nama dan bentuk-bentuk
dewa yang diketahui dalam kerangka kebudayaan mereka. Jelaslah itu tidak berarti setiap
unsur pemujaan bangsa Kanaan kepada 'EL dinilai benar. Sebaliknya, Allah berkarya dalam
sejarah Israel agar Ia dikenal sebagai YHWH yang menyelamatkan manusia melalui
perjanjian-Nya dengan mereka; dan karya Allah itu bukan hanya untuk Israel tetapi bertujuan
agar bangsa-bangsa yang pada waktu itu memuja YHWH dengan cara yang kurang
sempurna, memakai nama 'EL, nanti akan menyembah Dia dengan sempurna sebagai satu-
satunya Allah. Proses yang dimulai Allah dalam Abraham pada akhirnya mempunyai maksud
yang penting bagi bangsa-bangsa Kanaan justru karena proses itu mengritik dan menolak
agama mereka
13
Anonim.1973. Cross: hlm. 87-88
Israel masih dapat belajar dari agama-agama lain itu. Beberapa kebiasaan dan gagasan dalam
agama Israel sejajar dengan agama-agama lain di Timur Tengah dan di daerah-daerah lain
juga. Kesejajaran itu menunjukkan bahwa agama Israel dan agama-agama lain berkembang
secara sejajar, namun tidak sama. Misalnya imamat dan sistem pengurbanan biasa ditemukan
dalam hampir semua agama, jadi kita tidak perlu menganggap Israel "meminjam" unsur-
unsur ini dari agama Kanaan. Namun kadang-kadang Israel meminjam unsur-unsur tertentu
dari kebudayaan sezamannya. Sebagai contoh, makna peristiwa keluaran dari Mesir
dijelaskan dalam Perjanjian Lama memakai suatu tema dari dongeng-dongeng Kanaan, yaitu
kemenangan atas Laut.
Perjalanan sejarah menyebabkan perubahan sikap. Misalnya, dalam Yosua 24, ketika
perjanjian dengan Allah diperbarui, Yosua mengakui bahwa nenek moyang Israel pernah
beribadat kepada ilah-ilah lain. Namun, mengingat karya Tuhan Allah yang telah
menyelamatkan Israel pada peristiwa keluaran dari Mesir dan pendudukan Kanaan, maka pali
teisme tidak cocok lagi. "Hari ini" mereka harus memilih. Perubahan sikap ini sesuai dengan
apa yang dikatakan Paulus, yaitu bahwa pandangan Allah tentang agama-agama manusia
dapat bervariasi, sesuai dengan perkembangan sejarah atau kesadaran mereka (Kisah 17:27-
31). Orang-orang yang mengenal Kristus harus meninggalkan hal-hal yang sebelumnya
dibiarkan oleh Allah. Namun, Perjanjian Lama tidak mendasarkan hukuman bangsa-bangsa
secara langsung pada fakta bahwa mereka memuja dewa-dewa palsu. Alasan untuk hukuman
tersebilt biasanya ditemukan pada tingkah-laku moral dan sosial bangsa-bangsa tersebut
(lihat misalnya Amos 1- 2; Yesaya 13- 23). Kritik dalam bidang agama biasanya ditujukan
kepada umat Allah, bukan" bangsa lain (lihat Amos 2). Dewa-dewa bangsa lain dianggap
sebagai tak berdaya, tak mampu menyelamatkan. Pemujaan dewa-dewa tidak disebut salah,
melainkan sia-sia. Siapa pun yang disapa oleh awak kapal Yunus atau para penduduk Niniwe
dalam doa mereka dewa lain yang mereka akui, yang menyelamatkan mereka ialah Tuhan
Allah. Nabi Elia mengejek Baal dan Nabi Yesaya (Yesaya 40-55) mengolok-olok dewa-dewa
Babel, karena dalam keadaan genting dewa-dewa ini tidak mampu melepaskan para
penyembah mereka, bahkan menjadi beban bagi mereka. Hanya YHWH yang mampu
menyelamatkan. Sering timbul pertanyaan apakah keselamatan dapat ditemukan dalam
agama-agama bukan Kristen. Menurut Perjanjian Lama pertanyaan itu kurang tepat karena
tak ada agama (termasuk agama Israel dan agama Kristen) yang menyelamatkan. Agama
adalah respons manusia kepada Tuhan Allah: Dialah yang menyelamatkan mereka. Dalam
penglihatan nabi, bila bangsa-bangsa asing beralih kepada Israel, mereka tidak akan berkata
"Agamamu yang paling baik" tetapi akan mengakui "Keadilan dan kekuatan hanya ada di
dalam TUHAN!" (Yesaya 45:14,24).14
Bangsa Israel sendiri menolak ilah lain kecuali Allah yang benar (lihat Keluaran
20:3). Mereka mengaku "TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!" (Ulangan 6:4). Pemujaan
'EL tidak bertentangan dengan pengakuan itu, karena merupakan suatu bentuk dari pemujaan
YHVH. Tetapi pemujaan dewa-dewa lain melanggar pengakuan tersebut. Dengan demikian,
suatu agama yang mengakui adanya Allah yang esa dapat berfungsi sebagai titik tolak bagi
para pengikutnya untuk menempuh suatu perjalanan rohani. Dan perjalanan rohani itu akan
berakhir ketika mereka mengaku bahwa Allah telah berkarya dan menyatakan diri secara
menentukan dalam sejarah Israel yang memuncak dalam Yesus Kristus. 15
Dalam hal ini kita harus mengerti dengan jelas bahwa titik tolak perjalanan rohani
tersebut tidaklah sama dengan titik akhirnya. Memang kita dapat melihat persamaan antara
agama Kristen dengan agama lain, misalnya dalam berbicara tentang sifat-sifat Tuhan dan
karya-Nya. Beberapa agama mengakui Allah yang adil dan berbelas kasihan, yang
menciptakan dunia, yang mengikatkan diri dengan umat-Nya dan yang mengharap agar
umat-Nya memberi respons kepada-Nya dalam doa, ibadat, ketaatan dan keadilan sosial.
Makna khusus agama Israel tidak terletak dalam dirinya sendiri, atau dalam sejumlah ciri
khas yang tidak ditemukan dalam agama-agama lain. Tetapi makna khusus agama Israel
terletak dalam kesaksian yang diberikannya tentang Allah yang hidup dan menyelamatkan.
Hal ini dijelaskan berulang kali dalam Yesaya 40-55. Nabi yang menulis pasal-pasal itu,
dalam konteks pluralisme keagamaan, tidak mengimbau Israel membandingkan agama
mereka dengan agama Babel agar mereka merasa lebih unggul. Sebaliknya, ia mengarahkan
pikiran mereka kepada karya Allah yang menyelamatkan mereka dalam sejarah dan berkata
"Kamu inilah saksi-saksi-Ku" (Yesaya 43:10). 16
5. Israel di Kanaan
14
Ibid. hlm 120
15
Ibid, hlm 123
16
Marie Clarie Barth dan Frommel, M.Th. 2002. Kitab Yesaya 40-55. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 29
Dalam perkembangan berikutnya, para penduduk Kanaan semakin memusatkan
pemujaan mereka pada Baal, yang menggantikan 'EL sebagai ilah utama. Perjanjian Lama
menilai pemujaan Baal dan dewa-dewa lain berbeda dengan penilaiannya terhadap pemujaan
'EL. Memang terkadang tampaknya Yhwh dapat dipuja dengan memakai nama Baal, Kata
ba'al dalam bahasa Ibrani berarti 'pemilik', sama seperti adon Ctuan'),dan mungkin pernah
dipakai dalam mengakui kekuasaan YHWH (bandingkan Hosea 2:15-16). Lagi pula, ada ahli
yang berpendapat bahwa mungkin sudah terjadi penggabungan konsep 'EL dan Baal dalam
pemahaman orang Israel tentang YHWH.17 Kendati demikian, Perjanjian Lama tidak pernah
mengizinkan pemujaan YHWH dengan menggunakan nama Baal, Bahkan nama orang
seperti איש–בעל - 'ISY-BA'AL yang berarti "orang Baal" (1 Tawarikh 8:23) diubah
menjadi איש–בשת - 'ISY-BOSYET yang berarti "orang hina" (2 Samuel 2:8). Agama Baal
dilihat berpengaruh buruk terhadap agama Israel. Tempat-tempat pemujaan Baal harus
dihancurkan (Ulangan 7 dan 12). Pengaruh Baal atas agama Israel yang dimulai pada zaman
Salomo dinilai sebagai penyimpangan. Dengan demikian pemujaan YHWH sebagai 'EL
diterima, sedangkan pemujaan YHWH sebagai Baal ditolak. - Israel menerima YHWH dan
'EL sebagai Allah yang sama, tetapi harus memilih antara mengikuti Yhwh atau Baal (l Raja
18:21; bandingkan Yosua 24:14-15).
Nabi Hosea menghardik Israel karena mereka dipengaruhi oleh unsur kesuburan
dalam agama Baal itu. Namun ia mengambil alih gagasan agama Baal itu guna menjelaskan
kodrat YHWH, yang secara terus terang disebut Tuhan yang memberi' gandum dan. anggur
serta digambarkan sebagai kekasih Israel yang menjadikan dia istri-Nya (Hosea 2:8,16,19-
20). Dalam menggambarkan hubungan YHWH dengan Israel sebagai perkawinan, Hosea
memakai bahasa dan kiasan orang Kanaan, sekalipun ia melawan teologi yang mereka
ungkapkan melalui pemakaian bahasa dan kiasan tersebut. 18
Bila kita memikirkan pertentangan YHWH dengan dewa-dewa Mesir dan Kanaan,
maka kita melihat adanya dimensi moral dalam pertentangan itu. Hal itu dapat membantu
kita dalam menilai agama-agama dan kebudayaan-kebudayaan manusia. Pada peristiwa
keluaran dari Mesir, YHWH menentang Firaun (yang dipandang sebagai dewa oleh
bangsanya dan yang mewakili dewa-dewa Mesir) oleh karena ia menindas orang Ibrani.
Dalam Kitab Kejadian, yang menceritakan hubungan Yusuf dan saudara-saudaranya dengan
17
Anonim.1973. Cross: hlm 163.
18
Stuhlmueller. 1984. Board for Mission and Unity. Hlm. 1-5
Firaun, tidak terjadi pertentangan seperti itu. Sebaliknya, Firaun pada zaman itu mengakui
Allah Yusuf (Kejadian 41) dengan cara yang kelak digemakan dalam Kitab Daniel. Tetapi
Firaun pada peristiwa keluaran itu menjalankan kebijaksanaan negara yang menindas di
bidang politik, ekonomi, sosial dan agama, serta menolak mengakui Allah Musa (Keluaran
5:2). Kebijaksanaan itulah yang memacu YHWH bertindak untuk menegakkan keadilan
dengan menghukum penindas dan melepaskan orang-orang tertindas. Kekalahan Firaun itu
menyatakan bahwa YHWH melawan segala agama yang membenarkan tata masyarakat yang
membiarkan penindasan dan praktek-praktek yang tidak berperikemanusiaan.
Sewaktu Israel berada di negeri Kanaan, mereka bergumul selama waktu yang
panjang dengan agama Baal melalui pelayanan para nabi sebelum pembuangan. Pergumulan
itu memiliki ciri-ciri yang sama dengan pergumulan pada zaman keluaran. Agama Baal
dikecam dalam kitab Taurat (misalnya Imamat 18; 20; 01.7; dsb.) dan ciri-cirinya dilukiskan
oleh nabi-nabi seperti Hosea dan Yeremia. Dari bahan tersebut kita ketahui, agama itu
bercirikan pemujaan kesuburan. Kegiatannya menjijikkan dan menghancurkan, meliputi
persundalan bakti, pengurbanan anak-anak dan ilmu gaib. Tampaknya pada saat Israel
memasuki Kanaan kegiatan seperti itu sudah mencapai taraf yang belum terjadi pada zaman
para bapa leluhur. Sikap yang kurang bermusuhan terhadap agama orang Kanaan dalam
Kitab Kejadian selaras dengan kenyataan bahwa "kedurjanaan orang Amori itu belum genap"
(Kejadian 15:16). Tetapi kenajisan yang dilakukan oleh penduduk-penduduk Kanaan pada
abad-abad kemudian demikian hebat "sehingga negeri itu memuntahkan penduduknya"
(Imamat 18:24-28).
Dengan kata lain. kita melihat variasi dalam sikap orang Yahudi terhadap agama-
agama lain. Salah satu faktor dalam hal ini ialah sifat-sifat sosial dan moral yang
dikembangkan agama-agama itu pada pengikut-pengikutnya. Ketika Elia (dalam nama
YHWH) menentang Baal di atas Gunung Karmel, yang menjadi pokok pertikaian bukanlah
hanya pemujaan suatu ilah palsu melainkan juga usaha membajak seluruh sistem masyarakat,
ekonomi dan hukum di Israel oleh agama Baal yang dibawa Izebel dari Fenisia. Peristiwa
Nabot merupakan contoh usaha tersebut (1 Raja 21). Dalam peristiwa itu yang menjadi
pokok pertikaian bukan soal agama mana yang benar, melainkan soal struktur masyarakat
mana yang adil dan benar bagi Nabot dan orang lain. Agama Baal mendukung - atau paling
sedikit tidak mengekang - Ahab dan Izebel dalam perlakuan mereka terhadap Nabot.19
21
DR. SM. Siahaan dan DR. Robert M. Peterson. 2002. Kitab Daniel. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 60
Berdasarkan Nama Allah
Pada bab sebelumnya kita sudah melihat nama-nama Allah, dan juga bagaimana para tokoh-
tokoh Alkitab mengerti siapa itu Allah. Pada bab ini maka kita bisa menemukan sebuah konsep
tentang Allah berdasarkan nama-nama Allah. Karena melalui nama-nama itu menunjukkan siapa
Allah itu.
1. ELOHIM. Nama Elohim menyatakan ke-Maha Kuasaan dari Allah. Ketika Allah
menciptakan langit dan bumi, kemudian menciptakan manusia maka Allah memakai nama
Elohim. Elohim adalah nama dalam bentuk jamak menunjukkan ke-Esa-an dari Allah
yang Tritunggal. Nama Elohim-lah yang dipakai Allah ketika menjadikan manusia
menurut rupa dan gambar Allah (Kejadian 1:26). Walaupun Israel mengenal Allah yang
Tungal tetapi Perjanjian Lama telah juga mewahyukan bahwa ke-jamak-an dari Allah
telah diperkenalkan sejak pertama.22
2. JEHOVAH. Kata Jehovah berarti Tunggal. Itulah nama dari Bapa yang memperkenalkan
Diri kepada Israel. Jehovah berarti Allah yang datang kepada umatNya dan mengadakan
perjanjian dengan mereka Israel hanya menerima Jehovah sebagai Allah yang Tunggal
dan kepadaNya mereka berseru dan menyembah. Kata Jehovah begitu sakral bagi umat
Israel. Dengan nama Jehovah-lah Allah memperkenalkan diri kepada Israel bahwa Dialah
yang ada sejak dahulu, sekarang dan selama-lamanya (Keluaran 3:13-14). Dalam
memimpin Israel, memelihara dan membela maka Allah menyatakan namaNya yang
menunjukkan sifatNya kepada umatNya:23
a. Jehovah Rapha, berarti bahwa Tuhanlah yang menyembuhkan umatNya. Allah
bertindak sebagai dokter yang Maha Kuasa ke atas umatNya (Keluaran 15:26).
b. Jehovah Nissi, berarti bahwa Tuhan adalah Panji-panji Kemenangan Israel. Tuhanlah
berperang ganti umatNya. Ketika mereka berhadapan dengan laut kolsum, benar
bahwa Tuhan telah menjadi Panji Kemenangan Israel (Keluaran 17:8-15; 14:13-14).
c. Jehovah Shalom, berarti bahwa Tuhan adalah Raja Damai. Dialah yang memberi
damai-sejahtera kepada umatNya. Sifat Allah ini berlaku bukan hanya kepada Israel
tetapi kepada umatNya masa kini. (Habakuk 6:24).
22
Pdt. DR. Indrawan Eleeas, 2008. Isu masa Kini Tentang Nama Allah. Jakarta: Gandum Mas. Hlm. 68
23
Ibid. hlm. 70-78
d. Jehovah Roi, berarti bahwa Tuhanlah yang menjadi Gembala kita. Ialah yang
memimpin dan melindungi dan memberkati kita. Tuhan sebagai Gembala
dimanifestasikan dalam Tuhan Yesus Kristus sebagai Gembala yang baik (Yohanes
10; Mazmur 23).
e. Jehovah Tsidkenu, berarti bahwa Tuhanlah yang menjadi Kebenaran UmatNya. Ialah
yang mengampuni, membela dan membenarkan kita. (Yeremia 23:6). Manifestasi
Jehovah sebagai kebenaran dinyatakan di dalam Yesus Kristus Tuhan kita (Yohanes
14:6; Yohanes 16:13).
f. Jehovah Shammah, berarti Tuhan ada dan hadir dengan umatNya, Tuhan senantiasa
menyertai kita dimanapun kita berada (Yehezkiel 48:35).
Banyak orang tidak memahami kekuatan rohani apa yang ada kepada bangsa Israel
sehingga mereka dapat bertahan melalui penghancuran yang terjadi untuk melenyapkan
bangsa ini. Dua kali mereka terbuang untuk dilenyapkan tetapi selalu tetap bertahan dan
eksis. Tidak satupun bangsa di dunia yang dapat menandingi penderitaan pembinasaan
seperti yang dialami bangsa ini. Keyakinan atas ketujuh sifat Jehovah di atas-lah menjadi
rahasia yang menyebabkan mereka mampu bertahan sebagai bangsa. Allah Israel bukanlah
sebuah gagasan dari satu agama manusia, melainkan Dia adalah Allah yang hidup yang
bergerak ditengah-tengah umatNya. Karena itu, sejarah bangsa ini merupakan sejarah
kerajaan Allah diatas muka bumi ini. Penggenapan Janji Allah diwujudkan melalui
kedatangan Yesus Kristus dilanjutkan kedatangan Roh Kudus. Ketujuh nama Allah yang
menunjukkan sifatNya yang menyertai orang percaya sekarang berlaku keatas GerejaNya.
Tuhan dengan segala sifatNya yang diwujudkan melalui namaNya dinyatakan oleh Roh
Kudus keatas orang percaya.
3. El-Elyon. Kata "El" berarti "Tuhan", Satu-satunya Maha Kuasa" (Ulangan 32:4). El-Elyon
artinya Allah Maha Kuat, Maha Berkuasa, Maha Agung, Dialah Allah Maha Penyelamat
yang telah menolong umatNya dengan ke-Maha KuasaanNya dari tangan musuh
(Kejadian 14:18-20). Dialah Allah yang Maha Kuasa yang mengasihi isi dunia dan
memberikan AnakNya yang tunggal kepada isi dunia untuk menyelamatkan isi dunia
(Yohanes 3:16). 24
24
William W. Menzies dan Stanley M. Horton. 2003. Doktrin Alkitab. Jakarta: Gandum Mas. Hlm 51
4. El-Shaddai. El-Shaddai, berarti Allah yang mencukupi segala kebutuhan umatNya. El-
Shaddai bahwa Allah yang Maha Kuasa akan mencukupkan kita. Dia berjanji akan
menggenapi janjiNya dengan sempurna. Allah Maha Kuasa selalu menggenapi janjiNya
(Kejadian 17:1). 25
5. El-Olam. Berarti Allah yang kekal. Dialah yang mengatur kehidupan manusia dan
memberi hidup yang kekal kepada manusia. El-Olam bahwa Allah yang kekal selalu
memegang teguh semua janjiNya (1 Timotius 1:17). 26
6. Adonai berarti Tuhan, yang menguasai, memerintah alam semesta dan memerintah
umatNya (Keluaran 23:17). Dia menuntut ketaatan dan kesetiaan umatNya. Ketika Yesus
bangkit dari antara orang mati, maka Allah menjadikan Dia Tuhan. Yesus Kristus menjadi
"Adonai", orang percaya harus taat kepadaNya. Karena Dialah Adonai kita (Kisah
2:36; Filipi 2:9). 27
7. Abba = Bapa. Allah Israel juga menjadi Bapa kepada umatNya. Ketika Roh Kudus turun
ke atas orang percaya, maka Roh Kudus dari dalam hati berseru: "Bapa, ya Abba"
Hubungan orang percaya dengan Allah dikiaskan seperti hubungan Bapa dan Anaknya.
Inilah pekerjaan Roh Kudus yang ajaib, bahwa setiap anak Tuhan dapat menyebut Allah
"Ya Abba, Ya Bapa" (Roma 8:14;Galatia 4:6). 28
Bab V Kesimpulan
25
Ibid. hlm 53
26
Ibid. hlm 49
27
Ibid. hlm 64
28
Ibid. hlm 66
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep Allah dalam Perjanjian
lama dijelaskan melalui nama-nama yang dipakai untuk menunjukkan sifat dan atribut Allah.
Secara gari besar Perjanjian Lama menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat dalam
pengertian sebagai berikut:
Pertama, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang Esa sebagai Pencipta dan Pemelihara
alam semesta. Oleh karena itu, sebagai makhluk ciptaan-Nya, kita sudah seharusnya bersyukur
dan terus bergantung di dalam-Nya karena hanya Dia lah Sumber Hidup yang layak dipercayai
sepenuhnya. “Bergantung/berserah” itulah beriman.
Kedua, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang Kekal dan tidak bergantung pada apa dan
siapapun. Allah yang Berdaulat tentulah Allah yang tidak terbatas/kekal. Allah yang kekal berarti
Allah itu tidak terikat oleh ruang dan waktu seperti manusia yang sementara/ fana/ terbatas
adanya. Dengan kata lain, Allah yang kekal ini adalah Allah yang melampaui ruang dan waktu.
Di dalam kekekalan-Nya, Ia merencanakan dan menetapkan segala sesuatu di dalam sejarah
dunia. Karena Dia tidak mungkin berubah, maka Ia tidak mungkin bersalah atau mengubah
rencana yang telah ditetapkan-Nya sejak semula. Karena tak mungkin bersalah atau mengubah
rencana-Nya, maka Dia juga tidak memerlukan apa dan siapapun sebagai penasehat-Nya di
dalam menjalankan rencana-Nya.
Ketiga, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang Berkuasa mutlak.
Keempat, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang Trinitas, yaitu Tiga pribadi Allah
(Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus) di dalam satu Esensi Allah.
Kelima, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang transenden (nun jauh di sana) dan
sekaligus imanen (yang dekat dengan manusia).
Keenam, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang menyatakan diri. Allah yang Berdaulat
tentu berdaulat juga di dalam membatasi diri-Nya untuk dikenal oleh ciptaan. Allah yang imanen
ini menyatakan diri-Nya melalui penyataan/wahyu-Nya kepada manusia sehingga manusia dapat
mengenal-Nya (Roma 1:19). Penyataan diri Allah ini harus dimengerti di dalam konsep atribut-
atribut Allah. Allah memiliki atribut-atribut-Nya yang berada pada diri (tidak bergantung pada
apa dan siapapun), yaitu atribut yang dapat dikomunikasikan (communicable attributes), yaitu
“sifat-sifat” Allah yang dikomunikasikan/diberikan kepada manusia, misalnya, kebajikan,
keadilan, kekudusan dan kebenaran. Kedua, atribut-atribut Allah yang tidak dapat
dikomunikasikan kepada manusia (incommunicable attributes), yaitu kekekalan,
ketidakterbatasan, dll.
Ketujuh, Allah yang Berdaulat adalah Allah yang Mahakasih sekaligus Maha adil. Kalau
kita mengerti tentang Pribadi Allah yang Berdaulat, jangan sekali-kali memisahkan atribut-
atribut-Nya, karena atribut-atribut-Nya menyatakan bahwa diri-Nya adalah Berdaulat mutlak.
Mengapa? Karena atribut-atribut-Nya menyatakan suatu kekonsistenan di dalam diri Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1973. Cross
Barth, Dr. C. 1993. Teologi Perjanjian Lama 4. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Barth, Marie Clarie dan Frommel, M.Th. 2002. Kitab Yesaya 40-55. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Eleeas, Pdt. DR. Indrawan. 2008. Isu masa Kini Tentang Nama Allah. Jakarta: Gandum Mas.
Goldingay, John E. dan Wright, Christopher JH. 2007, Keesaan Allah dalam Perjanjian Lama.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Menzies, William W. dan Stanley M. Horton. 2003. Doktrin Alkitab. Jakarta: Gandum Mas.
Siahaan, DR. SM. dan DR. Robert M. Peterson. 2002. Kitab Daniel. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.